“Assalamu’alaikum.” Dareen melambaikan tangan ke arah wanita yang berdiri di teras lalu berbalik mendekati mobilnya.
“Wa’alaikumsalam.” Seorang wanita tengah berbahagia melihat kali pertama suaminya akan menghadapi rutinitasnya berjuang mencari sesuap nasi.
Langkah Dareen terhenti seketika itu lalu menoleh ke belakang. Menatap cantik istrinya yang sedari tadi memancarkan senyuman di depan teras yang membuat pria itu terasa hangat. Segera dia berlari menghampiri wanitanya.
Dengan napas terengah-engah, sepasang netranya tertaut pada kelopak mata seorang wanita yang sedari tadi berkedip penuh tanya. Entah karena jantungnya berdebar tak karuan. Apa karena kelelahan berlari? Atau karena wanita di hadapannya yang membuat pandangannya seperti magnet, tak bisa lepas?
Pria itu bisa melihat tatapan gelora asmara yang terpancar dari wanitanya, Kalila. Seorang istri yang akhirnya bisa menerima hatinya. Bertahun-tahun
“Aa! Aa!” Mulut Kalila terbuka berusaha berteriak tapi tak keluar, napasnya tertahan kala cekikan yang luar biasa begitu menusuk. Kalila berusaha melepaskan diri dari cengkraman jemari Angela yang menekan lehernya dengan kuat.Kalila tak menyangka wanita blesteran itu bisa nekat masuk kamar pribadinya dan segera menyergap dirinya setelah keluar dari kamar mandi.Angela dengan berani menunjukkan sifat aslinya di depan wanita yang merintih kesakitan. Wanita blesteran itu mencekik wanita di depannya. Sorot matanya yang tajam ditambah dengan menaikkan kedua sudut bibirnya, mencerminkan wanita itu seperti seorang psycho.“Ikuti aku!”“Ah … ya!”Angela melepaskan leher wanita itu perlahan. Spontan Kalila batuk-batuk sebagai reaksi dari terbukanya tenggorokan yang sedari tadi ditekan keras.“Ayo.”‘Gila ini cewek! Dia psycho nih. Apa aku bisa melawannya?’Kalila mulai
“Qinara, Kalila sama Angela kemana perginya Bu?” Miranti duduk di ruang tengah bersama nenek.Rasa penasarannya kali ini berbeda, seperti ada sesuatu yang tak beres. Naluri seorang ibu sangat kuat. Ada sesuatu yang mengganjal. Terlebih lagi, mereka bertiga sempat adu mulut dan berantem. Menunjukkan ketidakakuran dari awal.Dilihatnya tiga benda pipih di meja tepat dihadapannya lalu diambilnya salah satu.“Tumben juga gak bawa Hp? Sama tas lagi.”Wanita itu sebelumnya sudah ke kamar masing-masing untuk mengecek sesuatu karena tak biasanya Kalila dan Qinara tak memberi kabar. Terlihat ponsel berada di nakas, sementara tas selempangan yang berisi dompet masih menggantung pada cantolan dinding.Jemarinya mencari nama Angela pada benda pipih yang sedari tadi dipegang Miranti lalu ditempelkan ke telingannya. Lama ditunggu tak ada jawaban, akhirnya dimatikan.“Tuh, kan gak diangkat lagi?” gerutunya.Diliha
“Kalila … sayang … Kalila!” Dareen terbangun seketika itu dari ranjangnya.Kelopak matanya terbuka sempurna dengan napas terengah-engah. Dadanya naik turun. Rasanya sangat menyesakkan. Belum sempat mengatur napas, air mata yang menampung di kelopak mata akhirnya mengalir deras. Pria itu duduk di ranjang dengan wajah menunduk. Isak tangisnya terdengar jelas. Sakit yang teramat seolah hati telah tercabik-cabik sadis. Dia meluapkan semua emosi kesedihannya. Beberapa kali pria itu mengusap kedua wajahnya berusaha menyadarkan bahwa ini adalah kenyataan, bukan mimpi.Ingatannya masih sangat jelas kala dua hari lalu menerobos ramainya orang-orang yang berkerumun melihat pemandangan asap yang mengepul menuju cakrawala sore hari.“Ada kebakaran, jadi macet.”“Mobil terbakar.”“Wah, ada orang gak di dalam?”“Permisi Pak … permisi.” Dareen memasukkan tubuhnya
Kalila memeluk tubuh saudarinya hingga mata Qinara membulat sempurna. Perasaan haru biru menyelimuti Kalila yang akan menjadi seorang ibu. Berbeda dengan Qinara yang hanya terdiam dengan wajah datar.Memori pedihnya saat di Tanzania kembali muncul begitu saja. Seakan memperingatkannya bahwa rasa sakitnya harus terbalaskan. Rasa sakit yang dialaminya sepanjang perjalanan di negeri asing itu. Wanita itu telah melupakan bahwa ada juga kenangan manis sebelum dia berpulang ke tanah air.“Masya Allah. Gak nyangka Qinara. Aku hamil. Yaa Allah. Mas Dareen senang dengarnya.” Kalila memeluk erat wanita di depannya dengan mata berlinang. Sesekali terdengar sesenggukannya pertanda kebahagiaan.Wanita berhijab itu begitu bahagia saat dirinya akan memiliki seorang bayi mungil. Bersyukur dalam waktu singkat bisa memberi harapan bagi keluarganya yang sangat menantikan hadirnya keturunan.Namun berbeda dengan Qinara. Entah kenapa rasanya menyebalkan mendengar
“Aku Hanna. Mungkin Mbak semua belum kenal aku. Kita pernah ketemu kok sekali. Di acara pernikahan kalian berdua.” Hanna memperkenalkan dirinya di depan kedua pasang mata yang menatapnya penuh penasaran.“Apa?! Masa?!” Qinara memicingkan matanya, curiga.“Joe Spyer pernah dengar? Aku istrinya,” ucapnya datar.‘Apa aku mengundangnya? Gak mungkin teman Mas Dareen? Mungkin teman papa atau teman papi? Kalila mengernyitkan keningnya berusaha mengingat kedua nama yang baru dikenalnya. “Kamu kenal, Ra?”“Aku gak kenal.” Qinara sedari tadi mengernyitkan dahi menatap tajam wanita yang berhijab segitiga di hadapannya. ‘Apa aku harus percaya sama wanita ini?’ Wanita di depannya yang sekarang suaminya bekerja sama dengan Pak Biantara. Orang suruhan untuk melakukan sesuatu yang membuat orang lain merasa terdzolimi. Membayangkan dirinya dan suaminya sempat menjadi orang terlantar di negeri as
“Ya, Mbak … ada apa?” tanya salah seorang perawat yang masih duduk manis sembari melengkungkan kedua sudut bibir tipisnya pada Qinara yang tengah berdiri seolah meminta sesuatu.“Eh … gak ada, hehe …” spontan wanita itu nyengir sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Menanyakan informasi itu memang sangat penting. Terlebih mereka sekarang di rumah sakit yang tak tahu tepatnya daerah mana. Dengan adanya koneksi orang dalam, atau dengan menyebut nama papa ataupun papi Dareen, tentunya masalah semua akan selesai. Jangkauan bisnis papa juga termasuk luas. Jika diketahui kedua putrinya di rumah sakit ini, keluarga mereka akan segera menemukannya.Namun, entah kenapa rasanya tak perlu menanyakan hal ini sekarang. Ada yang mengganjal hati. Sepertinya, jika diucapkan akan menambah keguncangan hati wanita yang rambutnya terurai sepunggung itu. Membuat bibir seolah kaku, sulit mengeluarkan untaian kata. Qinara membayangka
Tiba – tiba Qinara tersandung pada tiang infus. Tepat di depannya Kalila yang tengah duduk di sisi ranjang. Kontan wanita itu menarik pergelangan tangan kakaknya hingga keduanya pun jatuh terduduk.“Argh!” Kalila merintih kesakitan bersamaan dengan suara rintihan Qinara.“Maaf, La. Sakit ya?” wanita itu melipat kedua bibirnya mengekspresikan khawatir pada saudarinya.“Perutmu gak apa-apa?” tanyanya.“Gak … gak apa-apa. Alhamdulillah. Cuma kaki yang nyeri. Ini masih rada ...” Kalila memegang kaki kanannya yang pergelangan hingga telapak terbalut gips. “Bantu aku, Ra.”“Ohh ...” jawab Qinara datar setelah mendengar reaksi Kalila yang menampakkan perutnya baik-baik saja.Rencana menjatuhkan diri bersama-sama seolah tiang infus sebagai pelaku utama dan kedua wanita itu menjadi korban. Tentunya kecelakaan seperti itu sering terjadi di drama. Apakah kurang kuat me
“Hah … hah … hah …” Hanna terbangun dari ranjangnya dengan keringat dingin mengucur di wajahnya. Perasaan takut menyelimutinya kala mimpi kelam itu muncul lagi.“Kamu gak apa-apa, honey?” Joe Spyer memposisikan duduk dan memeluk istrinya dengan erat.Sentuhan hangat dari suaminya membuat Hanna tak kuasa menahan emosi yang berkecamuk. Kontan air yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata, akhirnya mengalir deras membasahi pipi wanita itu. Isak tangis terdengar sebagai pertanda luapan emosi yang selama ini disembunyikannya.“Saya menunggu cukup lama sampai kamu berani bilang. Seminggu sekali kamu pasti seperti ini. Saya gak mau kamu gini terus, honey. Ada apa? kenapa?” Untaian kata perlahan diucapkan pria blesteran itu, jauh dari kesan menghakimi.Tak lama isak tangis dari seorang wanita di rengkuhannya pun kian samar-samar. Perlahan wanita itu bisa mengatur napasnya. Kepalanya menengadah ke atas men
“Nenek … Nenek … Nenek …” tak hanya Kalila, satu pasukan dikerahkan mencari keberadaan sang nenek.Satu perumahan ditelusuri. Dari rumah ke rumah yang kebanyakan sepi karena menjelang siang hari. Langkah kaki yang berlari kecil seiring keringat yang mengalir di sekujur tubuh. Semakin lama kaki terasa berat melangkah.Kecuali Kalila yang pasca melahirkan, dia hanya berjalan santai menyusuri gang rumahnya saja, sementara yang lain berjalan ke arah gang sebelah. Gang demi gang ditelusuri Qinara, dewa dan Dareen. Pastinya capek dan sangat melelahkan.Entah terlintas begitu saja di kepala Kalila, pikiran tentang seseorang yang tinggal di depan perumahannya. Kontan wanita berhijab ceruty itu mendekati suaminya yang hanya tiga meter darinya.“Mas, bisa bawa mobil? Antarin aku ke depan sekarang,’ titah wanita itu.“Buat apa?” tanya
Rasa kantuk menghadang membuat Kalila tak kuat membuka lebar kelopak matanya. Kedua matanya terasa berat sekali, dua lengannya terasa lemas seolah hawa dingin menyerang tubuhnya hingga rasanya ingin sekali rebahan. Malam yang melelahkan hingga akhirnya wanita itu memejamkan mata sesaat.“Kalila! Kalila!” Seorang wanita yang tak asing memanggilnya.“Eh …” Kalila membuka mata dengan lilir melihat siapa wanita yang menepuknya sedari tadi.“Bayimu! Zubair” Mama menepuk lengannya berkali-kali dengan menautkan dua alisnya.Mendengar nama bayinya langsung melebarkan mata sempurna. Ingat kalau dirinya tengah menyusui putranya hingga tidur tertunduk. Tak menyadari Zubair di pangkuannya.“Zubair!” Kontan Kalila menegakkan tubuhnya sembari kepalanya menunduk untuk melihat putranya.Ternyata Zubair ketindihan tubuh b
“Duh, kenapa gak diangkat lagi. Astaghfirullah … sabarkan yaa Allah.” Kalila melipat dua bibirnya sembari memainkan dua jempol tangannya. Terlihat kecemasan di raut wajahnya.Jam dinding menunjukkan jam 5 lebih di sore hari menjelang maghrib. Angin sepoi-sepoi menembus jendela kamar wanita itu.Bayi Zubair yang sedari tadi terlelap, tiba-tiba saja menangis begitu saja. Kalila spontan terhenyak dari lamunannya. Tak tega mengdengar bayinya yang bersuara lebih kencang. Dia akhirnya mendekati box bayi, menggendongnya perlahan. Wanita itu merebahkan bokongnya sembari memangku lembut sang bayi yang akhirnya terdia. Mengeluarkan jusur jitu asi favorit putranya.“Kemana kabar abamu sayang,” gumam Kalila sembari mengecup kening putranya.Sejak tadi malam hingga sekarang Dareen susah dihubungi. Lebih tepatnya jarang menghubungi Kalila hingga sekarang. Terakhir kabar dari Dareen h
Dareen berbalik arah dan meraih handuk yang menggantung di samping kamar mandi. Digulung-gulungnya ke telapak tangan kanannya. Kemudian pria itu berbalik arah. Dan dengan cepat mendorong kuat lengan kiri wanita itu hingga menabrak dinding.Ini satu-satu cara agar menyentuhnya tanpa tersentuh. Dareen sangat memahami bahwa haramnya menyentuh yang bukan mahramnya. Bahkan Hadost riwayat Thobroruni menjelaskan kalau ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.“Argh!” Wanita blesteran merintih kesakitan kala lengannya mendapat tekanan kuat dari sang pria di depannya.Mata elang pria itu menyorot tajam seolah kemarahan berkobar di sepasang netranya. Sementara Clara menelan saliva sembari membalas tatapan Dareen dengan berani meski masih terlihat aura ketakutan di matanya.Pandangan Dareen beralih pada tangan kanan wanita di hadapannya itu tengah merogoh sesuatu. Pria i
“Mari kita mulai. Mana kontrak baru kalian. Aku mau baca. Hem.” Mr. Richard menaikkan dua alisnya.Dareen melirik Dewa, mengkodenya untuk menaruh berkas map yang sedari tadi dibawanya.Meja makan yang awalnya penuh dengan piring dan gelas, kini kosong melompong. Pelayan wanita itu sebelumnya telah sepenuhnya membereskannya. Wajar, Dewa segera menunjukkan berkas itu tanpa sungkan.Dareen menyandarkan punggungnya sambil menyilangkan dua tangannya ke dada. “Silahkan. Nyambi ngopi juga bisa. Saya panggilkan, Hahaha …” Pria itu mencoba berkelakar mencairkan suasana. Dia tersenyum percaya diri.Begitulah Dareen cara meyakinkan lawan mainnya. Kata-katanya yang seolah membuatnya tebar pesona, sikap percaya dirinya juga turut jadi daya tarik yang tentu menjadi poin penting dalam berbisnis. Karakter pria yang satu ini memang kharismatik.“Hihihi … Mas Dareen itu yang kusuka darimu.” Clara terkekeh sembari men
“Mana anaknya daddy?” Wajah Dareen terlihat jelas di layar ponsel Kalila.“Lama-lama jadi sugar daddy? Udah ah! Aba aja oke, lebih alim. ” Kalila membujuk dengan mengedipkan mata genit.“Oppa gimana?” Pria itu mengedikkan dua alisnya. “Oppa Dareen Sarange … hahaha …” Dia bertingkah cute dengan suara dimiripin emak-emak yang kesemsem sama actor korea.“ Hahahaha … Mas ihh.” Kalila terpingkal-pingkal dengan tingkah konyol suaminya.Video call yang dari beberapa menit lalu, pagi ini hanya membahas panggilan nama orangtua untuk Kalila dan Dareen.“Appa Amma gimana?” Kalila mengedikkan alisnya sembari melayangkan senyuman manis.“Aa … Aa …” Suara bayi terdengar bangun dari arah belakang wanita itu. kontan Kalila terhenyak dan menoleh ke belakang.“Masya Allah, anaknya jawab tuh.” Mata Dareen berbinar kala Kalil
Dareen kembali ke kamar pasien, mendekati istrinya dengan wajah lesu.“Sayang.” Pria itu duduk di sisi ranjang. Dia menatap lekat istrinya seolah mimikirkan rangkaian kata yang akan diucap. Pria itu merengkuh tubuh Kalila yang ada di sampingnya. Bibirnya mendekat ke telinga wanita itu, “Maaf sayang, aku harus pergi sore ini ke Prancis.”“A-apa?” Kalila segera menarik kepalanya menjauh. Melepas pelukan suaminya.“Perusahaan sedang genting. Mr. Richard menuntut royalty yang tak masuk akal. Aku dan Dewa harus ke sana, membujuknya dan menyutujui kontrak baru.” Dareen kembali melingkarkan lengan ke leher Kalila, memeluk erat, membuat istrinya bersandar di bahunya. Membujuk istrinya untuk meridhoi kepergiannya.“Mr. Richard? Papanya Angela?” Kalila menarik kepalanya. Namun kembali pasrah, tak kuat melepasnya.Dareen perlahan melonggarkan lengannya lalu mengusap kedua lengan istrinya. Di tatapnya
“Masalah perusahaan, apa sudah ada perkembangan? Ku dengar proyek sebelumnya banyak kerugian.” Dewa memulai membuka topik. Pria itu mengaduk gelas cappuchino di depannya sembari menunduk. Pembahasan ini juga terasa berat baginya.Sadar kalau yang ia bahas ini termasuk proyek yang pernah dirusaknya karena suruhan Angela. Sebenanya bisa saja Dewa tak mengikuti Angela. Namun ambisi yang menginginkan posisi yang sama seperti Dareen membuatnya pasrah dan mengikuti kemauan Angela kala itu.Tentunya jelas membawa trouble bagi perusahaan Biantara Group. Berawal Property Hyatt memakai kualitas rendah yang dipesannya dari perusahaan itu. Hingga akhirnya hotel yang di bangun atas kerjasama itu mengalami keretakan hebat.Kini Property Hyatt menuntut mendekor ulang. Padahal jelas tidak bisa karena sudah ada beberapa tamu yang masih check in di sana. Pihak Biantara ingin segera mengosongkan wilayah itu karena berbahaya. Namun Mr. Richard tak bergeming dan tetap ke
“Jatahku mana, sayang?” tanya Dewa sembari langkahnya kian mendekat.Seketika itu tangan Qinara berhenti menata kue-kue yang sedari tadi berserakan di atas meja. Rencana kue-kue itu mau di taruh di toples dan dimasukkan dalam kantung kresek. Wanita itu tertohok, matanya membulat sempurna.‘Kenapa Mas Dewa minta, di saat situasi begini?’Melihat Qinara yang masih terbebani dengan kakaknya yang akan melahirkan. Entah hingga sekarang belum tahu apa yang terjadi dengan Kalila dan bayinya. Tersadar, ponsel wanita itu masih tertancap erat di usb dalam mobil. Belum lagi, tujuan mereka ke sini untuk membawa bekal untuk Kalila dan Dareen yang pastinya akan meningap di rumah sakit beberapa hari di tempat kedua bumil itu sering kontrol kehamilan. Wajar, penasaran Qinara semakin di ubun-ubun karena tak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada kakaknya di sana.“Maksudnya?” Qinara menerka maksud Dewa. Perasaan gugup kala menatap dua ma