"Bagaimana Ron, apa kamu udah bilang ke Aliya? terus dia mau ngga?" tanya Fatimah yang kembali membuat Roni terdiam.
"Belum bu, susah bilangnya, lidah ku kaku, ngga tau kenapa aku juga ngerasa ngga ada perasaan apa apa bu sama Aliya.""Perasaan itu bisa menyusul Ron, cinta akan tumbuh dengan sendirinya, apa kamu mau sampai kamu tua kamu sendiri kaya gini terus?"Kembali terdiam mendengar ucapan Fatimah, dan membuat Roni harus berfikir dua kali.Dengan cepat Roni meraih ponselnya dan menghubungi Aliya. Meminta Aliya untuk menemuinya ditaman.•••"Kenapa Ron? tumben ngajak ketemuan."Dengan ragu Roni sampaikan keinginan sang ibu, meski rasanya berat, namun ia harus tetap mengatakannya. Mengingat rasa kesepian yang kian melanda, membuat Roni mau tak mau menurutinya.Perlahan Roni mengatakan apa niatnya, meminta Aliya untuk menjadi istrinya. Terbelalak tak menyangka dengan apa yang didengar."Apa? istri?" u"Ron, kamu ngga bisa kaya gini terus. mau sampai kapan kamu melupakan perusahaan mu? kamu harus cari orang buat ngerawat tante Fatimah Ron, jadi kamu juga bisa beraktifitas seperti biasanya lagi. Kamu harus inget Ron, perusahaan sangat membutuhkan kamu."Terdiam kala mendengar wejangan yang terucap dari bibir sang sahabat. Dihalaman depan rumahnya Roni yang kini sedang menyirami tanaman. Perlahan mematikan kran dan menaruh selang yang sedari ia pegang.Ini adalah tugas Fatimah sebelum ia sakit dan masih bisa mengurus rumah, karena pembantu rumah tangganya sedang cuti beberapa minggu kedepan. Setelah Fatimah sakit, kini Roni yang harus menggantikan tugas itu.Beruntung Roni bukanlah seseorang yang meninggikan diri, meski ia CEO namun sifatnya selalu merendah."Kamu bener Al, tapi buat cari orang yang bener bener bisa dipercaya buat ngerawat ibu itu ngga mudah Al, butuh waktu yang lama juga," ucap Roni seraya terduduk dikursi panjang yang terletak ditengah halaman rumahnya.Sementara dar
"Bu, aku berangkat dulu ya," ucap Roni dengan penampilan yang sudah rapi.Meraih tangan Fatimah lalu menciumnya, teriris hati Zahra kala memperhatikan pemandangan dihadapannya pagi ini. Ingin rasanya meraih tangan itu juga lalu menciumnya dengan takzim, namun sayang semua terhalang ingatan. Ingatan Roni membuat keadaan terasa sangat menyakitkan."Jaga ibu saya baik baik, saya ngga mau terjadi apa apa sama ibu saya," tambah Roni yang menatap wajah Zahra dengan tajam.Tanpa basa basi dan tanpa sebutan panggilan, Roni berbicara pada sang istri."Baik mas."Sementara Fatimah yang bersedih melihat sang menantu, ia tau hati Zahra saat ini sedang bersedih karena tak dapat menyentuh suami yang ia rindukan itu.Setelah Roni tak lagi terlihat, Zahra pun menghela nafas, dan perlahan terduduk dihadapan sang mertua."Aku sedih bu, harusnya aku bisa cium tangan mas Roni, aku bisa peluk dia aku bisa semangatin dia saat dia mau berangka
"Sabar ya Ra, Roni begitu mungkin karena dia khawatir sama tante Fatimah.""Sakit Al, sakit banget. ngga biasanya mas Roni marahin aku sampai kaya gini. Dulu dia selalu membela aku, perlakuin aku dengan baik, dengan kasih sayang dan penuh cinta. Tapi sekarang semuanya berubah, apa dihati mas Roni udah ngga ada rasa cinta lagi buat aku?""Hust.. jangan bilang gitu dong, kamu harus semangat, kamu kan tau ingatan suamimu itu sedang tidak baik baik aja, kamu harus sabar, setelah waktunya tiba aku yakin kok semua akan kembali seperti dulu."Kecewa, Terluka dan sakit hati, adalah tiga hal yang saat ini dirasakan Zahra. Istri mana yang tak terluka bila mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya? Mendengar kata kata dengan nada tinggi bahkan sangat menyalahkan, adalah sesuatu yang sulit diterima hati.Benar kata Aliya, yang harus dilakukan Zahra saat ini adalah sabar, demi masa depan yang indah. "Sekarang, balik lagi yuk, kita liat kondisi tan
Siang ini, disebuah restoran. Cahaya Resto adalah restoran yang sering Roni kunjungi sejak dulu, terlebih setelah ia tau jika pemiliknya adalah Zahra. Kini kembali Roni mendatangi tempat itu namun kali ini ia tidak mengenal siapa pemiliknya, yang ia tau hanya cita rasa direstoran itu tak pernah gagal di lidahnya. Roni menyantap makanannya dengan penuh nikmat, seorang diri dan tanpa pendamping, karena Roni tetap merasa tenang jika tanpa teman.Sementara Zahra yang akan pergi ke restoran karena kembali mendapat kabar dari sang manager, bingung apa ia harus meninggalkan Fatimah seorang diri? namun jika ia tak datang ke restonya kali ini, pasti seluruh pekerjanya akan menunggu.Terpaksa, mau tak mau Zahra harus membawa Fatimah ketempat kerjanya."Bu, ibu disini ya, aku mau bicara sama mereka dulu," ucap Zahra pada Fatimah setelah sampai ke ruangannya.Melihat tempat ini, dan melihat Zahra memimpin rapat, Fatimah sedikit bingung. Ap
"Bu, ibu makan dulu ya, ayo!" ucap Zahra seraya menyodorkan sesuap makanan pada Fatimah."Abis ini ibu harus minum obat, dan nanti kita bisa jalan jalan, aku bakal ajak ibu ke taman, oke! ibu mau kan?" tambah Zahra dengan terus menyuapi sang mertua.Mata Fatimah kembali meremang, tiap kali teringat akan kejahatan yang pernah ia lakukan pada Zahra, dan sekarang ia datang bukan untuk membalas kejahatan itu, malah justru untuk merawatnya hingga membuatnya nyaman.Setelah makanan dalam piringnya telah tandas, kini Zahra pun mendorong kursi roda itu menuju taman yang tidak jauh dari rumahnya. Sepanjang perjalanan dengan telaten Zahra mengajaknya berbicara meski tanpa jawaban."Ibu tau ngga, semalam mas Roni tiba tiba mau ngobrol loh sama aku, aku ngga tau karena apa? tapi yang jelas buat aku seneng banget bu, aku kangen banget sama dia, dan setidaknya kedatangan dia semalam buat rasa rinduku sedikit berkurang, ya meski dia enggan memandangku, tapi aku
Sesampainya dirumah Zahra, sebuah rumah mewah dengan design luar biasa. Zahra, Roni dan Fatimah berdiri didepannya."Bu, ini rumah ku, mulai sekarang ibu dan mas Roni boleh tinggal disini," ucap Zahra yang membuat Fatimah terbelalak.Zahra yang kini telah menjadi wanita sukses, dan mempunyai rumah mewah yang tak jauh beda dengan rumahnya yang baru saja ditinggalkan.Sementara Roni yang juga tertegun memperhatikan pemandangan itu, mempunyai rumah semewah ini, mengapa Zahra masih sudi bekerja dengan Roni untuk merawat ibunya? pantas aja ia tak pernah mau menerima upah yang tak seberapa itu.Lalu apa alasannya jika bekerja tanpa gaji?"Ayo mas, kita masuk," ajak Zahra yang lalu melangkah lebih dulu seraya terus mendorong kursi roda Fatimah.Kini langkah ketiganya memasuki rumah, bangunan bertingkat dengan interior mewah ini membuat Roni dan Fatimah tak dapat berkedip. Bahkan kembali rasa tak percaya yang kini menghampiri Fatimah, me
"Bagaimana mba? apa ada lowongan pekerjaan untuk saya?" tanya Roni pada seseorang yang berada didalam salah satu ruangan gedung bertingkat.Dengan pandangan berat hati, wanita itu menyodorkan kembali berkas yang dibawa oleh Roni."Maaf pak, kami tidak bisa menerima bapak."Itu lah ucapan yang membuat Roni menghela nafas lemah. Ini adalah tempat ketiga yang Roni datangi, namun tak ada diantaranya yang menerima tenaga Roni.Entah, sebenarnya Roni adalah laki laki yang pandai, bahkan perusahaannya dulu berkembang pesat, namun entah kenapa saat ini Roni sulit mendapat pekerjaan pengganti.Roni beranjak dengan tak semangat, kembali melangkahkan kaki hendak keluar dari gedung, namun seketika langkahnya terhenti kala ia berpapasan dengan seorang wanita berpenampilan modis.Ia adalah Jesika, mantan istrinya. Pandangan Jesika tak berkedip memperhatikan Roni, namun Roni tak mengenalnya, lagi lagi karena amnesia yang dialami oleh mantan CEO
Pagi ini, Roni yang kembali dengan penampilan kantorannya. keluar ruangan dengan ponsel yang sedari tadi ia tempelkan ditelinga."Baik bu, saya berangkat sekarang."Begitulah kalimat yang terdengar ditelinga Zahra, langkah kebut Roni kini berjalan keluar rumah. Tanpa berpamitan pada Fatimah, karena ia tampak terburu buru."Kasihan mas Roni, dulu dia yang nyuruh, tapi sekarang dia disuruh," gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Memperhatikan Roni hingga kini tubuhnya tak lagi terlihat. Sesaat kemudian, Zahra yang juga keluar rumah hendak menuju restorannya."Bu aku ke resto dulu ya. Mba jagain ibu baik baik ya.""Baik bu."Dengan cepat Zahra pun memasuki mobil yang sejak tadi menunggunya dihalaman rumah dan kini mobil itu pun melaju.Sementara Roni, sesampainya ia diperusahaan tempatnya bekerja, kedatangannya disambut hangat oleh sang bos wanita.Ya Jesika menyambutnya dan mengantarnya ke ruangan. Sediki
Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron
"Aaa..."Suara teriakan itu terdengar ditelinga Rina, suara yang berasal dari kamar Fatimah itu dengan cepat ia hampiri. Setelah membuka pintu kamarnya, Rina tak menemukan Fatimah disana, namun kini pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat.Dengan cepat Rina pun masuk, seketika mata nya terbelalak kala ia dapati Fatimah yang telah tergeletak tak sadarkan diri disana. "Astagfirullah oma, oma bangun oma," ucap Rina menggoyang goyangkan lengan Fatimah.Melihat Fatimah yang sudah tak berdaya, dengan cepat Rina meraih ponselnya, menghubungi Rizki karena siapa lagi dapat membantunya saat ini kalau bukan dia?"Iya Rin, ada apa?""Bang, tolong dong. Ini oma pingsan bang, jatuh dari kamar mandi," ucap Rina yang membuat Rizki terbelalak."Yaudah saya kesana sekarang, jaga oma sebentar," ucap Rizki yang lalu dengan cepat beranjak meninggalkan cahaya resto.Setelah beberapa menit kemudian, kini R
"Ada apa Jes?""Ron, ada kerjaan ke luar kota, kamu bisa kan hadir?" ucap Jesika yang membuat Roni sejenak terdiam.Lalu bagaimana dengan pencarian Zahra selanjutnya? jika Roni harus pergi keluar kota."Ron aku tau kamu sedang sibuk mencari istrimu, tapi klien ini sangat penting Ron, demi nama perusahaan," tambah Jesika yang membuat Roni terdiam.Ia tampak berfikir keras, ingin menolak namun itu artinya ia tak bertanggung jawab akan pekerjaannya."Bagaimana Ron, bisa kan?"Perlahan Roni pun mengangguk."Ya saya bisa."Tersenyum dan menghela nafas lega setelah mendapat anggukan dari Roni."Di kota mana Jes?""Di Malang Ron, kamu ngga sendiri, Seto akan menemani mu," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Tak menunggu lama, dengan cepat Roni mempersiapkan semua berkas nya dan semua materi yang akan ia sampaikan di Malang nanti.Seakan tak ingin membuang waktu, lebih cepat le
"Apa, ayah merestui?""Ya, saya sudah bilang semuanya, kalau saya menyukai kamu," jawab Rizki yang membuat Rina mengerjap ngerjapkan matanya.Tak menyangka akan seserius ini."Itu tandanya sekarang kamu udah resmi," ucap Rizki terpotong, dengan pandangan tajam memperhatikan wajah gadis mungil dihadapannya ini."Resmi apa?""Resmi jadi pacar saya, dan saya akan sesegera mungkin menikahi kamu."Deg!Ucapan itu membuat jantung Rina seakan ingin terlepas, membuatnya bergidik ngeri, tak menyangka akan semengerikan ini. Namun, bagaimana pun Rina harus menyadari bahwa lawan nya saat ini memanglah laki laki matang, yang sudah jelas akan membawanya kearah sana.Ia tidak akan lagi bermain main atau mengulur ngulur sebuah hubungan, karena bagi laki laki berusia matang, lebih cepat lebih baik.Bibir Rina tersenyum, namun senyumnya tak sedap, rasa bahagia bercampur tak menyangka, Rina membutuhkan sedikit waktu lagi