“Kalian pulang aja. Udah ada Mama kan di sini.” Rhea berusaha merayu anak dan menantu barunya untuk pulang.Aileen menggeleng cepat. Mana bisa ia pulang, membiarkan mamanya sendiri di rumah sakit menunggui sang papa. “Aku di sini aja, Ma. Nanti kalo Mama butuh apa-apa gimana?”“Nggak, udah kamu pulang aja.”Aileen tetap menggeleng.“Kita di sini aja, Ma. Masa Mama sendirian di sini.” Gama membantu Aileen yang terus didesak mamanya untuk pulang.Rhea hanya bisa menghela napas karena gagal menyuruh Aileen dan Gama untuk pulang.“Mama bilang apa ke Ervin sama Yara?” tanya Aileen mengalihkan pembicaraan.“Mau staycation sama Papa beberapa hari.”“Ih, bisaan banget!” Aileen menggelengkan kepala karena terkejut mamanya bisa berbohong seperti itu. “Mereka percaya?”“Percayalah. Kan memang lagi musimnya staycation di hotel gitu.”Aileen merotasikan kedua bola matanya dengan malas. Untuk apa kedua orang tuanya staycation di hotel yang mereka miliki sendiri?“Trus kamu mau tidur di mana kalo ik
“Aku mau mandi dulu, gatel.” Aileen berusaha tegas bicara meskipun ia sendiri bisa menangkap getaran dalam nada suaranya.Tangan Gama yang hampir berhasil meraih pinggang Aileen berakhir memeluk angin. Namun, ia sama sekali tidak marah. Justru Gama terkekeh geli melihat Aileen yang buru-buru berjalan menuju koper untuk mengambil baju ganti. “Lucu banget sih.”“Leen.”Aileen menhentikan langkah saat baru selangkah masuk ke kemar mandi. “Apa?”“Kamar mandinya luas nggak?”“Hm?” Aileen mengedarkan pandangannya ke dalam kamar mandi yang baru pertama kali ia masuki. “Luas kok, nyaman juga.”“Mau mandi berdua aja nggak?”“Nggak!” Aileen menggelengkan kepala, tergesa masuk ke dalam kamar mandi sebelum Gama bertindak aneh.Sambil menggumam sendiri, Aileen menyalakan shower dan mulai memasahi tubuhnya. Kenapa Gama jadi semakin mesum sejak menikah? Apa memang sebelumnya seperti itu, tetapi ia baru tahu? Banyak hal lain yang menggganggu pikirannya, sampai-sampai Aileen mengabaikan bath tub yang
"Eh, penganten baru udah balik honeymoon. Ada oleh-oleh nggak, Kak?” Yara baru pulang dari site visit saat menemukan kakak dan kakak iparnya di ruang keluarga, tengah mengobrol dengan kedua orang tua mereka.“Kakak belom bongkar koper. Besok deh Kakak kirim ke rumah.” Aileen memang langsung memilih datang ke rumah orang tuanya setelah meletakkan koper di apartemen. Ia sudah sekhawatir itu dan ingin tahu perkembangan kondisi papanya.Rhea dan Naren melirik Aileen dengan penuh makna. Mereka tidak ingin Aileen membocorkan rahasia mereka ke Yara dan Ervin yang tidak tahu apa-apa. Beberapa hari belakangan, Rhea sudah berhasil mengelabui Ervin dan Yara, jadi jangan sampai usahanya gagal.“Nggak penting masalah oleh-oleh, Dek. Yang penting itu … ada tanda-tanda kita dapet keponakan nggak?” Ervin tersenyum tengil kepada kakaknya yang memasang tampang galak.“Ih apa deh, itu mah urusan Kak Aileen, mau sekarang, mau nanti. Nggak boleh kayak orang julid, Kak,” tegur Yara. Ia tahu sendiri bagaima
Gama membuka pintu unit apartemennya dan tersenyum ketika melihat sepatu Aileen—yang dikenakan wanita itu tadi pagi—telah berada di depan credenza. Tanpa berniat memanggil Aileen, Gama melangkahkan kakinya lebih jauh ke dalam unitnya untuk mencari keberadaan Aileen.Tidak ada Aileen baik di ruang tamu ataupun di dapur, karena itu Gama menuju ke kamar mereka. Pintu yang sedikit terbuka membuat Gama yakin kalau Aileen ada di dalam kamar. Gama berniat mengagetkan Aileen, tetapi terpaksa mengurungkan niatnya karena melihat apa yang tengah dilakukan istrinya.Setelah mengamati hampir lima menit, Gama tidak tahan lagi untuk bertanya. “Sejak kapan istriku stalking mantan pacarnya?”Aileen yang sejak tadi sibuk memerhatikan rekaman CCTV dari laptopnya, buru-buru menutup laptopnya dan menoleh ke asal suara. “Gam, udah pulang?”Gama hanya menatap Aileen, seakan menuntut jawaban.“Aku cuma ngecek rekaman CCTV kantor,” kilah Aileen. Ia yakin, Gama pasti merasakan keanehan karena menemukannya seda
"Kamu ngerasa nggak sih, Gam, kalo dia terlalu sering muncul di depan kita? Atau ... di depan kamu?" Gama yang baru meletakkan sandalnya di rak dekat pintu, langsung bergegas mengejar Aileen yang sudah lebih dulu masuk kamar. Aileen tidak mengatakan apa-apa selama mereka makan malam, jadi Gama pun tidak menceritakan pertemuannya dengan Arabella di depan kasir karena berpikir Aileen tidak melihat dan menurutnya juga tidak cukup penting untuk diceritakan. "Leen." Gama menemukan istrinya berada di dalam kamar mandi saat ia masuk kamar. Pintu kamar mandi yang tidak sepenuhnya tertutup membuat Gama yakin kalau Aileen tidak sedang melakukan aktivitas yang cukup pribadi. Karena itu, ia masuk ke dalam kamar mandi, mengikuti Aileen. Aileen hanya mendongak sebentar dan meneruskan apa yang tadi dilakukannya—cuci muka dan sikat gigi. Gama pun mengambil sikat giginya, menggeser Aileen sedikit dengan bahunya, agar ia juga bisa mendapat bagian wastafel. Meskipun Aileen tidak menutupi geraman kes
“Di gedung ini?” Gama memperhatikan sekali lagi. Itu bukan gedung tempat Aileen bekerja. Memang masih berada di komplek gedung yang sama dengan kantor utama Candra Group, tapi aneh saja rasanya menurunkan Aileen di gedung lain tanpa ia tahu apa tujuan istrinya pagi-pagi berkunjung ke gedung lain.“Iya, kenapa emangnya?”“Ngapain ke sini dulu?”Aileen mengulum senyum, berusaha mengisengi Gama di pagi itu. “Aku ada janji.”“Janji sama?”“Someone. Berondong. Orangnya lumayan dingin tapi sama aku kayaknya nurut.”“Siapa sih?”“GM jaringan hotelnya Candra Group.”Gama memejamkan mata. Kalau begini, lama-lama ia bisa minta jabatan juga di perusahaan keluarga ibunya. Produser mungkin memang profesi yang tidak cukup mentereng bila dibanding general manager apalagi Direktur dan sejenisnya.“Ganteng orangnya?”“Hm? Yaaa ganteng sih. Yara aja luluh sama dia.” Aileen melirik Gama yang kini mengernyitkan kening. “Adam, Gam. Aku mau ketemu Adam, pacarnya Yara.”“Oh, dia GM di Candra Group?”“Bukan
"Done." Gama merenggangkan otot-ototnya setelah selesai mengerjakan sesuatu yang sangat penting baginya. Sesuatu yang mungkin bisa mengubah jalan hidup dan jalan percintaannya.Buru-buru ia menghubungi Aileen yang hari itu menolak diantar jemput karena mobilitasnya yang cukup tinggi."Dear, udah pulang?""Masih di basement. Baru kelar markir mobil. Abis ini aku mau pesen makan malam. Kamu mau makan malam apa?" Aileen menjepit ponsel di telinganya sembari tangannya sibuk mencari kartu akses."Kamu."Aileen yang baru saja masuk ke dalam lift, sontak memutar kedua bola matanya. "Sejak kapan kamu jadi kanibal?"Terdengar suara kekehan di seberang sambungan telepon, membuat Aileen makin ingin segera tiba di unit mereka. Ia malas mendengar ucapan-ucapan aneh dari Gama apalagi jika nanti banyak orang masuk ke lift dari lobby apartemen."Leen, aku share file di gdrive ya. Kamu cek dulu. Aku tunggu hadiahnya. Bentar lagi aku jalan pulang.""Hah? Hadiah?""Cek dulu aja file yang aku share.""Ok
"Kamu tau kan kalo aku udah jatuh cinta sama kamu?" Pertanyaan Gama itu membuat Aileen kebingungan untuk menjawab. Rasanya bahkan lebih membingungkan daripada saat ia menjalani fit and proper test untuk menjadi Direktur Legal. "I love you. Kalo ada cewek yang nggak mau keluar dari pikiranku, itu kamu, Leen." "Tapi kita—" Aileen tidak ingin mempercayai pengakuan Gama, tapi ia belum pernah ditatap seorang pria dengan tatapan seperti yang Gama berikan saat ini. Tanpa sadar ia mulai goyah. "Apa sesusah itu buat jatuh cinta sama aku? Apa masih nama Bara yang ada di hatimu?" Aileen menggeleng cepat. Nama Bara sudah ia hapus sejak melihat Bara bergumul dengan Erika di sofa apartemen mereka. Namun, untuk jatuh cinta pada orang baru, Aileen sepertinya masih takut. Atau tidak? Jangan-jangan selama ini dia hanya mempertahankan gengsinya agar tidak takluk pada Gama. Jangan-jangan dia hanya— Ah! Persetan! Aileen mulai menepis pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalanya. Tangannya lanta
"Kamu serius?" Gama mengernyitkan kening setelah mendengar permintaan Aileen sore itu. Aileen mengangguk dengan wajah penuh harapnya. "Kenapa tiba-tiba?" Gama masih belum bisa menghilangkan rasa herannya. Meski memang sejak ada seorang putri menggemaskan di tengah-tengah mereka, Aileen jadi lebih lembut dan … hopeless romantic—kalau bisa Gama simpulkan dengan sebuah frasa. Dan Gama tidak pernah keberatan menghujani Aileen dengan keromantisan seperti yang diinginkan Aileen. "Pengen aja, Gam. Nggak mau ya?" Aileen tidak sadar kalau ia memperlihatkan rasa kecewanya karena Gama seakan menolak ajakannya. "Bukan nggak mau. Tapi semuanya pasti udah beda. Nggak bakal sama kayak dulu. Udah puluhan tahun kan." "Ya nggak apa-apa. Sekalian olahraga. Ya?" rengek Aileen. "Jarak segitu mana bisa disebut olahraga, Cinta. Kalau dulu aja kita kuat apalagi sekarang." "Tapi kan—” Aileen langsung terdiam saat Gama berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri. Ia akhirnya bisa terseny
“Kakek juga punya villa di Bandung, ngapain kita nginep di hotel?” Aileen mengerucutkan bibir kala mobil yang dikendarai sopir berhenti di depan sebuah hotel. Ya meskipun ia juga salah satu bisnis di bawah jaringan Candra Group, tetap saja ia lebih nyaman jika menginap di villa kakeknya. “Villanya Kakek lagi direnov kata Mama.” “Hah? Renov? Apanya?” “Cuma dirapi-rapiin aja dikit. Nanti kita ke sana kok, Mama minta tolong aku buat sekalian ngelihat hasilnya. Tapi sekarang kamu mesti istirahat dulu. Villa Kakek masih ke atas lagi kan, sekitar satu jam dari sini. Kita udah empat jam di perjalanan. Aku nggak mau kamu kecapekan, jadi kita mesti istirahat dulu.” “Iya kita lama di perjalanan itu karena kamu berkali-kali nyuruh sopir buat pelan-pelan.” “Kan biar Kakak nggak keguncang-guncang.” Aileen mengernyitkan kening. Kadang ia masih bingung dengan panggilan ‘Kakak’ yang disebut Gama. Pasalnya dari kecil pun ia dipanggil ‘Kakak’ oleh semua anggota keluarganya, termasuk mama dan papan
“Aku mau nikahin Aileen lagi.”Tiga orang di hadapan Gama—Ervin, Yara, dan Kemala—menatap Gama dengan bingung.“Maksudku, aku mau … semacam ngulang acara pernikahanku sama Aileen. Akad nikahnya sih nggak. Cuma perayaannya aja,” terang Aileen saat melihat ketiga orang di hadapannya benar-benar terlihat kebingungan. “Bisa bantu aku? Karena aku maunya ini jadi kejutan buat Aileen, aku nggak bisa nanya langsung dia maunya gimana. Kalian sebagai orang terdekat Aileen, pasti pernah dong denger gimana pernikahan impian Aileen.”“Emangnya itu bakal ngobatin sakit hatinya Kak Aileen?” sindir Ervin terang-terangan.“Mungkin nggak. Tapi aku mau mewujudkan pernikahan impian Aileen.”Gama sudah memikirkannya jauh-jauh hari. Mungkin ia tidak bisa mengobati sakit hati Aileen karena kelakuannya dulu yang menjadikan acara pernikahan mereka sebagai ajang balas dendam kepada mantan kekasihnya. Tapi setidaknya, ia ingin Aileen memiliki kenangan tentang acara pernikahan yang pernah Aileen impikan.“Jadi,
“Kak Beta, ini adeknya bisa dibawa pergi nggak? Apaan sih? Ngomong aneh-aneh,” gerutu Aileen. “Kamu pikir aku sejahat apa sampe bisa gugurin anakku …, kalau bener aku hamil. Aku bukan dia.”Gama menutup mulutnya, begitu juga dengan Beta yang entah mengapa merasa tersindir, padahal Aileen tidak berniat menyindir siapa pun. Ia hanya mengungkap fakta.“Kayaknya kalian perlu ngobrol. Aku tinggal ya, Gam. Kopermu nanti biar dianter orang ke rumahmu.” Beta lantas beralih ke Aileen. “Selamat ya, Leen. Jangan lupa cek lagi ke dokter.”Aileen hanya bisa mengangguk sambil menatap kepergian kakak iparnya itu. Ia masih malas melihat Gama yang ada di hadapannya, padahal berminggu-minggu sebelumnya ia benar-benar ingin bertemu dengan Gama.“Mau ke dokter sekarang? Kak Beta ada jadwal praktek jam dua. Tapi kalo kamu mau ke dokter lain, coba … biar aku tanya ke stafku di kantor, ada yang udah punya anak kok. Siapa tau dokter kandungannya bagus. Atau … tanya Mama—”“Gam.” Aileen menggeleng. “Jangan bi
"Gama!""Hm?"Kemala semakin menggeram kesal mendengar gumaman Gama. Jelas kalau Gama baru saja bangun tidur atau bahkan sekarang pun masih memejamkan mata setengah tidur."Lo tau kan kalo Aileen nggak enak badan? Lo tau kan kalo Aileen muntah-muntah?" sentak Kemala."Hm?""Bangun, Gam! Gue perlu ngomong serius sama lo."Aileen menatap kosong kepada Kemala. Ia sedang mengabaikan kenyataan bahwa Kemala sedang menghubungi suaminya karena ada kemyataan lain yang harus ia hadapi.Gama terkesiap. Ia kini benar-benar dalam mode siaga. "Aileen kenapa, Mal? Lo masih sama dia kan?""Udah gila ya lo? Denger istri lagi begitu bukannya pulang? Nggak mampu beli tiket lo? Apa urusan di sana lebih penting daripada istri lo?""Mal, Aileen kenapa?"Kemala masih berusaha menenangkan diri sambil mengatur napasnya. Di otaknya hanya ada sumpah serapah untuk Gama. Karena itu, ia tidak menjawab apa pun yang ditanyakan Gama. Fokusnya adalah mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di kepalanya."Pulang lo pagi
“Kamu mau balik, Kak? Ngapain? Di rumah juga nggak ada orang kan.”“Kangen rumah, Pa,” jawab Aileen sembari ikut duduk di samping papanya dan bergelayut manja di lengan sang Papa.“Kangen rumah apa kangen suami? Belum pulang juga tuh si Gama? Emangnya nggak bisa nyempetin waktunya? Weekend gitu, pulang ke Jakarta sebentar. Cuma Kalimantan loh, bukannya Amerika.”“Masalah di tambang belum selesai, Pa. Kalo dia pulang, malah makin lama di sananya nanti,” jawab Aileen menenangkan sang Papa yang sepertinya mulai kesal.Apa itu artinya Aileen tidak kesal dengan suaminya?Jangan salah! Aileen juga kesal setengah mati karena Gama tidak kunjung pulang setelah satu bulan pergi ke Kalimantan. Kadang ia bahkan curiga kalau Gama memiliki perempuan lain di sana. Namun, sleep call yang mereka lakukan setiap malam tidak menunjukkan hal-hal yang mencurigakan."Ajak Bibi, atau Mbak, atau siapa pun dari sini, Kak. Mama sama Papa nggak tenang kalo kamu sendirian di rumah." Rhea menepuk punggung tangan A
“Dari mana lo yakin dia nggak akan balik lagi?” “Yakinlah, at least untuk sementara.” Kemala mengangguk pasti. “Kontraknya lima tahun. Lama ya tanda tangan kontraknya kalo diitung-itung, hampir satu tahun kan ya, setelah kalian depak dia dulu. Tapi sekarang lo bisa lega kan?” Aileen terkekeh. Memang lebih lama dari yang diperkirakannya. Ia dan Gama juga tidak terlalu mengurus kepindahan Arabella atau apa pun yang berkenaan dengan perempuan itu. Namun, pada akhirnya ada kepastian bahwa Arabella akan berkarir di luar untuk sementara waktu. Meski tidak ada yang namanya kontrak untuk selamanya. Suatu hari nanti, kemungkinan besar Arabella akan kembali lagi. Entah apa yang akan terjadi pada hubungannya dengan Gama ketika hal itu terjadi. Lima tahun lagi, mungkin saja hubungannya dengan Gama jadi lebih erat dengan hadirnya seorang anak. Atau … mungkin juga hubungannya jalan di tempat seperti sekarang karena ia yang masih merasa ragu dengan hubungan rumah tangganya. Ini bukan hanya tenta
“Beneran nggak ada kerjaan urgent?”Aileen mengangguk begitu mendengar pertanyaan Gama yang dilemparkannya berkali-kali sejak suaminya itu memintanya untuk ikut bertemu dengan Adit—suami Beta.“Mas Adit ngebolehin nggak ya kalo aku ngajak Risa ke rumah Ibu?” Gama menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Perceraian Beta dan Adit memang masih dalam proses. Tapi karena Adit juga masih harus bekerja dan Adit tidak ingin Risa terkontaminasi dengan kelakuan buruk Beta, maka Adit membawa Risa ke Semarang untuk diasuh oleh orang tuanya. Itu juga yang sedang diperjuangkan Adit—hak asuh Risa.“Nanti kita coba yakinin, kalau niat kita cuma ngobatin kangennya Ibu, bukan mau ngambil Risa dan bikin Risa jauh dari Mas Adit.”Jam makan siang sudah hampir berakhir ketika Gama memarkirkan mobilnya di area parkir sebuah hotel.“Ayo, Mas Adit udah nunggu di lobby.”Benar seperti yang dikatakan Gama, Adit tengah duduk di sofa yang berada di lobby hotel sembari memangku Risa yang masih berumur dua tahun.“Hai
“Iklan yang itu cancel juga, Ra.”Arabella menatap manajernya dengan tatapan nyalang. “Gimana sih kamu? Gitu aja nggak becus! Udah berapa iklan yang cancel? Berapa acara yang juga cancel? Kamu bisa bayangin nggak seberapa besar kerugianku?”Jemmi menggaruk pelipisnya. Ia juga tidak bisa apa-apa ketika klien artisnya itu satu per satu memutuskan untuk mundur. Bukan ia tidak becus, tapi ia sudah mencoba negosiasi ulang, berkali-kali, tetapi tetap saja klien mereka memutuskan untuk membatalkan kontrak, baik yang sudah ditandatangani, atau bahkan yang masih tawar-menawar.“Turunin rate-ku deh,” ketus Arabella. Ia yakin banyak juga artis di luar sana yang menurunkan rate-nya di masa paceklik seperti dirinya sekarang. Ini bukan lagi perkara ‘yang penting dapur ngebul’. Kalau hanya untuk urusan hidup sehari-hari, tabungannya jauh lebih daripada cukup. Tetapi ini masalah eksistensi di dunia hiburan. Jangan sampai orang-orang lantas lupa ada seorang artis yang bernama Arabella.“Sudah, Ra. Kam