"Ap--apa?" tanya Cinta lirih. Tiba-tiba saja dia mendadak linglung."Aku--""Jadi kalian benar-benar melakukannya?" potong Cinta."Cinta," panggil pria itu lirih."JAWAB, SABDA!" pekik Cinta.Sabda menyugar rambutnya dengan kasar, dia juga bingung harus mengatakan apa terhadap Cinta. Menurutnya, berbicara dengan Cinta harus hati-hati."Aku nggak tau, Cinta. Semua orang memojokkanku, nggak ada yang percaya sama aku. Ditambah lagi Kezia benar-benar sangat licik, aku nggak tahu harus gimana lagi ngehadapin dia," kata Sabda frustrasi.Tidak! Jawaban itu yang Cinta inginkan, bukan yang lain."Jadi kamu memutuskan untuk menikah dengannya?" tanya Cinta lirih."Ayahmu yang memaksaku, Cinta."Cinta mengan
"Tumben ngajakin aku jalan. Lagi galau, ya?" tanya Dika serius."Nggak," jawab Cinta cuek.Saat ini mereka sedang berada di taman kota. Keadaan di sana tidak terlalu ramai, membuat hati Cinta terasa tenang. Dia bisa menikmati suasana taman itu ketika di malam hari.Dika menatap Cinta dalam diam, dia tahu kalau saat ini Cinta sedang tidak baik-baik saja. Dia tahu kalau Sabda dan Kezia akan menikah besok, mungkin itu yang sangat mengganggu pikiran wanita itu."Hubungan kamu sama Farel gimana?" tanya Dika basa-basi."Udah putus," jawab Cinta."Putus?" ulang Dika. Pria itu pura-pura terkejut."Hemm.""Kok bisa?""Ya bisalah, namanya juga nggak jodoh. Apaan sih, kenapa jadi bahas dia," gerutu Cinta.D
"Apa lagi yang kamu tunggu, Sabda. Semuanya sudah pada datang. Apa kamu sengaja mengulur waktu?" tanya Lina dengan geram."Sebentar lagi, Tante. Ada yang sedang aku tunggu."Lina memutar bola matanya malas. "Kalau sampai orang yang kamu tunggu tidak datang dalam waktu setengah jam, maka kamu harus menyudahinya. Lihatlah, banyak orang yang tengah menanti ijab kabulnya," ujar Lina sinis.Sabda menghela napas berat. "Iya," sahutnya lirih.Sabda keluar dari rumah itu. Duduk di teras dengan gelisah. Dia sangat yakin jika Cinta akan datang, hanya saja wanita itu datang terlambat. Ya, pikiran Sabda sepositif itu.Lima belas menit dia sudah menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda Cinta akan datang, Sabda mengusap wajahnya dengan kasar. Terlihat sekali bahwa saat ini Sabda tengah gusar."Cinta, kalau kamu memang cinta sam
Cinta menatap motornya dengan sendu. Hari ini adalah hari pernikahan Sabda dan Kezia. Beberapa kali dia menolak agar tidak datang. Tapi Vera dan Cika selalu memaksanya untuk datang."Kalau kamu nggak datang, itu tandanya kamu pengecut," kata Vera."Tunjukkan kalau saat ini kamu baik-baik saja," timpal Cika.Cinta mengusap wajahnya dengan kasar. "Baiklah, aku akan datang. Kalian tidak perlu ikut," final Cinta."No!" teriak mereka bersamaan."Aku harus ikut, siapa yang akan membopongmu nanti kalau pingsan, takutnya kamu nggak kuat jika melihat Sabda sudah menikah," ejek Vera.Cinta mendelik kesal. "Itu mulut dijaga ya, siapa juga yang pingsan. Strong gini," bela Cinta.Vera dan Cika tertawa mendengarnya."Apapun yang terjadi, kamu harus ikhlasin dia," kat
"Yang patah itu tanganku, bukan kakiku, kenapa aku harus naik dikursi roda," dengkus Cinta.Sabda tak menjawab, pria itu mendorong kursi roda itu dengan tenang."Kamu dengar aku lagi ngomong, kan?""Dengar.""Terus kenapa diam saja. Tidak menyahut ucapanku. Kamu males ngomong sama aku?""Tidak, Cinta. Aku hanya takut jika akan mengganggumu," ucap Sabda.Cinta menghela napas berat. "Masih aja diingat.""Dengar, Cinta. Kamu bahagia, aku juga bahagia. Kamu terluka, aku juga ikut terluka. Aku hanya ingin memahamimu.""Stop!" titah Cinta.Sabda pun menurut, pria itu tak beralih dari sana. Dia malah menatap punggung Cinta dengan sendu. Dia ingin merengkuh tubuh wanita itu, tapi dia takut kalau Cinta malah semakin membencinya.
"Apa kamu masih mengingat tentang pembicaraan kita, Sabda?" tanya Ricko dengan tatapan lurus ke depan.Sabda menggeleng pelan."Kalau kamu berhasil meluluhkan hati Cinta, maka Om akan menikahkanmu dengan salah satu putriku. Apa kamu masih ingat?"Sabda menelan salivanya dengan kasar. "I-ingat, Om," jawab pria itu terbata.Ricko menghela napas berat, sepertinya pria paruh baya itu mempunyai pikiran yang cukup berat."Kali ini Om akan langsung membicarakannya. Om ingin menjodohkanmu dengan Cinta. Setelah Om lihat dari caramu memperlakukannya, dan juga sikap Cinta yang perlahan membaik. Om memutuskan untuk menjodohkan kalian. Om rasa, kalian saling mempunyai ketertarikan."Rahang Sabda mengeras, kenapa tidak dari dulu Ricko berkata seperti itu.Mata Ricko beralih pada Sabda, kini tata
Brumm ... Brumm ... Brumm ...Suara motor saling bersahut-sahutan. Beberapa motor itu telah berjejer rapi di depan sang wasit."Ayo, Cinta. Kamu pasti menang, Sayang!"Cinta menoleh ke arah suara, dia tersenyum tipis di balik helmnya. Farel, kekasihnya selalu memberikan support untuknya."Tiga ... dua ... satu, go!"Semua motor pun saling melaju, mencari posisi agar menjadi yang terdepan. Cinta salah satunya. Wanita itu sangat lihai mengendarai motornya, menyalip beberapa motor, dan kini posisinya berada yang paling terdepan.Cinta berteriak senang. Tidak ada yang bisa menandinginya, selama ini dialah yang selalu menjadi nomor satu, walaupun hanya dia sendiri sebagai wanita.Ponsel Cinta terus berdering membuat Cinta menggeram kesal. Sedikit lagi dia akan mencapai finish, tapi ponselnya terus saja berdering, membuat Cinta mengumpat keras.Cinta menoleh ke belakang, motor yang lainnya masih jauh, bahkan tak terlihat. Dengan buru
Cinta berdecak kesal karena sedari tadi Sabda selalu saja mengikutinya. Entah rencana apa lagi yang Ricko lakukan kali ini, tetap saja tidak akan bisa membuat Cinta seperti dulu lagi."Kamu ini maunya apa sih, dari tadi ngikutin aku terus, nggak capek?" tanya Cinta dengan ketus.Sabda menggeleng sambil tersenyum, membuat Cinta memutar bola matanya malas. Sudah berkali-kali dia berusaha untuk mengelabuhi Sabda, tapi tetap saja pria itu selalu tahu rencananya. Apakah cara Cinta gampang ditebak?Cinta kembali melajukan motornya, sesekali dia melirik kaca spion untuk melihat Sabda. Cinta tersenyum licik, dia yakin bahwa kali ini pasti rencananya akan berhasil. Cinta menatap jalanan dengan senyum menyeringai, beruntung karena keadaan sedang mendukungnya, jalanan tampak sepi, dengan kecepatan tinggi dia melajukan motornya. Cinta tersenyum puas karena tak lagi melihat motor Sabda di belakangnya."Kubilang juga apa, kenapa kamu masih saja bebal, lihat sendi
"Apa kamu masih mengingat tentang pembicaraan kita, Sabda?" tanya Ricko dengan tatapan lurus ke depan.Sabda menggeleng pelan."Kalau kamu berhasil meluluhkan hati Cinta, maka Om akan menikahkanmu dengan salah satu putriku. Apa kamu masih ingat?"Sabda menelan salivanya dengan kasar. "I-ingat, Om," jawab pria itu terbata.Ricko menghela napas berat, sepertinya pria paruh baya itu mempunyai pikiran yang cukup berat."Kali ini Om akan langsung membicarakannya. Om ingin menjodohkanmu dengan Cinta. Setelah Om lihat dari caramu memperlakukannya, dan juga sikap Cinta yang perlahan membaik. Om memutuskan untuk menjodohkan kalian. Om rasa, kalian saling mempunyai ketertarikan."Rahang Sabda mengeras, kenapa tidak dari dulu Ricko berkata seperti itu.Mata Ricko beralih pada Sabda, kini tata
"Yang patah itu tanganku, bukan kakiku, kenapa aku harus naik dikursi roda," dengkus Cinta.Sabda tak menjawab, pria itu mendorong kursi roda itu dengan tenang."Kamu dengar aku lagi ngomong, kan?""Dengar.""Terus kenapa diam saja. Tidak menyahut ucapanku. Kamu males ngomong sama aku?""Tidak, Cinta. Aku hanya takut jika akan mengganggumu," ucap Sabda.Cinta menghela napas berat. "Masih aja diingat.""Dengar, Cinta. Kamu bahagia, aku juga bahagia. Kamu terluka, aku juga ikut terluka. Aku hanya ingin memahamimu.""Stop!" titah Cinta.Sabda pun menurut, pria itu tak beralih dari sana. Dia malah menatap punggung Cinta dengan sendu. Dia ingin merengkuh tubuh wanita itu, tapi dia takut kalau Cinta malah semakin membencinya.
Cinta menatap motornya dengan sendu. Hari ini adalah hari pernikahan Sabda dan Kezia. Beberapa kali dia menolak agar tidak datang. Tapi Vera dan Cika selalu memaksanya untuk datang."Kalau kamu nggak datang, itu tandanya kamu pengecut," kata Vera."Tunjukkan kalau saat ini kamu baik-baik saja," timpal Cika.Cinta mengusap wajahnya dengan kasar. "Baiklah, aku akan datang. Kalian tidak perlu ikut," final Cinta."No!" teriak mereka bersamaan."Aku harus ikut, siapa yang akan membopongmu nanti kalau pingsan, takutnya kamu nggak kuat jika melihat Sabda sudah menikah," ejek Vera.Cinta mendelik kesal. "Itu mulut dijaga ya, siapa juga yang pingsan. Strong gini," bela Cinta.Vera dan Cika tertawa mendengarnya."Apapun yang terjadi, kamu harus ikhlasin dia," kat
"Apa lagi yang kamu tunggu, Sabda. Semuanya sudah pada datang. Apa kamu sengaja mengulur waktu?" tanya Lina dengan geram."Sebentar lagi, Tante. Ada yang sedang aku tunggu."Lina memutar bola matanya malas. "Kalau sampai orang yang kamu tunggu tidak datang dalam waktu setengah jam, maka kamu harus menyudahinya. Lihatlah, banyak orang yang tengah menanti ijab kabulnya," ujar Lina sinis.Sabda menghela napas berat. "Iya," sahutnya lirih.Sabda keluar dari rumah itu. Duduk di teras dengan gelisah. Dia sangat yakin jika Cinta akan datang, hanya saja wanita itu datang terlambat. Ya, pikiran Sabda sepositif itu.Lima belas menit dia sudah menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda Cinta akan datang, Sabda mengusap wajahnya dengan kasar. Terlihat sekali bahwa saat ini Sabda tengah gusar."Cinta, kalau kamu memang cinta sam
"Tumben ngajakin aku jalan. Lagi galau, ya?" tanya Dika serius."Nggak," jawab Cinta cuek.Saat ini mereka sedang berada di taman kota. Keadaan di sana tidak terlalu ramai, membuat hati Cinta terasa tenang. Dia bisa menikmati suasana taman itu ketika di malam hari.Dika menatap Cinta dalam diam, dia tahu kalau saat ini Cinta sedang tidak baik-baik saja. Dia tahu kalau Sabda dan Kezia akan menikah besok, mungkin itu yang sangat mengganggu pikiran wanita itu."Hubungan kamu sama Farel gimana?" tanya Dika basa-basi."Udah putus," jawab Cinta."Putus?" ulang Dika. Pria itu pura-pura terkejut."Hemm.""Kok bisa?""Ya bisalah, namanya juga nggak jodoh. Apaan sih, kenapa jadi bahas dia," gerutu Cinta.D
"Ap--apa?" tanya Cinta lirih. Tiba-tiba saja dia mendadak linglung."Aku--""Jadi kalian benar-benar melakukannya?" potong Cinta."Cinta," panggil pria itu lirih."JAWAB, SABDA!" pekik Cinta.Sabda menyugar rambutnya dengan kasar, dia juga bingung harus mengatakan apa terhadap Cinta. Menurutnya, berbicara dengan Cinta harus hati-hati."Aku nggak tau, Cinta. Semua orang memojokkanku, nggak ada yang percaya sama aku. Ditambah lagi Kezia benar-benar sangat licik, aku nggak tahu harus gimana lagi ngehadapin dia," kata Sabda frustrasi.Tidak! Jawaban itu yang Cinta inginkan, bukan yang lain."Jadi kamu memutuskan untuk menikah dengannya?" tanya Cinta lirih."Ayahmu yang memaksaku, Cinta."Cinta mengan
"Cinta, ada yang nyariin tuh. Cie yang udah dapat gebetan baru," ledek Cika.Cinta tak menyahut ucapan Cika, wanita itu malah asyik berkutat dengan ponselnya."Woy, yaelah. Dipanggilin dari tadi juga. Kamu dengar nggak sih," decak Cika."Apaan sih, ganggu banget tau nggak," gerutu Cinta."Ada yang cari kamu di luar.""Bilang aja aku nggak ada, aku lagi malas ketemu sama orang!"Hari ini mood Cinta benar-benar rusak. Semenjak pergi dari rumahnya, dia selalu saja uring-uringan tak jelas. Siapapun yang ada di dekatnya pasti akan terkena imbasnya."Nggak bisa, aku sudah terlanjur bilang kamu lagi ada di dalam," ujar Cika sambil nyengir lebar.Cinta langsung menatap temannya dengan horor, dengan kesal dia bangun dari duduknya."S
Cinta mengumpat kesal karena tidak menemukan pakaian yang cocok untuknya. Semua bajunya kotor, sedangkan dilemari itu penuh dengan pakaian Cika dan Vera."Ya ampun. Kenapa lemarinya diacak-acak gitu sih!" teriak Vera sambil berkacak pinggang."Aku sedang mencari bajuku, tapi nggak ada. Ke mana sih, apa jangan-jangan kalian buang ya?" tanya Cinta dengan sorot mata tajam.Vera mendekati Cinta, lalu menoyor kepala wanita itu dengan sedikit keras."Buang baju kamu? Yang benar saja. Tuh lihat, baju kamu kotor semua. Harusnya kamu cuci, bukannya malah nuduh orang sembarangan," decak Vera.Cinta nyengir lebar. "Kamu mau cucikan bajuku?""No!" jawab Vera tegas."Tenang aja, pasti aku bayar. Gimana, mau apa nggak?" tanya Cinta sambil menaik-turunkan alisnya."Na
Kezia mengepalkan tangannya karena melihat perdebatan kedua orangtuanya dari arah kejauhan.Baru kali ini dia melihat Ricko tampak murka pada mamanya karena membahas tentang Cinta, sebelumnya Ricko tak pernah bersikap seperti itu.Cinta, dia senang karena selama beberapa hari ini wanita itu tidak pulang. Kezia malah berharap kalau Cinta tidak akan pernah kembali lagi, dengan begitu, dia bisa mengambil semua hak yang ada pada Cinta."Sebentar lagi aku akan menyingkirkan kamu, Cinta. Nikmatilah kehancuranmu itu," desis Kezia dengan sorot mata tajam.Dia harus melakukannya sekarang, memulai untuk membuat drama bahwa saat ini dia tengah hamil anak Sabda. Lagi-lagi wanita itu tersenyum licik, dia sangat tidak sabar menanti raut wajah Cinta yang begitu menyedihkan.Ponsel Kezia seketika berdering, dahinya mengernyit heran karena nama Farel yang tertera dilayar ponselnya.'Bukankah aku sudah menyuruh Dika untuk menjauhiku dari pria itu?' batin Kezi