Tobi sama sekali tidak mengetahui hal ini. Setelah kembali ke ruangannya, dia mulai merasa bosan. Lantaran tidak bisa berlatih di sini, dia terpaksa mengeluarkan ponsel untuk bermain gim.Saat ini, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Tak lama kemudian, sosok Susan muncul di balik pintu."Kak Tobi!""Ya, ada apa?"Tobi tidak mengangkat kepalanya sama sekali. Dia masih terus menundukkan kepalanya sambil bermain gim.Susan sedikit tertekan, tetapi begitu teringat dengan kata-kata Yuli, dia berpikir ini termasuk kesempatan bagus, "Hmm, Kak Tobi, apa kamu ada waktu luang malam ini?""Ada, eh, aku sibuk.""Kak Tobi benci kepadaku?" tanya Susan dengan raut wajah sedih, seakan-akan hampir menangis. Mendengar suaranya saja sudah membuat orang merasa kasihan padanya."Nggak, kok. Semua pria pasti akan tertarik dengan gadis cantik sepertimu, jadi mana mungkin aku membencimu."Yang dikatakan Tobi memang benar.Susan memiliki penampilan cantik, bola mata besar, kulit yang seputih susu, pinggan
Dengan begitu, putrinya bisa bersama Gavin dan menjadi menantu dari keluarga terpandang.Apalagi pagi ini, Tuan Gavin mendatangi mereka dan mengatakan bahwa selama Tobi bercerai dengan Widia, dia akan langsung menikahi wanita itu.Tuan Gavin tidak ingin Tobi terlibat dengan putrinya lagi dan menuntut agar mereka bercerai dalam waktu tiga hari.Karena alasan inilah, Kakek Muhar memutuskan untuk turun tangan menanganinya langsung.Setelah duduk selama beberapa saat, Kakek Muhar pun berkata, "Tobi, sejak kamu tinggal di kediaman Keluarga Lianto, perlakuanku kepadamu cukup baik, 'kan?""Ya, Kakek sangat baik kepadaku," ucap Tobi dengan jujur. Selama ini Kakek Muhar memperlakukannya dengan baik, walau terjadi masalah, beliau tetap melindungi dirinya."Baguslah kalau kamu mengerti. Sekarang Kakek ingin memintamu melakukan satu hal. Aku harap kamu menyetujuinya."Mendengar itu, Tobi telah menebak masalah apa itu, tetapi dia masih berpegang pada secercah harapan dan bertanya, "Ada apa?""Berce
"Tobi, kamu dengar itu? Seharusnya kamu ngerti maksud Ayah, 'kan?"Ibunya Widia berkata sambil memasang tatapan mengejek, "Pria yang nggak punya apa-apa sepertimu seharusnya sudah keluar dari Keluarga Lianto dari dulu. Kenapa kamu masih berani menempel pada putriku?""Benar, kami bisa menyuruhmu datang ke sini dan berbicara baik-baik, itu semua karena Ayah berbaik hati.""Kalau nggak, kami nggak mungkin membiarkanmu masuk ke kediaman Keluarga Lianto lagi. Selain itu, aku punya banyak cara menghadapi orang sepertimu, juga bisa membuatmu mati tragis," ancam ayahnya Widia."Benar. Tobi, jangan tak tahu diuntung. Kamu tahu kekuatan Keluarga Lianto kami, 'kan? Seandainya kami ingin menyentuhmu, kamu juga nggak akan bisa hidup sampai hari ini."Ayah dan ibunya Widia terus-terusan menyerangnya, apalagi kata-kata mereka penuh dengan ancaman.Seolah-olah, jika Tobi tidak menuruti mereka, dia akan langsung mati.Apalagi, Tuan Gavin sudah mengungkapkan niat untuk menikahi Widia, jadi masalah ini
"Kalau kamu nggak mau, begitu keluar dari pintu ini, jangan salahkan aku karena bertindak kejam."Ancaman Kakek Muhar begitu dingin, bahkan aura yang terpancar keluar dari tubuhnya tampak menakutkan sekali.Ini jelas-jelas berbeda dari sikap merendahnya saat berada di depan Tuan Bowo sebelumnya.Lagi pula, di matanya, Tobi hanyalah seorang bocah yang memiliki sedikit ilmu seni bela diri.Berbeda halnya jika kekuatannya mencapai tingkat Guru Besar. Jika demikian, mungkin tak ada seorang pun di seluruh Kota Tawuna ini yang berani tidak menghormatinya.Masalahnya sekarang, apa hal seperti itu bisa terjadi?Tidak mungkin!Apalagi, Tuan Bowo termasuk kepercayaannya Pak Damar.Saat itu, Kakek Muhar pasti tidak berani berbicara kasar seperti ini. Dia juga harus merendah dan membungkuk dengan hormat.Menghadapi ancaman Kakek Muhar, Tobi hanya menanggapinya dengan senyuman, "Lakukan saja!"Begitu mengucapkan kata-kata ini, dia langsung pergi.Setiap langkahnya sangat ringan, santai dan penuh pe
"Kamu!""Gila!""Kenapa tiba-tiba membual lagi?""Sudahlah, aku malas berdebat denganmu. Cepat kembali ke perusahaan."Usai mengatakan itu, Widia pun menutup telepon.Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan Tobi barusan.Tobi tak berdaya. Padahal, dia berencana membeberkan sedikit kemampuannya, tetapi Widia tidak memercayainya sama sekali.Apalagi, nada suara Widia di telepon tadi begitu marah. Dia pun terpaksa kembali ke perusahaan dengan patuh.Baru saja Widia mengakhiri pembicaraannya, tetapi ponselnya kembali berdering. Kali ini, kakeknya yang menelepon."Kakek!" sapa Widia dengan cepat. Kakeknya selalu menyayangi dan mendukungnya sejak masih kecil. Hanya saja, kali ini, kakeknya tidak sependapat dengannya. Dia tidak ingin dirinya bersama dengan Tobi.Padahal sebelumnya kakeknya-lah yang bersikeras menjodohkan dirinya dengan Tobi, tetapi sekarang tidak lagi demikian. Dia ingin mereka segera bercerai."Kakek, aku nggak mau bercerai dengan Tobi.""Untuk saat ini, aku
"Apa yang kamu bicarakan!"Widia segera membalas, "Tobi sama sekali nggak mengeluh kepadaku. Bahkan, saat aku meneleponnya dan memarahinya karena berada di luar, dia juga nggak bilang apa-apa.""Lantas, dari mana kamu tahu masalah ini?" tanya Kakek Muhar."Kalian nggak perlu tahu begitu banyak. Pokoknya, bukan Tobi yang bilang. Apa kalian mengancamnya dan menyuruhnya meninggalkanku? Apa jawabannya?" tanya Widia."Huh! Memangnya dia bisa jawab apa? Dia mana rela meninggalkan keluarga kita yang kaya ini. Yang dia inginkan hanyalah uang.""Kami mau memberinya 20 miliar, tapi dia malah merasa itu terlalu sedikit," seru ibunya Widia."Dengan kata lain, dia nggak setuju?" ujar Widia sambil menghela napas lega. Terkadang dia benar-benar takut Tobi akan setuju."Ya, dia nggak setuju, tapi bukan karena dia menyukaimu, lantaran kamu itu direktur Grup Lianto dan kamu punya banyak saham di perusahaan.""Sebaliknya, Tuan Gavin lebih baik. Dengan latar belakang keluarganya, dia sama sekali nggak mem
Begitu Tania menyampaikan idenya, keduanya pun segera mendiskusikan keseluruhan strategi itu.Gavin terus-menerus memuji Tania setelah mendengar penjelasannya. Memang benar, wanita paling paham dengan sesamanya, apalagi Tania itu sahabatnya Widia.Sudah dipastikan, langkah selanjutnya, Gavin tak akan terkalahkan lagi.Selagi memikirkan hal ini, ponsel Gavin berdering. Dia melirik sekilas layar ponselnya, panggilan dari Widia. Mungkinkah wanita itu akan memarahinya seperti yang dikatakan Tania barusan?Jika tidak, Widia tidak akan berinisiatif meneleponnya, kecuali dia punya masalah penting."Halo!""Tuan Gavin, kamu datang melamar ke kediaman Keluarga Lianto kemarin, lalu memberi kami tenggat waktu tiga hari?" Saking marahnya, Widia tidak berbasa-basi lagi dan langsung ke inti permasalahan.Gavin terkejut. Ternyata benar, Widia sungguh menanyakan masalah ini.Mau tak mau, Gavin mengacungkan jempol kepada Tania.Memikirkan strategi yang baru saja dibahas dengan Tania, Gavin pun menjawab
Tanpa menunggu Widia menanggapi pertanyaannya, Gavin lanjut menambahkan, "Kalau benar, bukankah dia tipikal pria dari keluarga miskin, kerap merasa rendah diri dan mudah sensitif?""Lantaran rendah diri dan rasa sensitif itu, mereka berharap bisa menarik perhatian orang lain dan memperoleh kepuasan dengan membual. Ketika menghadapi masalah, dia sangat arogan dan merasa dirinya paling benar.""Orang seperti ini jelas-jelas nggak baik. Seiring berjalannya waktu, dia pasti akan mencelakaimu, juga Keluarga Lianto.""Hentikan. Kamu nggak perlu ikut campur masalahku dengan Tobi.""Sebaliknya kamu, tolong batalkan lamaranmu. Jangankan tiga hari, bahkan tiga bulan pun aku nggak akan setuju," ujar Widia.Mendengar itu, Gavin mulai berakting lagi, "Widia, aku nggak sangka, kamu bukan hanya melupakan janji kita, tapi kamu juga begitu kejam kepadaku.""Meski begitu, aku nggak akan menyerah. Asalkan kamu menceraikan Tobi dalam tiga hari, aku pasti akan menikahimu."Usai mengucapkan kata-kata itu, G
Namun saat mengetahui tentang siaran langsung global, dia segera memikirkan cara sempurna untuk menemukan ibu kandungnya Widia."Ya. Untunglah ada kamu yang menemaniku selama ini!"Widia mengangguk. Sekarang dia sudah tahu betapa menakutkan kemampuan yang dimiliki Tobi. Jika Tobi pun tidak bisa menemukan ibu kandungnya, mungkin tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.Damar mengantar keduanya ke ruang VIP restoran, lalu bangkit dan pergi.Dia tidak ingin menjadi 'obat nyamuk' dan mengganggu kencan mereka berdua.Tobi juga memusatkan perhatiannya pada masalah Widia. Dia takut hal ini akan berdampak besar pada Widia, jadi dia juga tidak memedulikan hal lainnya lagi.Apalagi, kejadian ini terjadi terlalu cepat dan tiba-tiba.Saat ini, di area terlarang Jatra, akhirnya Harita berdiri di atas arena pertarungan dan ingin melawan Hirawan. Dia melakukan semua ini bukan untuk hal lain, tetapi demi martabat Negara Harlanda.Perlu diakui, setelah berhasil membuat terobosan, kekuatan Harita memang sa
Melihat keduanya pergi, Yesa buru-buru bangkit. Dia tampak marah besar. Dia tak henti-hentinya mengumpati Widia dan Tobi.Kata-katanya begitu tidak enak didengar. Selanjutnya, saat memikirkan hidup mereka yang akan sulit ke depannya, dia juga kembali memarahi Herman.Dia bilang Herman tidak berguna dan membuatnya menjalani hidup yang menyedihkan. Herman tidak bisa memberinya kehidupan mewah, bahkan Grup Lianto pun jatuh di tangan orang luar.Yesa juga bilang, apa yang harus dia lakukan ke depannya? Jika tidak memberinya ratusan miliar atau membiarkannya menjadi orang terpandang di Kota Tawuna, bagaimana dia bisa hidup?Dia sudah kehilangan harga diri. Dia meminta Herman untuk memikirkan cara agar mendapatkan kembali Grup Lianto. Setidaknya, perusahaan itu sekarang bernilai triliunan atau bahkan mencapai puluhan triliun.Jika tidak, Yesa akan bercerai dengan pria tidak berguna sepertinya.Makin berbicara, dia makin emosi. Pada akhirnya, dia pingsan karena terlalu emosi dan sedih.Herman
Wajah Widia berubah muram. Ekspresinya juga terlihat kusut. Namun, dia akhirnya mengangguk dan berkata, "Kuserahkan masalah ini padamu."Mendengar itu, Yesa langsung panik.Kali ini yang hilang bukan hanya kejayaan dan kekayaan, tetapi dia juga tidak punya harapan untuk menjadi nyonya kaya yang dikagumi semua orang. Bahkan, dia mungkin juga akan masuk penjara.Tidak bisa.Dia masih ingin meningkatkan prestisenya dan menjadi wanita bangsawan.Dia panik, lalu berlutut di depan mereka berdua sambil menangis. "Widia, ini salahku. Aku minta maaf padamu. Aku mengakui kesalahanku.""Apa yang kamu lakukan. Cepat berdiri dulu."Widia terkejut dan segera menjauh. Tidak peduli apa pun masalahnya, dia juga telah menganggap mereka sebagai orang tuanya selama ini.Menyadari hal itu, Yesa merasa masih ada harapan. Tangisnya makin menjadi-jadi. Dia juga memperlihatkan tampang memelas sambil berkata, "Nggak. Aku nggak akan berdiri, kecuali kamu memaafkanku.""Aku menyesali perbuatanku. Mengingat Keluar
Begitu mendengar putrinya mencurigai mereka berdua bukanlah orang tuanya, Yesa tampak terkejut. Mungkinkah Tobi telah mengatakan yang sebenarnya kepada Widia? Seharusnya tidak mungkin, 'kan?Berdasarkan sifat Tobi, pria itu tidak mungkin mengatakan pada Widia bahwa dirinya dicampakkan oleh ibu kandungnya sendiri. Namun, setelah mendengar kata-kata selanjutnya, sepertinya itu karena Widia merasa Yesa tidak memperlakukannya dengan baik selama ini. Oleh karena itu, Widia bisa menyalahkan dirinya.Meski Yesa merasa tidak senang, dia segera berkata, "Widia, kami memang nggak memperlakukanmu dengan baik sebelumnya, tapi bagaimanapun juga, kami adalah orang tuamu.""Orang tuaku?" Widia berkata dengan dingin, "Kamu kira aku nggak tahu apa-apa? Tobi sudah memberitahuku segalanya!"Setelah mendengar itu, wajah Yesa berubah drastis. Dia tidak menyangka Tobi akan mengatakan yang sebenarnya kepada Widia. Dia pun buru-buru berkata, "Ka ... kamu sudah tahu semuanya?""Jangan salahkan aku. Kami takut
Seiring berjalannya waktu, Negara Harlanda kini makin kuat dalam segala aspek. Termasuk teknologi, militer, dan lain sebagainya, meski menghadapi blokade gila-gilaan mereka.Mereka bahkan tidak peduli dengan kredibilitas negara, memberikan sanksi yang tidak masuk akal dan juga melanggar berbagai aturan seenaknya.Meski begitu, mereka tetap tidak bisa menghentikan perkembangan Negara Harlanda.Namun, saat ini Luniver tampak mengerutkan kening. Lantaran mereka mendapat kabar bahwa Tobi masih berada di Gunung Simeru dan belum turun. Jadi, mereka memikirkan cara untuk memaksa Negara Harlanda dan juga Tobi.Bagaimanapun, Negara Harlanda seharusnyanya tahu bahwa target mereka adalah Tobi. Selain itu, bocah itu sudah mulai memahami hukum langit dan bumi. Jika tidak menghabisinya sekarang, entah ancaman seperti apa yang akan mereka hadapi kelak.Walau Tobi masih tidak bisa menandinginya saat ini.Namun, dia baru saja menerima kabar. Katanya Tobi telah diam-diam meninggalkan Gunung Simeru. Tamp
Indira mengangguk. Dalam hatinya, dia diam-diam bertekad, apa pun yang terjadi, dia pasti akan melindungi satu-satunya harapan mereka ini. Tepat di saat ini, ponselnya berdering.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengangkatnya. Begitu mendengar apa yang disampaikan orang di seberang sana, wajahnya berubah drastis. Dia berkata dengan kaget, "Apa kamu bilang!"Dia sulit untuk percaya. Bukankah Vamil mengatakan mereka berdua akan membutuhkan waktu lama untuk pulih, jadi bagaimana bisa secepat ini?Dia kemudian menutup telepon dan berkata dengan ekspresi muram, "Entah sejak kapan, Luniver dan Hirawan telah menyelinap ke Negara Harlanda. Apalagi, Hirawan langsung membuat arena pertarungan di area terlarang.""Dia juga menyebarkan rumor bahwa seni bela diri Negara Harlanda diwarisi dari Negara Melandia. Apalagi, kekuatan kita jauh lebih rendah dibandingkan Negara Melandia. Mereka menganggap kita sebagai sampah. Dia bilang dia sendiri bisa dengan mudah menggulingkan semua master Negara Harlanda.
Ekspresi Widia juga berubah. Tindakan ibunya ini seketika membuatnya merasakan firasat buruk. Apa telah terjadi sesuatu?Benar saja. Setelah melirik mereka berdua, Tobi mengangkat tangannya dan menampar Yesa sambil berkata dengan dingin, "Apa kamu pantas dipanggil ibu?"Yesa tertegun sejenak. Ada rasa sakit yang membakar di pipinya.Herman juga tertegun. Namun, dia segera berkata dengan marah, "Tobi, apa yang kamu lakukan!"Plak!Lagi-lagi sebuah tamparan.Tobi berkata dengan dingin, "Kamu juga nggak jauh berbeda!"Herman juga tercengang. Yesa tampak marah. Namun melihat tatapan tajam Tobi, dia tidak berani melakukan apa pun. Dia hanya bertanya dengan hati-hati, "Tobi, apa yang kamu lakukan? Apa kamu masih marah dengan masalah yang terjadi terakhir kali? Itu semua salahku. Aku menyesali perbuatanku.""Sekarang kamu juga sudah menamparku. Kita anggap masalah ini berlalu, ya?"Herman juga marah, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Widia dan berkata dengan marah, "W
Saat ini, Yesa tampak mengumpat dengan kesal, "Widia itu nggak tahu berterima kasih. Dia malah nggak menghiraukan kita begitu saja.""Bukan hanya nggak menjawab panggilan teleponmu, dia bahkan nggak angkat teleponku. Sia-sia aku begitu peduli padanya."Herman yang mendengar hanya bisa memperlihatkan ekspresi tak berdaya. Saat teringat dengan apa yang telah dia dan istrinya lakukan selama ini, apa mungkin putrinya akan peduli dengan mereka lagi?Mengenai apa yang dikatakan Yesa tentang ingin membongkar kasus yang dilakukan Tobi, dia hanya berpura-pura saja. Karena dia tahu betul, begitu semua terekspos dan Negara Melandia mengejar mereka, sudah pasti mereka akan mati dengan mengenaskan.Yang paling penting lagi, belum tentu Tobi akan ditangkap. Sebaliknya, dia hanya akan menyinggung Widia.Sebenarnya, dalam hati Yesa, dia masih berharap Widia bisa berubah pikiran.Lagi pula, dia telah melakukan banyak hal yang lebih menjijikkan dan tidak tahu malu sebelumnya, bukankah Widia masih berula
Bukankah sudah tidak ada orang yang bisa mengancam mereka lagi? Apa telah terjadi sesuatu?"Widia, ada satu hal yang aku minta orang selidiki selama ini dan sekarang akhirnya hasilnya sudah ketemu," ucap Tobi perlahan."Masalah apa? Ada hubungannya denganku?""Ya, kamu harus persiapkan mentalmu.""Apa yang terjadi sebenarnya?""Ada hubungannya dengan asal-usulmu." Tobi khawatir Widia akan sulit menerima kenyataan ini."Apa!"Ekspresi Widia seketika berubah. Begitu mendengar perkataan Tobi, dia sepertinya sudah bisa menebaknya. Wajahnya memucat. Dia pun bertanya, "Jangan-jangan, aku bukan anak kandung Keluarga Lianto?""Bukan hanya nggak, tapi Yesa menculikmu dari tangan ibumu."Tobi akhirnya menceritakan masalah itu pada Widia.Apa!Wajah Widia bertambah pucat. Tubuhnya gemetar. Fakta dia bukan anak kandung ibunya saja sudah membuatnya sedih. Tak disangka, malah ada hal seperti ini lagi sekarang.Namun, dia sangat kuat dan tegar. Jika tidak, dia juga tidak mungkin bisa menjabat sebagai