Riko baru saja pulang karena sopir terlambat menjemput.Tommy yang ada di sebelahnya langsung berkomentar, "Setiap hari kamu selalu dijemput sopir?""Memangnya kalau nggak, siapa yang jemput?" Riko geleng-geleng kepala dengan anak ini.Tommy menjawab dengan nada sombong, "Orang yang menjemputku setiap hari pasti senior di keluargaku.""Kakek buyutku bilang dia mau aku dicintai semua orang di keluargaku."Setelah itu, Tommy berbisik dengan misterius."Tahu nggak siapa yang akan jemput aku hari ini?""Siapa?"Riko sebenarnya tidak penasaran, tapi dia tetap mengikuti permainan Tommy dan bertanya balik. Karena kalau tidak, Tommy pasti akan terus merecokinya."Nenek Joanna," sahut Tommy dengan bangga.Riko tidak terlalu peduli.Lagi pula Joanna bukan nenek kandung Tommy, kenapa dia senang sekali?Selagi berpikir, mobil Joanna tiba di hadapan mereka.Joanna naik mobil mewah untuk seperti seorang presiden. Dia mengenakan kebaya modern dan sepatu hak tinggi. Meski usianya sudah lebih dari 50 t
Awalnya Alana mau menakuti Riko.Namun akhirnya, Riko bisa mengalahkan Alana karena Riko menatapnya seperti orang bodoh."Iya, aku tahu. Aku juga sudah main dengan anak-anak itu." Setelah menjawab, Riko mengeluarkan tabletnya, lalu lanjut belajar.Karena pelajaran di TK hanya sebatas menyusun balok, Riko sudah lama tidak membaca buku.Alana melirik tablet Riko dan melihat banyak simbol-simbol aneh yang tidak dia mengerti. Pantas, anak ini memang bibit unggul.Alana tentu tidak akan menahan si kecil yang berusaha keras.Sesampainya di rumah, Alana kembali melanjutkan mempelajari buku-buku tentang hukum dan bersiap untuk mengajukan gugatan ke Marshanda.Tiba-tiba pintu kamar kerjanya diketuk.Riko berdiri di luar pintu.Alana agak terkejut, "Ada apa?""Tante Alana, aku punya sesuatu buatmu."Alana menjadi makin bingung saat melihat Riko berjalan maju dan meminjam komputer Alana, jari mungil Riko pun berselancar dengan lincah di keyboard.Dalam waktu kurang dari satu menit, tiba-tiba mere
Maxime tiba-tiba merasa sesak.Maxime meletakkan dokumen yang sedang dia pegang, lalu memberi perintah pada Ekki, "Sana cari CEO lain!"Ekki tercengang."Pak Maxime, kenapa ....""Aku mau istirahat sebentar." Maxime menjawab, "Kalau nggak ada urusan penting, jangan cari aku."Dalam perusahaan besar, mempekerjakan seorang CEO adalah hal yang biasa.Ekki sangat terkejut.Karena Maxime berjuang begitu keras untuk bisa mencapai posisi ini, dia rela melakukan semuanya sendirian, bahkan tidak memberikan kesempatan bagi dirinya untuk beristirahat demi kariernya.Namun, sekarang Maxime malah justru mau mendelegasikan kekuasaan pada orang lain.Ekki butuh waktu lama untuk kembali tersadar dari lamunannya."Baik, aku akan cari orang sekarang juga."Setelah Ekki pergi.Maxime membaca dokumen di hadapannya berulang kali, sambil memikirkan Reina.Dia tidak terima.Apa ada yang tahu kenapa selama bertahun-tahun dia selalu kerja mati-matian menghasilkan uang siang dan malam?Semua hanya untuk menebus
Sebenarnya Maxime paling benci aktivitas promosi pura-pura jadi orang baik seperti ini.Nalurinya menolak, tapi jawaban yang terlontar dari mulutnya adalah, "Oke.""Kalau begitu aku siap-siap dulu."Reina berbalik dan berjalan keluar.Sebelum dia sampai di depan pintu, suara Maxime yang dalam dan serak terdengar dari belakang."Sepertinya kamu harus pakai baju yang sopan kalau mau bertemu anak-anak."Reina tercengang.Dia menunduk dan mendapati dua kancing teratas kemejanya tidak dikancing.Hari ini cuacanya sangat panas, jadi waktu tadi di kantor sendirian, dia melepas satu kancingnya. Masalahnya, Reina lupa mengancingkan kembali waktu keluar kantor.Reina buru-buru meninggalkan kantor Maxime dan pergi ke toilet untuk mengancingkan pakaiannya.Saat keluar dari toilet, wajahnya sudah memerah.Reina pun berjalan sambil menunduk dan tidak sengaja menabrak seseorang."Maaf."Reina mendongak dan melihat wajah Jovan yang tampan dan bermartabat.Tubuhnya langsung mengigil dan spontan Reina m
Maxime menatapnya dalam-dalam."Nggak perlu, aku sudah bilang iya."Jejak kekecewaan melintas di mata Jovan, dia pun bertanya, "Bukannya kamu nggak suka datang ke acara seperti itu?"Maxime menyadari ada yang tidak beres dengan Jovan, dia pun menjawab dengan tenang, "Ini pengecualian."Jovan tidak berlama-lama di kantor Maxime.Sesampainya di koridor, Jovan melihat Reina sedang mengobrol dan tertawa dengan karyawan lain.Selama ini, Jovan belum pernah melihat senyuman Reina yang seperti itu.Asisten Jovan menghampirinya, "Pak Jovan, Tuan Besar Jacob memanggilmu.""Ya."...Sore harinya.Di sebuah SLB.Reina datang ke ruang kelas musik yang baru dibuka, duduk di depan piano dan mengajari anak-anak penyandang disabilitas cara bermain piano.Maxime hanya berdiri di luar pintu sambil dikelilingi oleh sekelompok pengawal.Ini pertama kalinya Maxime melihat Reina bermain piano, suara piano yang jernih dan merdu seperti gemericik air yang menyegarkan.Maxime melihat senyum kecil di wajah Rein
"Nggak masalah. Selama tiga tahun juga aku makan masakanmu kok," jawab Maxime.Reina tersenyum dan pergi ke dapur untuk memasak.Sebenarnya Reina juga tidak bisa masak, dia baru belajar setelah menikah dengan Maxime.Tapi Maxime tidak pernah menganggap itu sebuah pengorbanan, baginya ini adalah kewajiban seorang wanita, sama seperti sekarang.Maxime sedang duduk di ruang tamu, tapi matanya tetap tertuju pada Reina seolah tidak pernah bosan melihat sosok istrinya.Reina menyajikan satu per satu hidangan ke atas meja dan secara khusus menambahkan obat pada menu ikan asam manis favorit Maxime.Keduanya duduk berhadapan.Maxime sudah lama tidak makan bersama Reina seperti ini, dia sampai tidak terpikir untuk mulai makan.Reina mengangkat sendok dan meletakkan sepotong daging ikan ke piring Maxime."Kamu udah bilang nggak keberatan lho, jadi harus makan ya."Setelah mendengar perkataan ini, Maxime menggerakkan sendoknya dan mulai makan.Reina memperhatikan gerak-gerik Maxime, dia merasa san
Reina melanjutkan, "Nggak ada wanita yang nggak suka terlihat cantik.""Mungkin aku yang dulu terlalu rendah diri dan menyembunyikan apa yang kusuka."Maxime merasa tertekan setelah mendengar jawaban ini."Maksudnya dulu kamu begitu karena aku?"Reina mengangkat kepalanya dan menatap balik Maxime. "Sudah kubilang aku nggak ingat. Tapi aku bisa bilang kalau aku suka dandan dan suka baju yang terlihat cerah, aku juga suka perhiasan."Dulu, Reina selalu memakai baju berwarna abu-abu dan tidak pernah merias diri.Dia melakukannya karena takut Maxime marah.Keluarga Reina telah menipu Maxime, Reina tidak mau berdandan dan membuat Maxime kesal.Karena suatu kali, Reina pernah memakai gaun merah. Dia bersenandung sambil menyirami bunga di luar, tapi Maxime malah mengejeknya."Ckckck. Dasar nggak tahu diri, keluargamu itu sudah menipuku! Sudah bersalah aja masih hidup tenang, enak-enak pakai baju mewah, bahagia banget di atas penderitaan orang lain."Sejak saat itu, selama di rumah Reina tidak
Akhirnya Reina tidak punya pilihan selain menyerah.Reina sendiri juga sangat lelah, jadi akhirnya dia pun tertidur.Keesokan paginya.Sedikit sinar matahari menyinari wajah mereka.Maxime belum pernah tidur nyenyak ini.Dia membuka matanya dan menatap Reina yang saat ini meringkuk di pelukannya. Tatapan Maxime yang awalnya begitu dingin langsung melembut.Suhu AC agak sedikit dingin. Melihat Reina meringkuk kedinginan, Maxime pun hendak menyelimuti Reina dengan pakaiannya.Tiba-tiba, Reina pun terbangun.Saat Reina melihat mata lembut Maxime, dia berseru, "Max."Maxime terkejut.Reina yang sadar pun langsung melepaskan diri dari pelukan Maxime dan jatuh dari sofa.Dia merintih kesakitan.Maxime melihat tingkah Reina yang panik dan langsung membantunya berdiri. "Tadi kamu panggil aku apa?""Apa?"Reina memutuskan untuk pura-pura bodoh.Melihat sikap Reina yang seperti ini, Maxime pun tidak lagi mencecarnya.Maxime berdiri dan menghinanya dengan santai, "Nona Reina, memang lupaan."Berb
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku
Pengawal mengikuti Riko dan Maxime dengan membawa tas besar berisi pakaian pria.Maxime menatap pria mungil yang bahkan tidak setinggi kakinya, lalu bertanya, "Apa yang kamu lakukan di toko pakaian pria?"Riko yang mendengar itu pun berbohong tanpa menunjukkan celah, "Oh, Tante Alana memintaku mampir dan membelikan pakaian untuk Om Jovan."Dia mempertimbangkan bahwa Maxime dan Alana tidak akrab. Alana adalah sahabat mamanya, jadi mereka berdua tidak akan berhubungan secara pribadi.Jadi, Maxime tidak mungkin meminta konfirmasi kebenaran dari perkataannya kepada Alana.Benar saja, setelah Maxime mendengar pertanyaan ini, dia tidak terus bertanya dan hanya mengatakan, "Tante Alana sepercaya itu kepadamu."Maxime mengatakan ini dan ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.Alana membelikan baju untuk Jovan, kenapa Nana tidak memiliki pemikiran membelikan baju untuknya?Suasana hatinya sedang tidak enak.Riko bisa melihat itu. Dia mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Maxime."Pa,
Melihat bahwa Riko berniat untuk membela manajer toko ini, Maxime juga tidak memperkeruh situasi ini lagi."Aku harap hal seperti ini nggak akan terjadi lagi," kata Maxime.Manajer toko mengangguk berulang kali. "Baik, baik."Dalam hati, dia akhirnya bisa bernapas lega.Hidup dan matinya benar-benar ada di tangan orang lain. Dia melirik Riko dan Cikita dengan penuh rasa syukur.Jika bukan karena Cikita yang melindungi Riko, situasi hari ini pasti tidak akan berakhir dengan baik.Melihat hal ini, Cikita berkata pada Riko, "Terima kasih."Riko tersenyum sopan kepadanya."Kak Cikita, akulah yang harus berterima kasih padamu."Setelah mengatakan itu, dia mengeluarkan sebuah kartu dari dalam saku kecilnya dan menyerahkannya kepada Cikita. "Aku akan mengambil semua pakaian yang kamu bawakan untukku tadi."Dengan satu kalimat itu, para pegawai dan manajer toko pun tercengang.Harus diketahui bahwa set pakaian yang baru saja diambil Cikita, yang paling murah harganya dua ratus juta. Namun, ana
Bagian bawah mata Tommy menunjukkan ketakutan dan dia mengangguk berulang kali."Aku mengerti."Setelah itu, Maxime baru melepaskannya.Faktanya, jika Tommy bisa dididik dengan baik, dia tidak akan senakal ini.Dulu, ketika Tuan Besar Latief mengasuhnya, dia menjadi sombong karena terlalu dimanja. Kemudian, Melisha membesarkannya, membuatnya tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bahkan menjadi lebih sombong dan mendominasi.Telapak tangan Melisha berkeringat, takut Maxime benar-benar akan menyakiti putranya. Dia segera berjalan mendekat dan menggendong Tommy."Max, dia masih kecil, jangan menakut-nakutinya."Kesombongan yang dia tunjukkan barusan sudah tidak terlihat lagi.Manajer toko juga mengenali Maxime. Dia tidak percaya bahwa anak kecil di depannya ternyata putra Maxime!Hatinya langsung menjadi dingin.Konsekuensi dari menyinggung Melisha adalah dia tidak bisa membuka toko. Namun, jika dia menyinggung Maxime, dia tidak akan bisa berkeliaran di Kota Simaliki
Maxime tidak menjawab dan langsung berjalan ke arah Riko.Pada saat ini, Tommy telah melepaskan topeng dari wajah Riko. Ketika melihat orang di depannya, tangan Tommy gemetar dan topeng Raja Kera di tangannya pun jatuh ke lantai.Dia langsung teringat ketika Riko meninjunya. Seketika, wajahnya langsung berubah pucat."Riko, kenapa ... kamu?" Dia bertanya dengan suara gemetar.Riko menatapnya dengan tatapan dingin, lalu berkata dengan tegas, "Ambil topengnya."Mana mungkin Tommy tidak menuruti perintah Riko. Dia segera mengambil topeng yang dia jatuhkan ke lantai.Melisha yang berada tidak jauh dari situ pun melihat kejadian ini. Dia tidak percaya bahwa anak ini ternyata Riko Andara!Bagaimana mungkin? Dia tidak merasa bahwa suara anak itu barusan adalah suara Riko.Selain itu, kenapa putranya begitu patuh pada Riko?Dia melihat Tommy dengan patuh mengambil topeng yang ada di lantai, seperti bawahan Riko.Rendy, suaminya adalah seorang pengecut. Sekarang, dia menyadari bahwa putranya ju
Setelah memeriksa ke dalam toilet, pengawal langsung merasa darah di sekujur tubuhnya membeku. Dia memberi tahu Maxime dengan gemetar, "Tuan Maxime, gawat. Tuan Muda menghilang.""Apa?"Maxime mengerutkan kening, tetapi tetap tenang."Pergilah dan periksa pengawasan di seluruh mal. Minta pihak mal menutup semua pintu masuk dan keluar." Dia dengan cepat membuat keputusan."Baik."Pengawal itu segera melakukan apa yang dikatakan Maxime.Maxime menutup telepon dan Reina langsung bertanya, "Bagaimana? Kenapa Riko belum kembali?""Nggak apa-apa, dia masih di toilet, mungkin sembelit." Maxime takut Reina khawatir, jadi dia terpaksa harus berbohong.Hati Reina masih terasa sesak karena suatu alasan.Namun, dia juga bingung, "Dia masih kecil, mana mungkin sembelit? Setelah pulang nanti kita ke rumah sakit saja."Maxime menganggukkan kepalanya sambil mengiakan pelan.Riki duduk di sampingnya dan berbicara dengan bingung, "Kenapa aku nggak tahu kalau Kakak sembelit? Bukankah dia sangat memperhat
Riko hampir saja tertangkap oleh Melisha, tetapi tiba-tiba ada seseorang yang melangkah di depannya dan menghentikan Melisha."Nyonya, kenapa Nyonya mengganggu anak kecil?" kata Cikita dengan suara dingin.Melisha langsung mengerutkan kening saat melihat wanita tidak tahu diri yang menghentikannya. "Kamu pikir kamu siapa, beraninya menceramahiku?"Setelah mengatakan itu, dia melihat ke arah manajer toko yang baru saja berjalan mendekat."Kamu manajer toko? Apa begini caramu melatih pegawai di toko?"Manajer toko sedikit bingung, masih tidak tahu apa yang sedang terjadi."Nyonya Melisha, apa yang terjadi? Siapa yang membuat Nyonya kesal?"Melisha menunjuk ke arah Cikita. "Dia. Pecat dia sekarang juga."Manajer toko melihat ke arah Melisha menunjuk dan matanya tertuju pada Cikita."Cikita, apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak menghormati Nyonya Melisha? Dia itu pelanggan besar di toko kita. Cepat minta maaf sama Nyonya Melisha sekarang juga!"Manajer toko tahu bahwa Cikita berasal dari ke
Cara Melisha mengatakan hal ini terkesan seperti dia adalah seorang hakim. Apa yang dia katakan harus dilakukan.Perlahan, para pemandu belanja mulai tidak senang dengannya. Namun, mereka tidak berani mengatakan apa pun."Ini ...."Mereka tidak mau memaksa seorang anak untuk melepas topeng dan memberikannya kepada anak nakal itu.Melihat ini, Melisha langsung berjalan menghampiri."Kalian nggak berani? Biar aku saja."Sikapnya tidak menunjukkan seorang nyonya kaya rasa. Dia benar-benar akan mengambil topeng milik seorang anak yang datang tanpa ditemani orang tuanya.Di balik topeng Raja Kera, wajah kecil Riko sedingin es dan terlihat tidak baik-baik saja. Dia sudah siap untuk menggigit Melisha saat wanita itu meraih topengnya nanti.Namun, pemandu belanja yang barusan melayani Riko dan membantunya mengambil pakaian tiba-tiba berjalan keluar dengan membawa banyak pakaian mewah."Tuan muda, lihatlah pakaian-pakaian ini."Semua orang berbalik untuk melihat ke arah pemandu belanja itu.Di