Beberapa saat kemudian.
Aliya terbangun setelah terlelap dan mendapati dirinya berada pada kehampaan.
Semua kosong dan gelap seperti malam. Namun ia bisa melihat sekelilingnya. Seolah berada di ruang angkasa.
Meski serba hitam, tapi ia tidak merasa pengap ataupun terbutakan.
Semua begitu jelas.
Tak lama setelah ia memutar pandangan pada sekelilingnya itu, terdengar desau angin. Halus.
Begitu embusan angin itu berlalu, satu sosok berdiri di hadapan Aliya, tak jauh, hanya beberapa meter darinya.
Tinggi.
Dengan sweater turtle neck berwarna coklat gelap bermotif salur dan celana kargo berwarna krem. Wajah tampan dengan tatapan terpancar hangat dari kedua bola mata berwarna hazel.
Garis rahang yang kuat, hidung mancung khas keturunan eropa, alis cukup lebat melekuk seperti pedang, bibir tipis terukir indah, dihiasi dengan kumis halus yang menyambung ke jambang dan janggut tipisnya.
‘Itu….. ‘
Kebencian yang mengendap dalam diri Aliya sejak empat tahun lalu itu, luruh sudah, sama sekali tak berbekas.Karena Aliya sesungguhnya tahu, ini semua bukan salah Dean. Bukan salah mereka. Ini bukan berada dalam kekuasaan mereka juga.Mereka pun pasti menderita, karena mengerti kehancuran hati Aliya, namun tak kuasa berbuat apapun, meski hanya untuk mendekat pada Aliya atau memberikan dan mengucapkan kata-kata semangat itu.“Maaf….. Maafkan aku,” terdengar Dean berbisik lirih. “Maafkan kami semua…”Meski tangis Aliya telah mereda, namun ia masih terisak. Tangannya kembali melingkari pinggang Dean, dan mencengkeram kuat-kuat sweater Dean dengan jemarinya.Aliya takut. Ia takut tiba-tiba Dean menghilang lagi.“Maaf, karena kau harus melaluinya sendirian…” ujar Dean lirih.“Aku tidak akan kemana-mana,” lanjut Dean menenangkan Aliya. “Aku akan berada di sisimu mula
“Iya Sis. Kenapa itu?” Meskipun Aliya sudah memiliki jawaban dalam hatinya, namun ia tetap bertanya pada Diani untuk memperkuat dugaannya.‘Karena kalian udah terikat secara sukma. Alias bu Aliya sudah beneran jadi istri pak Dean.’“Emmhh… Iya sih, masuk akal. Tapi kan aku gak tau juga itu valid atau nggak.”‘Ya intinya.. kalau suami sukmanya beneran pak Dean, diterima kan?’ Diani kembali menggoda Aliya.“Emm… ya gimana lagi. Tapi ini aja kan belum jelas,” sahut Aliya.‘Hehehe… tuh pak Dean, bu Aliya nerima kok kalo nikahnya sama pak Dean mah,’ tukas Diani dari seberang telepon.“Hadeuh dia mah…” keluh Aliya sambil menggelengkan kepala.‘You know, menurut gue sih bukan pak Dean ngga ngasih kejelasan sama dirimu.’ Diani bersuara lagi.‘Tapi dia kayanya lebih berhati-hati aja takut dirimu kaget dengan
Malam hari, di dunia sukma Aliya dan Dean.“Jadi……” ucapan Aliya terhenti.“Ya, Aliya. Kau istriku. Secara sukma, aku telah menikahimu,” tegas Dean malam itu pada Aliya.“Jadi itu bukan sekadar mimpiku?”“Bukan. Itu dunia sukma kita.”Aliya menarik napas dan memejamkan kedua matanya.“Aku minta maaf sebelumnya, aku masih ragu untuk mengatakan kebenaran ini padamu, Al,” kata Dean.“Aku yang terlalu banyak pertimbangan atas reaksi dan respon darimu, merasa perlu menahan diri waktu itu. Jujur, Al. Aku tidak ingin satu salah langkah ataupun salah kata dariku, membuatmu menutup diri lagi,” imbuh Dean pelan.“Namun sekarang….” Dean menjeda kalimatnya.“Tanyalah. Apapun itu. Kali ini aku akan benar-benar menjawab dengan jelas, sesuai kenyataan dalam pengetahuanku.” Pria bernetra hazel itu memberikan janjinya.
“Ke Cirebon?” Kini Aliya mengangkat kepala dan menangkap lingkar hazel milik Dean yang menawan. “Apa kau… ke makam kakek?”Dean mengangguk.“Di malamnya, untuk ketiga kalinya, aku pun bermimpi yang sama,” lanjut Dean. “Namun dalam mimpi ketiga itu selain kakekmu datang dan mengatakan hal yang sama, beliau juga mengatakan padaku untuk bersiap saat aku dipanggil untuk pelaksanaan akad sukma.”“Lalu?” kejar Aliya.“Lalu aku dipanggil untuk datang dan ternyata semua telah siap. Demikianlah pernikahan sukma itu terjadi. Aku telah mengambil alih tanggung jawab terhadap dirimu, Al.”Aliya terdiam sesaat. Seperti menunggu sesuatu.Tapi ia sendiri tidak tahu apa yang ia tunggu. Seolah terasa ada yang kurang dalam jawaban Dean.Namun ia sendiri tidak tahu, apa yang sesungguhnya ingin ia dengar dari Dean terhadap hal dan penjelasannya itu.“Kenapa Al?” Dean bertanya lembut. “Apakah ada yang membuatmu kesal?”Aliya menggeleng lemah.“Dean….” Setengah bergumam Aliya berucap. “Apakah… kau merasa ter
“Tentu,” jawab Dean masih dengan sorot mata teduhnya pada Aliya.“Aku….” Aliya menghela napas.“Aku masih tidak mengerti, alasan dia meninggalkanku. Apa salahku?. Apa yang kulakukan secara fatal, sampai dia begitu saja meninggalkanku tanpa memberiku kesempatan bertanya, apalagi membela diri…”“Aliya, aku akan dengan jujur mengatakan semua yang aku atau teman-teman kita ketahui tentang Einhard,” Dean terhenti sejenak.“Kita tidak bisa menemukan alasan atau motif apapun yang cukup tepat atas keputusan Einhard menjatuhkan talak dan meninggalkanmu.”“Kami memiliki beberapa pemikiran.”“Salah satunya?”Dean menatap Aliya sesaat, lalu menarik napas dalam sebelum melanjutkan jawabannya. “Salah satunya satu asumsi. Sekali lagi, itu hanya asumsi. Bukan berarti fakta.”“Asumsi apa?” tanya Aliya.“Bahwa Einhard mengetahui sesuatu yang akan terjadi. Tentangmu. Meskipun kami tidak tahu secara jelas tentang hal apa, tapi salah satunya, kami menduga tentang pernikahan sukma kita.”“Apa?”“Ya, Al. Ka
Senin, 21 November 202207.07 WIBPagi hari Aliya itu mendapat kiriman dari Diani pesan yang diteruskan dari Dean. Dean mengabarkan bahwa ia sedang berada di Sukabumi, untuk suatu urusan. Dean juga menyebutkan akan pulang siang hari itu juga.Dean memang tidak menyebutkan urusan apa yang tengah ia lakukan atau berkaitan dengan apa. Namun Aliya tidak hendak bertanya lebih lanjut padanya.Meskipun Aliya telah membuka dirinya untuk menerima kembali memasuki dunia aneh ini, ia masih belum cukup tertarik untuk mengetahui hal-hal berkaitan dengan per-elemenan lagi.Mungkin rasa tidak suka dalam dirinya itu, masih ada. Rasa ketidaksukaan terhadap hal-hal elemen ini. Karena semua tentang ini, mengingatkannya pada Elang. Mengingatkannya pada dunia yang dikenalkan oleh Elang.Aliya hanya merapatkan bibirnya lalu mengetikkan beberapa kalimat balasan tentang hal lain pada Diani. Setelahnya, ia pun kembali berkutat pada kegiatan hariannya.* * *13.21Siang itu Aliya tengah mengerjakan beberapa da
Aliya menarik napas dan mencoba kembali lebih fokus mengingat-ingat.Namun belum lagi ia bisa mengingat ataupun mendapatkan firasat atau petunjuk apapun, ia justru membelokkan motor mengarah ke jalan menuju suatu SD negeri di wilayah desa Kayu Ambon.Aliya menyusuri jalan itu, lalu setelah tiba depan SD tersebut, ia tetap melajukan kendaraan. Hingga akhirnya kembali ke jalan utama di Desa Cibogo.‘Ah…..’ Aliya menghela napas.Aliya sangat tahu, arah ini adalah arah berlawanan dari tujuan utama dirinya, yaitu Desa Suntenjaya.Namun bukannya berbalik, Aliya tetap melajukan kendaraannya hingga berada di jalan besar yang merupakan jalan utama menuju arah Gunung Tangkuban Prahu.Satu hal yang masih Aliya yakini. Bahwa intuisinya sedang berjalan. Intuisi di bawah sadar Aliya menuntunnya untuk berbelok dan tidak melanjutkan mengarah pada Desa Suntenjaya.Ia meyakini ada sesuatu yang tengah terjadi. Atau ada yang tengah dilak
Motor yang sempat melaju beberapa meter ke depan tanpa sang pengemudi, kemudian jatuh dan terseret beberapa meter ke depan sebelum akhirnya terhenti.Sementara Dean, telah hilang dari pandangan, karena ia telah masuk menembus tanah ketika melompat tadi. Tanah seolah membuka jalan baginya untuk meluncur turun.Dean menjejakkan kedua kaki dengan mantap begitu sampai di kedalaman tertentu.Tangan Dean terulur ke depan, lalu tanah di hadapannya bergerak membuka jalan, membentuk seperti lubang gua.Dean melangkahkan kakinya lalu lubang itu ikut terdorong memanjang seperti membentuk lorong, memberikan jalan untuk Dean.Dean berlari dan tidak lama setelahnya ia melihat satu bentuk serupa ekor yang tengah bergerak di depannya.Ia lalu memutar ke samping kanan untuk mencegat sosok yang diduga makhluk berbentuk ular raksasa itu.Seolah makhluk itu tahu kedatangan seseorang yang mengejarnya, ia mengibaskan ekornya ke arah Dean.Dean langs
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua