Share

BAB 47

Penulis: Apsarasswatama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah kepergian Zara dan Batari, rumah itu kembali tenang tanpa ada suara teriakan yang memekakkan telinga. Hamun yang masih bersemangat, kini sedang memperkenalkan kamarnya sendiri pada Puspa. 

“Ini kamarku,” ujar Hamun sambil membuka pintu kamarnya. Itu ruangan yang cukup luas. Terdiri dari satu kasur ukuran anak-anak, satu lemari dengan kaca besar, dan satu meja belajar berwarna biru muda.

“Bagus kamarnya,” puji Puspa, membuat pipi Hamun merona. 

“Aku tidak suka hiasan, jadi kamarku sangat sederhana.” Jawab Hamun, kemudian menuntun Puspa pada kamar tidur yang ada persis di sebelah kamarnya.

“Kalau yang ini kamar Papa.” Hamun membuka kamar itu, kemudian ruangan besar dengan nuansa emas langsung menyilaukan mata Puspa.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 48

    Sesampainya dirumah, Puspa mandi dan langsung tidur. Keesokan harinya, dia bangun pukul 3 pagi. Di bantu Elisha, Puspa menyiapkan segala barang-barangnya sambil mengobrol ringan berdua.“Ingat, ya. Kamu disana kerja, bukan di rumah sendiri. Sekarang pekerjaan kamu bukan dandanin mayat lagi. Ini ngurus anak orang kaya. Jangan malas, jangan bikin masalah, jangan bantah majikan. Apalagi sampai bangun kesiangan.”Mendengar nasihat ibunya, Puspa hanya bisa menggelengkan kepala. “Iya-iya, Puspa paham, kok. Lagian ini bukan pengalaman pertama aku kerja, Buk.”“Ibuk cuma khawatir, karena firasat ibuk tidak enak. Pokoknya kamu harus hati-hati, ya. Terutama sama orang-orang yang tidak suka sama kamu.”“Siap!” Puspa memasang senyuman

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 49

    Puspa menghela nafas, benar-benar harus banyak belajar sabar di hadapan Zara. Tentu saja, dia melakukan itu karena mengingat kebaikan yang sudah Hakam berikan padanya.Zara mengambil tempat di sebelah Hamun. “Hari ini biar Mama yang antar, ya?” Tawarnya, kemudian mengambil ubi ungu panas yang sudah dikupas itu ke dalam piring sang anak.“Mama mau antar?” Tanya Hamun, kemudian membuka mulut menerima suapan dari sang Ibu.“Memangnya kenapa? Tidak boleh?” Tanyanya dengan ekspresi sedih.“Tidak apa-apa.” Hamun menggeleng dan segera menyelesaikan sarapannya. Selesai sarapan, Hamun bersiap untuk pergi ke sekolah diantar Zara. Namun, Hamun tidak langsung pergi, melainkan menunggu bekal makan siang yang sudah disiapkan oleh Puspa.“Tunggu apa?” Tanya Zara ketika melihat sang anak masih duduk di meja makan.“Bekal makan siang. Masih disiapkan Kak Puspa,” jawab Hamun. Zara yang mendengar panggilan aneh itu langsung kesal. “Jangan panggil kak. Dia itu pembantu, panggil saja seperti biasa.”Keb

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 50

    Setelah Hamun pergi, Hakam juga berangkat kerja menuju kantor. Seperti kata Bi Asih, sementara Hamun sekolah, dia bisa agak santai dirumah sambil sesekali membantu Bi Asih bersih-bersih. Pukul sembilan pagi, Puspa sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah bersama Bi Asih. Keduanya sedang berkumpul di dapur sambil meminum segelas jus segar yang baru selesai di blender. “Setelah ini aku mau pergi sebentar,” ujar Bi Asih sambil menenggak sisa jus jeruk dari dalam gelas.“Mau beli apa?” Tanya Puspa.“Beli panci baru, itu lihat … bawahnya bolong. Yang merek itu awet, lho. Kata Pak Hakam belinya sudah ada lima tahun lebih.”“Iya, sih. Ada harga, ada kualitas,” jawab Puspa.“Ya, sudah. Aku berangkat, ya. Kamu bisa santai-santai sampai jam sebelas. Nanti jangan lupa masak terus lanjut jemput Dek Hamun jam dua belas tepat.”Puspa mengangguk, memperhatikan Bi Asih yang berlalu setelah mengambil tas dari dalam kamarnya. Karena hanya ada dia sendirian, Puspa tidak punya teman bicara. Gadis itu

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 51

    Puspa hanya tersenyum sambil mengangguk kecil, kemudian mengabaikan Batari dan langsung masuk dapur untuk mulai masak. Sesuai arahan Bi Asih, Puspa memasak makan siang yang sesuai dengan standar selera Hakam.Dia mulai merebus kentang untuk karbohidrat, telur rebus dan penyet dada ayam yang tidak terlalu pedas sebagai kebutuhan protein, juga beberapa potong jagung rebus manis untuk makanan penutup. Selesai membuat makan siang Hakam, Puspa membungkus rapi itu semua dalam wadah makan yang ada dalam lemari. Namun, Batari tiba-tiba datang dan mendorong Puspa kesamping.“Makan siang untuk Hakam, kan. Minggir dulu kamu, aku mau periksa ada racunnya atau tidak,” celetuk Batari sambil mengendus semua masakan yang dibuat Puspa.Dalam hati, Puspa terheran-heran, ‘Menantu dan mertua kok bisa sama ya sifatnya. Suka fitnah tanpa alasan yang jelas!’ “Oke, ini kayaknya tidak ada racunnya.” Ujar Batari setelah hampir lima menit memeriksa makanan yang dibuat oleh Puspa.“Kalau mau aman, Bu Batari se

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 52

    Hakam mengangkat alis, heran. “Kamu ini kenapa? Kesurupan?” Selanya, yang langsung membuat Puspa sadar dari lamunan bodohnya.“Eh,” Puspa berkedip sambil menggelengkan kepala. “Maaf, Pak. Uh … ini bekalnya saya taruh di meja.”Hakam melihat gerakan Puspa nampak tidak natural, jelas sedang salah tingkah akibat sesuatu. Namun, Hakam bukan tipe lelaki yang paham mengenai hal semacam itu, dia tidak menganggap serius kelakuan Puspa barusan.“Saya permisi dulu, ya Pak. Mau jemput Hamun sekolah.” Puspa membungkuk kecil dan berbalik. Memutar knop pintu itu, Puspa bergegas pergi dengan detak jantung yang semakin terasa cepat. Dia jelas malu, karena ketahuan sedang memperhatikan majikannya yang memang tampan.“Huh, bisa-bisanya aku berpikir begini. Sadar Puspa, sadar!” Puspa menampar pipinya pelan, kemudian berjalan pergi keluar dari gedung itu.Namun, ketika dia sampai di halaman gedung, Zara terlihat turun dari mobil dan mendekatinya. “Ngapain kamu kesini,” hardiknya sambil menghalangi jalan

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 53

    Pukul satu siang, bel sekolah berbunyi. Hamun terlihat berjalan bersama beberapa teman lelakinya. Puspa langsung keluar dari mobil sambil melambaikan tangannya ke udara.“Hamun!” Teriak Puspa. Kemudian di balas lambaian dari Hamun. “Sudah lama nunggu Hamun?” Tanya anak itu sambil menggandeng tangan Puspa.Puspa menggeleng, “Tidak lama, kok.” Keduanya berjalan beriringan, kemudian masuk ke dalam mobil dan pulang dengan berbagai obrolan ringan tentang banyak hal. Terutama Hamun yang ternyata sangat penasaran akan berbagai macam hal.“Puspa, menurutmu kenapa Papa dan Mama cerai?” Tanya Hamun tiba-tiba, yang seketika membuat Puspa kebingungan.“Kenapa bertanya masalah ini? Walaupun mereka sudah pisah, kamu masih bisa sering bertemu dengan Ibumu, lho. Jangan sedih,” jawab Puspa.“Tidak, aku tidak sedih.” Hamun menggelengkan kepala, “Aku cuma bingung kenapa orang dewasa bermusuhannya lama sekali. Hamun di sekolah sering berkelahi dengan teman-teman. Tapi besoknya sudah baikan lagi.”Puspa

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 54

    Ketika Puspa sampai dirumah, Hamun ternyata ketiduran. Karena tidak tega membangunkan tidur nyenyaknya, Puspa minta tolong Pak Sopir menggendong anak itu menuju kamar tidurnya.“Tolong angkat, ya. Hamun kelihatan lelah.” Pak sopir mengangguk saja, kemudian membawa anak itu dalam gendongan bridal. “Langsung ke kamar?” Tanyanya. “Iya, Pak. Langsung ke kamar saja, ya.” Puspa menjawab sambil mengekor di belakang Pak Sopir. Sesampainya di kamar Hamun, anak itu langsung di baringkan di atas ranjangnya. Puspa langsung membantu majikan kecilnya melepas kemeja dan menggantinya dengan pakaian longgar yang nyaman. Selesai dengan urusan Hamun, Puspa langsung berjalan ke dapur dan membantu Bi Asih bersih-bersih. “Makan malam ini masak apa, Bi Asih?” Tanya Puspa sambil merapikan piring yang selesai di lap sampai kering ke dalam rak piring.“Malam ini masak agak banyakan, ya. Barusan aku dapat telepon dari Bu Batari, katanya mau makan malam disini.” Mendengar nama ini, Puspa seketika menghela

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 55

    Setelah keluar dari kamar Hakam, Puspa bergegas ke dapur dan menyerahkan keranjang pakaian kotor pada Bi Asih. “Ini taruh dimana?” Tanya Puspa sambil menetralkan detak jantungnya.Bi Asih yang sedang berkutat di depan wajan panas berbalik dan melihat wajah merona Puspa. “Mukamu kenapa? Demam?”“Oh? B-bukan, bukan!” Puspa menggeleng sambil tertawa canggung.Bi Asih juga tak ambil pusing dan beralih pada keranjang yang ada di lantai. “Kamu cucikan, ya. Daripada kamu yang masak, nanti kalau rasanya tidak sesuai dengan selera Bu Batari, kita berdua bisa celaka.”“Oh, oke. Kalau gitu aku cuci baju-baju ini dulu,” Puspa langsung setuju dan bergegas menuju halaman belakang rumah. Letak mesin cuci memang ada di luar, namun masih terlindungi oleh atap lebar yang cukup teduh.Sambil menunggu mesin cuci itu menyelesaikan tugasnya, Puspa duduk sambil melamun. “Pak Hakam ternyata sabar, ya.” Gumamnya, tidak menyadari jika saat ini sosok yang sedang dibicarakan baru saja sampai di ambang pintu bel

Bab terbaru

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 162 END

    Puspa berdiri di depan bangunan sederhana. Itu adalah rumahnya, rumah yang menjadi saksi pertumbuhannya dari kecil hingga dewasa. Hakam disamping Puspa, tangannya tidak pernah lepas menggenggam telapak halus itu. Hakam berkata dengan lembut, "Selamat datang." Hati Puspa bergetar mendengar ucapan itu. Matanya memerah dan ia berusaha keras menahan tangisannya agar tak pecah. "Hm, aku pulang." Balas Puspa dengan senyuman kecil. Keduanya berjalan bersamaan masuk kedalam rumah yang terasa begitu sunyi. Aroma familiar yang dejavu membuat Puspa berkhayal tentang sosok ibunya yang keluar dari dapur dan menyapanya dengan hangat. Aroma masakan sederhana itu jelas ia rindukan. Senyuman sang ibu yang menghangatkan kalbunya tentu saja membuatnya ingin menangis saat itu juga. "Tidak ada apa-apa disini." Puspa duduk di sofa dengan lemas. Ia menatap kosong ke depan, bingung harus kemana mencari sang ibu yang pergi tak berkabar. "Mungkinkah ibu benar-benar pergi meninggalkanku?" Hakam menghela n

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 161

    "APA YANG KALIAN LAKUKAN! LEPASKAN AKU! LEPASKAN!"Ketika Puspa datang bersama Hakam dan Fajar, suara teriakan yang familiar langsung menyerbu ketiga orang itu. Puspa berhenti di depan pintu masuk dan mengambil napas panjang. Sementara Fajar sudah masuk lebih dulu, Hakam ikut berhenti di samping Puspa dan memperhatikan ekspresi rumit dari wajahnya.Puspa jelas merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya. Tuhan tahu betapa bencinya ia pada wanita yang ada di dalam sana. Semua kekacauan yang terjadi ada di sana penyebabnya, ia bahkan tidak tahu apakah bisa menahan emosi ketika nanti langsung berhadapan dengan Zara.Tangan Puspa yang terkepal di samping badannya tiba-tiba dilingkupi rasa hangat. Puspa menoleh ke samping dan mendapati senyuman hangat dari Hakam. Tangan besar lelaki itu memberi sebuah kenyamanan yang menenangkan hati. "Jika kamu tidak mau masuk, kita bisa menunggu di mobil saja." Saran Hakam lembut.Namun, Puspa dengan cepat menggeleng. "Aku akan masuk. Ini adalah waktu

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 160

    "Terima kasih sudah datang. Sampai jumpa lagi!" Puspa melambaikan tangannya dengan senyuman lebar. Hatinya benar-benar berbunga, ia merasa terharu berkat semua penggemar yang datang dan membuat harinya berwarna.Ketika Puspa berbalik dan hendak turun panggung, tiba-tiba ia mendengar sebuah teriakan lantang yang mengalahkan semua kericuhan yang ada. "PUSPA! AKU MENYAYANGIMU!" Hamun berteriak dengan putus asa. Urat-urat lehernya menonjol, matanya memerah dan ia sudah menangis sejak tadi. Anak itu benar-benar merindukan sosok Puspa. Ia juga merasa sedih dengan semua keadaan yang terjadi di antara mereka. Walau masih kecil, perasaannya tidak pernah salah, dan ia tidak bisa menahan perasaan sedih dalam hatinya lebih lama lagi.Mata Puspa bergetar dan ia langsung berbalik untuk mencari arah sumber suara. Semua orang tampak heran, terutama ketika melihat sang idola kembali ke tengah panggung dan mengedarkan pandangannya ke segala arah.Jantung Puspa berdetak sangat kencang, tangannya mengep

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 159

    "Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Fajar ketika melihat Puspa melamun sepanjang perjalanan. "Kalau kamu tidak keberatan, cerita saja denganku."Puspa tampak ragu, tetapi akhirnya menghela napas. "Entahlah, aku hanya ... hanya sedang memikirkan ibuku. Sampai sekarang kami tidak berkabar satu sama lain. Aku tidak tau dia dimana dan bagaimana keadaannya." Puspa akui ia merasa marah pada ibunya. Tetapi sekarang sudah reda, justru digantikan dengan rasa khawatir, karena ia tidak tahu bagaimana keadaan ibunya. Ia khawatir sesuatu terjadi padanya, mengingat bagaimana sifat licik dan jahatnya Zara."Kita akan segera bertemu dengannya. Tetapi sekarang, kamu fokuslah untuk acaramu sebentar lagi. Aku dengar dari tim yang berada di lokasi, penggemarmu yang datang tidak main-main. Mereka memenuhi semua kursi, bahkan ada yang rela berada di luar pembatas dan berdiri disana hanya untuk melihatmu.""Maaf," Puspa merasa kecewa pada dirinya sendiri. Ia harus menyadari posisinya saat ini. Ia sudah m

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 158

    Untunglah, Puspa tidak kehabisan akal. Ia dengan sekuat tenaga mengarahkan tangannya ke selangkangan Anton dan meremas benda itu dengan kekuatan penuh. Anton sontak berteriak kesakitan dan mundur beberapa langkah. Puspa pun memanfaatkan kesempatan yang ada dan berlari sekuat tenaga, mencoba menghindari Anton yang berusaha mengikutinya dengan pistol hitam di tangannya. Dia berharap bisa menemukan tempat bersembunyi atau bantuan dari orang lain, tetapi jalanan sepi dan redup. Anton semakin mendekat, dan Puspa merasakan nafasnya terengah-engah. Dia tahu dia tidak akan bisa bertahan lama. Dia hanya berharap Fajar dan para polisi segera datang membantunya.Tiba-tiba, Anton menarik pelatuk dan sebuah peluru bersiul di udara. Puspa menjerit dan terjatuh, merasa darah mengucur dari lengannya. Dia melihat Anton tersenyum sinis dan mendekatinya dengan langkah pasti. Pistol hitam itu kini menempel di dahi Puspa, dan dia merasakan keringat dingin membasahi wajahnya. Dia menutup mata, menunggu det

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 157

    Setelah semua kentang pesanan itu dimasukkan, mobil melaju menuju desa sebelah. Puspa deg-degan setengah mati, terutama ketika mobil mulai memasuki area jalanan sepi yang di kanan dan kirinya hanya ada pohon jati. Ini adalah daerah perbatasan desa, setelah melewati jalanan ini mereka akan sampai di tempat tujuan. Puspa sesekali melirik ke belakang, berharap melihat ada kendaraan lain. Sayangnya, hanya ada mereka di sana, jalanan begitu sepi, tidak ada kendaraan sama sekali kecuali mobil yang mereka tumpangi. Puspa menelan ludah, bersiap-siap memberi perlawanan sekuat tenaga apabila Anton tiba-tiba menyerangnya. Terutama karena dia tidak melihat ada pihak polisi yang memantau sama sekali. Ia bahkan tidak yakin mereka ada di belakang sana untuk menjaganya. "Kenapa Mbak?" Tanya Anton ketika melihat Puspa gelisah. Puspa tersentak dan menyadari kebodohannya. Ia baru menyadari gelagatnya yang terlalu kentara akibat rasa takut berlebihan dalam hatinya. "Enggak ada," Puspa tersenyum kaku,

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 156

    Puspa dan kedua orangtua Fajar bergegas ke kantor polisi. Mobil hitam itu melesat kencang menuju kantor polisi terdekat. Mereka hanya bisa berharap pihak kepolisian bisa dengan mudah membantu rencana mereka."Ada yang bisa kami bantu?" Tanya salah seorang polisi kepada ketiga orang itu.Puspa mengangguk, "Ini sangat mendesak. Saya harap bapak mau mendengarkan."Pak polisi mengangguk, kemudian mendengarkan dengan seksama laporan dari ketiga orang di depannya. Begitu mereka selesai menjelaskan, ia terkejut. Terutama ketika ia mendengar rekaman yang baru saja di putar."Apa rekaman ini asli?" Tanya polisi itu.Kali ini, ibu fajar mengangguk. Ia langsung menjelaskan secara lebih rinci tentang permasalahan yang mereka hadapi. Sementara itu, Puspa merasa semakin gelisah. Telapak tangannya berkeringat, pikirannya kacau. Berada di kantor polisi tidak membuatnya merasa tenang sama sekali.Ia takut hal ini akan membawa keluarga Fajar berada dalam masalah. Tetapi masalahnya, ia juga tidak yakin

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 155

    Setelah Anton kembali, Fajar berbasa-basi sejenak, kemudian berpamitan dan langsung pergi ke studio untuk berdiskusi dengan Puspa."Apa? Kenapa?" Puspa kebingungan ketika Fajar tiba-tiba datang dengan ekspresi aneh. Dia langsung menutup pintu rapat-rapat dan membawa Puspa duduk di atas sofa.Fajar terdiam sejenak, terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. "Itu ...""Apa? Apa yang itu?" Puspa mengerutkan kening."Ada hal penting yang harus aku katakan. Tapi ... ""Jangan buat aku penasaran!" Puspa yang tidak tahan, reflek memukul pundak Fajar.Fajar langsung duduk tegap, kemudian agak takut melihat ekspresi yang dipasang oleh Puspa saat ini. Setelah menarik napas panjang, ia akhirnya berani membuka mulutnya."Aku tidak yakin bisa mengatakannya, sebaiknya kamu mendengarnya secara langsung." Fajar langsung memasangkan earphone ke telinga Puspa dan memutar rekaman yang baru saja ia dapatkan.Puspa awalnya bingung, karena tidak ada suara apapun selama beberapa saat. Itu karena Fajar sedang m

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 154

    "Aku sudah curiga sejak awal, tapi masih terasa sakit mendengarnya langsung dari orang lain." Puspa mengusap air mata di pipinya. Dia masih tidak menyangka jika sang ibu tega melakukan hal jahat demi uang."Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apalagi ibumu bukan ibu kandung, kan? Bukan maksudku menjelek-jelekkan ibumu. Tetapi itu mungkin karena kalian berdua tidak memiliki ikatan darah."Puspa tidak setuju, "Seharusnya lebih daripada itu. Jika memang hanya karena alasan hubungan darah, sejak kecil aku tidak mungkin mendapat kasih sayang darinya. Ini pasti ada alasan lain mengapa Ibuk mau bekerja sama dengan Zara. Mungkin Zara mengancamnya.""Mengancam dengan apa?" Tanya Fajar penasaran.Puspa menggeleng, "Aku juga belum tahu, tetapi akan segera aku caritahu kebenarannya.""Tetapi kamu akan sibuk akhir-akhir ini. Bagaimana mungkin kamu punya waktu untuk menyelidiki sesuatu yang jauh disana?""Entahlah," Puspa tertawa, "Aku yakin pasti ada jalan jika memang takdirku mengatakan ha

DMCA.com Protection Status