Empat monster magma yang keluar dari Cincin Ankara meraung keras, memecahkan kesunyian di medan pertempuran. Tubuh mereka terbuat dari lava yang menggelegak, membuat udara di sekitar mereka menjadi panas dan menyengat. Mata mereka yang berwarna merah menyala menunjukkan keganasan yang tak terkendali.Tanpa ragu, mereka langsung menyerang Dewa Indra, Yama, dan Yami yang tengah bersiap menghadapi serangan.Indra mengeluarkan senjatanya, Vajra, siap melawan serangan monster-monster tersebut. Yama dan Yami juga bersiap dengan senjata masing-masing, sabit besar yang tidak pernah lepas dari genggaman mereka.Tiba-tiba, keempat monster tersebut melepaskan serangan semburan lava yang melesat dengan cepat ke arah ketiga dewa. Serangan itu sangat kuat, sehingga membuat langit berkobar api dan mengeluarkan asap. Indra, Yama, dan Yami berusaha menghindar, namun serangan itu terlalu cepat untuk dihindari.Indra mengayunkan Vajra-nya, menghasilkan petir yang menyambar ke arah monster magma, namun l
Alagar kembali ke kediamannya setelah pertarungan panjang dengan Ankara dan yang lainnua. Dalam sekejap, dia berdiri di balkon kamarnya dengan santai seperti biasanya.Sebagai seorang manusia yang memiliki kemampuan terbang, ini bukanlah hal yang asing baginya, namun kali ini terasa berbeda.Pricilia, yang sejak tadi menunggu di kamarnya, langsung terkejut melihat Alagar mendarat dengan perlahan di balkon kamar. Matanya terbelalak, dan mulutnya terbuka lebar. Tak henti-hentinya dia menatap Alagar dengan tidak percaya."Alagar, kau ... bisa terbang?" tanya Pricilia dengan nada kaget yang tak tertahankan.Alagar tersentak kaget mendengar teguran dari Pricilia. "Pricilia. Sejak kapan kau ada di sini?" s tanyanya memastikan.Pricilia menggelengkan kepalanya, masih sulit mencerna kenyataan yang baru saja disaksikannya. "Tidak mungkin, kamu manusia bagaimana mungkin bisa terbang?" tanya Pricilia lagi kebingungan.Alagar menghela napas, mengerti kebingungan Pricilia. "Mungkin aku memang belu
Beberapa waktu sebelumnya ....Kristina, berjalan menuju ruang tamu dengan sebuah nampan berisi camilan dan minuman. Dia ingin mengantarkan makanan kecil itu kepada Alagar dan Viona yang sedang asyik berbincang. Namun, ketika baru sampai di sanan, ia terkejut mendengar obrolan mereka."Viona, aku ingin kamu tinggal di kediamanku," kata Alagar dengan serius. Suara itu membuat Kristina membeku di tempatnya.Kristina tidak menyangka hubungan anaknya dengan Alagar sudah menjurus ke arah yang lebih serius. Pada saat yang sama, perasaan cemas, gembira, dan khawatir bercampur aduk di hatinya. Tangan yang memegang nampan pun mulai gemetar.Viona, yang terkejut dengan permintaan Alagar, hanya terdiam dan hanya menatap Pria yang mulai mengisi hatinya tersebutKristina merasa detak jantungnya berdebar lebih kencang, dan tanpa bisa ia kontrol, nampan yang ia pegang terlepas dari genggamannya.Suara keras nampan yang terjatuh seketika menarik
Viona merasa jantungnya berdebar kencang saat melihat Alagar sedang asyik berbalas pesan dengan Pricilia. Wajah Alagar yang tampak bahagia membuat Viona mulai merasa cemburu, namun dia mencoba menahan perasaannya dan berusaha tersenyum."Kau tampak menikmati percakapan dengan Pricilia," ujar Viona dengan nada setengah bercanda.Alagar menatap Viona dengan senyum nakal, "terus?" jawabnya sambil menatap Viona.Viona langsung merasa wajahnya memanas, "Apaan sih," tegurnya sambil mengalihkan wajah Alagar agar tidak membuatnya semakin malu.Meski belum ada pengakuan cinta dari Viona, Alagar sudah mulai merasakan benih-benih cinta yang tumbuh di hati wanita yang dicintainya tersebut.Namun, Viona tidak ingin mengakui perasaan cemburunya di hadapan Alagar, takut pria itu menilai dirinya sebagai wanita yang terlalu mudah merasa cemburu.Seiring waktu berlalu, Viona berusaha melupakan perasaan cemburunya dan menunjukkan sisi baiknya pada
Viona sedang berjalan di samping Alagar, menatapnya dengan lembut dan penuh perhatian. Tidak seperti sebelumnya, saat ia selalu mencoba menjauh darinya. Meski ingatan masa lalunya belum sepenuhnya kembali, namun Viona mulai bisa merasakan adanya ikatan kuat yang pernah terjalin antara mereka sebelum bereinkarnasi."Alagar, aku ingin berusaha untuk mengingat lebih banyak tentang masa lalu kita," ucap Viona dengan nada lembut, "aku tahu selama ribuan tahun ini, kamu menderita karena ingatan masa lalu terus menghantuimu. Aku berharap bisa membuat kebahagiaan untuk kita berdua, setelah sekian lama."Alagar menatap Viona dengan penuh harapan, dia tersenyum mendengar ucapan Viona. Tangannya perlahan meraih tangan Viona dan menggenggamnya erat, menunjukkan dukungan dan rasa syukurnya."Terima kasih, Viona," ucap Alagar dengan suara yang penuh emosi. Viona tersenyum, membalas genggaman tangan Alagar, menyenderkan kepalanya di bahu pria itu sembari berjal
Alagar tahu siapa yang telah menyandera roh kedua orang tuanya. Dengan tekad yang kuat, dia bergegas menuju tempat Indra berada, dengan ekpresi serius.Dia pergi bersama Yama yang mengekori langkahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Karena Yama tahu kalau tuannya pasti sedang dalam masalah serius.Setelah beberapa saat, Alagar dan Yama sampai di tempat Indra berada. Terlihat Indra sedang duduk di sebuah kafe, layaknya seorang manusia, bersama para bawahannya yang ang sedang menikmati hari-hari layaknya manusia.Alagar yang tiba-tiba muncul di sana, jelas saja membuat Indra dan bawahannya terkejut, ditambah ekspresi Alagar terlihat sangat serius.Alagar menjentikkan jarinya dengan sigap, dan sekejap mata mereka semua telah berpindah ke dimensi ciptaan Alagar, tempat di mana kegelapan menyelimuti setiap jengkal ruangan. Indra dan bawahannya tidak bisa berbuat apa-apa selain menghela napas panjang, merasa tak berdaya. Mereka tahu bahwa Alagar tak akan melakukan hal seperti ini tanp
Alagar, akhirnya sampai di gerbang langit yang megah dan menjulang tinggi. Di sana, dua penjaga gerbang langit yang gagah dan berwibawa melihat kedatangan Alagar, Dewa Yama, Dewa Indra, serta bawahannya.Mereka berdua langsung memberikan salam hormat kepada Dewa Indra dengan wajah yang penuh kewibawaan."Salam Tuan Indra!" seru dua penjaga gerbang dengan sopan sambil menangkupkan kedua tangannya, tubuh mereka tegak dan pandangan mata tajam.Dewa Indra, yang tidak ingin membuang waktu, langsung mengutarakan keinginannya. "Buka gerbangnya!" ucapnya tegas, wajahnya menunjukkan keteguhan hati.Mendengar perintah tersebut, salah satu penjaga gerbang langit segera menjawab dengan suara yang menghormati."Baik Tuan!" jawabnya, lalu bergegas membuka gerbang besar yang terbuat dari emas dan berhiaskan ukiran naga diseluruh permukaan gerbang. Suara gerbang yang terbuka menghasilkan suara gemerincing, seolah menyambut kedatangan mereka ke
Alagar melaju cepat di angkasa, bergerak begitu kuat membuat angin di sekitarnya bergemuruh. Arah yang dituju adalah Istana Api, tempat sang Dewa Nika bersemayam. Semakin dekat dengan wilayah tersebut, udara di sekitarnya terasa semakin panas dan menyengat. Namun, Alagar tidak goyah, tekadnya sudah bulat untuk menghadapi Dewa Nika.Tak lama kemudian, Dewa Indra terbang mendekat, seolah-olah mengejar Alagar. "Apa kau yakin akan melawan Dewa Nika sekarang, Alagar?" tanyanya dengan nada khawatir.Alagar menoleh sejenak, tatapan tajamnya menatap Dewa Indra yang terus berusaha mengimbanginya. "Dia sudah mengusikku, menandakan kalau dia telah menantang ku, maka akan ku kabulkan permintaannya," jawab Alagar dengan suara tegas, penuh keyakinan.Dewa Indra menghela napas panjang, menatap langit yang mulai berubah warna menjadi jingga, mencerminkan kekuatan api yang semakin dekat."Baiklah, Alagar. Aku berharap keputusanmu ini adalah yang terbaik," ucap Dew