TOK! TOK!
Richard mengetuk pintu Apotik, dia dan Arnold sedang mencoba menghubungi orang di dalam.
"Apa mereka sedang keluar?" tanya Richard sembari menolehkan kepalanya kemana-mana.
Arnold mengetuk pintu lagi, dan dengan cepat penghuni di dalamnya langsung membukakan pintu apotik.
Mata mereka berdua mendapati seorang gadis remaja yang mungkin masih SMA.
Gadis itu menatap Richard dan Arnold secara bergantian. "Mau beli apa om?" tanyanya.
"Ah ... kami datang kesini untuk bertemu ibumu," ucap Arnold ragu-ragu.
"Ibu? Mau perlu apa sama ibuku?" tanya gadis itu lagi.
"Kami ada keperluan mendesak," jawab Arnold.
"Keperluan mendesak? Keperluan apa sampai mendesak? Yang aku ingat, ibuku tak pernah punya kenalan seperti kalian," ucap gadis itu, dia sepertinya curiga dengan tingkah laku Richard dan Arnold.
"Ah, kam--" Ucapan Richard terhenti saat melihat wanita paruh baya yang tengah memasuki Apotik.
Wanita itu terdi
Sebuah mobil hitam pekat melaju dengan cepat di jalan raya, mobil itu tak menghiraukan beberapa pengendara mobil yang mencaci maki mereka."Apa kamu sudah lupa? Bukannya ayahmu sedang keluar kota?" tanya Arnold, dia tak percaya bahwa Richard akan pergi menemui ayahnya.Richard masih sibuk mengendarai mobil. "Aku tahu, tapi aku masih ingin mencari tahu, kenapa dia bisa terlibat dengan rencana pengboman rumah sakit itu."Arnold menghembuskan nafasnya kasar, walau dia sudah berulang-ulang kali berbicara dengan Richard, tapi tetap saja tak di dengar olehnya."Apa kamu sudah tahu lokasi ayahmu?" tanya Arnold.Richard menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, tapi aku akan bertanya kepada Sandra."CKITTT!!Richard berhasil mendaratkan mobilnya di depan kediaman Hernandos, dia keluar dan langsung di sambut oleh beberapa penjaga."Apa Nyonya besar ada di dalam?" tanya Richard.Para pengawal langsung menganggukkan kepala mereka deng
Sunset sore mulai menghilang, gelap malam mulai memunculkan keberadaannya.Bulan pun ikut bersinar, bahkan ada beberapa bintang yang sudah bermunculan di atas langit.Richard menatap keluar jendela, hari ini dia benar-benar sangat lelah, dia kembali memfokuskan dirinya untuk mengendarai mobil.Setelah mengantar Arnold pulang ke rumahnya, Richard kini pulang sendirian, walau Arnold sebenarnya mau mengantar Richard, dia takut jika Richard akan kenapa-kenapa di jalan sana, tapi Richard bahkan tak sedikit pun menghiraukan ucapannya.CKITTT!!Richard mendaratkan mobilnya tepat di depan rumah, dia mengambil jas lalu keluar dari mobil.Langkah kakinya menaiki anak tangga satu persatu dan mulai berjalan masuk ke dalam rumah."Apa Kirana sedang membuat makanan untukku?" batin Richard tersenyum sendiri, dia sangat lelah malam ini, tapi dia tak ingin Kirana melihatnya dalam keadaan menyedihkan.TING TONG!Richard menekan bell, dia
Tok! Tok!Kirana mengetuk pintu kamar Richard dengan perlahan-lahan, dia tidak bisa masuk begitu saja, gadis itu takut jika Richard mungkin saja sedang berganti pakaian.CKLEK!Pintu kamar terbuka dengan lebar, terlihat Richard sudah memakai pakaian santai, serta sedang mengeringkan rambutnya menggunakan hairdyer."Kenapa gak masuk saja?" tanya Richard dan membantu Kirana membawa camilan kedalam.Mereka berdua masuk kedalam, Richard meletakan minuman dan camilan di atas nakas.Kini mereka berdua duduk di atas kasur dan berhadapan satu sama lain, Kirana sedikit merasa canggung.Tanpa pikir panjang, Richard langsung memeluk tubuh Kirana, Kirana yang di peluk hanya bisa tersenyum dan membalas pelukan Richard, dia bahkan bisa mencium aroma tubuh Richard."Apa kamu lelah?" tanya Kirana dan mendapat anggukan kecil dari Richard.Kirana tersenyum sendu, dia tak menyangka Richard akan menunjukan sifatnya yang seperti ini, karena
KRINGG!! Bunyi deringan telepon yang sudah berbunyi hampir sepuluh kali, tapi sang pemilik ponsel tak mengangkat panggilan itu. Richard membuka matanya perlahan-lahan, pendengarannya mendengar sesuatu, walau terdengar samar-samar. Richard menetralkan penglihatannya, dia menoleh dan menatap Kirana yang tengah tertidur pulas di sampingnya, tak lama senyuman mulai muncul di pipinya, dia tak menyangka akan melewatkan malam pertama dengan Kirana. KRINGG!! Panggilan untuk ke sebelas kalinya, Richard pun mengambil ponsel yang dia taruh di atas nakas. "Halo," ucapnya dengan suara agak serak. "Richard, datang ke kantor cepat," ucap Arnold di balik telepon, nada suaranya meninggi. Richard yang tengah berbaring, terpaksa bangun dan menyesuaikan posisi duduknya. "Apa maksudmu? Kenapa harus datang ke kantor sepagi ini?" tanya Richard, suaranya terdengar sangat berat. "Datang saja, sulit untuk di jelaskan di telepon,"
CKITTT!!Mobil hitam pekat berhasil mendarat di sebuah desa, terlihat dua orang pria berjas baru saja turun dari mobil yang mereka kendarai."Ayo," ajak Arnold.Richard menganggukkan kepalanya pelan, tak menunggu waktu lama lagi, mereka berdua pun bergegas menuju tempat tujuan.Beberapa perumahan telah mereka lewati, hingga akhirnya langkah kaki kedua pria itu terhenti di sebuah Apotik, yang artinya mereka sudah sampai.TING! TONG!Richard menekan bell rumah, tak lama itu terlihat seorang anak perempuan membuka pintu."Apa maksud kalian datang ke tempat ini?" tanya gadis itu, dia menatap tajam kedua pria di depannya.Richard mengangkat tangannya supaya gadis kecil di depannya tak merasa terancam."Kami datang kesini atas perintah ibumu," jawab Arnold.Gadis itu menatap Arnold dan Richard secara bergantian, tak lama gadis itu dengan cepat menutup pintunya, tapi karena Richard yang siaga, dia berhasil menahan pintu
"Bukannya ayah kamu itu Roger Hernandos?"Richard langsung terdiam, dia membeku ketika mendengar nama yang begitu asing di telinganya.Pria kecil itu bingun, nama siapa yang di sebut oleh Saraswati, bahkan nama itu juga bukan ayah kandung Richard."Dokter sepertinya salah tanggapan, ayah Richard itu Justin Hernandos," ucap Arnold, dia sendiri juga ikut bingun dengan perkataan Saraswati.Saraswati mengerutkan dahinya. "Sepertinya kalian tidak tahu apa-apa?"Richard tak dapat menggerakkan mulutnya, dia terdiam kaku, bahkan sangat sulit sekali untuk menggerakkan bibirnya."Ayah kamu itu bukan Justin, tapi Roger, sedangkan Justin adalah adik kandungnya Roger." Jelas Saraswati.Richard masih saja diam terpaku, dia bingun dan gelisah, banyak sekali pertanyaan yang menumpuk dalam pikirannya, tapi entah kenapa dia tak dapat berbicara sedikit pun."Hanya itu yang bisa aku sampaikan padamu, dan ayahmu ... Roger Hernandos yang di balik da
BRUMM!! BRUMM!!Sebuah mobil hitam pekat terlihat melaju di jalan raya, mobil itu melaju tanpa memikirkan keadaan kendaraan lain.Mobil itu terlihat melewati tempat sunyi dan sepi, tak lama mobil itu mendarat di sebuah gedung tua.Seorang wanita paruh baya keluar dari mobil itu, dia memakai topengnya dan berjalan masuk kedalam gedung kosong itu.Semua pengawal yang berada di gedung itu tertunduk dengan sopan, lalu mereka mengarahkan wanita itu ke ruangannya.CEKLEK!!Wanita paruh baya itu menatap beberapa orang yang sedang mengintari meja."Dari mana saja kamu Mr Mommy?" tanya Jakson lalu berdiri, dia membelai punggung belakang Mr Mommy.Mr Mommy dengan cepat menepis tangan Jakson, dia memandang Jakson dengan tatapan menjijikan."Dimana Mr Black?" tanya Mr Mommy kepada Mr Monkey yang tengah asik bermain dengan mainannya."Tidak tahu, aku hanya memperhatikan kelinci kecil ini dari tadi," jawab Mr Monkey sambil memu
Matahari mulai meninggi, terlihat banyak orang, serta kendaraan yang berlalu lalang dan melakukan aktivitas pagi ini.Bahkan di sebuah rumah sakit juga ikut padat dengan para pasien serta dokter yang berlalu lalang.CKITT!!Sebuah mobil mendarat di depan rumah sakit, terlihat dua orang berjas yang turun dari mobil."Apa kamu yakin akan melakukan tes dna?" tanya Arnold sembari mengikuti langkah kaki Richard.Richard tak menjawab pertanyaan Arnold, dia tetap berjalan masuk kedalam rumah sakit.Rumah sakit semakin padat dengan orang-orang yang berlalu lalang, Richard bahkan hampir saja bertabrakan dengan salah satu pasien."Pelan-pelan saja, kamu jadi pusat perhatian, Richard," gerutu Arnold, dia menutupi wajahnya, karena mereka menjadi pusat perhatian saat hampir saja bertabrakan.Richard menaiki anak tangga satu persatu, mereka berdua sebenarnya mau memakai lift, tapi karena banyaknya orang yang naik, jadi mereka memilih jalan p