“Bagaimana jika pisahkan virus yang itu?” ucap Maria kepada Albert.
Saat ini mereka sedang berada di ruang penelitian. Maria melanjutkan penelitian baru, dia ingin membuat penelitian yang mustahil di ciptakan oleh orang lain.
Mr. Anthony tidak bisa menemani mereka untuk melakukan penelitian. Setelah acara pesta kemarin, dia di panggil oleh keluarga kerajaan.
Albert yang sejak tadi hanya menatap Maria dengan lekat, dia tidak memperhatikan sama sekali tentang ucapan Maria. di lihatnya wajah yang sedari kecil terus m
Albert menghampiri Maria. Dia memeluknya dari belakang, menghirup aroma dari tubuh Maria yang selama ini terus terbayang di pikirannya.“Aku takut,” ucap Maria pelan.Maria mulai merasa akan ada bahaya yang akan menunggunya. Perasaannya campur aduk, apa lagi hubungan dirinya dan Albert sudah terlalu jauh.“Apa yang kau takutkan?” tanya Albert masih menghirup aroma rambut Maria.“Darren, aku takut dia membuat keributan.”“Biarkan saja, jika dia berbuat ulah. Kita bisa pergi dari sini. Atau kau mau aku membunuhya?”Maria langsung berbalik menatap Albert. Tawaran yang Albert berikan sangat menggiurkan. Semua masalah akan selesai jika Darren mati. Maria lalu tersenyum, dia menarik wajah Albert untuk dia cium.Suara ketukan pintu kamarnya , membuat Maria harus melepaskan ciuman Albert. Dia membenarkan bajunya. Lalu berjalan ke arah pintu kamarnya. Albert dengan santainya mengikuti Maria dari
Berbulan-bulan mereka pergi. Tidak ada satu pun yang mencari mereka. Hidup mereka seakan terasa indah. Dosa yang mereka lakukan selama ini, seolah tidak berarti apa-apa.Mereka pergi ke wilayah yang sangat terpencil. Hanya Albert yang tahu tempat itu, karena Albert sudah sering pergi ke banyak wilayah selama ikut berperang.Perut Maria semakin membesar. Albert semakin protective menjaga Maria dan juga calon anaknya. Penelitian yang menjadi tujuan dalam hidup Maria, masih di kerjakannya bersama Albert. Dan penelitian itu sudah hampir selasai, hanya tinggal uji coba saja.
“Aku tidak ingin kau pergi, Maria.” Albert tidak berdaya melihat Maria yang menangis seperti itu.“Nyawa kalian lebih berharga. Tolong jaga Stevani dengan baik,” ucap Maria.“Kau sudah memberinya nama tanpa seijinku, Maria,” Albert tertawa kecil. Egonya runtuh begitu saja.Dia saja belum memikirkan untuk memeberi nama anaknya. Tapi Maria dengan spontan langsung memberi nama. Maria ikut tertawa. Semua itu tidak luput dari perhatian Darren.“Mari kita pergi sekarang! Ucapan selamat tinggalnya sudah cukup!”Darren menatap keduanya dengan dingin. Dia langsung menarik tangan Maria untuk mengikutinya. Albert mengikuti dari belakang. Tatapannya tetap tertuju ke arah Maria.Maria berjalan terseok-seok. Dia masih merasakan ngilu akibat melahirkan anaknya. Namun dia menahannya. Sesekali dia meringis kecil. Darren yang menyadarinya dengan cepat mengendong Maria. Dan Maria yang kaget langsung mengalungkan
Tergambar dengan jelas di mata Maria. Anak kecil yang ada di dekapan seorang wanita setengah baya, membuat jantungnya berdetak dengan cepat. Senyumnya terukir jelas. Darren menyaksikan hal itu tanpa terusik sedikitpun. Dengan ke hadiran Stevani, Darren berharap bisa mendapatkan Maria seutuhnya. Bayi itu bergerak tidak tenang, dia mulai menangis dengan sangat kencang. Maria yang ingin menenangkannya dan menggendongnya, langsung di halangi oleh Darran.“Kau tidak perlu mengurusnya. Ada pelayan yang akan melakukan itu un
Selama di rumahnya Maria merawat bayinya sebaik mungkin. Sebentar lagi dia akan kembali ke kediaman Darren. Jika bisa memilih, dia lebih senang tinggal di rumahnya dengan orang tua dan juga Albert.Sekarang dia seperti tidak memiliki pilihan. Semuanya sudah di atur, untuk melindungi orang-orang yang di sayanginya Maria harus bisa melepaskan kenyamanan itu.“Stev, selama Mommy tidak di sini, kau jangan nakal ya. Jangan membuat Ayahmu susah, oke!” Maria mengajak ngobrol bayinya.Dia sangat senang melihat wajah Stevani yang tenang. Kadang wajah itu menggemaskan. Sayang untuk beberapa waktu, dia tidak akan bisa melihat wajah anaknya.Albert menghampiri Maria yang sedang berada di taman. Dia sangat merindukannya. Semua yang ada pada Maria sangat dia rindukan. Senyumannya, gerak-geriknya, sikap lembutnya.Di peluknya tubuh itu dari belakang. Maria menegang, namun tidak mencoba untuk lepas dari pelukan itu. Dia tahu wangi itu adalah wangi dari
Persiapan pernikahan sudah semakin matang. Maria semakin melancarkan rencananya. Penjahat yang sewaktu itu di jadikan objek penelitian sudah semakin membaik. Dia sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri. Hanya tinggal mengujinya di luaran. Darren yang masih sibuk dengan persiapan pernikahan, belum mengetahui tentang orang yang menjadi objek penelitian Maria untuk mengancam hidupnya. beberapa hari Maria tidak keluar dari tempat penelitiannya. Dia juga melarang semua orang memasuki tempatnya. Termasuk Darren yang ingin melihat wajah Maria.
Hari yang paling di tunggu oleh Darren datang juga. Semua hal untuk pesta pernikahannya bersama Maria sudah di buat semewah mungkin. Namun Maria tidak pernah sekali pun menanyakan segala persiapan untuk pernikahannya. Tidak masalah untuk Darren, yang penting Maria tetap berada di sisinya.Pesta pernikahan di adakan di rumahnya. Hanya untuk berjaga – jaga, agar tidak ada kejadian buruk yang menimpanya atau pun Maria. Semua ke mungkinan yang akan menghambat prosesi acara, sudah di pertimbangkannya.Penjagaan di luar rumahnya jangan di tanya lagi. Darren khusus menambah penjagaan besar – besaran hanya untuk acara pernikahannya. Walau pun acara itu hanya untuk satu hari satu malam saja.Orang tua Maria dan Darren sudah datang dan duduk di meja terdepan yang sudah di tata serapih mungkin. Tamu undangan dari bangsawan sampai pemimpin daerah tetangga sudah mulai berdatangan.Darren yang sudah siap sejak tadi, tidak dapat merasa tenang. Dia takut ada
“Kau bisa mencobanya,” ucap Maria. Perlahan dia mengusap leher Darren lalu ke dahinya. Menelusuri urat yang menghitam.Darren belum menyadari yang terjadi kepada Maria. Dia memandangnya dengan tatapan memohon. Memohon agar rasa panas itu di hilangkan saja.Darren melihat bola mata Maria yang berubah, dia hanya berpikir itu adalah reaksi dari penelitian yang Maria lakukan kepadanya.“Kau boleh mencobanya!” perintah Maria, namun matanya tertuju kepada beberapa tamu yang ada di lantai bawah. Dagu Maria menunjuk ke lantai bawah.Darren tidak menjawab, pikirannya sudah buntu. Di pikirannya hanya ada pertanyaan bagaimana mengendalikan dirinya yang mulai bereaksi sendiri.“Pergilah,” ucap Maria lagi. mendorong perlahan agar Darren segera turun dari lantai atas.Insting Darren langsung tertuju kepada salah seorang perempuan di dekatnya. Dia bisa mencium bau amis dari dirinya. Darren terus menatapnya dengan l
Aku dan Hary pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini sudah hari ke sembilan kami seperti ini. Entah sampai kapan kami akan terus bermain petak umpat dengan mereka.Hary tidak pernah menunjukan ekspresi sedihnya lagi. Dia lebih sering tersenyum, seolah kami sedang liburan untuk beberapa saat ke depan.Dengan kemampuan yang di milikinya, Hary mengendalikan pikiran orang lain untuk memenuhi kehidupan kami. Kadang Hary meninggalkanku sendiri, agar dia bisa memenuhi nafsu predatornya.Saat ini kami sedang berada di atas kapal, Hary mengajakku untuk pergi ke sebelah timur Nusantara. Aku yang tidak terlalu tahu hanya mengikutinya saja.Terkadang tanpa aku sadari, aku sudah berada di tempat berbeda. Aku tidak pernah bertanya kepada Hary. Aku percaya Hary bisa melindungiku.“Hary, sepertinya aku ....”“Aku tahu, ada beberapa vampire di sini. Kau jangan terlalu jauh dariku.”Aku langsung merapatkan tubuhku kepada H
Hary membawaku pergi ke tempat yang tidak pernah aku duga. Sebuah hutan di pulau terpencil.Kami menaiki perahu yang di sewa oleh Hary. Jika tidak membawaku, sejak tadi Hary sudah sampai di tempat ini. Lagi-lagi cuaca memburuk. Awan gelap sudah menutupi sebagaian daratan.Hary menyuruhku untuk duduk tenang. Sedangkan dia sendiri sibuk menyiapkan tempat untukku dan Hary berteduh. Hary membuat rumah pohon, kecil tapi cukup untuk kami berdua.Tidak berapa lama setelah Hary selesai, hujan yang sangat deras langsung turun. Aku khawatir jika Maria bisa menemukan kami di sini.“Untuk sementara kita di sini dulu, kita tidak mungkin diam di sini untuk waktu yang lama. Maaf, aku terlalu ceroboh, Riry. Harusnya aku ....”“Stttt, kau tidak perlu meminta maaf, Hary. Kau membawaku bersamamu, aku sudah bahagia.”Hary memelukku, dia terlihat senang dengan apa yang aku katakan. Aku balas memeluknya dengan erat.Aku langsung ter
“Harusnya photomu di pasang sebelah sini,” ucap Seseorang yang sudah ada di sebelahku.Aku langsung melihatnya, tidak terkejut seperti sebelumnya dan aku tidak pernah tidak terpesona dengan penampilannya. Sangat elegan. Dia menghampiriku dengan gaun biru terang. Kontras dengan kulitnya yang putih pucat.“Halo,” aku menyapanya dengan kaku.“Halo, haruskah aku tanya apa kabar?”
Hary dan aku duduk di bawah ohon yang ada di greentree. Kami terdiam cukup lama, memikirkan kemungkinan yang akan di perbuat oleh Darren. yang terlihat di mataku adalah Darren masih penasaran kepadaku.Buktinya dia masih datang ke sekolah dan lebih parahnya dia malah membawa teman-teman yang lainnya ke sini. aku tahu Darren sengaja melakukannya.Aku merasakan Hary menyentuh tanganku dengan lembut. Dia menatapku, memberitahu agar aku tidak gentar sedikit pun.“Apa kau ingin pulang saja?” tanya Hary.
Pagi sekali hujan sudah turun. Cukup deras hingga membuatku tidak ingin meninggalkan tempat tidur ternyamanku. Aku tahu ini adalah hari pertamaku untuk masuk sekolah lagi.Aku memperhatikan hadiah dari Hary, bunga Angkrek yang bisa membuatnya terluka. Apakah aku harus membuangnya. Bagaimana jika ada yang tahu dengan kenyataan itu? aku berharap tidak ada yang tahu.Kembali ke rutinitas awalku untuk semester terakhir di High School. Setelah ke sadaranku cukup, aku segera bersiap memakai seragam sekolah. Mengikat rambut dengan rapih dan selesai.“Selamat pagi, Kak!” aku menyapanya dengan penuh semangat.Walaupun aku mengetahui jika Seward bukanlah keluarga asliku, tapi selama ini dia sudah sangat baik kepadaku. Tidak masalah untukku, Seward tetap kakak terbaik yang pernah aku miliki.“Pagi! Sarapan dulu sebelum berangkat. Kakak tidak bisa mengantarmu ke sekolah, mungkin Torrance lebih senggang.”“Tidak perlu.
Sesaat sebelum tengah malam, Torrance pergi entah kemana. Dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Tinggal aku dan Hary di sini, di temani oleh orang – orang yang masih ramai bernyanyi di iringi gitar. Ada yang masih makan dan sesekali becanda bersama temannya.Sedangkan aku, di tengah dinginya malam. Masih terpaku dengan sosok Maria yang entah pergi kemana. Jika dia keluargaku lalu siapa orang tuaku sebenarnya? Aku kira karena sikapku sedikit sama dengan Daddy, dia adalah orang tuaku kandungku.Pikiranku di penuhi oleh banyak hal. Tapi perasaanku seperti tidk peduli akan kenyataan yang ada. Hanya sedikit kesal saja, kenapa tidak sejak dulu aku mengetahui kenyataan ini.“Kau belum mengantuk, Riry?” panggilan itu terdengar manis di telingaku.“Aku tidak merasakan kantuk sama sekali.” lalu tersenyum menatap ke manik matanya.Hary memberiku selimut yang lumayan tebal. Cuaca di pegunungan memang sangat ekstrim, tapi jangan lu
Ucapan selamat ulang tahun dari Maria membuat aku terdiam beberapa saat. Kenapa dia bisa mengetahuinya? Kenapa aku sendiri melupakan ulang tahunku?“Tadinya aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkannya, tapi yasudah lagipula dia lebih mengejutkanmu dari pada hadiah apapun kan?”Torrance benar, kehadiran Maria di tengah mereka membuat keadaan menjadi canggung seketika. Apalagi Hary, dia kadang memperhatikan antara aku dan Maria dengan seksama.Sama sepertiku yang terus mencari perbedaan di antara kami. Namun hanya sikapnya saja yang berbeda. Aku menghela napas, ingin untuk tidak percaya tapi sudah ada di depan mataku.“Kau ingin hadiah apa?” matanya yang dingin menatapku.“Aku? Aku tidak ingin apapun.”Dia mendekat ke arahku, duduk di sebelahku lalu memegang tanganku. Aku merinding seketika, tangannya memang sangat lembut. tapi lebih dingin dari tangan Hary.“Tentu saja, aku berbed
Detik demi detik sudah terlewati, dan aku yakin dia orang serupa denganku. Tanpa sadar aku mundur dan hampir terjatuh, jika saja Hary tidak memegangku.“Aku ....” ucapku tidak jelas. Masih terkejut dengan apa yang aku lihat.“Kau kenapa? Apakah kau melihat ikan paus?” tanya Torrance bercanda.“Aku ... itu ... aku ...”“Apakah Darren ke sini lagi?” tanya Hary mengerutkan keningnya curiga.“Bukan, aku melihat ... aku?!” ucapku sekaligus bertanya kepada Hary.Hary yang mendengar pertanyaanku tidak mengerti. Apakah aku sudah linglung? Hary memegang dahiku. Dia masih menatapku dengan bingung.“Kau tidak apa – apa?” tanya Hary khawatir.Aku melepaskan tangannya. “Aku tidak sakit, aku melihat orang yang sangat mirip denganku. Tapi dia lebih cantik ...”“Tentu saja, kau tidak ada apa – apanya,” ucap Torrance mengejek
Seperti dugaanku, Torrance membuang bawaannya begitu saja. Dia tidak membawa apapun selain dompet dan ponselnya. Sedangkan Hary, dia hanya membawa jaket dan tas punyaku.Sejak tadi aku hanya memperhatikan ke terdiaman Hary. Aku tahu dia sedang memikirkan sesuatu. Sadar karena aku terus menatapnya, Hary tersenyum hangat ke padaku.“Apa kau sangat merindukanku? Dari tadi kau terus menatapku dengan lekat,” ucap Hary, aku tersipu malu mendengar pertanyaan Hary.“Tentu saja, aku sangat merindukanmu. Kalau bisa jangan pergi jauh lagi, semeterpun jangan pernah.”“Kau bisa saja.”Begitu kentarakah? Aku hanya memalingkan wajahku sambil menahan senyum, dan aku malah melihat Torrance yang terlihat sebal. Aku langsung merubah ekspresi wajahku. Lalu berdeham.“Aku tidak mau menjadi cicak di antara kalian, jadi selama liburan jaga sikap kalian! Di sini aku lebih tua dari kalian,” perintah Torrance.&l