"Lily! Lepaskan Senja!" ucap Dafa dengan sorot matanya yang memandang tajam."Mas berani melotot ke arahku?" tanya Lily."Aku suamimu! Hargai aku. Sejak awal pernikahan kita, kau tak pernah menghargai aku. Lama lama aku jadi muak dengan sikapmu ini."Lily terdiam mendengar ucapan Dafa tapi tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Senja dengan kuat."Lily! Aku bilang lepaskan dia! Jangan membuat keributan di sini!" Dafa mempertegas ucapannya."Aku tidak peduli!" Lily balik menantang.Ia menarik rambut Senja hingga Senja meringis kesakitan. Dafa berusaha memisahkan Lily dari Senja."Lily!" "PLak!" Akhirnya Dafa menampar Lily karena tak tahan melihat perilaku Lily yang terlalu arogan.Dessy dan para tenaga pengajar yang ada di sana menutup mulut mereka karena kaget melihat perilaku Dafa."Berhenti! Aku bilang berhenti!" Dafa yang naik pitam menjadi emosi. Security sekolah mendatangi Dafa dan berusaha menenangkan kemarahan Dafa. Lily yang kecewa akan sikap Dafa, masuk ke dalam mo
Lily yang terlanjur panik, mencengkeram leher sang asisten rumah tangga sembari melotot."Jika kau berani bicara macam macam kepada Nyonya Ayu, maka aku tak akan ragu lagi untuk mengh4bisimu!" Bi Sari melongo kaget melihat sikap Lily yang kasar dan mengintimidasi dirinya. Ia tak mengangguk ataupun merespon. Bi Sari hanya diam saja melihat Lily yang tengah memberikan ancaman tegas pada dirinya."Jangan ganggu urusanku, jika kau ingin aman!" Lily kembali memperingatkan.Lily melepaskan cengkraman tangannya sembari mendorong kepala Bi Sari ke belakang. Hingga secara tak sengaja, kepala wanita paruh baya itu terbentur dinding."Aku akan lakukan hal yang lebih buruk lagi, jika kau tidak bisa diam!" Lily menunjuk ke arah wajah Bi Sari. Setelah itu, Lily meninggalkan Bi Sari. Bi Sari menghembuskan nafas dalam dalam. Jantungnya berdegup kencang."Kenapa Non Lily jadi berubah kasar seperti ini?" ucap Bi Sari dalam hati.Sementara Lily berjalan dengan santai menuju ke dalam kamar Ibu mertuany
"Ma!" Senja berteriak memanggil Ibu mertuanya, tepat ketika sang Ibu mertua hendak masuk ke dalam mobil.Ayu menoleh ke arah Senja. Ia melihat wajah menantunya yang tampak kesal. Sementara Lily tersenyum sinis melihat Senja yang hendak melabrak sang Ibu mertua."Ya! Ada apa?" sahut Ayu."Ma, aku mau bertanya," ucap Senja dengan ragu."Tanya apa? Tanyakan saja!" "Cincin yang ada di jari manis Mama, dimana Mama membelinya?" Ayu melihat cincin bermata mutiara dan tersenyum ke arah Senja."Mama tidak tahu. Mama merasa tidak pernah membelinya. Cincin ini, tiba tiba saja berada di dalam laci lemari. Karena cantik, Mama memakainya." Ayu menjawab sambil tersenyum."Oh begitu," sahut Senja."Aku sudah terlambat. Kita ngobrol lagi nanti!" Ayu masuk ke dalam mobil. Senja pergi masuk ke dalam kamar. Dafa mengikuti di belakangnya. Sebelum Dafa sampai di kamar Senja, Lily membuntutinya dan menarik tangan Dafa."Mas! Aku mau ngomong!" "Ngomong apa lagi? Kamu mau protes soal yang tadi?""Iya!" Li
Si kembar turun dengan wajah kebingungan karena melihat Ibunya yang sedang tak sadarkan diri digendong oleh Bagas."Kalian masuk ke dalam ya! Papa akan pergi menyusul mereka!" Dafa memberitahu."Bi Sari, tolong jaga mereka berdua!" Bi Sari mengajak Shanum dan Salsa masuk ke dalam rumah. Sementara Dafa dengan segera mengejar mobil Bagas.Bagas menuju ke arah rumah sakit yang ada di tengah Kota. Sesekali ia melirik ke arah Senja."Kenapa kau bisa terluka seperti ini?" ucapnya bermonolog.Mobil Bagas berhenti tepat di depan rumah sakit. Ia membuka kaca jendela mobil dan melambaikan tangan ke arah security yang kebetulan sedang berdiri di depan."Ada pasien gawat darurat!" seru Bagas.Security berlari ke arah UGD dan memberitahu perawat. Tak butuh waktu lama, perawat pun datang sembari membawa ranjang pasien.Tubuh Senja dipindahkan ke ranjang pasien dan dibawa ke dalam UGD. Bagas masuk ke ruang UGD. Ia menemani Senja."Tolong selamatkan dia!" seru Bagas."Pasti Pak. Kami akan mengusahak
Ayu memeluk Lily dan menenangkannya. Ia mengajak Lily masuk ke dalam kamar dan meminta Lily untuk berhenti menangis. Sementara Dafa, harus meredam emosinya sendiri selama beberapa saat."Jangan khawatir. Aku akan menenangkan kemarahan Dafa. Hapus air matamu!" seru Ayu."Tapi Ma, Mas Dafa," ucap Lily sembari menghapus air matanya sendiri."Mas Dafamu akan tetap bersama denganmu! Mama turun ke bawah untuk bicara dengan suamimu!" Ayu kembali ke ruang tamu. Ia melihat Dafa berjalan mondar mandir ke kanan dan kiri."Dafa!" seru Ayu.Dafa menoleh ke arah Ibunya. Ia ingin marah, tapi hal itu tak mungkin ia lakukan sebab Ayu adalah Ibu kandungnya sendiri."Kenapa Mama membela perilaku Lily yang salah!" Dafa memprotes sikap Ibunya."Karena perusahaan kita masih butuh banyak support dari orang tua Lily." Jawaban menohok yang diberikan oleh Ayu membuat Dafa bungkam. "Bagaimana pun juga, perusahaan kita masih bisa berdiri tegak sampai sekarang karena campur tangan keluarga Lily di dalamnya! Da
"Apa apaan kalian berdua!" seru Ayu yang baru saja masuk ke dalam kamar.Senja menoleh sejenak, namun sorot matanya tetap saja kosong. Seakan ia tidak melihat, jika sang Ibu mertua tengah berjalan mendekatinya."Bagas! Jaga sikapmu. Dan jaga jarak dengan istri dari Kakakmu!" Ayu memperingatkan anak pertamanya.Mendapati teguran cukup pedas dari Ayu, Bagas hanya diam saja. Ia tak begitu menanggapi."Senja, kau ini sudah memiliki suami! Seharusnya kau tidak bersikap seperti tadi!" Ayu memperingatkan.Namun Senja hanya diam saja. Ia terlihat seperti orang yang sedang linglung."Senja! Apa kau mendengarkan aku?" tanya Ayu sembari mengayunkan tangannya tepat di depan wajah Senja."Kenapa Senja tidak merespon?" ucap Bagas."Mana Mama tahu?" Ayu mengangkat kedua bahunya."Senja," ucap Bagas."Mas, Lily memukulku tadi. Aku tidak bisa terus bersama denganmu. Biar aku yang mengalah. Aku dan anak anakku pergi," Senja bicara dengan sorot matanya mengarah ke dinding kamar."Jadi Lily yang melakuka
Dafa mendorong tubuh Lily. Menjauhkan Lily dari gunting tajam yang dipegang.Suara keributan kembali terjadi. Lily dan Dafa cekcok. Saling berdebat, berebut siapa yang benar dan siapa yang salah."Suara apa itu? Kenapa berisik sekali?" Ayu mengeluh.Ayu naik ke lantai atas. Suara Dafa dan Lily terdengar makin kencang."Dafa!" bentak Ayu.Dafa menoleh dan terdiam. Sementara Lily terduduk di atas lantai sembari menangis tersedu sedu."Dafa! Mama tadi memintamu untuk minta maaf pada Lily. Apa yang kamu lakukan sekarang? Kenapa sih kamu itu jadi keras kepala seperti ini?" Ayu terlihat jengkel."Aku sudah melakukan apa yang Mama minta. Aku sudah minta maaf tapi Lily tidak mau mendengarkan aku!" Dafa membela diri."Kalau dia tidak mau mendengarkan kamu, ya artinya kamu harus minta maaf lebih baik lagi. Sabarnya diperpanjang lagi."Dafa menggelengkan kepala. Ia menghembuskan nafas lalu melihat ke arah Lily."Dia telah banyak berkorban demi kita. Jangan seperti ini Dafa. Mama tahu, kau telah
"Permisi!" ucap perawat yang baru saja datang dan berdiri tepat di belakang Dafa.Dafa menoleh, seketika itu juga kemarahannya reda. Sementara itu, perawat berjalan mendekati Senja."Bagaimana Pak? Apa pasien sudah bisa merespon jauh lebih baik sekarang?" tanya perawat kepada Bagas yang sejak semalam menjaga Senja."Sepertinya sudah jauh lebih baik daripada kemarin, saat pertama kali dia sadar. Karena saat dia sadar, dia tidak bisa mendengarkan suara.""Kalau pagi ini, sudah bisa ya Pak?" Suster bertanya lagi."Sudah. Barusan kami ngobrol.""Ibu jangan sedih terus ya Bu. Ibu harus banyak makan. Supaya kondisi Ibu cepat membaik." Suster berusaha untuk mengajak Senja berkomunikasi.Senja tak menjawab dengan kata kata. Ia hanya mengangguk singkat. Suster memeriksa selang infus. Lalu memeriksa denyut nadi Senja. Sementara Dafa sedang terdiam.Tak lama kemudian, Dokter yang bertugas memeriksa kondisi Senja, datang ke kamar. "Permisi!" ucap Dokter.Dokter memeriksa bagian mata Senja. Melih
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin