Dalam perjalanan menuju ke kantornya Arbia memilih diam. Sedang Dominic sesekali menoleh dan mengulum senyum kemenangan.
"Akhirnya aku bersama tiap hari bersamamu, Arbia." Seulas senyum terus terpancar dari bibir Dominic. Arbia yang menyadari pria dewasa itu sedang berbahagia hanya menarik napas pendek.
Agak terkejut dia ketika getar ponselnya terasa mengenai tangan rampingnya. Sebuah panggilan yang memang ia harapkan datang dari tadi.
[Iya, Sayang]
Jleb! Hati Dominic terasa perih dan pedih mendengar suara itu memanggil dengan seksi si penerima telpon.
Ada tatapan tajam yang mebandakan kemarahan. Tapi pria itu tidak bisa berbuat apapun. Hanya dengusan yang kasar keluar dari hidungnta wajah bule itu memutih karena menahan emosi.
[Aku baik-baik saja, Honey]
Oh! Rasanya seperti terbakar hati Dominic mendengar sebutan itu lagi. Dalam hati Dominic merutuk, berharap penggilan telpin itu langsung terputus.
Dan mema
Mampir yuk di sini Sang Kapten Takdir Yang Tertunda Fatamorgana
"Apa yang, Om lakukan pada saya?" Pertanyaan itu menampar kesadaran Dominic Chalondra. Dengan cepat dia menarik tubuh dan bibirnya dari Arbia yang baru sadarkan diri. Gadis itu seperti orang linglung tidak ingat apa yang sebelumnya terjadi. "Maaf Arbia," suaranya lirih membuat Arbia mengerutkan dahi. "Om, saya pulang saja sepertinya saya lagi datang tamu. Suka nggak enak badan terus mual-mual. Saya mau istirahat saja di rumah." Ucapan Arbia begitu susah dicerna oleh Dominic. Gadis itu sudah siap untuk turun. "Tolong buka pintunya, Om." "Biar aku antar, Arbia." Arbia nebggelengkan kepalanya lemah. "Jangan! Nanti kalau ketahuan papa, Om bakal di laporin sama polisi. Bye, Om." Arbia turun dari mobil dan menghadang taksi yang kebetulan lewat. Lantas tubuhnya menghilang bersama taksi yang membawanya plang. Dominic termangu mendengar ucapan gadis itu. Belum ingat dari kesadarannya, dia celingukan mencari sosok cantik itu.
"Aa-Ri kenapa, Axelle?" tanya komandan Li, terlihat cemas melihat putrinya ada dalam gendongan Axelle. Sebelum menjawab pertanyaan dari komandannya. "Aa-Ri terkilir, Ndan. Tapi nggak apa-apa. Biar saya pijit dulu." Setelah bicara seperti itu, kapten muda itu segeran menyentuh kaki ramping Aa-Ri dan memijitnya. Gadis blasteran korea itu meringis menahan sakit namun hanya berlangsung sesaat. Detik berikutnya Aa-Ri sudah bisa merasakan kakinya nyaman dan bisa seceria beberapa jam yang lalu. Aa-Ri memberikan banyak senyum pada Axelle. Gadis itu sudah terjerat dengan pesona sama Sang Kapten. Bahkan Axelle sendiri tidak pernah menyadari bahwa dia sudah menabur petaka buat hubungannya dengan Arbia. Keluar dari kantor Axelle langsung menuju ke mobil kebesarannya. Hari ini dia merasa seperti di anak emaskan oleh bosnya. Hanya disuruh menemani anak bosnya tapi mampu membuatnya merasa sangat berat dan lelah. Axelle ingin cepat sekali sampai di apar
Dengan mengerjabkan mata liarnya. Hatinya berdecah kaget saay menyadari bahwa dia seperti dijebak. Diamatinya wajah gadis yang sepertinya benar-benar tertidur di sampingnya itu. Lalu di bukan semua aplikasi tang ada di ponsel san perempuan. Dua bukan orang yang polos yang tidak tahu menahu masalah seperti ini. Setelah mencari apa yang sudah di temukan, dia menghapus seluruh memo dan video yang segaja dia ambil dan dia simpan. Namun sebelumnya sudah dia simpan di dalam memori ponselnya. Diliriknya jam tangannya, sudah sangat larut lalu Axelle mendekati tas kerjanya. Kapten muda itu mengumpat dalam hati, ternyata ponselnya sengaja di matikan oleh gadis itu. Dugaannya dari awal memang benar bahwa gadis ini nggak baik untuk hubungannya dengan Arbia. Dalam waktu 15 menit Axelle sudah sampai di apartementnya. Dengan perlahan dia membukan pintu kamarnya. Terlihat gadisnya terbaring dengan pulasnya. Didekatinya gadis cantik lalu diciumny
"Siap, Kapten! Laksanakan!" Axelle memimpin apel pagi itu. Ada gurat kelelahan di wajahnya karena semalaman kerja lembur di ranjang. Setelah selesai memimpin apel pagi kapten muda itu langsung ke ruang kerjanya. Fokus membuat laporan tentang kegiatan bulan. Bulan besok mu gkin diaxakan sibuk dengan mengurus acara pertunanganya dengan Arbia. Makannya kerjaan harus segera di selesaikan cepat-cepat agar tak terbengkelai. "Masuk!" titahnya setelah mendengar ketukan 3 kali di pintu ruangannya. Bahkan matanya pun tak di arah pada tamunya. "Axelle." Barulah setelah mendengar namanya disebut pria tampan itu mendongakkan wajahnya. Hatinya seakan mencelos mengetahui siapa yang sudah ada di hadapannya. Sedikit menyesal, kenapa tadi dia langsung mempersilakan masuk begitu saja tamu yang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Aa-Ri! Kok kamu datang ke sini?" tanya gugup melihat gadis keturunan Korea itu. "Nggak usah gugup, Axelle. Aku ke sin
Dominic dalan sepersekian detik membeku mendengar suara Arbia yang sudah bergetar. Ada kristal bening yang sudah meleleh tanpa di minta. Dominic menggeretakkan giginya melihat gadis kesayangannya menggulirkan kristal bening di pipi tirusnya. Sekilas tadi dilihatnya kapten muda itu berlari mengejar gadis yang ada di pelukannya. Sedang di belakangnta seorang gadis berwajah Korea menyusul. "Sedang apa mereka? Kejar-kejaran petak umpet? Dasar laki-laki brengsek! Nggak cukup apa punya satu aja?" Wajah Dominic menggelap melihat pria yang berstatus calon tunangan Arbia itu sepertinya punya wanita simpanan. "Cih! Dasar laki-laki brengsek!" Tak henti-hentinya Pria bule itu memaki Axelle. Dengan kecepatan tinggi dia mengemudikan mobil sportnya pergi meninggalkan gedung kepolisian itu. Axelle berhenti tepat ketika Arbia menghilang bersama mobil yang membawanya pergi. "Kapten! Apa Arbia diculik lagi?" tanya Kaifan yang sudah berada di belakang tempatnya b
"Arbia!" teriak Axelle yang melihat gadis itu memeluk seorang pria dengan luka sabetan yang begitu dalam. "Tolong! Tolong dia," ucapnya sambil meratap pilu. Axelle mengabaikan sesaat perasaan posesifnya, hatinya lebih berperikemanusiaan untuk menolong korban tawuran. "Flower satu, dua, ganti. Butuh pertolongan pertama, tolong segera dikirim ambulans. Di jalan Besar Raya, ganti," Axelle masih terus mengupayakan pertolongan pertama untuk Dominic. Sambil menunggu ambulans datang kapten muda itu melepas baju kebesarannya lalu menyobek kaos dalaman putihnya untuk diikatlan dibagian luka Dominic. Berharap cara itu bisa sedikit menghambat darah agar tidak keluar. Axelle segera berlari ke arah Ambulans ketika mendenģgar sirine itu datang. Dengan brankar yang sudah disiapkan dibaringkannya tubuh Dominic yang sudah bersimbah darah. Keterkejutan tampak dari wajah Axelle ketika melihat Arbia ikut masauk dalam ambulans itu. Dia seolah mengabaikan pria tamp
"Arbia!" Teriakan itu membuat Dominic dan Arbia terkejut. Gadis itu berjengkit kaget melihat Axelle yang sudah di depan pintu. Berdiri dengan wajah merah padam menyeramkan. Tangannya mengepal siap melayangkan tinju. Arbia srgera melompat turun tak mempedulikan kondisi Dominic yang jesakitan akibat kakinya menginjak paha Dominic. "Apa-apaan kamu. Di ruang pasien tidur satu ranjang. Dia siapa? Kamu siapa?" Meledak sudah amarah Axelle. Hatinya kalut dibakar cemburu yang membabi buta. "Pantas nggak yang kamu lakukan?" tanya Axelle dengan tinggi. Arbia hanya menunduk dan menggeleng. Sedang Dominic merasa ulu hatinya berdenyut sakit mana kala melihat Arbia di sentak oleh Axelle. Tapi Dominic tidak bisa berbuat apa-apa. Mana kala Axelle menarik dengan kuat tangan Arbia untuk menjauhi ruang rawat inapnya. Hanya dengan mengandalkan anak buahnya sekarang dia ingin melacak informasi setiap detik tentang Arbia yang sedang di hakimi oleh Axel
Arbia berlari di samping pembaringan pasien yang di dorong oleh suster itu. Air matanya berhamburan seakan berlomba untuk mencari jalan keluar di matanya. "Mbak Arbia di sini saja. Biar kami dan dokter yang menanganinya," ucap perawat itu sambil membuka pintu operasi dan membawa Axelle ke dalam ruang operasi. Gadis itu seketika berhenti di depan pintu ruang operasi. Dari arah lift Arka dan keluarga Axelle juga papa dan mamanya datang. Dengan tangis pilu Amber menjatuhkan tubuh kecilnya ke pelukan Sang Ayah. Zakaria Lawalata yang melihat putrinya dalam kondisi putu asa mendekapnya sangat erat sekali. Soepomo Hadiningrat dan istrinya pun hadir. Lelaki Tua itu mondar-mandir dengan kegelisahan yang luar biasa. Dia meminta Kaifan menjelaskan kronologi yang terjadi. Dengan suara bergetar dan bibir bergetar Kaifan selaku wakil dari Kapten menjelaskan sedatail mungkin. Tubuh Soepomo terhuyung dan hampir saja jatuh kakau tidak
Arbia mendesah sekilas melihat notif pesan yang sudah dia baca. Ada rasa enggan tiba-tiba menghinggapi hatinya. Entah kenapa semenjak kejadian demi kejadian ini, dia hanya ingin fokus pada kekasihnya saja. Disimpannya kembali benda pipih itu ke dalam sakunya lalu kendala berjalan di samping Axelle untuk kembali ke mobilnya. Axelle pun dengan sigap memeluk pinggang Arbia dan membawanya langsung pulang ke apartemennta. Tragedi demi tragedi sudah bantak di lewatinya. Dia ingina itu segera semua berakhir di pelaminan. Tak ingin dipisahkan lagi dengan kekasih yang teramat dia cintai itu. Mungkin dalam beberapa hari ini Axelle akan menyuruh Sang Ayah untuk melamarkan dirinya ke orang tua Arbia. Berharap kali ini tidak ada kendala sedikit pun. Selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan kesehatan. "Kita harus secepatnya menikah, Sayang." Arbia terpana mendengar ucapan Axelle barusan. Ketidak percayaannya mampu membuat seperti orang te
Plak! Plak! Tamparan keras itu mendarat tepat di wajah mulus Aa-Ri. Gadis cantik berwajah Korea itu tak menyangka semua perbuatannya akan tertangkap basah. Bahkan oleh kamera cctv. Saat ini ayahnya sedang murka besar dan tak sedikit pun memberi pembelaan apalagi jaminan kepada putri tunggalnya itu. Komandan Li menyerahkan putri satu-satunya kepada pihak polisi yang berada di bawah naungannya. Harga diri dan kehormatan sebgai komansan hancur seketika dan terancam akan turun jabatan dan di mutasi ke tempat lain. Permintaan maaf berkali-kali diucapkan oleh pihak Komandan Li dan keluarga. Arbia dengan lapang dada tapi Axelle masih bungkam seputar permintaan maaf Komandan Li yang diumumkan lewat media berita. Demikian juga denga Zakaria Lawalata Laki-laki tua itu sampai detik ini belum buka suara mengenai konferensi pers yang di gelar oleh Komandan Li dan keluarganya sebagai bentuk perminta maafan atas terjadin
Dominic menyipitkan matanya. Bergerak maju dengan kondisi tubuhnya yang masih lemah . Dia mencoba mendekati gadis berwajah Korea itu. Jarak itu cuma 5 centi dari tempatnya berdiri. Dia ingat betul sekarang siapa gadis Korea itu. Gadis yang sudah membuatnya menggendong Arbia waktu itu. Ketika Arbia merasa dikhianati Axelle. "Jadi ini rupanya, biang kerok dari semua musibah yang sudah terjadi," gumam Domimic. Beberapa kali pria itu mengangkat jameta ponselnt dan mencoba merekam pembicaraan gadis itu dengan orang yang ada di sebdrang telpon. [Apa dia mati?] [Sebentar lagi dia pasti mati. Alu sudah pastikan reporter muda itu tewas kehabisan darah. Kalau tidak ginjal sebelah kanannya pasti sudah rusak kena nelagiku.] [Bagaimana dengam calon suaminya, Sang Kapten? Apa dia baik-baik saja?] [Iya, Mom. Thanks more, atas dukungannya Nanti Aa-Ri kanati lahi. Nye om. Love you.] Klik! Pembicaraan itu sudah selesai. Dominic han
Oh! Mata Arbia mendelik dengan tubuh terhuyung bertumpu pada westafel toilet rumah sakit. Dia mersdakan ada hawa dingin yang mengalir di sebelah dada kirinya. Matanya seperti menggelap kepalanya berkunang dan wajah perlahan memucat. Darah segar mengalir berurutan dari dada kirinya turun merambat lalu menetes ke lantai toliet. Tbuhnya seketika tumbang dan ambruk ke lantai yang dipijaknya. Tetsungkur dengan mrmrgangi bagian dadanya sebelah kiri yang masih tertancap pisau. Darah itu mengalir terus. Ada sebentuk seringai dari sosok lain yang sedari tadi sudah menyakdikan kesakiran Arbia. Sosok bercadar hitam itu hanya membuang muka melihat Arbia tertelungkup dengan darah terus mengalir dari luka tusuknya. Tanpa ada niatmenolong sosok bercadar hitam itu meninggalkan toilet wanita itu dengan cepat. Beberapa menit kemudian sosok itu sudah menghilang. Sedang di ruang intensif, Axelle baru bisa membuka matanya. Melihat satu-satu orang yang mengelilingi
Arbia berlari di samping pembaringan pasien yang di dorong oleh suster itu. Air matanya berhamburan seakan berlomba untuk mencari jalan keluar di matanya. "Mbak Arbia di sini saja. Biar kami dan dokter yang menanganinya," ucap perawat itu sambil membuka pintu operasi dan membawa Axelle ke dalam ruang operasi. Gadis itu seketika berhenti di depan pintu ruang operasi. Dari arah lift Arka dan keluarga Axelle juga papa dan mamanya datang. Dengan tangis pilu Amber menjatuhkan tubuh kecilnya ke pelukan Sang Ayah. Zakaria Lawalata yang melihat putrinya dalam kondisi putu asa mendekapnya sangat erat sekali. Soepomo Hadiningrat dan istrinya pun hadir. Lelaki Tua itu mondar-mandir dengan kegelisahan yang luar biasa. Dia meminta Kaifan menjelaskan kronologi yang terjadi. Dengan suara bergetar dan bibir bergetar Kaifan selaku wakil dari Kapten menjelaskan sedatail mungkin. Tubuh Soepomo terhuyung dan hampir saja jatuh kakau tidak
"Arbia!" Teriakan itu membuat Dominic dan Arbia terkejut. Gadis itu berjengkit kaget melihat Axelle yang sudah di depan pintu. Berdiri dengan wajah merah padam menyeramkan. Tangannya mengepal siap melayangkan tinju. Arbia srgera melompat turun tak mempedulikan kondisi Dominic yang jesakitan akibat kakinya menginjak paha Dominic. "Apa-apaan kamu. Di ruang pasien tidur satu ranjang. Dia siapa? Kamu siapa?" Meledak sudah amarah Axelle. Hatinya kalut dibakar cemburu yang membabi buta. "Pantas nggak yang kamu lakukan?" tanya Axelle dengan tinggi. Arbia hanya menunduk dan menggeleng. Sedang Dominic merasa ulu hatinya berdenyut sakit mana kala melihat Arbia di sentak oleh Axelle. Tapi Dominic tidak bisa berbuat apa-apa. Mana kala Axelle menarik dengan kuat tangan Arbia untuk menjauhi ruang rawat inapnya. Hanya dengan mengandalkan anak buahnya sekarang dia ingin melacak informasi setiap detik tentang Arbia yang sedang di hakimi oleh Axel
"Arbia!" teriak Axelle yang melihat gadis itu memeluk seorang pria dengan luka sabetan yang begitu dalam. "Tolong! Tolong dia," ucapnya sambil meratap pilu. Axelle mengabaikan sesaat perasaan posesifnya, hatinya lebih berperikemanusiaan untuk menolong korban tawuran. "Flower satu, dua, ganti. Butuh pertolongan pertama, tolong segera dikirim ambulans. Di jalan Besar Raya, ganti," Axelle masih terus mengupayakan pertolongan pertama untuk Dominic. Sambil menunggu ambulans datang kapten muda itu melepas baju kebesarannya lalu menyobek kaos dalaman putihnya untuk diikatlan dibagian luka Dominic. Berharap cara itu bisa sedikit menghambat darah agar tidak keluar. Axelle segera berlari ke arah Ambulans ketika mendenģgar sirine itu datang. Dengan brankar yang sudah disiapkan dibaringkannya tubuh Dominic yang sudah bersimbah darah. Keterkejutan tampak dari wajah Axelle ketika melihat Arbia ikut masauk dalam ambulans itu. Dia seolah mengabaikan pria tamp
Dominic dalan sepersekian detik membeku mendengar suara Arbia yang sudah bergetar. Ada kristal bening yang sudah meleleh tanpa di minta. Dominic menggeretakkan giginya melihat gadis kesayangannya menggulirkan kristal bening di pipi tirusnya. Sekilas tadi dilihatnya kapten muda itu berlari mengejar gadis yang ada di pelukannya. Sedang di belakangnta seorang gadis berwajah Korea menyusul. "Sedang apa mereka? Kejar-kejaran petak umpet? Dasar laki-laki brengsek! Nggak cukup apa punya satu aja?" Wajah Dominic menggelap melihat pria yang berstatus calon tunangan Arbia itu sepertinya punya wanita simpanan. "Cih! Dasar laki-laki brengsek!" Tak henti-hentinya Pria bule itu memaki Axelle. Dengan kecepatan tinggi dia mengemudikan mobil sportnya pergi meninggalkan gedung kepolisian itu. Axelle berhenti tepat ketika Arbia menghilang bersama mobil yang membawanya pergi. "Kapten! Apa Arbia diculik lagi?" tanya Kaifan yang sudah berada di belakang tempatnya b
"Siap, Kapten! Laksanakan!" Axelle memimpin apel pagi itu. Ada gurat kelelahan di wajahnya karena semalaman kerja lembur di ranjang. Setelah selesai memimpin apel pagi kapten muda itu langsung ke ruang kerjanya. Fokus membuat laporan tentang kegiatan bulan. Bulan besok mu gkin diaxakan sibuk dengan mengurus acara pertunanganya dengan Arbia. Makannya kerjaan harus segera di selesaikan cepat-cepat agar tak terbengkelai. "Masuk!" titahnya setelah mendengar ketukan 3 kali di pintu ruangannya. Bahkan matanya pun tak di arah pada tamunya. "Axelle." Barulah setelah mendengar namanya disebut pria tampan itu mendongakkan wajahnya. Hatinya seakan mencelos mengetahui siapa yang sudah ada di hadapannya. Sedikit menyesal, kenapa tadi dia langsung mempersilakan masuk begitu saja tamu yang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Aa-Ri! Kok kamu datang ke sini?" tanya gugup melihat gadis keturunan Korea itu. "Nggak usah gugup, Axelle. Aku ke sin