Beranda / Historical / Reinkarnasi Sang Dewa Perang / Mata Kebijaksanaan Athena

Share

Mata Kebijaksanaan Athena

Penulis: Ransti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 08:00:00

Bab 51: Mata Kebijaksanaan Athena

Setelah menyelesaikan latihannya dengan Amaterasu, Arjuna melangkah keluar dari portal bercahaya keemasan. Tubuhnya terasa lebih ringan, namun pikirannya penuh dengan pertanyaan. Cahaya dalam dirinya telah tumbuh lebih kuat, tetapi ia menyadari bahwa setiap dewa memiliki cara berbeda untuk mengajarkan pelajaran hidup.

Portal berikutnya muncul di hadapannya, kali ini memancarkan aura biru kehijauan dengan simbol burung hantu di atasnya. Arjuna menghela napas panjang. "Athena," gumamnya. Ia pernah mendengar cerita tentang Dewi Kebijaksanaan Yunani ini, yang terkenal karena strategi perangnya yang tak tertandingi dan kecerdasannya yang tajam.

Tanpa ragu, ia melangkah masuk ke dalam portal. Seketika, ia disambut oleh pemandangan kota kuno yang megah. Pilar-pilar marmer berdiri tegak, menopang bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dengan arsitektur yang indah. Di tengah kota, terdapat sebuah kuil besar yang
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Cinta, Godaan, dan Kekuatan

    Bab 52: Cinta, Godaan, dan KekuatanSetelah pelatihan keras yang melibatkan strategi dan kebijaksanaan bersama Athena, Arjuna melangkah ke portal berikutnya dengan hati yang penuh harapan, tetapi juga dengan sedikit kelelahan. Setiap latihan memberinya wawasan baru, tetapi juga menguras energinya, baik secara fisik maupun emosional. Saat ini, dia tidak tahu apa yang menantinya, tetapi portal di depannya tampak berbeda dari sebelumnya. Cahaya merah muda keemasan memancar lembut, membentuk pola bunga yang berkilauan.“Apakah ini pertanda pelatihan yang lebih tenang?” gumam Arjuna sembari melangkah masuk. Namun, harapannya akan ketenangan sirna begitu ia menjejakkan kaki di dunia baru yang terasa aneh, penuh misteri, dan... menggoda.**Dunia Aphrodite**Arjuna mendapati dirinya berada di sebuah padang rumput luas yang dipenuhi bunga bermekaran, dengan aroma manis yang memenuhi udara. Langit berwarna lembayung, dan sinar matahari yang redup menciptakan suasana magis. Di kejauhan, ia melih

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Ujian Dingin Sang Dewa Laut

    Bab 53: Ujian Dingin Sang Dewa Laut Portal yang berkilauan biru tua berputar di depan Arjuna, memancarkan aura tenang namun menakutkan. Arjuna menatapnya dengan ragu. Pelatihan bersama Aphrodite sebelumnya terasa seperti badai emosi, dan sekarang ia harus menghadapi sesuatu yang jauh lebih misterius. Nama Poseidon, sang dewa laut, telah lama dikenal dalam legenda. Ia terkenal bukan hanya karena kekuatannya yang luar biasa, tetapi juga karena sifat dinginnya yang tak tergoyahkan. Dengan menarik napas dalam-dalam, Arjuna melangkah ke dalam portal. Dunia Poseidon Arjuna muncul di tengah lautan luas. Namun, ia tidak tenggelam. Permukaan air di bawah kakinya padat, seperti kaca, memantulkan langit kelabu di atas. Ombak besar bergulung di kejauhan, seolah-olah memancarkan kekuatan liar yang tak terkontrol. Di tengah kehampaan itu, sebuah istana megah berdiri menjulang, seluruhnya terbuat dari karang biru berkilauan dan kristal es. Saat Arjuna melangkah mendekat, suara gemuruh terd

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Seni Api dan Baja

    Bab 54: Seni Api dan Baja Arjuna menatap portal di depannya, merasakan hawa panas yang menyengat bahkan sebelum ia melangkah masuk. Setelah pelatihan dingin dan penuh tantangan bersama Poseidon, ia tahu kali ini akan menghadapi sesuatu yang sama sulitnya—atau bahkan lebih. Nama Hephaestus, sang dewa pandai besi dan api, sudah lama dikenal dalam mitologi sebagai sosok jenius yang menciptakan senjata paling dahsyat di dunia para dewa. Namun, legenda juga menyebutkan bahwa Hephaestus adalah pribadi yang keras, tekun, dan sering kali tanpa kompromi. “Baiklah,” gumam Arjuna, menarik napas panjang. “Apa pun yang terjadi, aku harus maju.” Ia melangkah masuk ke portal, dan dunianya langsung berubah. **Kediaman Hephaestus** Arjuna tiba di sebuah dunia yang diselimuti asap dan api. Pegunungan batu vulkanik menjulang di mana-mana, sementara lahar mengalir deras seperti sungai yang tak pernah berhenti. Suara dentingan logam terdengar dari kejauhan, menggema di seluruh tempat seperti melodi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Kehidupan dalam Keheningan

    Bab 55: Kehidupan dalam KeheninganUdara yang pekat dengan bau logam dan panas dari bengkel Hephaestus masih melekat di indra Arjuna ketika ia melangkah keluar dari portal menuju dunia berikutnya. Tubuhnya masih terasa berat, seolah setiap otot memprotes keras pelatihan intensif yang baru saja ia jalani. Namun, pikirannya tidak sempat beristirahat. Pelatihan berikutnya menanti, dan ia tahu tak ada waktu untuk lemah.“Demeter,” gumam Arjuna, mengingat nama dewi yang disebut Hephaestus sebelum melepasnya.Arjuna tidak banyak tahu tentang Demeter, kecuali bahwa ia adalah dewi kesuburan, panen, dan alam. Dibandingkan dengan pelatihannya sebelumnya—yang penuh api, kekerasan, dan tantangan fisik—ia bertanya-tanya seperti apa pelatihan kali ini.Ladang yang Tak BerujungSaat portal di depannya terbuka, Arjuna langsung disambut oleh aroma yang sangat kontras dengan dunia Hephaestus. Di hadapannya terhampar ladang luas yang dipenuhi gandum emas, b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Kegembiraan di Balik Kekacauan

    Bab 56: Kegembiraan di Balik Kekacauan Setelah meninggalkan ladang emas subur Demeter, tubuh Arjuna terasa lebih ringan, tetapi pikirannya jauh dari damai. Perjalanan yang ia tempuh semakin membawa beban, baik fisik maupun emosional. Ia tahu bahwa setiap pelatihan memiliki maksud tersendiri, tetapi ia belum bisa melihat gambaran besar dari semua yang ia lalui. Apakah ini hanya tentang kekuatan? Atau ada pelajaran yang lebih dalam yang harus ia pelajari? Saat ia melangkah melalui portal berikutnya, Arjuna disambut dengan sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sebelumnya. Bau anggur, tawa, dan musik riuh langsung menyerang indranya. Matahari yang terbenam melukis langit dengan warna keemasan dan ungu, sementara di bawahnya terlihat pesta besar yang penuh dengan lampu-lampu berwarna-warni, tenda-tenda megah, dan orang-orang yang tertawa tanpa henti. “Apa ini?” gumam Arjuna, bingung dengan pemandangan di depannya. Sebuah suara

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   keanggunan dan kebijaksanaan Hera

    Bab 57: Keanggunan dan Kebijaksanaan Hera Langit Gunung Olympus tampak seperti sebuah mahakarya seni, dengan warna biru yang membentang tanpa batas, dihiasi awan-awan putih lembut yang melayang perlahan. Di kejauhan, puncak-puncak gunung menjulang seperti penjaga abadi, dan di tengah lanskap yang memukau itu, berdiri sebuah bangunan megah yang memancarkan aura keagungan. Aula Hera. Arjuna berdiri di depan pintu besar aula itu, tubuhnya terasa kecil dibandingkan dengan ukuran bangunan yang menjulang. Ukiran-ukiran pada pintu menggambarkan berbagai kisah mitos, setiap detail memancarkan keindahan seni yang luar biasa. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya setelah pelatihan panjang bersama para dewa sebelumnya. Pintu besar itu terbuka dengan sendirinya, menghasilkan suara lembut namun menggetarkan hati. Arjuna melangkah masuk, dan ia segera disambut oleh suasana yang mencerminkan keanggunan dan ketegasan Hera. Dinding-dinding aula terbuat dari pualam putih, dihia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Kilat Terakhir dari Olympus

    Bab 58: Kilat Terakhir dari Olympus Langit di Olympus bergemuruh, diselimuti awan kelabu yang menggantung rendah seolah bersiap menghantarkan hujan badai. Petir menyambar setiap beberapa detik, menerangi kawasan luas penuh dengan kuil-kuil megah dan pilar-pilar marmer putih. Namun, di tengah kekuatan yang menggetarkan itu, hanya satu sosok yang mendominasi. Zeus. Dewa para dewa Yunani, raja Olympus, berdiri dengan tongkat petir di tangannya. Setiap detak jantungnya seolah menyatu dengan getaran dunia di sekitarnya. Aura kekuasaan yang memancar darinya cukup untuk membuat siapa pun, termasuk dewa-dewa lainnya, menunduk dalam ketakutan atau kekaguman. Namun, di hadapan Zeus, berdiri seorang manusia: Arjuna. Arjuna memandangi Zeus dengan penuh tekad. Ia telah melalui perjalanan panjang dan berat, melatih dirinya dengan para dewa terkuat dalam mitologi yang pernah ia dengar. Namun, kali ini, ia tahu ujian yang akan dihadapinya adalah puncak dari segalanya. “Kau telah belajar dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Latihan terakhir

    Bab 59: Latihan Terakhir Arjuna terjatuh dari langit, tubuhnya berputar dengan cepat di antara awan yang bergulung-gulung. Napasnya tersengal, tubuhnya terasa ringan tetapi pikirannya berat oleh segala hal yang baru saja ia alami. Di bawah sana, tanah semakin jelas terlihat, dan dalam hitungan detik, ia mendarat dengan lembut seperti disentuh oleh tangan tak terlihat. Ia mengedarkan pandangan, dan matanya membelalak ketika mengenali tempat itu. Sebuah ladang yang dipenuhi tanaman padi yang bergoyang pelan diterpa angin. Rumah kayu sederhana berdiri tak jauh dari sana, dan di depannya, seorang pria tua mengenakan kain lurik sedang duduk santai di bawah pohon beringin. “Pak Budi?” suara Arjuna bergetar. Pria itu menoleh, tersenyum dengan wajah yang dipenuhi keriput bijak. “Ah, akhirnya kamu tiba juga, Arjuna. Aku menunggumu cukup lama.” Arjuna berjalan mendekat, napasnya tertahan. Ia tidak percaya bahwa dewa terakhir yang ia temui adalah orang yang ia kenal dengan nama Se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23

Bab terbaru

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Api Dendam yang Membara

    Bab 83: Api Dendam yang Membara Arjuna berdiri terpaku di depan puing-puing rumah orang tuanya. Malam yang gelap terasa seperti neraka bagi dirinya. Bau hangus dari kayu yang terbakar masih tercium, bercampur dengan darah yang mengering di tanah. Tubuhnya gemetar, bukan karena ketakutan, melainkan oleh kemarahan yang membara. Pak Budi berdiri di sampingnya, tubuhnya penuh luka setelah pertarungan sengit melawan Kyle dan Ragnar. Meski berhasil melukai Kyle, kehadiran Ragnar yang mendadak mengubah segalanya. Kini, mereka hanya bisa berdiri di hadapan kehancuran, dengan dua tubuh tak bernyawa tergeletak di antara reruntuhan. “Arjuna...” Pak Budi mencoba berbicara, tetapi suaranya bergetar. Arjuna perlahan berlutut di samping tubuh kedua orang tuanya. Matanya menatap kosong ke arah mereka, sulit mempercayai apa yang baru saja terjadi. Ibunya, yang selalu menyambutnya dengan senyum hangat, kini terbaring diam dengan luka mendalam di dadanya. Ayahnya, yang selalu menjadi sosok pelindu

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Darah di bawah Langit Malam

    Bab 82: Darah di Bawah Langit Malam Di tengah kegelapan ruang bawah tanah yang dingin, Sven berdiri dengan angkuh di atas lantai batu yang berlumut. Kilatan cahaya biru dari bola kristal di tangannya memantulkan wajahnya yang penuh dengan kegetiran dan kebencian. Mata merahnya menatap tajam pusaran dimensi dalam bola tersebut, menyaksikan Arjuna yang baru saja berhasil melewati ujian waktu bersama Sun Wukong dan Pak Budi. "Dia semakin kuat," gumam Sven dengan suara berat yang menggema di ruangan itu. Di sampingnya, berdiri sosok pria berotot dengan rambut pirang pendek dan wajah keras — Kyle, tangan kanan Sven yang terkenal tanpa ampun. Mata Kyle yang dingin memancarkan kekejaman yang sudah menjadi ciri khasnya. “Dia sudah melampaui ekspektasi kita,” lanjut Sven sambil mengepalkan tangan. "Tapi kekuatan yang besar tidak ada artinya kalau hati seseorang dihancurkan.” Kyle mengangguk tanpa ekspresi. “Apa perintahmu, Tuan Sven?” Sven tersenyum tipis, senyum yang lebih me

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Ujian Waktu dan Bayangan Masa Lalu

    Bab 81: Ujian Waktu dan Bayangan Masa Lalu Arena kosmik berputar seperti pusaran dimensi tanpa akhir. Arjuna berdiri di tengahnya, tubuhnya diliputi rasa lelah yang menusuk, tetapi tekadnya tetap membara. Pak Budi dan Sun Wukong berdiri tak jauh darinya, memperhatikan dengan cermat persiapan ujian berikutnya. “Ujian waktu adalah ujian terakhir sebelum kau sepenuhnya layak disebut pewaris kekuatan para dewa,” kata Sun Wukong dengan suara berat. Pak Budi menambahkan, “Ini bukan sekadar perjalanan melawan elemen. Waktu adalah musuh yang tidak terlihat, yang bisa menghancurkan jiwa siapa pun.” Arjuna menarik napas dalam-dalam. Setelah semua yang ia lewati—kematian teman-temannya, kekacauan yang ditinggalkan Sven, serta kehilangan besar yang menghantam hatinya—ia tahu bahwa ujian ini mungkin yang paling berbahaya. “Jadi, apa yang harus aku lakukan?” tanya Arjuna sambil menatap lurus ke pusaran waktu yang berkilauan di depannya. “Kau harus melangkah ke dalam waktu itu sendiri,” j

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Ujian kekosongan

    Bab 80: Ujian Kekosongan Arena Kosmik kembali hening. Hanya gema napas Arjuna yang terdengar saat ia berdiri di tengah ruang tak berujung itu. Rasa lelah mulai menjalari tubuhnya setelah menghadapi dua elemen pertama, angin dan api. Namun, tekadnya tetap tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, dan ujian yang lebih berat sedang menantinya. Sun Wukong berdiri di tepi arena, tongkat emasnya menciptakan suara ketukan pelan saat ia menyentuh lantai kaca hitam dengan ujung tongkatnya. Wajahnya serius, sebuah ekspresi yang jarang terlihat dari raja kera yang biasanya ceria. Pak Budi berdiri di sampingnya, tenang seperti biasa, namun sorot matanya penuh perhatian. "Elemen berikutnya akan benar-benar menguji inti jiwamu, Arjuna," kata Pak Budi, suaranya bergema lembut di dalam arena. "Ini bukan soal kekuatan fisik atau bahkan pengendalian energi semata. Ini tentang seberapa kuat hatimu menghadapi kehampaan

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Awal perjalanan Baru

    Bab 79: Awal Perjalanan Baru Keesokan paginya, langit di Alam Para Dewa dihiasi warna keemasan yang memukau, seperti lukisan hidup yang tak ada bandingannya di dunia fana. Sinar mentari lembut menyentuh setiap sudut istana, membawa ketenangan sekaligus kekuatan baru bagi siapa pun yang merasakannya. Arjuna berdiri di balkon kamarnya, mengenakan pakaian tempur ringan yang diberikan para dewa. Angin sejuk mengelus wajahnya, namun pikirannya jauh dari damai. Ia memikirkan kata-kata Amaterasu semalam. Bayangan Livia yang berlatih untuk menjadi lebih kuat terus menghantui benaknya. Di satu sisi, ia merasa bangga atas keberanian Livia, namun di sisi lain, ia khawatir. Livia adalah bagian terpenting dalam hidupnya, dan gagasan bahwa ia harus menghadapi bahaya membuat Arjuna tidak bisa tenang. “Sudah siap?” Suara Sun Wukong yang khas membuyarkan lamunan Arjuna. Ia menoleh dan mendapati sosok raja kera itu berdiri di depan pintu kamar, dengan tongkat emasnya yang bersandar di bahu.

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Ketenangan Sebelum Badai

    Bab 78: Ketenangan Sebelum Badai Setelah pertemuan panjang dengan para dewa, Arjuna merasa tubuh dan pikirannya lelah. Langkahnya berat saat ia mengikuti Sun Wukong dan Pak Budi melalui lorong-lorong megah di istana Alam Para Dewa. Dinding-dindingnya penuh ukiran indah, menceritakan kisah-kisah kuno tentang peperangan, cinta, dan pengorbanan. “Kau butuh istirahat,” kata Pak Budi lembut. “Pikiranmu harus jernih untuk apa yang akan datang.” Arjuna hanya mengangguk, terlalu lelah untuk menjawab. Mereka akhirnya tiba di sebuah kamar besar yang disediakan untuknya. Pintu besar dari kayu berukir terbuka dengan sendirinya saat mereka mendekat. Di dalamnya, ruangan itu memancarkan aura ketenangan. Tempat tidurnya besar, dihiasi kain sutra berwarna biru dan emas. Di sudut ruangan, sebuah jendela besar menghadap ke langit ungu Alam Para Dewa, memberikan pemandangan yang memukau. “Ini tempatmu untuk malam ini,” kata Sun Wukong sambil melirik sekeliling. “Manfaatkan waktumu. Besok,

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Perjalanan ke Alam Dewa

    Bab 77: Perjalanan ke Alam Para Dewa Pagi itu, udara di Gunung Salak terasa lebih segar dari biasanya. Sinar matahari menembus celah dedaunan, menciptakan pola-pola cahaya yang bergerak di atas tanah. Arjuna, Sun Wukong, dan Pak Budi berdiri di sebuah dataran terbuka, memandang ke arah timur di mana lembah hijau membentang jauh hingga ke cakrawala. Namun, meski pemandangan itu memukau, pikiran mereka tertuju pada sesuatu yang jauh lebih besar. “Kita harus bergerak sekarang,” ujar Sun Wukong, tongkat emasnya bersandar di bahunya. “Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa kita sia-siakan, terutama ketika Sven mungkin sedang mempersiapkan langkah berikutnya.” Pak Budi mengangguk. Ia merapikan kain sarungnya, lalu memandang Arjuna dengan serius. “Alam para dewa bukan tempat sembarangan, Juna. Kau akan bertemu banyak entitas yang memiliki kekuatan jauh di luar nalar manusia. Tetapi, kita tidak punya pilihan. Untuk melawan Sven, kita membutuhkan aliansi yang lebih kuat.” Arjuna menat

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Panggilan dari Puncak

    Bab 76: Panggilan dari Puncak Kabut tebal semakin menyelimuti perjalanan mereka, membuat udara terasa berat dan mencekik. Sunyi yang mencekam hanya dipecahkan oleh langkah kaki mereka di atas tanah berbatu dan suara dedaunan yang bergesekan tertiup angin. Arjuna memimpin di depan, pandangannya tertuju pada puncak yang masih samar terlihat di kejauhan. Panggilan itu semakin kuat, tidak lagi berupa bisikan tetapi menjadi gema yang berdentam di dalam dirinya. “Puncaknya tidak jauh lagi,” kata Pak Budi sambil mengamati sekitar, meskipun nada suaranya penuh kehati-hatian. “Tapi kita harus tetap waspada. Energi di sini semakin kacau.” Arjuna mengangguk tanpa berkata apa-apa. Pikirannya terus tertuju pada suara yang seakan-akan berbicara langsung ke dalam jiwanya. Ada sesuatu yang menunggunya di sana, sesuatu yang bisa mengubah segalanya. Sun Wukong, yang berjalan di belakang, tiba-tiba menghentikan langkahnya. “Tunggu,” katanya tegas, mengangkat tongkatnya. Matanya menyipit, mena

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Di Balik Bayang Gunung Salak

    Bab 75: Di Balik Bayang Gunung Salak Gunung Salak menjulang megah di kejauhan, kabutnya melingkupi puncaknya seperti selimut rahasia yang menjaga misteri. Angin pegunungan yang dingin menyapu wajah Arjuna, Pak Budi, dan Sun Wukong saat mereka akhirnya tiba di kaki gunung. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat, menyelimuti dunia dengan cahaya jingga yang menambah suasana menegangkan. “Di sini,” kata Pak Budi sambil berhenti di sebuah celah batu besar. “Ini pintu masuk ke jalur tersembunyi yang akan membawa kita ke tempat latihan berikutnya. Tapi kita harus berhati-hati. Jika Sven telah mengirim anteknya, mereka mungkin sudah memasang jebakan.” Arjuna mengangguk, matanya memindai sekitar dengan waspada. Ia merasa udara di sekitarnya lebih berat, seolah sesuatu yang tak kasatmata sedang mengintai mereka. “Rasakan itu?” Sun Wukong tiba-tiba berkata, menghentikan langkah mereka. Ia memegang tongkat emasnya dengan erat, matanya menyipit tajam. “Apa itu?” Arjuna bertanya, men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status