Part 10 arti bahagia.
Angga begitu bahagia pagi ini, semalam matanya sulit terpejam, dia rindu dan juga ingin bertemu dengan gadis pujaan yang selalu terbayang di pelupuk matanya. Hingga jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
*Hai, Mas Angga! Bagaimana kabarmu? Maaf, aku baru bisa mengirim pesan kepadamu*
Angga sendAngga sudah bisa menduga siapa yang mengirim pesan kepadanya. Hatinya senang luar biasa. Diapun segera membalas.
*Kabar baik cantik,*
Nana sayang send.Didalam kamar, Feesa yang menyamar sebagai Nana tersipu malu. Beginikah rasanya punya selingkuhan. Membatin sambil menggigit bibir bawahnya. Satu detik berikutnya, muncul notifikasi baru.*Kamu sendiri, apa kabar? Katanya cinta, tapi kenapa lama hubunginya?* Emoji ngambek.
Nana sayang send*Aku juga merasa kurang baik, karena merindukanmu. Maaf! Aku sedikit sibuk belakangan ini. Tapi lain kali, aku akan lebih memperhati
Part 11Sejak bertemu dengan gadis yang bernama Nana, entah mengapa hatiku semakin tidak menentu. Rindu yang menggebu kadang membuatku uring-uringan. Terlebih lagi, Nana lumayan sulit untuk aku hubungi. Hanya di waktu tertentu saja nomernya aktif, sedangkan wajah cantiknya yang bagaikan bulan purnama, selalu menghantuiku setiap saat.Terpaksa aku menceritakan semuanya kepada Viki. Dia teman selalu ada untukku, juga asisten yang rajin dan giat bekerja. Entah kenapa dia begitu terlihat kesal kali ini. Adakah kesalahan yang aku buat terhadapnya? Entahlah. Memang aku akui, aku adalah pria beristri. Tapi bukan begitu yang sebenarnya. Hatiku sulit sekali menerima keberadaan Feesa. Meski sebenarnya aku sudah tergantung kepadanya. Mulai dari menyiapkan baju dan semua keperluanku sehari-hari, makan ataupun minum. Bahkan kerap kali dia memperhatikan diriku melalui pesan singkat WhatsApp meski tidak pernah aku balas. Jahatkah aku? Kukira tidak! Itu adalah
Part 12 HasratAku begitu bahagia karena hari yang aku tunggu akhirnya telah tiba. Selama beberapa hari belajar make up bersama mama mertua dan seorang ahli make up artis, dengan mudahnya aku bisa membuat wajahku mempesona. Tidak butuh waktu lama untuk mempraktekkan ilmu yang aku pelajari dari mama."Sayang, mungkin dua bulan belakangan ini mama akan jarang datang menemuimu. Mama harus menemani papamu untuk melakukan kegiatan sosial di beberapa daerah. Selain itu, beberapa program kerja yang tidak bisa lagi ditunda. Jadi, selebihnya akan mama serahkan rencana ini sepenuhnya kepadamu. Semoga sukses. Mama berharap, rumah tangga kalian akan baik-baik saja setelah kalian bersatu. Maaf! Jika mungkin ajaran mama ini kurang tepat. Tapi mama tidak bisa membiarkan kalian diam saja tanpa ada yang mulai. Mama tidak ingin ada perceraian diantara kalian." ucap mama saat menemuiku di apartemen."Aku akan berusaha untuk menjaga rumah tanggaku Ma! Terima
Part 13 Aku Cintai"Kau baru saja menyebut nama istrimu itu!" aku pura-pura merajuk, padahal dalam hati sangatlah bahagia. Berharap nama Feesa sudah terlukis di hatinya."Aku membencinya!" Dadaku terasa pilu kembali mendengar kejujurannya. "Pernikahan tanpa cinta dan bahkan hanya kebencian yang aku rasakan. Pernikahan yang sangat menyakiti harga diriku. Orang-orang menghinaku tanpa mau tahu kebenarannya. Dan wanita itu, mengambil semuanya dariku. Kasih sayang orang tuaku, kepercayaan semua orang dan terakhir adalah harta." Aku tidak kuasa mendengar ungkapan hatinya lebih jauh lagi. Kuberanikan diri untuk memeluknya.Terlihat kerapuhan Mas Angga yang tidak bisa menolak keadaan. Adapula kebencian yang dalam untuk Feesa, entah mengapa cintaku membuat diriku melemah. Harusnya aku tidak terperdaya oleh rasa pilu miliknya, namun nyatanya, aku tak tega melihatnya terluka, meski hatiku sendiri pedih karena dibenci oleh seseorang yang seharusnya paling
Part 14 CintaFeesa povApakah Mas Angga lupa, jika aku alergi bunga mawar? Untung ada burkak yang masih menutup wajahku. Sehingga efek alergiku masih terlindungi. Kubuka kasar burkak yang menutup wajahku. Apakah Mas Angga belum juga mengerti akan diriku, atau memang tidak mau mengerti? Entahlah! Dan satu hal yang membuatku lebih sakit. Aku menangis sejak akad pernikahan kedua kami. Mas Angga benar-benar tidak mengingat namaku. Apakah aku memang tidak berarti apa-apa baginya? Semua pikiran baik dan juga buruk membuatku semakin tertekan. Rasanya sungguh sulit untuk mengerti karakter Mas Angga, bagiku semuanya samar dan tidak tersentuh.Segera ku hapus air mata sia-sia yang tanpa ku minta selalu tumpah. "Jangan cengeng Feesa" hiburku pada diri sendiri. Malam ini adalah malam yang selama ini aku tunggu-tunggu, tapi mengapa rasa sakit dan bahagia ini seakan membuat tubuhku lesu. Tidak! Aku harus menciptakan kenangan manis sebelum benar-benar pergi nantinya. Ak
Part 15 IstriAngga POVDua bulan lamanya aku menjalin hubungan dengan seorang wanita yang bernama Nana. Kami memang jarang bertemu, mungkin hanya satu minggu sekali ketika hari libur, atau saat dia mengambil cuti. Entah apa pekerjaannya aku sendiri tidak begitu tahu, kami hanya bertemu sehari dalam keadaan rindu dan dimabuk cinta sehingga lupa untuk sekedar membahas hal tidak berguna lainnya. Dan bodohnya aku yang sama sekali tidak mempermasalahkan semuanya. Kuletakkan ponsel milikku setelah berkabar dengan istri siriku itu. Bunga-bunga terasa bermekaran di sekitarku, tak bosan kuulas senyum menawan saat mengingat percintaan kita yang terbilang cukup singkat.Kenangan kebersamaan kami selalu membekas di hati, tingkahnya yang manja dan lembut, selalu mengubah duniaku yang tanpa warna. Aku teringat dua hari lalu, saat kami sedang menghabiskan waktu bersama di apartemen miliknya. Ya, apartemen paling mewah yang dimiliki oleh istri siriku ini. Seh
Part 16 Keputusan"Sebaiknya jangan ambil keputusan dengan gegabah Nak! Feesa akan semakin terluka karena mu. Terlihat sekali jika selama ini dia sangat mencintai dirimu. Jangan sampai kau sesali nanti di kemudian hari. Ingatlah hal ini baik-baik, jangan mudah berjanji saat kau bahagia, dan jangan memutuskan sesuatu saat dirimu dipenuhi oleh amarah." ucap Papa. Tapi jalan pikiranku berkata lain. Inilah saat yang tepat untuk melepaskan Feesa dan menempatkan Nana sebagai Nyonya rumah. Pikiranku rasanya sudah mantap."Maka dari itu, Aku ingin agar Feesa bisa meneruskan hidupnya tanpa tekanan dariku. Tanpa dihalangi lagi oleh ikatan yang sama sekali tidak kami inginkan." aku mencoba memberi pengertian kepada Papa."Baiklah kalau itu keputusanmu. Papa juga yakin Feesa akan segera mendapatkan pengganti dirimu yang lebih tampan dan jauh lebih muda darimu. Lagian, pria mana yang tidak mau menjadikan dia istrinya, secara dia akan menjadi janda muda yang kaya
Part 17 "Ternyata Kau pria yang cerdas!" "Tidak usah banyak memuji, cepat katakan kenapa kau bisa melakukan hal sekeji itu kepadaku?" Aliran darahku rasanya semakin mendidih. Raga adalah sahabat baikku di masa lalu. Tapi hubungan kami berakhir sejak gadis yang bernama Zalina muncul di antara kami berdua. Rasa cinta yang dimiliki Raga membuat kami bertengkar hebat. "Kejadian lima tahun yang lalu, kita telah di adu domba olehnya!" Raga buka suara pada akhirnya. Aku masih menahan kesal. Raga masih saja berbelit-belit. "Aku sudah tahu!" ketusku yang memang sudah tahu. Teringat kejadian lima tahun lalu, kami bertengkar hebat dengan luka di sekujur tubuh. Raga dan diriku bagaikan anak kecil yang berebut mainan. Hanya karena sebuah kesalahpahaman. "Maafkan aku, Angga. Karena cinta buta, kita sampai menjauh satu dengan lainnya." Aku menatap wajah Raga yang terlihat sendu, aku bisa mengenali arti tatapannya
Part 18Feesa POV"Ibu Feesa, ini dokumen terakhir. Silahkan di periksa." Dialah sekretaris terbaikku, kakak perempuan dari Saroh bernama Delina."Kerja yang bagus. Aku berterima kasih pada Kak Delina. Selama ini Kakak bekerja begitu rajin sehingga restoran ini maju pesat," Delina tersenyum menanggapi. Dia menggeser kursi lalu duduk di hadapanku. Aku mulai meneliti semua angka dan huruf yang tertera di sana."Sepertinya kau lupa siapa diriku ini," ketus Delina. Dari reaksi tubuh dan juga caranya bicara aku menduga dia tengah kesal padaku dalam artian mengingatkan. Kami sangat dekat hingga layaknya saudara kandung. Jadi sudah dipastikan tidak perlu ada ucapan terima kasih. Begitulah yang tersirat. Aku hanya tersenyum menanggapinya kemudian fokus pada berkas yang aku pegang."Bagus! Sesuai dengan apa yang aku inginkan!" ucapku seraya menyerahkan kembali berkas yang beberapa menit lalu aku kuasai."Syukurlah, tid
"Angga, dimana Feesa? Kenapa sejak tadi mama hubungi tidak juga dijawab? Apakah dia sama kamu?" Selalu saja yang ditanyakan adalah menantu kesayangan itu. Posisiku tergeser sejak kedatangan perempuan bernama Feesa. Aku hanya menjawab"Ya" "Ajak dia makan malam di rumah ya. Besok kita berangkat sama-sama ke pesantren." "Ya!" jawabku lagi. Sambil terus mengawasi Feesa tengah asyik bersama seorang pria. Tunggu, aku seperti mengenal postur tubuh itu, siapa ya. Lihatlah bagaimana cara mereka berbincang gestur tubuh mereka bergetar pasti obrolan yang menyenangkan. Aku ngedumel sendiri. Sambil mendengarkan celotehan mama yang semakin membuatku panas dalam. Beruntung mama menyudahi panggilan. Tunggu! Feesa juga sudah menghilang dari sana. Kemana dia?"Lagi cari siapa, Mas?"Nyawaku hampir saja hilang dari raga. Dia tiba-tiba muncul di belakangku seperti hantu. Aku pun bertanya sejak kapan dia di sana. Lihatlah wajah polos tak bersalah itu. Dia masih saja bawa kresek. Apa itu makanan untu
"Kemana perginya mereka?" gumam Angga menelusuri lorong rumah sakit hingga sampai bagian depan. Melewati resepsionis begitu saja setelah mengedarkan pandangan. Tidak ada tanda apapun yang menunjukkan bahwa orang dicarinya berada di sana. Angga membawa langkah kakinya menuju parkiran. Sebuah kendaraan berwarna merah menyakinkan hatinya bahwa yang dicari masih berada di area rumah sakit.Rumah sakit ini terdiri dari tiga bagian. Pertama paling selatan adalah ruang IGD, ruang pendaftaran juga beberapa ruang pemeriksaan yang tiap ruangnya di tempati oleh dokter spesialis di bidangnya. Bagian tengah adalah apotik dan laboratorium. Sedangkan bagian Utara sedikit menjorok lebih jauh. Sekitar seratus meter dari jalan raya adalah kamar-kamar pasien rawat jalan. Kini Angga mencari ke arah berlawanan. Menuju masjid. Bangunannya berada tepat di samping rumah sakit. Melewati halaman yang lebih luas daripada halaman sebelumnya. Entah kenapa hatinya tiba-tiba menghangat kala melihat senyum menawan
Author POV "Tolong teman saya, Sus! Dia mengalami kecelakaan!" Seorang pria berseragam putih begitu sigap mengambil bangsal darurat. Bersama Angga dia memindahkan Raga. Setelahnya hanya kesibukan para perawat yang saling berkejaran dengan waktu."Kau harus kuat, Ga!" kata Angga berulang kali dalam kecemasan. Tidak peduli apakah didengar Raga ataupun tidak. Biar bagaimanapun mereka pernah melewati hari yang menggembirakan bersama. Angga mengingat momen yang pernah mereka lewati dengan suka dan duka. Mereka pernah sangat akur hingga mengerti kepribadian satu sama lain."Bagaimana kau akan bersaing denganku jika belum bertarung saja kau sudah kalah?" Tertawa sumbang. Segera dia hapus air mata yang hampir saja jatuh. Gengsi jika Raga melihatnya. Ruang UGD telah dibuka seluruhnya. Anggga menghentikan seseorang berpakaian biru petang lengkap dengan penutup kepala. Kebiasaan di rumah sakit sana jika beberapa dokter ahli bedah mengenakan pakaian itu."Dokter! Selamatkan teman saya. Lakuka
"Kamu baru datang dan ingin pergi lagi?" tanya Nana sambil bergelayut manja di lenganku. "Mau bagaimana lagi, Sayang. Pekerjaan ini juga sangat penting." Aku beberapa kali mendapat telepon dari ayah mertua. Meski aku tidak terlalu akur dengan anaknya, tapi aku juga masih punya akhlak untuk tetap hormat padanya. Lagipula, entah apa yang yang terjadi, kali ini aku tidak ada keinginan untuk berlama-lama bersama Nana. Di pikiranku selalu ada Feesa. Ada rasa bersalah dan juga rasa yang aku sendiri tidak mengerti. Selain hal itu, aku harus memastikan bahwa Feesa benar-benar ada di rumah atau tidak. Ku akui keduanya memiliki paras yang sama-sama cantik. Hanya saja, Nana suka dandan dengan make up tebal. Dan Feesa...ah, kenapa juga aku mengingat dirinya. Kecurigaan ini pun semakin membuatku dirundung rasa penasaran yang dalam. Aku bahagia bersama Nana. Tapi, untuk kali ini kenapa aku merasa bersama Feesa? Sungguh perasaan yang membuatku dilema. Apakah karena rasa bersalah membuatku terus
POV Angga. Sungguh lelah rasa batin ini menunggu pertemuan yang menurutku sangatlah lama. Membuang waktu saja. Tuan Gibran Candra bahkan sangat arogan hingga meninggalkan meeting di tengah jalan. Tuan Gibran lebih memilih break ketika suara adzan berkumandang. Mau tidak mau aku ikut juga dengannya ke musholla yang berada di lantai bawah. "Aku senang bisa bekerjasama dengan orang yang selalu mengingat Tuhannya." Ucap Tuan Gibran yang aku sangkakan bahwa perkataannya hanya untuk memuji tentang adanya musholla di antara gedung perkantoran ini. Dan mungkin saja dia berpikir jika atasan dari gedung ini, yaitu diriku, pastilah ahli ibadah.Padahal, musholla itu sudah ada sebelum aku yang menjabat sebagai Presdir. Tentu saja papa lah yang mengatur semuanya atau bisa jadi malahan kakek."Saya bukanlah ahli ibadah seperti yang Tuan kira!" jawabku sambil tersenyum. Aku melihat wajah teduh Tuan Gibran yang nampak bercahaya dalam basuhan air wudhu. Umur dan wajahnya sangatlah tidak sinkron. Bel
Ingat Istri Angga POV "Bos, pagi ini kita akan kedatangan klien penting dari PT Pesona Maya. Dan kabar baiknya adalah. Tuan Gibran Candra yang akan meeting dengan kita nanti siang" Viki dan Viona menjemput pagiku dengan wajah sangat sumringah. Berbeda denganku yang sebenarnya sangatlah tidak ada mood. Nana telah menghilang entah kemana. Sejak pertemuan kita di minggu terakhir yang lalu, dia sama sekali tidak ada kabar lagi. Dan istriku Feesa. Kenapa aku baru menyadari bahwa dia memiliki wajah yang mirip dengan Nana? Aku mencoba beberapa kali menghubungi Nana. Nihil. Bahkan pesanku pun tidak kunjung dia balas. "Bos, bagaimana? Apa tidak sebaiknya kita bersiap mulai sekarang? Aku banyak mendengar jika Tuan Gibran sangat sulit untuk didekati. Tapi kali ini, beliu sendiri yang berkenan hadir menemui kita. Ini adalah suatu keberuntungan." "Itu benar, Bos. Tuan Murad yang menelepon beberapa menit yang lalu. Beliau mengatakan jika Tuan Gibran akan datang secara langsung guna membica
"Aku ingin bertemu denganmu tapi tidak mungkin!" tangisku semakin pecah. Bahkan aku mulai sesenggukan. Entah kenapa rasanya begitu sulit berpura-pura."Apa hanya itu?" Sepertinya Saroh tidak percaya padaku.Kuusap sekali lagi pipiku yang basah. Mencoba mengatur nafas beberapa kali dan dengan susah payah akhirnya bisa menguasai diri kembali."Aku hanya merindukanmu. Kenapa kau tidak percaya padaku?" kataku di sertai senyuman."Masak!""Kau ini! Apa aku terlihat berbohong?" rajukku dengan menggerakkan mulut seperti bebek."Entahlah!Aku juga heran kenapa kali ini aku kurang percaya padamu.""Tentang?""Semuanya! Terlebih lagi tentang pernikahanmu. Aku tidak pernah melihat suamimu satu kali pun."Seketika tubuhku menegang. Kali ini aku benar-benar merasa telah melakukan kesalahan dengan menerima panggilan video dari Saroh di rumah. "Itu...a aku.""Mana suamimu?" Belum kelar aku menemukan sebuah alasan, Saroh kembali membuatku panik dengan pertanyaannya."Di- Di- dia sedang istirahat!""
Part 21 Feesa POV Mungkin angin telah berubah haluan musim hujan sudah mulai menyapa. Bergilir angin sepoi-sepoi berganti arah. Semilirnya menyejukkan hati yang semula terasa kering. Mungkin aku sudah bisa berharap pada pernikahan ini. Mas Angga sepertinya sudah mulai bicara kepadaku. Meski justru hal itu menimbulkan banyak pertanyaan di benakku. Ada apa gerangan? Mengapa tiba-tiba saja Mas Angga baik padaku? "Astaghfirullah! Seharusnya aku bersyukur dengan keadaan ini," gumamku sambil mengusap seluruh wajah. Kini aku duduk di sofa bawah jendela kamar. Dari lantai dua rumah ini, rembulan terlihat terang benderang hingga cahayanya masuk dan menembus kulit. Korden jendela sengaja tidak aku tutup. Sebuah note kecil berwarna hitam menarik perhatianku. Aku ingat benar semua rencana hidup telah kususun rapi selama satu tahun bersama Saroh. Dan bulan ini, ada satu hal yang harusnya aku lakukan bersama Satoh. Rencana untuk menyusul Saroh ke Jakarta. Sepertinya hal itu harus aku kuburkan
"Bolehkah saya ikut gabung dengan kalian?" Tanpa sungkan orang itupun duduk diantara mertua dan menantu."Apa kabar, Tante?" Senyum secerah matahari terbit tercetak jelas di bibir Zalina. Wanita yang penuh kepalsuan. "Lama kita tidak jumpa." Jika dilihat dari gerakan tubuhnya, Zalina terkesan ingin memeluk Lina, namun dengan gerakan tangan Lina menolak mentah-mentah."Cukup!" Feesa tidak mengenal siapa wanita yang baru saja bergabung, hanya diam mengamati interaksi keduanya. Dia hanya menilai jika wajah Lina berubah suram semenjak kedatangan wanita yang baru saja duduk diantara mereka. Seperti ada kebencian yang tersirat."Pelayan, saya pesan makanan dan minuman yang sama dengan mereka berdua ini!" "Tidakkah kau merasa canggung duduk bersama orang asing?" ketus Lina. "Ah! Iya, aku lupa jika kau bahkan tidak punya rasa malu. Nona Zalina Penggoda." Lina tersenyum mengejek ala kelas atas. Bahasa tubuhnya terkesan anggun nan elegan namun kata-katanya menyakitkan.Feesa berpikir jika wan