Pemuda itu menoleh pada Virza dan dia tersenyum lagi. Virza langsung membalas senyumnya.
"Kamu anak baru ya? Nama kamu siapa?" Pemuda itu menghentikan langkahnya sejenak, lalu dia mengulurkan tangannya pada Virza.
"Namaku Andra," dia memperkenalkan dirinya saat jabatan tangannya disambut oleh Virza.
"Namaku Virza Wardani, panggil aja Virza," sahut Virza sambil tersenyum.
"..." Seketika suasana di antara mereka menjadi hening karena sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Mas Andra cukup terkenal juga ya," Virza membuka pembicaraan.
"Terkenal bagaimana? Emangnya kamu tahu aku?" tanya Andra tersenyum heran.
"Eng … Enggak juga sih, hehehe," sahut Virza sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya. Virza merasa pertanyaan dirinya sangat bodoh, mengapa dia menyebut kata T-E-R-K-E-N-A-L padahal dia sendiri tidak mengenalnya.
Andra menghentikan langkahnya lagi dan memandang Virza dengan wajah bingung.
"Terus, kenapa kamu bilang aku terkenal?" tanya Andra itu lagi.
"Eng…" Virza bingung mau menjawab apa.
"Oh aku tahu. Pasti karena kamu melihat tadi banyak yang menyapa aku ya?" Andra itu bertanya lagi pada Virza, dan Virza mengiyakan dengan mengangguk cepat.
"Begini Virza, saat kamu jauh dari keluargamu yang menjadi keluarga bagi kamu sekarang adalah teman-temanmu. Jadi, selama mereka berbuat baik dan tidak mengganggu kamu, sebaiknya kamu juga bersikap baik pada mereka. Kamu juga akan merasakan seperti saya nanti, dimana pun kamu berada jika mereka mengenalmu, pasti mereka juga akan menyapamu. Seperti orang di depan ini, nanti ya," Andra menunjuk seorang laki-laki yang sedang mengendarai motor berlawanan arah dengan mereka berjalan.
Pemuda yang mengendarai motor itu melihat Andra dan menyapanya. Andra dan pemuda itu saling berbasa-basi sejenak, sebelum akhirnya pemuda itu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Benar kan kata saya?" Andra tersenyum bangga di depan Virza. Virza mengangguk setuju sambil tertawa bersama Andra.
"Kamu juga akan seperti itu nanti kalau kamu baik sama semua orang. Percaya deh sama saya. Apalagi kamu termasuk ganteng loh, style kamu juga seperti orang kota," pujian Andra membuat Virza merasa senang.
"..."
"Oh ya, tadi temennya Mas Andra tanya aku loh, katanya apa benar aku tetangganya Mas Andra," kata Virza.
"Lalu kamu jawab apa?" Tanya Andra sambil tersenyum dan menatap tepat di mata Virza dengan ramah.
"Aku nggak jawab apa-apa, hanya mengangguk saja," Sahut Virza dengan polosnya. Andra tertawa mendengar jawaban Virza.
"Itu namanya kamu menjawab, kok kamu bilang tidak menjawab apa-apa," Kata Andra masih tertawa. Virza tertunduk malu.
Tidak terasa akhirnya mereka sampai juga di depan rumah kos Virza.
"Oh kamu kos di sini ya?" Tanya Andra sambil mengerutkan dahinya.Virza malah merasa heran dengan ekspresi wajah saat Andra bertanya.
"Memangnya kenapa Mas, kok melihatnya kayak aneh begitu? Rumah kos aku jelek ya?" Tanya Virza dengan tidak percaya diri. Andra langsung menggeleng dengan cepat, dia tidak mau bicara yang dapat menimbulkan salah paham padanya."Eh iya kamu kok jalan sendirian, teman kamu ke mana yang itu tadi?" tanya Andra mencoba mengalihkan pembicaraan. Kedua bola mata Andra tampak bergerak seperti sedang mencari seseorang ke arah jalan masuk halaman Rumah Kos itu.
Sebenarnya Virza merasa heran dengan pertanyaan Andra, tapi Virza berusaha untuk berpikir positif. 'Mungkin yang dimaksud Mas Andra itu Mas Ajie kali ya? Jangan-jangan Mas Andra temennya Mas Ajie, ya?' Pikir Virza."Hai Virza, kamu sudah pulang ya?" Sapa Ajie saat mengetahui Virza sudah datang. Suaranya ceria dan matanya berbinar senang melihat kedatangan Virza. Ajie bersikap seolah-olah dia dan Virza sudah saling kenal sejak lama.
Ajie langsung menyeringai 'nyengir kuda' Saat mengetahui ada Andra juga disitu. Andra membalasnya dengan tersenyum lebar."Eh woi, ada Andra toh?! Mengapa kamu ada di sini?" Tanya Ajie pada Andra. Lagi-lagi Virza merasa hatinya jadi menciut karena merasa menjadi orang asing diantara mereka berdua.
"Mas Andra aku pamit masuk duluan ya, mumpung sudah ketemu sama temennya," Kata Virza pamit sambil tertawa pelan.
"Eh loh kok masuk sih?!" Sahut Ajie dan Andra bersamaan.
Virza masih melanjutkan langkahnya, dia sudah bertekad tidak akan terlibat pembicaraan dua sekawan itu. Virza merasa tidak nyaman dan takut tersisih karenanya.
"Tunggu, Virza," cegah Ajie dengan cepat."Ayo kemari, kita ngobrol-ngobrol saja dulu. Kamu belum ingin tidur kan? Tunggu sebentar aku mau turun," kata Ajie pada Virza. Virza menjadi merasa serba salah saat mengetahui Ajie bergegas turun dan berlari ke teras rumah hanya ingin mengobrol dengan Virza dan Andra. Padahal Virza sengaja pamit masuk agar tidak mengganggu obrolan Andra dengan Ajie.“Halooo… " sapa Ajie lagi ketika dirinya sudah berada di antara Virza dan Andra. Dia merangkul kedua orang pemuda yang dikenalnya itu dengan akrab.“Aku enggak perlu memperkenalkan masing-masing dari kalian lagi kan? Sepertinya kalian sudah saling mengenal tanpa butuh bantuanku hehehe," ujar Ajie bercanda.Kemudian Andra melepaskan tangan Ajie yang merangkul pundaknya dengan kasar. Melihat hal itu, Virza mengikutinya karena merasa risih.
“Ajie orangnya emang begini, Virza. Dia mudah dekat dengan siapapun. Tapi kamu jangan menuduh Ajie yang aneh-aneh ya," ujar Andra bercanda.
Virza tertegun tidak mengerti maksud dari ucapan bercandaan Andra.
“Sial kamu! Enak saja kalau bicara. Virza enggak mungkin pikir aneh-aneh dong. Dia orangnya baik dan lugu. Ha ha ha," sahut Ajie membalas bercandaan Andra.
‘mereka saling mengejek, atau sedang mengejek aku ya? Atau mereka hanya sedang bercanda ya? kok aku tidak merasa mereka lucu?’ pikir Virza.
Virza bertambah bingung dengan maksud dan tujuan ucapan mereka berdua, dia takut salah bereaksi, untuk itu dia memilih diam.
Andra dan Ajie saling bertukar pandang. Sikap mereka yang mencoba mengakrabkan diri dengan Virza malah tidak seperti yang diharapkan. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyudahinya.
Kemudian Ajie menyadari bahwa Virza dan Andra sama-sama membawa plastik berisi bungkus makanan di dalam genggamannya masing-masing."Eh kalian mau makan ya? Sebentar ya aku ambilkan alat makan punya aku dulu, karena aku yakin si Virza belum punya alat makan." ujar Ajie kepada Virza sebelum akhirnya bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Andra tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya Ajie. Ajie yang Andra kenal adalah seorang yang selalu bersemangat jika ada teman-temannya, dan dia selalu baik kepada siapapun. Andra menyadari tiba-tiba adanya suasana canggung antara dia dan Virza. "Eh iya kamu belum jawab pertanyaanku tadi, teman kamu ke mana yang bersamamu tadi?" Tanya Andra mengulangi sambil mengajak Virza duduk di tepi teras depan rumah kosnya. Virza merasa heran karena Andra mengulangi pertanyaannya lagi. sebelumnya Virza berpikir bahwa yang ditanya Andra adalah Ajie. Tapi mengapa Andra mengulanginya lagi? Berarti bukan Ajie yang dimaksud oleh Andra."Teman yang mana sih, Mas? Teman aku? Aku sendirian kok dari tadi," Virza menjawab dengan bingung. Dia masih belum mengetahui apa yang dimaksud oleh Andra. Andra pun tidak kalah bingungnya mendengar jawaban Virza. Dia agak sedikit kesal karena Virza tidak mengerti apa yang dia maksud. "Kamu beneran nggak paham pertanyaan saya?" Tanya Andra. Virza menggelengkan kepala.Andra mendengus perlahan, sebenarnya perasaannya sangat kesal, tapi dia tetap ingin bersikap ramah pada Virza dipertemuan pertamanya ini. 'Waduh, masih muda sih tapi pelupa. Padahal belum lama loh. harus diingatkan lagi sepertinya,' Pikir Andra. "Begini Virza, sewaktu kamu mau beli makan, kamu lewat depan kos saya kan tadi?" Tanya Andra dengan sabar. Virza mengangguk. "Saya lihat kamu jalan berdua dengan seseorang, dia cewek sepertinya seusia dengan kamu, rambutnya panjang, sepinggang, pakai kaos putih dan celana panjang," Andra mencoba memberi tahu. Virza malah mengerutkan dahinya dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil mencerna yang dikatakan oleh Andra. "Mungkin dia kebetulan saja jalan bersamaku tadi, Mas. padahal bisa saja sebenarnya perempuan itu cuma lewat," Sahut Virza dengan polos. "Tidak mungkin, Virza. Ketika kamu menyapaku di depan rumah kos aku tadi, dia juga ikut berhenti bersamamu tepat di sampingmu dan tersenyum kepadaku." Andra memberi waktu kep
Ajie yang menyimak perkataan Andra, hanya mengangguk-angguk dan sesekali memakan gorengan yang di beli Andra. Sedangkan Virza hanya tertegun mendengar apa yang mereka katakan. "Mari kita luruskan, memangnya temannya Virza yang kamu lihat itu seperti apa? Perempuan atau laki-laki?" tanya Ajie serius. Virza ikut memandang ke arah Andra dengan serius. "Perempuan," sahut Andra. Kemudian Andra menyebutkan ciri-ciri perempuan yang diduganya adalah temannya Virza. "Persis sama dengan yang aku lihat, hanya saja aku tidak ingat bawahan yang dipakainya," sahut Ajie sambil menepuk lengan Andra. Virza masih tertegun saat menyimak pembicaraan keduanya itu. "Masak sih kamu tidak melihatnya?" tanya Andra dan Ajie hampir bersamaan. Virza hanya menggelengkan kepalanya. Virza memikirkan sambil membayangkan ciri-ciri perempuan itu. ‘Seperti pernah tau, tapi dimana ya? Siapa dia ya?' pikir Virza. "Mungkin dia kelelahan, Ndra. Kan dia juga baru sampai hari ini, kita malah sudah membuatnya bingung,
Setelah Virza menunggu beberapa saat. "Sepertinya Mas Ajie masih lama di toilet. Aku akan ke kamarku dulu sebentar saja kalau begitu," akhirnya Virza memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun saat Virza akan keluar dia berpapasan dengan Ajie. Ajie merasa keheranan mendapati Virza keluar dari dalam kamarnya. 'Waduh, Mas Ajie pasti ingin bertanya bahwa aku akan pergi ke mana,' pikir Virza. “Sebentar ya Mas, aku mau ambil bantal dulu," kata Virza terburu-buru. Dia mengabaikan wajah Ajie yang kebingungan. “Loh sejak kapan kamu berada di dalam kamarku?" Tegur Ajie kebingungan. Tapi Virza tidak terlalu mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Ajie. Virza langsung masuk ke dalam kamarnya. Saat di dalam kamarnya, Virza malah sibuk mengingat-ingat barang apa saja yang akan dibawanya ke kamar Ajie. Mulai dari bantal, guling, sleeping bag, ponsel, hmm… bawa apalagi ya?" Gumamnya. Tiba-tiba Virza teringat pakaian yang dikenakan Ajie saat berpapasan tadi. "Mas Ajie tadi pakai pak
Ajie segera mengambil kertas dan pulpen didekatnya. Dia menuliskan sesuatu, lalu diberikan kepada Virza.“Please, kamu baca dalam hati saja ya,” Ajie berpesan sebelum memberikan selembar kertas itu kepada Virza. Virza mengangguk.‘Jangan menyebut kata TAKUT atau menunjukkan kalau kita TAKUT di waktu malam hari. Karena dia bisa mendengarnya, dan dia akan menakutimu,’Begitu yang tertulis di kertas itu.Ajie sangat tahu, pasti banyak pertanyaan di kepala Virza yang ingin ditanyakan kepada Ajie. Seperti halnya saat dia menjadi
Ajie segera mengambil telepon genggamnya dan kembali mengirim pesan kepada Andra. Ajie : Kamu sudah di depan rumah kosku, kan? Andra : Iya sudah. Kamu ngapain sih pakai kirim pesan segala. Katanya aku disuruh datang, tapi kenapa kamu tidak menunggu aku di depan rumah? Kalau ketangkap sama petugas keamanan kampung bisa bahaya ini. Ajie : Andra, kamu ke jendela kamarku deh, aku kasih kamu kunci pintu depan. Andra : Tunggu, kenapa malah akan memberikan kunci kepadaku? Apa ada orang yang masuk ke dalam rumah? Ajie : Sepertinya iya. Andra : Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu, aku akan bawa temanku, dan juga beberapa alat untuk membela diri. Kamu dan Virza tetap tenang di kamar, jadikan apa saja yang ada di kamar untuk alat bela diri. Ajie : Oke, Ndra. Terima kasih ya. 10 menit kemudian Andra datang bersama kedua temannya, Dewa dan Sugeng. Mereka membawa beberapa tongkat kayu. Sementara itu, Virza dan Ajie tidak lagi mendengar suara orang yang berjalan mondar-mandir di depan
Sosok yang ada di hadapannya terlihat samar'Bangun!' Suara itu seperti ada di kepala Virza. Namun Virza mempercayai suara itu berasal dari sosok Ajie yang kini sedang membangunkannya. "Eh kok sudah bangun sih, Mas? Perasaan aku belum lama melihat kamu masih tertidur dengan pulas," sahut Virza dengan malas. Ajie menarik selimutnya dengan kasar dan membuang selimut itu ke lantai. Sebenarnya Virza merasa tersinggung dengan sikap Ajie yang seperti itu. Namun, rasa kantuk nya mengalahkan emosinya, dan dia memilih untuk mengalah pada pemilik kamar. Virza juga memutuskan melanjutkan tidurnya di dalam kamarnya sendiri. Virza mengangkut barang-barang bawaannya dari dalam kamar Ajie.Saat sampai di dalam kamarnya, Virza langsung merebahkan tubuhnya ke lantai beralaskan sleeping bag. Namun baru saja dia akan memejamkan matanya kembali, tiba-tiba suara pintunya diketuk dengan kasar. BRUG, BRUG, BRUG.Virza menghela nafas dengan kesal. Virza merapatkan giginya menahan marah. Dia merasa ti
POK … POKBahu Virza dipeluk seseorang.Virza menoleh ke arah yang menepuknya. Betapa terkejutnya Virza ketika mengetahui siapa yang menepuknya, dia adalah Selly. Selly tersenyum kepadanya."Hai, Virza!" sapa Selly."Hai, eh hai!" sahut Virza gugup."Apa kabar?" tanya Virza sambil mengerutkan keningnya.‘Kok aku seperti pernah melihat dia dengan pakaian ini ya? Kaos putih dengan jeans biru. Jangan-jangan terakhir kali aku bertemu dengannya, dia memakai pakaian ini. Dia saja yang cewek tidak malu pakai pakaian yang itu-itu saja, apalagi aku yang cowok sehar
Akhirnya mereka berdua sampai di tempat kos Virza.Dari halaman rumah saja, Virza sudah bisa melihat ruang tamu kos nya ramai dengan orang. Padahal Virza merasa belum lama dia meninggalkan rumah kos nya."Rumah kos kamu menjadi ramai dengan teman-temanku dan Ajie. Maaf ya. Karena cuma rumah kos kamu yang punya ruangan untuk tempat belajar," kata Andra ketika melihat Virza tertegun."Oh, tidak apa-apa, Mas," sahut Virza dengan ramah.Semua yang Virza alami sejak tiba dikota itu adalah merupakan pengalaman pertama yang menakjubkan baginya. Pengalaman pertama yang dialaminya tanpa diketahui oleh orang tua dan adiknya.Jantungnya berdegu
Jaya dan yang lainnya tampak meringis saat dimintai penjelasan oleh Virza tentang sikap mereka.“Wah, ada apa ini? Mengapa sikap kalian seperti itu?” tanya Virza lagi menatap satu per satu orang yang ada di sana, termasuk penjual warung makan.Penjaga warung makan pun berpaling dari Virza. Dia seperti tidak ingin ikut campur dalam pembicaraan antara Jaya dan Virza. Sementara yang lain ikut bersikap sama, mereka malah memunggungi Virza dan melanjutkan makan.Virza gelisah karena ada di situasi yang canggung, dia merasa benar-benar asing di tempat yang baru pertama kali dia kunjungi. Namun Virza tidak mau menyerah, dia terus menatap pada Jaya, menuntut penjelasan yang sudah membuatnya penasaran.“Ehm, memangnya sudah berapa lama kamu tinggal di rumah kos itu?” tanya Jaya sambil berpindah tempat duduk ke dekat Virza.“Hampir 6 bulan,” sahut Virza ragu. Jaya menatap kedua mata Virza dengan saksama. Virza tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Jaya, namun dia yakin ada sesuatu yang penting in
# Esok hari.“Za, Za, bangun.” Seseorang membangunkan Virza yang tertidur di teras depan rumah kos.Virza terbangun dari tidurnya sambil menggeliat. Dia menyipitkan matanya menatap orang yang baru saja membangunkannya dari tidur. Cahaya matahari membuatnya tidak mampu membuka lebar kelopak matanya.“Mas Delta?” Virza bergumam sambil menggosok-gosok matanya.Delta duduk di samping Virza yang menatapnya heran.“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Delta bingung. Virza menggelengkan kepala.Tiba-tiba Roy sudah berada di hadapan Virza dan Delta sambil tersenyum. “Kita ke kampus yuk, ada yang mau aku bicarakan dengan kalian,” ujar Roy.“Aku tidak ada kelas hari ini. Bagaimana kalau kita bicara disini saja?” Delta memberikan penawaran.“Tidak bisa. Aku tidak ingin membicarakannya disini. Bagaimana denganmu, Virza? Apakah kamu bisa ikut denganku ke kampus?” sahut Roy. Virza langsung mengerti tujuan Roy, dia mengangguk setuju. Akhirnya Delta pun mengikuti mereka setelah Virza selesai mandi
Roy dan Ajie tidak berbuat apa-apa, karena mereka sudah kelelahan menghadapi tingkah Virza yang sebelumnya. “Mas, aku…” Ajie tidak meneruskan kalimatnya karena Roy melarang. ‘Aku takut,’ batin Ajie. Sepanjang malam itu Ajie dan Roy terus berdoa. Akhirnya, mereka melalui malam panjang itu hingga pagi menjelang. Tanpa disadari, Ajie dan Roy tertidur karena kelelahan. Virza terbangun dan seperti tidak terjadi apa-apa. Dia merasa bingung karena kedua temannya duduk sambil tertidur mendampinginya. Virza merasa sakit di sekujur tubuh sehingga dia harus berusaha keras untuk bangkit dari tempat tidur itu. Dengan perlahan dia membantu kedua temannya berbaring berdampingan. “Mereka akan merasakan sakit juga di sekujur tubuhnya kalau tertidur dengan cara begini,” kata Virza sambil merebahkan mereka. Diam-diam Virza keluar dari kamar Roy. Tiba-tiba bulu kuduk di sekujur tubuhnya merinding saat keluar kamar dan menatap lorong itu. Padahal, letak tangga berada di ujung lorong itu. Ada ras
Ajie menghembuskan nafas panjang. Dia merasa lega karena ternyata Roy yang berada di depan pintu. Dia melihat sosok Roy yang rambut serta pakaiannya dalam keadaan basah.‘Tapi, mengapa diam dan tertunduk saja? Mengapa dia tidak memanggilku?’ pikir Ajie. ‘Ah, sudahlah! Aku berpikir terlalu berlebihan. Normal saja dia dalam keadaan basah begitu setelah berwudhu,’ pikir Ajie sambil menepis pikiran yang sebelumnya.Kemudian dia segera membuka pintu kamar mengingat waktunya yang sudah tinggal sedikit lagi. Ketika pintu dibuka, Roy segera masuk ke dalam kamar dan berdiri menatap Virza yang masih terbaring dan memejamkan mata.“Mas, waktunya tinggal sedikit lagi. Cepatlah! Sebelum masuk Isya,” Ajie mengingatkan Roy sambil memberikan sarung setelah membantunya menggelar sajadah di lantai. Tapi Roy hanya terdiam dan menerima sarung itu. Ajie terus melawan perasaan-perasaan yang menurutnya ada yang aneh dengan sikap Roy. Dia menepis dugaan pada Roy.Ajie menyingkir dari hadapan Roy dan memili
“Brug!” Roy segera menarik Virza, karena terburu-buru, Roy menariknya hingga terjatuh ke lantai. Mereka berdua tersungkur.Namun Virza langsung bangun kembali dan mencoba membuka pintu. Dia seperti sedang dikendalikan oleh sesuatu. Melihat itu, Roy segera bangkit dan meraih tangan Virza dengan susah payah.‘Dia seperti terpengaruh dengan suara itu,’ pikir Roy.“Aku mau buka pintu, ada temanku diluar!” Virza menghardik Roy karena dirinya merasa terganggu dengan Roy yang selalu menghalanginya. Matanya terbuka lebar dan menatap marah pada Roy, bahkan Virza sempat menggeram ke arah Roy, membuat Roy semakin yakin bahwa Virza sedang dikuasai oleh sesuatu meskipun keadaannya setengah sadar.“Dia bukan temanmu, Za!” Roy memperingatkan. Tangannya terus ditepis oleh Virza ketika berusaha menggenggamnya, sehingga tangan mereka tampak seperti sedang saling memukul.Roy memutuskan untuk bertindak lebih kasar dan mendekap Virza.“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!” Roy berseru di telinga Vi
“Kamu kenapa, Za? Jangan bikin orang panik!” Roy meninggikan suaranya agar Virza segera sadar. Roy langsung berinisiatif untuk menutup pintu kamarnya dan mendorong Virza agar segera duduk di atas tempat tidurnya. Perlahan tatapan mata Virza pun berubah normal kembali, meskipun masih ada sisa-sisa ketakutan yang tertinggal. Setelah kondisi Virza tampak normal kembali, Roy mulai mengajaknya berbicara. “Ada apa? Mengapa kamu seperti itu tadi? Apakah kamu melihat sesuatu lagi?” desak Roy sambil duduk di samping Virza. “ Apakah mas Roy pergi untuk menonton televisi setelah Mas Roy mandi tadi?” Virza malah balik bertanya. Roy menggelengkan kepala. Virza terdengar mendengus. ‘Ah, pasti aku melihat hal lain lagi nih!’ batin Virza. “Kamu melihat sesuatu di ruang nonton televisi ya?” tanya Roy dengan nada rendah. Virza menundukkan kepala. Dia malah mengingat hal lain. Ternyata Virza menyadari, bahwa di sisi kiri kamar Roy tidak ada kamar lagi. Di Sisi kiri kamar Roy hanya terdapat sebua
Roy mengedarkan pandangannya ke dalam ruang tamu itu, karena penasaran dengan sikap Virza yang tampak kebingungan.“Mencari apa?” tanya Roy sambil mengerutkan dahinya.“Aku mencari … ah sudahlah!” Virza tampak bingung. Kemudian dia membuka pintu kamarnya karena mengira ibunya sudah masuk dalam kamar tanpa dia ketahui. Virza mengabaikan perkataan Roy, yang mengatakan bahwa keluarganya sudah diantar ke stasiun.Saat Virza membuka pintu kamarnya.K O S O N G !Tidak ada satupun orang disana.Virza berdiri, tertegun. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia masih yakin bahwa dia melihat bayangan ayah dan adiknya yang terus bergerak di dalam kamarnya. Virza yakin bahwa dirinya tidak salah lihat.Roy menepuk pundak Virza. Dia seperti mengetahui apa yang Virza alami.“Sebaiknya kita duduk dulu,” Roy menekan cengkeramannya agar Virza tetap tersadar dan mengikuti ajakannya untuk duduk. Dan itu berhasil.Virza duduk di kursi tamu masih dalam keadaan tertegun. Dia masih belum bisa mence
Roy sudah berdiri di belakang mereka. Kedua matanya memancarkan kecemasan. “Kemari, nak," panggil Dedy sambil menepuk-nepuk lantai di sampingnya. Vina dan Farel langsung bergeser duduknya, untuk memberikan ruang kepada Roy agar bisa duduk dekat Dedy. Roy mengangguk hormat kepada Dedy dan Vina. “Ada apa nak Roy?" tanya Dedy, setelah Roy duduk disampingnya. “Begini, Pak. Ada yang ingin saya sampaikan kepada Bapak, tentang Virza," kata Roy membuka pembicaraannya. “Ada apa dengan Virza? jangan takut ya untuk menyampaikannya, karena apapun yang kamu sampaikan bisa saja itu sangat penting buat kami," kata Vina dengan merendahkan suaranya. Dia tidak ingin Virza mendengarkan pembicaraan mereka. “Ayah, Ibu. Virza pamit mau ke kampus sebentar," Tiba-tiba Virza muncul di belakang mereka dengan berpenampilan rapi. Mereka langsung menoleh ke arah Virza dengan tatapan heran. “Bukannya hari ini libur, kak?" tanya Farel. “Ada buku yang harus dikembalikan hari ini, sekalian ada janji dengan tem
Setelah Vina mengetahui bahwa semalam bukan Virza yang dilihatnya, Vina mengajak diskusi suaminya tentang firasat buruknya.“Mungkin memang sudah saatnya dia mengetahui yang sebenarnya. Sehingga kedepannya, dia dapat mengatasi gangguan itu sendiri,” ujar Dedy menanggapi kegelisahan Vina. Tidak memberitahukan tentang kejadian yang menimpa Virza malam itu di tempat kerjanya pada Vina adalah hal yang tepat, menurut Dedy sebagai suaminya. Karena, tentang ‘tamu’ yang menyerupai Virza saja sudah membuat Vina terus merasa gelisah dan cemas. “Kapan kita akan menyampaikannya? Apakah itu tidak akan mengganggu kuliahnya?” tanya Vina.“Mengganggu bagaimana?” Dedy mengerutkan dahinya.“Bisa jadi, setelah kita memberitahukan kepadanya, ini akan menambahkan beban pikirannya. Apakah itu tidak mengganggu namanya?” ujar Vina.“Baiklah, kita akan mencari waktu saat dia luang saja. Setahu Ayah kalau tidak salah selain hari ini, pada hari Sabtu dan Minggu, Virza juga libur,” sahut Dedy. Dia menunggu unt