Angin dingin menerpa wajah Lie Feng, Mei Lin, dan Lin Xue saat mereka mendekati reruntuhan istana kuno Lord Vashta. Istana itu, yang dulunya megah, kini hanya menyisakan puing-puing batu yang hancur. Namun, dari puing-puing itulah mereka mencari jawaban atas misteri kekuatan Lord Vashta yang mengerikan. Kekalahan Kelompok Naga Hitam telah membuka jalan untuk mengungkap rahasia yang terkubur selama berabad-abad."Menurut informasi yang kita dapatkan," kata Lie Feng, suaranya bergema di antara reruntuhan, "Lord Vashta bukanlah manusia biasa. Ia memiliki kekuatan yang jauh melebihi manusia biasa.""Ya," jawab Mei Lin. "Legenda mengatakan bahwa ia adalah makhluk gaib yang memiliki kekuatan sihir gelap yang menakutkan.""Kita harus berhati-hati," kata Lin Xue. "Kita tidak tahu apa yang menunggu kita di dalam reruntuhan ini."Mereka memasuki reruntuhan istana. Udara di dalam istana terasa dingin dan lembap.
Angin gunung yang membekukan menyapu puncak Gunung Tengkorak, membawa salju yang tebal dan menusuk. Lie Feng, Mei Lin, dan Lin Xue berdiri tegak, menghadapi Lord Vashta. Sosoknya yang gelap menjulang, dikelilingi oleh pusaran energi gelap yang mencekam, menciptakan badai salju yang mengerikan. Nasib negeri mereka bergantung pada pertempuran ini, pertempuran terakhir yang akan menentukan takdir mereka. Lie Feng menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debaran jantungnya yang berdebar kencang. "Ini akan menjadi pertempuran terberat yang pernah kita hadapi," katanya, suaranya hampir tenggelam oleh deru angin. Mei Lin mengangguk, matanya menatap tajam ke arah Lord Vashta. "Kekuatannya jauh melampaui apa pun yang pernah kita lihat. Kita harus bekerja sama dengan sempurna." Lin Xue, dengan tenang, memeriksa pedangnya. "Kita sudah mempersiapkan diri. Kita akan memanfaatkan setiap kesempatan." Lord Vashta tertawa, suaranya menggelegar seperti guntur. "Kalian berani menantangku? K
(Bab 29: Pengorbanan Agung)Angin dingin menerpa puncak Gunung Tengkorak, membawa salju yang menusuk tulang. Lie Feng, Mei Lin, dan Lin Xue berdiri di antara reruntuhan pertempuran melawan Lord Vashta. Kemenangan terasa pahit. Lord Vashta telah dikalahkan, tetapi dengan harga yang sangat mahal. Lie Feng, pahlawan negeri ini, terluka parah. Ia bersandar pada sebuah batu, napasnya tersengal-sengal, wajahnya pucat pasi. Darah segar masih mengalir dari luka dalam di dadanya.Mei Lin, dengan wajah penuh kepanikan, menangani luka-luka Lie Feng. "Lie Feng," katanya, suaranya bergetar karena khawatir, "Lukamu sangat parah. Kita harus segera mendapatkan bantuan."Lie Feng tersenyum lemah, mencoba untuk meringankan kekhawatiran Mei Lin. "Jangan khawatir, Mei Lin. Kita telah menang. Negeri ini selamat. Itulah yang terpenting." Nyeri yang menusuk dadanya hampir membuatnya kehilangan kesadaran, namun ia berusaha untuk tetap tegar. Ia tahu, dalam lubuk hatinya, bahwa lukany
Beberapa bulan telah berlalu sejak pertempuran dahsyat di Gunung Tengkorak. Lie Feng, yang telah pulih sepenuhnya berkat campur tangan Guru Agung, duduk di meja kerjanya di markas besar Aliansi Pelindung. Ia memeriksa laporan-laporan terbaru, wajahnya serius. Mei Lin dan Lin Xue masuk ke ruangan, wajah mereka tampak sedikit cemas."Lie Feng," kata Mei Lin, "Ada laporan baru dari perbatasan timur. Aktivitas mencurigakan terdeteksi. Sepertinya ada kelompok pemberontak yang sedang mempersiapkan sesuatu."Lie Feng meletakkan laporan yang sedang ia baca. "Kelompok pemberontak? Seberapa besar ancamannya?""Belum bisa dipastikan," jawab Lin Xue, "Tapi jumlah mereka cukup besar, dan mereka tampaknya memiliki persenjataan yang cukup canggih."Lie Feng menghela napas. "Ini tidak mengejutkan. Dengan tumbangnya Lord Vashta, kekuatan-kekuatan gelap lainnya mulai muncul dari bayangan. Mereka mencoba untuk memanfaatkan kekosongan kekuasaan.""Apa yang harus kita lakukan?" tanya
Mentari pagi menyinari ibukota, cahaya keemasannya menerpa tembok-tembok istana yang kokoh. Di dalam sebuah taman yang tenang, Lie Feng dan Lin Xue duduk di bawah pohon sakura yang sedang bermekaran. Kelopak-kelopak bunga merah muda berjatuhan perlahan, menghiasi tanah di sekitar mereka. Suasana damai menyelimuti mereka, namun kedamaian ini terasa rapuh, seperti kelopak sakura yang mudah diterbangkan angin."Lihatlah," kata Lin Xue, suaranya lembut, menunjuk ke arah kelopak sakura yang berterbangan. "Seperti kehidupan, indah tetapi singkat."Lie Feng tersenyum tipis. "Ya," katanya, "Seperti kedamaian yang kita nikmati sekarang. Ia indah, tetapi rapuh. Ancaman selalu mengintai di balik bayangan."Lin Xue mengangguk. "Kita tidak boleh lengah. Kita harus selalu waspada.""Kau benar," kata Lie Feng, "Kita telah melalui banyak pertempuran. Kita telah melihat banyak hal. Kita tahu bahwa kedamaian tidak pernah datang dengan mudah."Hening sejenak menyelimuti mereka.
Setelah pertempuran sengit di perbatasan utara, Lie Feng, Lin Xue, dan tokoh misterius yang telah membantu mereka—yang memperkenalkan dirinya sebagai Master Jian—berkumpul di sebuah tenda sederhana. Api unggun berkobar, menghangatkan mereka dari dinginnya malam. Aroma daging panggang dan teh herbal memenuhi udara. "Aku masih belum percaya dengan kekuatan yang kau miliki, Master Jian," kata Lie Feng, suaranya dipenuhi kekaguman. "Kecepatan dan kekuatanmu melampaui apa pun yang pernah kulihat." Master Jian tersenyum, sebuah senyum yang penuh misteri. "Kekuatan bukanlah segalanya, Lie Feng. Strategi dan kebijaksanaan juga penting. Kau telah menunjukkan keduanya dalam pertempuran tadi." Lin Xue mengangguk setuju. "Benar. Strategi serangan mendadakmu sangat efektif. Kita berhasil mengejutkan musuh dan memanfaatkan kelemahan mereka." "Tapi musuh kita kali ini berbeda," kata Lie Feng, "Mereka lebih kuat dan lebih terorganisir daripada kelompok pemberontak sebelumnya. Kita harus memper
Udara pagi masih dingin ketika Lie Feng, Lin Xue, dan Master Jian duduk di reruntuhan kuil kuno. Bintang-bintang mulai memudar, digantikan oleh cahaya fajar yang perlahan-lahan menerangi langit. Bau hangus masih tercium di udara, mengingatkan mereka pada pertempuran sengit yang baru saja mereka lalui. Abu dan puing-puing berserakan di sekitar mereka, sisa-sisa pertarungan melawan kekuatan misterius yang baru saja mereka kalahkan.Lie Feng menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang. "Kita telah memenangkan pertempuran ini," katanya, suaranya berat, "tetapi perang belum berakhir." Ia menatap Lin Xue, yang sedang memeriksa pedangnya, membersihkannya dari sisa-sisa darah musuh.Lin Xue mengangkat kepalanya, wajahnya masih dipenuhi dengan kelelahan tetapi juga dengan tekad yang kuat. "Kekuatan yang kita hadapi di kuil ini... mereka terorganisir dengan baik. Bukan sekadar kelompok pemberontak biasa. Mereka memiliki disiplin dan k
Ruangan di markas besar Aliansi Pelindung remang-remang diterangi lilin. Di atas meja, peta besar negeri ini terbentang, ditandai dengan simbol-simbol dan tanda-tanda. Lie Feng, Lin Xue, dan Master Jian duduk mengelilinginya."Kita perlu membagi tugas," kata Lie Feng, suaranya berat. "Kelompok Naga Hitam bukan lawan biasa. Kita tak bisa bertindak sembarangan.""Setuju," sahut Lin Xue. "Aku akan memimpin tim intelijen. Kita perlu informasi sebanyak mungkin: lokasi, kekuatan, dan rencana mereka. Setiap detail, sekecil apapun, sangat penting. Aku sudah mengidentifikasi beberapa titik potensial di peta ini." Ia menunjuk beberapa kota besar dan jalur perdagangan. "Ini kemungkinan besar tempat operasi mereka."Lie Feng mengusap pedangnya. "Aku akan fokus pada pelatihan. Kemampuan bela diriku harus ditingkatkan. Mereka terlatih, terorganisir, dan berbahaya. Aku harus siap menghadapi apa pun."Master Jian mengamati mereka. "Rencana yang baik," katanya. "Kalian berdua akan mengumpulkan i
Mimpi-mimpi Lie Feng semakin intens, detailnya begitu nyata hingga terasa seperti kenangan. Ia melihat dirinya, masih kecil, berlatih di bawah bimbingan seorang wanita misterius di sebuah tempat terpencil yang diselimuti kabut. Bukan sekadar seni bela diri biasa yang diajarkan wanita itu, melainkan teknik-teknik yang mengendalikan energi dalam, kekuatan yang melampaui batas kemampuan manusia. Gerakan-gerakan wanita itu lincah, seperti tarian kematian yang mematikan. Lie Feng kecil menyerap setiap gerakan, setiap kata, setiap tatapan tajam dari sang guru misterius. Wanita itu, dengan rambut hitam panjang yang terurai, tersenyum lembut namun tatapannya menyimpan kekuatan yang luar biasa.“Fokus, Lie Feng,” suara wanita itu bergema di telinganya, lembut namun tegas. “Kekuatan sejati bukan terletak pada otot, melainkan pada kehendak hati.”Lie Feng berlatih keras, tubuh kecilnya berkeringat, namun semangatnya tak pernah padam. Malam demi malam, mimpi itu berulang, memperlihatkan kema
Ruangan itu sunyi, hanya diselingi oleh suara napas Lie Feng yang tersengal-sengal. Luka-lukanya parah, kulitnya pucat pasi, dan keringat dingin membasahi dahinya. Pertempuran melawan Vashta yang telah berubah telah meninggalkan bekas yang dalam, bukan hanya pada tubuhnya, tetapi juga pada jiwanya. Lebih dari rasa sakit fisik, yang menghantuinya adalah serpihan-serpihan ingatan yang muncul dalam mimpi-mimpi yang intens dan kacau. Mimpi-mimpi yang bukan sekadar gambaran biasa, tetapi serangkaian adegan yang hidup, penuh simbolisme dan misteri yang mencekam.Lin Xue, Mei Lin, dan Jian berjaga di sampingnya. Kecemasan tampak jelas di wajah mereka. Wajah Lie Feng tampak menegang, tersiksa oleh sesuatu yang tak nampak."Dia masih belum sadar," bisik Mei Lin, suaranya penuh keprihatinan. Ia menatap Lie Feng dengan tatapan yang penuh simpati. "Mimpi-mimpinya… semakin intens sejak pertempuran itu.""Ya," jawab Jian, suaranya juga rendah dan hati-hat
Gulungan kuno itu telah membuka sebuah jendela kecil ke dalam masa lalu Lie Feng, tetapi hanya sekilas. Banyak pertanyaan masih belum terjawab, dan rasa penasaran yang membara membakar jiwanya. Hubungannya dengan Vashta, wanita misterius dalam mimpinya, dan arti dari "anak yang dipilih," "kekuatan yang tertidur," dan "ikatan darah yang tak terputus"—semuanya masih menjadi teka-teki yang membingungkan.Lie Feng menyadari bahwa ia membutuhkan jawaban, dan ia tahu di mana harus mencarinya: di dalam dirinya sendiri. Ia memutuskan untuk melakukan meditasi mendalam, mencoba untuk menembus lapisan-lapisan ingatan yang terkubur dalam, untuk menemukan kebenaran yang telah lama tersembunyi.Ia mencari tempat yang tenang dan damai, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan perguruan. Di puncak gunung yang menjulang tinggi di belakang perguruan, di bawah langit yang dipenuhi bintang-bintang, ia memulai meditasi. Ia duduk bersila, menutup matanya, dan membiarkan pikirannya melayang, me
Petunjuk dari ukiran kuno itu, walau samar, menuntun Lie Feng ke jantung Perguruan Naga Teratai. Bukan ke ruang pelatihan, bukan ke tempat tinggal para murid, tetapi ke sebuah tempat yang tersembunyi, yang keberadaannya hanya diketahui oleh segelintir orang terpilih – perpustakaan rahasia. Selama bertahun-tahun, Lie Feng sendiri pun tak pernah mengetahuinya. Hanya sebuah intuisi yang kuat, didorong oleh sisa-sisa energi Vashta yang masih berdenyut di udara, yang membawanya ke sana.Lie Feng, didampingi Lin Xue dan Mei Lin, menemukan lorong sempit yang hampir tak terlihat, tersembunyi di balik tirai tanaman rambat lebat di taman belakang perguruan. Udara di dalam lorong terasa lembap dan berat, bau tanah dan kayu lapuk memenuhi hidung. Lin Xue menyinari lorong dengan obornya, mengungkapkan dinding batu yang kuno dan lembap."Ini… sangat berbeda dari bagian perguruan lainnya," kata Mei Lin, suaranya berbisik, seperti takut mengganggu kedamaian tempa
Udara di Perguruan Naga Teratai masih bergetar, meski pertempuran dahsyat melawan makhluk dunia lain telah berakhir beberapa minggu lalu. Bekas luka masih terlihat jelas di dinding-dinding perguruan, tanda nyata dari pertempuran sengit yang telah mereka lalui. Lie Feng, yang tampak lebih kurus dan lelah daripada biasanya, duduk bersila di halaman belakang, matanya terpejam rapat. Bukan sekadar beristirahat, ini adalah meditasi yang mendalam, sebuah pencarian akan sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang hanya dia yang bisa merasakannya.Udara di sekitarnya berdenyut dengan energi yang samar, getaran halus yang terasa seperti bisikan di antara daun-daun. Ini bukan energi chi biasa yang mengalir di tubuh para pendekar, bukan pula energi gelap yang mengerikan dari makhluk dunia lain. Ini adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang… mengenal. Sebuah resonansi energi yang unik, dingin, tajam, dan menyeramkan, namun juga… familiar.Setelah beberapa saat, Lie Feng membu
Tim pengintai Jian berangkat menuju pegunungan barat. Mereka terdiri dari Jian sendiri, dua murid senior yang terampil dalam pertempuran jarak dekat, dan seorang ahli dalam penyamaran dan pengintaian. Perjalanan mereka berbahaya dan penuh tantangan. Mereka harus melewati hutan lebat, tebing curam, dan sungai deras. Mereka juga harus menghindari patroli musuh dan jebakan yang tersembunyi.Setelah beberapa hari perjalanan, mereka tiba di sebuah lembah terpencil. Di tengah lembah, terdapat sebuah bangunan kuno yang memancarkan energi misterius yang kuat. Energi itu sama dengan energi yang terdeteksi di berbagai tempat di dunia."Ini dia," kata Jian, suaranya berbisik. "Sumber energi misterius itu."Mereka mendekati bangunan tersebut dengan hati-hati. Mereka memasuki bangunan tersebut dengan hati-hati. Di dalam, mereka menemukan banyak ruangan yang penuh dengan artefak kuno dan gulungan kuno. Mereka juga menemukan beberapa makhluk misterius ya
Di sisi lain lapangan, Mei Lin melatih kelompoknya dalam meningkatkan intuisi dan kesadaran energi. "Tutup matamu," perintahnya. "Rasakan energi di sekitarmu. Rasakan getaran terkecil pun. Itu adalah kunci untuk memperkirakan gerakan lawan dan menghindari bahaya.""Sangat sulit, Tuan Mei Lin," keluh seorang murid. "Saya tidak bisa merasakan apa pun.""Sabar," jawab Mei Lin. "Ini membutuhkan latihan dan konsentrasi. Jangan menyerah. Kemampuan ini akan menyelamatkan hidupmu di lapangan pertempuran."Jian, dengan kelompoknya yang terdiri dari murid senior, berlatih dalam mengembangkan strategi pertempuran yang baru. "Kita harus mempelajari kelemahan musuh kita yang lalu," katanya. "Kita harus mengetahui bagaimana mereka bergerak, bagaimana mereka menyerang, dan bagaimana mereka berpikir.""Tapi bagaimana kita bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan?" tanya seorang murid."Ki
Sinar matahari pagi menyinari Perguruan Naga Teratai, mengusir bayang-bayang kegelapan yang masih melekat setelah pertempuran dahsyat melawan makhluk energi gelap. Udara sejuk pagi membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang baru saja terkena embun. Di halaman perguruan, yang masih menunjukkan bekas-bekas pertempuran, Lie Feng, Lin Xue, dan Mei Lin berdiri berdampingan, memandang para murid mereka yang berkumpul. Wajah-wajah mereka, meski lelah, mencerminkan tekad yang baru. Mereka telah melewati ujian api, dan telah keluar sebagai pemenang, tetapi kemenangan ini hanyalah awal dari perjalanan baru yang lebih panjang dan lebih menantang.Lie Feng memulai, suaranya tenang namun berwibawa, "Kita telah melewati banyak hal bersama. Kita telah menghadapi kematian, kehilangan, dan keputusasaan. Namun, kita telah melewatinya bersama-sama. Kita telah mengukir ikatan persahabatan yang lebih kuat dari baja."Lin Xue mengangguk, "Ya, Lie Feng. Pertempuran itu telah menempa ki
Ketegangan menyelimuti Perguruan Naga Teratai. Getaran yang terasa beberapa hari lalu semakin kuat, mengindikasikan bahwa ancaman itu semakin dekat. Para petarung, di bawah kepemimpinan Lie Feng, Lin Xue, dan Mei Lin, terus memperkuat pertahanan dan meningkatkan kewaspadaan. Mereka berlatih dengan tekun, menajamkan intuisi dan memperkuat kerja sama tim mereka.Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, getaran itu mencapai puncaknya. Tanah berguncang hebat, dan suara gemuruh menggelegar di udara. Para petarung siaga penuh, pedang mereka terhunus, siap menghadapi apa pun yang akan datang."Itu dia!" teriak Jian, matanya melihat sesuatu di ujung hutan di dekat perguruan. "Ada sesuatu yang sedang mendekati!"Semua petarung menatap ke arah ujung hutan. Di tengah kegelapan, mereka melihat sesosok bayangan besar bergerak mendekati perguruan. Bayangan itu memancarkan aura yang sangat mengancam, aura yang beg