🏵️🏵️🏵️
Tidak menunggu lama, akhirnya Tasya pun siuman. Dia heran mendapati dirinya berada di tempat tidur. Kenzo mengembangkan senyuman kepada wanita itu. Kenzo merasa bersyukur memiliki istri yang telah mampu menggetarkan jiwanya.
Tasya sangat heran melihat tingkah laki-laki yang telah resmi menikahinya. Dia berusaha duduk dan Kenzo pun membantunya. Tasya masih tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh suaminya yang tiba-tiba langsung mendaratkan ciuman di dahi dan pipinya.
“Kenapa aku di sini?” tanya Tasya kepada Kenzo.
“Tadi kamu tiba-tiba pingsan, Sayang.”
“Aku kenapa, Mas?” Tasya masih tidak mengerti kenapa dirinya tiba-tiba merasa tidak berdaya tadi.
“Kamu nggak apa-apa, Sayang. Aku justru ingin berterima kasih padamu.” Kenzo menggenggam jemari wanita itu.
“Terima kasih untuk apa?” Tasya penasaran.
“Sebentar lagi kamu akan melahirkan keturunanku.”
“Apa?”
“Kenapa kamu kaget gitu? Kamu nggak bahagia akan menjadi seorang ibu? Papi dan Mami pasti bahagia.”
“Maksudnya aku hamil?” Tasya kembali bertanya.
“Tadi dokter memeriksa keadaan kamu, dan sepertinya iya. Beliau meminta agar kita besok langsung cek ke dokter kandungan.” Kenzo memberikan penjelasan kepadanya.
“Pantes aja aku nggak datang bulan udah lama. Makan juga berkurang, mudah lelah, dan sering mual tiba-tiba. Aku pikir masuk angin, Mas.” Tasya akhirnya menyadari apa yang dia rasakan akhir-akhir ini.
“Aku mencintaimu, Sayang.” Kenzo langsung memeluk Tasya.
“Apa, Mas?” Tasya terkejut mendengar apa yang keluar dari bibir suaminya.
“Maaf, Sayang, aku baru berani mengatakan sekarang. Sebenarnya dalam dua bulan terakhir ini, aku sudah mencintaimu.”
Tasya sangat terkejut, dia pun melepaskan pelukan Kenzo. “Itu nggak mungkin. Jangan pernah memiliki rasa itu untukku karena kamu hanya bisa mencintai Siska. Aku nggak mau mendengar kalimat itu lagi.”
“Seorang suami tidak bersalah jika mencintai istrinya.”
“Tapi hubungan yang kita jalani sekarang ini beda, Mas. Aku ada di sini karena Siska. Aku tidak akan menyakiti perasaan sahabatku. Aku bersedia menikah denganmu hanya untuk memberikan keluargamu keturunan. Kamu harus menghargai pengorbanan Siska.”
“Jangan paksa aku membuang rasa ini. Kamu telah memasuki kehidupanku dan aku mencintaimu.”
“Berhenti, Mas! Aku nggak mau dengar kalimat itu.” Tasya menutup telinganya menggunakan kedua telapak tangan.
Tasya tidak terima kalau Kenzo memiliki perasaan lebih untuknya. Dia tidak rela melihat sahabatnya terluka. Baginya, pernikahannya dengan Kenzo hanya kesepakatan semata. Dia membutuhkan uang, sedangkan Siska menginginkan anak.
Tasya telah berjanji pada diri sendiri akan meninggalkan kehidupan rumah tangga Siska setelah melahirkan anak untuk wanita itu. Dia ingin melihat sahabatnya bahagia bersama Kenzo yang juga merupakan suaminya untuk sementara.
Tasya juga sama sekali tidak merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kenzo. Baginya, laki-laki itu sudah seperti kakaknya sendiri. Tasya menyadari keberadaannya di rumah itu berkat Siska, sahabat yang dia sayangi.
Tidak ada niat Tasya sedikit pun merebut kehidupan sahabatnya. Dia tidak ingin menyakiti wanita yang selalu memberikan bantuan kepadanya. Tasya menganggap Siska sebagai penolong yang selalu peduli dengan apa yang diinginkan.
Tasya berjanji akan mewujudkan harapan Siska yang sangat menginginkan keturunan. Tasya bersedia melakukan itu sebagai balas budi atas apa yang telah dia terima dari sahabatnya itu. Baginya, kebahagiaan Siska yang terpenting. Tasya tidak ingin mengecewakan wanita yang sangat baik dan selalu membantu keluarganya.
🏵️🏵️🏵️
Pagi kembali menyapa dengan cuaca yang sangat cerah. Mentari telah memancarkan cahaya, menyinari makhluk di dunia. Sungguh agung yang telah menciptakannya, Dia adalah Yang Kuasa. Kita wajib bangga dan bersyukur atas semua karunia-Nya.
Seperti yang dilakukan Kenzo hari ini, dia bersyukur karena memiliki istri seperti Tasya. Wanita itu tidak pernah menolak apa yang diinginkan suaminya, walaupun dia tidak memiliki perasaan lebih terhadap laki-laki itu karena tujuannya hanya untuk membahagiakan orang-orang tersayang.
Kenzo, Siska, dan Tasya kembali melakukan rutinitas pagi di meja makan, sarapan bersama. Siska memperhatikan suaminya yang selalu memandang wajah Tasya. Siska sangat sedih karena laki-laki yang dia dambakan sudah tidak seperti dulu lagi.
Kenzo telah menunjukkan perubahan yang sangat menonjol. Dia lebih perhatian kepada istri kedua daripada istri pertamanya. Kenzo merasa bahwa Tasya telah memberikannya kebahagiaan. Dia lupa bahwa Siska merupakan orang yang telah berjasa mewujudkan harapan itu.
Siska rela berbagi suami demi kebahagiaan Kenzo. Siska berusaha kuat dan tegar menghadapi kenyataan bahwa laki-laki yang dia cintai itu bukan miliknya lagi seutuhnya. Cinta itu telah terbagi untuk Tasya yang merupakan istri kedua sang suami.
“Sayang, pagi ini aku dan Tasya mau cek ke dokter.” Kenzo membuka pembicaraan di meja makan. Dia menyampaikan keinginannya kepada Siska.
“Cek apa, Mas?” tanya Siska kepada suaminya.
“Cek keadaan Tasya. Semalam dia pingsan.” Kenzo memberikan penjelasan.
“Kok, kamu nggak kasih tahu aku kalau Tasya pingsan?” Siska merasa kesal kepada laki-laki itu.
“Tapi kata dokter, Tasya baik-baik aja. Doain aja kalau ini pertanda baik untuk kita. Besar kemungkinan, Tasya sedang hamil.” Kenzo meraih jemari Tasya, tetapi segera ditepiskan. Wanita itu selalu berusaha menjaga agar Siska tidak bersedih.
Siska sangat bahagia mendengar apa yang keluar dari bibir suaminya. Dia berpikir, kalau Tasya lebih cepat hamil, maka akan makin besar peluang untuk segera memisahkan wanita itu dan suaminya.
“Gimana perasaan kamu, Sya?” tanya Siska kepada Tasya.
“Bawaannya lemas dan mual, Sis.”
“Semoga kamu beneran hamil, ya.” Siska terlihat bahagia.
“Iya, Sis. Ini yang kuinginkan, mewujudkan harapan kamu dan Mas Kenzo. Aku akan melahirkan anak kalian.” Tasya dengan ikhlas mengucapkan kalimat itu kepada sahabatnya.
“Anak kamu juga, dong, Sayang.” Kenzo berhasil mencium jemari Tasya.
Tasya tidak menginginkan perhatian atau kasih sayang Kenzo. Apalagi sampai menunjukkannya di depan Siska. Tasya tidak ingin membuat sahabatnya bersedih karena sikap yang ditunjukkan Kenzo.
Sementara itu, Siska yang menyaksikan sikap suaminya kepada Tasya telah membuat hatinya terasa sakit. Dia tidak pernah menyangka kalau Kenzo telah jatuh cinta kepada wanita yang dia pilihkan untuk melahirkan seorang anak untuk mereka.
Setelah menikmati sarapan, Kenzo dan Tasya beranjak dari ruang makan menuju parkiran. Mereka pun masuk mobil lalu segera meluncur menyusuri jalan agar segera tiba di tempat dokter kandungan yang akan memeriksa kondisi Tasya.
“Aku mohon, Mas, jangan sakiti Siska.” Tasya membuka pembicaraan di mobil.
“Maksud kamu apa, Sayang?” Kenzo merasa heran.
“Jangan sok perhatian padaku di depan Siska. Aku nggak mau menyakiti perasaannya dan membuatnya sedih.”
“Siapa yang sok perhatian? Bukankah aku suamimu dan sewajarnya memberikan kasih sayang untukmu?”
“Tapi jangan pernah tunjukkan itu di depan Siska. Tolong jaga perasaannya.”
“Tapi kamu istriku, Sayang.”
“Istri pilihan Siska. Ingat itu, Mas.”
“Tapi aku mencintaimu.”
“Aku sudah bilang, jangan ucapkan kalimat itu lagi di depanku. Tidak boleh ada cinta dalam hubungan kita karena kamu tetap hanya milik Siska. Aku diminta menikah denganmu hanya untuk satu tujuan, melahirkan keturunanmu.”
“Jangan paksa aku membuang rasa yang telah tumbuh. Aku akan tetap mencintaimu. Hanya kamu yang mampu memberiku kebahagiaan.”
“Stop! Aku membencimu, Mas!”
Tasya sangat kesal mendengar ungkapan cinta dari mulut Kenzo. Dia tidak ingin kalau sampai Siska mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Dia yakin kalau Siska pasti sangat sedih karena suaminya telah mencintai perempuan lain. Tasya tidak mengetahui kalau ternyata Siska sudah tahu tentang perasaan Kenzo yang sesungguhnya.
===============
🏵️🏵️🏵️Kenzo dan Tasya akhirnya tiba di tempat tujuan. Mereka segera memasuki ruangan dan menunggu giliran bertemu dokter. Kenzo masih bingung dan tidak mengerti kenapa istrinya sangat marah saat mendengar kalimat cinta yang dia ucapkan tadi.Menurut Kenzo, sangat wajar seorang suami mencintai istrinya walaupun status istri kedua. Bagi Kenzo, hanya Tasya yang benar-benar mampu menjadi istri yang seutuhnya karena telah menyerahkan diri kepadanya.“Masih marah, ya, Sayang?” Kenzo meraih tangan istrinya.“Iya!” jawab Tasya ketus.“Apa salahku? Kenapa kamu bersikap seolah-olah kita nggak ada hubungan?”“Karena kenyataannya harus seperti itu.”“Tapi, Sayang ….”“Nggak perlu bahas itu sekarang. Aku nggak mau dengar alasan kamu.”Akhirnya, tiba giliran Tasya memasuki ruangan dokter lalu diikuti suaminya. Tasya segera diperiksa, sedangkan Kenzo menunggu dengan perasaan tidak menentu. Dia berharap agar apa yang diinginkan selama ini dapat terwujud.“Selamat, ya, Pak Kenzo dan Bu Tasya.” Dok
🏵️🏵️🏵️Siska sangat bahagia dengan kehamilan sahabatnya. Tanpa menunggu lagi, dia segera mencari nama ibu mertuanya di layar ponsel. Dia ingin memberitahukan kabar gembira tersebut kepada wanita yang melahirkan suaminya.Harapan ini sudah lama dinantikan orang tua Kenzo, mendapatkan keturunan sebagai penerus keluarga. Tasya akhirnya mampu mewujudkan harapan itu. Namun, walaupun Tasya kini mengandung anak yang diinginkan keluarga, Siska tetap pada niat awal bahwa setelah sahabatnya itu melahirkan, harus segera pergi dari kehidupan Kenzo.“Assalamualaikum, Siska.” Bu Marisa mengucapkan salam di telepon kepada menantunya.“Waalaikumsalam, Mih. Mami apa kabar?”“Mami sehat. Kamu gimana?”“Sehat dan bahagia, Mih, karena harapan kita akan segera terwujud.” “Harapan apa?” Bu Marisa penasaran.“Tasya hamil, Mih.” Siska terlihat bersemangat menyampaikan kabar bahagia itu kepada ibu mertuanya.“Alhamdulillah. Tasya mana? Mami mau ngomong langsung.” Siska merasa sedih karena sang ibu mertua
🏵️🏵️🏵️ Kenzo dan Tasya akhirnya kembali pulang ke rumah. Siska menyambut kedatangan mereka dengan pikiran bertanya-tanya. Wanita itu takut jika Tasya salah penyampaian tentang kesepakatan yang telah mereka setujui sebelum pernikahan terjadi. Tasya memilih memasuki kamar karena ingin beristirahat. Namun, sebelum wanita itu beranjak, Siska menghentikan langkahnya. Tasya pun menghampiri sahabatnya tersebut. Dia berusaha menuruti kemauannya. “Duduk dulu, Sya. Tadi ngapain aja di sana? Papi dan Mami ngomong apa?” tanya Siska kepada. Tasya akhirnya duduk di sofa depan Siska. Sementara Kenzo memilih menjauh dari kedua istrinya. Dia memasuki kamar Tasya. “Papi dan Mami nanya tentang kehamilanku aja, Sis.” Tasya mengatakan apa yang dia bicarakan bersama mertuanya tadi. “Kamu nggak salah ngomong, kan, Sya?” “Nggak, Sis. Kamu tenang aja.” Tasya meyakinkan sahabatnya itu. “Mas Kenzo masuk kamar kamu, tuh. Tolong kamu minta dia tidur di kamarku malam ini. Kamu jangan manfaatin keadaan,
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, usia kehamilan Tasya memasuki empat bulan. Perhatian yang Kenzo tunjukkan makin membuat wanita itu merasa bersalah. Tasya tidak sanggup membayangkan apa yang akan Kenzo pikirkan kalau dirinya akan pergi setelah melahirkan anak mereka. Tasya saat ini merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kenzo. Namun, dia berusaha menolak rasa itu karena dirinya sadar kalau laki-laki tersebut suami Siska. Tasya kembali mengingat tujuannya menikah dengan Kenzo, melahirkan anak pria itu. Tasya tidak ingin larut dalam perasaan yang tidak menentu. Dia berusaha tetap bersikap kasar di depan calon ayah dari anaknya tersebut. Semua itu dia lakukan agar Kenzo tidak menaruh harapan banyak kepadanya. “Rasanya sudah tidak sabar menantikan kehadiran anak kita, Sayang,” ucap Kenzo sambil mengusap-usap perut Tasya. Tasya hanya bisa terdiam dan merasakan hatinya seperti disayat sembilu yang sangat tajam. Terluka, tetapi tidak terlihat. Tasya berpikir, seandainya pernikahan dan kehamilannya b
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Sayang? Tasya itu istriku dan sudah sewajarnya dia mendapatkan perhatian suaminya. Satu hal yang harus kamu ingat, dia sedang mengandung anakku. Jadi, kamu nggak pantas ngomong seperti itu tentang dia.” Kenzo beranjak dari tempat tidur dan memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Siska juga memilih bangun dari rebahan lalu duduk. “Kenapa kamu harus marah, Mas? Bukannya tujuan kita hanya untuk mendapatkan anak dari Tasya? Aku bersedia menjadikannya maduku karena ingin mewujudkan harapan kamu, Papi, dan Mami.” “Tapi kamu tidak pantas bicara seperti tadi tentangnya. Dia juga wanita dan sama sepertimu. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu tega berbicara seperti itu tentang sahabatmu sendiri. Kamu seolah-olah hanya ingin memanfaatkan dirinya. Terus terang, aku nggak suka melihat kamu yang seperti ini.” Kenzo menggeleng melihat Siska. “Jadi, maksud kamu, aku harus ikhlas melihat kamu selalu perhatian padanya? Ingat, Mas, aku itu istrimu.” “Tasya j
🏵️🏵️🏵️ Kenzo mencoba mengetuk pintu kamar Tasya. Dia berharap agar istri keduanya tersebut bersedia menerima keberadaannya. Kenzo ingin memeluk Tasya karena membayangkan seperti apa perasaan wanita itu kalau mengetahui apa yang Siska katakan tentang dirinya. “Sayang, buka pintunya, dong.” Kenzo mulai mengetuk pintu kamar Tasya. “Aku nggak bisa tidur, nih, karena kepikiran kamu yang tadi masih nangis saat aku keluar kamar.” “Aku ingin sendiri!” Kenzo bahagia mendengar jawaban Tasya. “Kamu tega melihat suamimu di depan pintu seperti sekarang ini? Aku mohon, buka pintu, Sayang.” Kenzo berharap agar Tasya luluh. Laki-laki itu mendengar suara langkah, dia sangat yakin kalau Tasya pasti akan membukakan pintu untuknya. Ternyata harapannya menjadi kenyataan, benda persegi panjang itu pun terbuka. Berdiri wanita yang kini selalu bersemayam dalam pikirannya. “Terima kasih, Sayang,” ucap Kenzo, tetapi tidak Tasya hiraukan. Wanita itu melangkah menuju tempat tidur. Kenzo pun masuk lalu m
🏵️🏵️🏵️ “Dia istriku dan dia pantas menerima cinta dariku. Kamu tahu, nggak, apa yang selalu dia ucapkan padaku? Dia selalu memohon agar aku tidak membagi cinta untuk yang lain. Dia selalu mengingatkan kalau aku hanya pantas mencintaimu. Dia selalu kasar berbicara di depanku dan tidak berharap dengan cintaku.” “Bagus, dong. Dia tahu diri karena dia sadar hanya sebagai istri kedua.” “Istri kedua yang telah menyerahkan apa yang tidak pernah bisa kamu berikan untukku.” “Aku nggak pernah meminta tidak bisa memiliki keturunan, Mas.” “Bukan itu yang aku maksud. Kamu mampu, nggak, menjaga diri hanya untuk suamimu? Nggak sama sekali. Kamu tidak pernah jujur padaku. Kamu membohongiku.” Kenzo beranjak ke kamar Tasya untuk mengambil tas kerja lalu berangkat ke kantor. Siska sangat menyesal karena dulu tidak berusaha jujur kalau dia tidak mampu memberikan sesuatu yang berharga dalam dirinya untuk diberikan kepada suaminya. Pergaulan bebas yang Siska jalankan di masa lalu telah membuatnya k
🏵️🏵️🏵️ Waktu terus berlalu, hari ini kehamilan Tasya memasuki usia enam bulan. Perasaan yang ada pada dirinya makin mendalam untuk Kenzo, tetapi dia tetap menyembunyikannya dengan rapat. Tasya tidak ingin suaminya mengetahui cinta yang sudah tumbuh sekarang. Sementara sikap yang Siska tunjukkan makin aneh terhadap Tasya. Dia sangat membenci sahabatnya tersebut. Tidak ada lagi canda tawa yang mereka tunjukkan seperti dulu. Kedua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Kenzo masih tetap dengan usahanya mendekatkan diri kepada Tasya, walaupun wanita itu sudah mengingatkan agar menjaga jarak dengannya. Tasya tidak ingin selalu salah di mata Siska. Hatinya sakit setiap mendengar tuduhan perempuan tersebut. Tiga hari yang lalu, Siska melontarkan kalimat yang sangat menyakitkan kepada Tasya. Tujuan wanita tersebut agar sahabatnya merasa tidak betah tinggal di rumahnya. Namun, Tasya tetap berusaha kuat dan bersabar. “Sepertinya kamu benar-benar ketagihan, ya, Sya tidur dengan su
🏵️🏵️🏵️ Tasya pun pasrah dengan apa yang Kenzo lakukan. Dia juga sadar bahwa sudah sepantasnya dirinya sebagai istri memenuhi hak suami. Tasya bangga melakukan kewajibannya, tidak ada beban atau rasa bersalah sama sekali. Sekarang Tasya menyadari bahwa Kenzo suaminya seorang. Dia tidak perlu merasakan sesak seperti dulu karena harus berbagi suami dengan wanita lain. “Sayang, kamu masih ingat, nggak, waktu awal kita menikah?” Kenzo bertanya setelah selesai memadu kasih dengan sang istri. “Kenapa, Mas?” “Kamu nggak ikhlas melayani suamimu, bahkan kamu nangis.” “Dulu dan sekarang itu beda, Mas.” “Aku tahu, Sayang. Kamu pasti merasa tertekan karena harus menyerahkan segalanya kepada laki-laki yang tidak kamu cintai saat itu. Kamu pasti tidak menikmatinya seperti malam ini.” “Apaan, sih, Mas.” Tasya merasa malu mendengar penuturan Kenzo, dia pun menutup wajahnya menggunakan telapak tangan. “Kenapa, Sayang?” Kenzo meraih tangan Tasya dari wajahnya. “Nggak usah ungkit masa lalu l
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, Kevin memasuki usia empat bulan. Kenzo dan Tasya sudah kembali ke istana cinta mereka. Sementara Siska telah dijemput laki-laki yang setia mencintai dirinya kurang lebih empat bulan yang lalu. Siska telah mengikat hubungan dengan cinta pertamanya tersebut dalam pernikahan. Walaupun awalnya Siska sangat kesal dan tidak terima dengan cinta Kenzo kepada Tasya, tetapi dia sadar kalau sang mantan suami tidak mungkin menghapus perasaannya terhadap sahabatnya itu. Hanya Tasya yang mampu memberikan kebahagiaan untuk Kenzo. Tasya merasa beruntung memiliki suami seperti Kenzo. Walaupun awalnya dia berpikir bahwa dirinya telah merusak kehidupan Siska, tetapi seiring berjalannya waktu dan penjelasan yang diberikan Kenzo dan Siska, dia pun mengerti. “Anak Papa udah mandi, belum?” Setelah pulang kantor, Kenzo menghampiri Tasya dan Kevin yang sedang duduk di taman belakang rumah mereka. “Udah, dong, Pah.” Tasya memberikan jawaban mewakili Kevin yang masih balita. Kenzo menci
🏵️🏵️🏵️ Kenzo sama sekali tidak terkejut mendengar permintaan Siska. Dia menghampiri wanita itu sambil tersenyum. Kenzo merasa bahagia karena dirinya telanjur kecewa dengan kebohongan besar yang Siska sembunyikan selama ini. Kenzo sudah lama menginginkan perpisahan dengan Siska, tetapi wanita itu selalu memohon agar tetap mempertahankan dirinya. Namun, apa yang terjadi? Saat Kenzo berusaha untuk tetap menganggapnya sebagai istri, justru pengkhianatan yang dilakukan di belakangnya. Siska saling berkirim pesan mesra dengan laki-laki lain. Kenzo yang mengetahui hal itu merasa makin yakin untuk berpisah dengan sang istri. Ditambah lagi dengan kebohongan menyeramkan yang baru dia ketahui. Kenzo juga tidak terima dengan apa yang telah Siska lakukan terhadap Tasya. “Cerai? Kenapa baru sekarang kamu minta pisah? Bukankah dari dulu, aku menginginkan hal itu, tapi kamu selalu menolak? Apa karena sekarang kamu sudah menemukan pujaan hatimu?” Kenzo dengan santai mengatakan sesuatu yang sanga
🏵️🏵️🏵️ Pagi ini, Kenzo tampak bahagia. Dia sangat bersyukur karena akhirnya Tasya bersedia menerimanya kembali. Kenzo tidak menyadari kalau sang ibu memperhatikan tingkahnya yang saat ini sedang sarapan di meja makan. “Sepertinya lagi bahagia banget, Ken.” Bu Marisa pun ingin tahu apa yang membuat wajah putranya berseri-seri. “Ini berkat wanita yang melahirkan anakku, Mih.” Kenzo pun memberikan balasan kepada ibunya. “Mami sudah menebak. Tasya itu memang istri idaman. Dia tidak hanya cantik di luar, tapi dalamnya lebih luar biasa.” “Iya, Mih. Aku sangat bersyukur memilikinya.” “Semoga hubungan kalian tetap langgeng selamanya. Mami juga sayang sama dia. Dia sudah melahirkan penerus keluarga kita.” “Iya, Mih. Akhirnya kita sekarang dapat menimang cucu.” Pak Rio turut membuka suara. Keluarga bahagia tersebut menikmati sarapan dengan perasaan senang. Mereka selalu bersyukur bahwa apa yang diharapkan selama ini telah terwujud. Tasya telah memenuhi keingin terbesar keluarga Kenzo,
🏵️🏵️🏵️ “Kamu nggak pulang, Mas?” Tasya melihat suaminya masih berbaring. Sementara di luar sudah makin gelap, hampir tengah malam. “Kamu mau ngusir aku, Sayang?” “Kok, kamu ngomongnya gitu, Mas?” “Jadi, aku harus ngomong apa? Bukannya kamu tidak ingin dekat denganku?” “Itu nggak benar, Mas.” “Tapi itu kenyataan.” “Kamu benar-benar nggak bisa memahami posisiku, Mas.” “Aku sakit di-PHP-in, Sayang.” Kenzo meraih tangan Tasya lalu meminta wanita itu berbaring disampingnya. “Kamu mau ngapain, Mas?” Tasya curiga dengan tatapan sendu Kenzo. “Apa aku tidak memiliki hak berada di samping istriku?” Kenzo mengusap pipi Tasya. Tasya tidak kuasa menolak suaminya. Dia ingin mengatakan bahwa dirinya sangat bahagia berada di dekat Kenzo, tetapi dia tidak dapat mengeluarkan kalimat itu. Tasya tetap masih ingat dengan perasaan Siska. 🏵️🏵️🏵️ Siska tidak merasa heran walaupun suaminya tidak pulang. Dia sangat tahu kalau Kenzo pasti kecewa setelah membaca pesan dari Irfan di ponselnya.
🏵️🏵️🏵️ “Aku mohon, Mas, mengertilah dengan posisiku. Aku harus melakukan ini.” Kenzo mengusap pipi Tasya sambil menatapnya dengan sendu. “Inikah cinta yang kamu ucapkan dalam suratmu. Cinta apa ini, Sayang? Cinta itu tidak akan sesakit ini.” Kenzo menempelkan tangan kanan Tasya ke dadanya. “Hanya pengertian yang aku butuhkan dari kamu, Mas. Cinta itu harus saling mengerti dan memahami.” Tasya tetap berusaha meyakinkan suaminya. “Tapi kenyataannya sekarang, kamu tidak mengerti dengan perasaanku.” Tasya terdiam mendengar apa yang Kenzo katakan. Tasya juga sangat sedih karena meminta sang suami menjauh dari dirinya dan putra mereka. Dia terpaksa melakukan itu untuk menjaga perasaan Siska. Lagi pun, Tasya sudah berjanji kepada sahabatnya untuk meninggalkan Kenzo. 🏵️🏵️🏵️ Siska tidak merasa sedih walaupun Kenzo pergi dari rumah, tetapi dia sedikit heran dengan sikap suaminya tersebut, padahal sebelumnya, laki-laki itu selalu menghabiskan waktu di istana cinta mereka, bukan di ru
🏵️🏵️🏵️ “Bik, saya dan anak saya akan tinggal di rumah orang tua saya. Anak saya lebih nyaman bersama orang tua saya. Mbak Marni nggak perlu berhenti kerja, dia akan membantu pekerjaan Bibik. Mungkin seminggu sekali, saya akan ke sini.” Kenzo lebih memilih berpamitan kepada asisten rumah tangganya daripada Siska. “Baik, Pak. Saya juga kasihan melihat tangisan Den Kevin. Dia pasti butuh ibunya.” Bi Inah merasa tenang karena anak majikannya akan tinggal di tempat yang lebih aman. “Saya ingin bertanya ke Bibik. Sebenarnya Bibik tahu sesuatu, kan, tentang Bu Tasya?” Kenzo menaruh curiga dengan sikap yang Bi Inah tunjukkan. “Anu, Pak ….” Sebelum Bi Inah melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan, tiba-tiba Siska datang menghampiri mereka. “Kamu mau ke mana, Mas?” tanya wanita itu. “Aku akan membawa Kevin tinggal di rumah orang tuaku.” Kenzo dengan yakin mengatakan tujuannya kepada Siska. “Bagaimana kalau aku kangen Kevin, Mas?” Bi Inah dan Marni saling berpandangan mendengar ucapan
🏵️🏵️🏵️ “Sayang.” Kenzo langsung meraih tangannya. “Apa-apaan ini, Ran? Kenapa kamu memberitahukan keberadaanku?” Tasya kecewa melihat apa yang dilakukan sahabatnya. “Maafin aku, Sya. Aku nggak sanggup membayangkan anakmu hidup tanpa seorang ibu.” Rani meminta maaf kepada Tasya. “Tapi ini nggak benar, Ran. Aku harus bilang apa ke Siska?” “Kenapa kamu harus takut padanya? Mas Kenzo juga suamimu dan kalian saling mencintai. Kalian juga sudah punya Kevin sekarang. Siska nggak ada hak melarangmu untuk bersatu dengan Kenzo.” Rani pun memberikan pengertian kepada Tasya. “Apa yang terjadi, Sayang? Apa kamu nggak kangen dengan anak kita?” Kenzo memegang kedua pipi Tasya. “Itu nggak mungkin, Mas. Aku sangat merindukan anaku. Tapi aku harus melakukan ini demi kebaikan bersama.” “Kebaikan bersama kamu bilang? Kamu pikir aku dan Kevin akan baik-baik saja setelah kamu pergi? Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?” Kenzo merasa kesal mendengar ucapan Tasya. “Kamu nggak ngerti, Mas. Aku
🏵️🏵️🏵️ Tasya belum mampu menghapus kesedihan yang menimpa dirinya. Dia tidak kuasa jika mengingat perpisahannya dengan buah hati tercinta. Walaupun awal pernikahannya dengan Kenzo hanya sebuah kesepakatan, tetapi dia akhirnya bangga menjadi istri laki-laki itu. Saat ini, kepedihan itu makin membuat Tasya tidak berdaya. ASI yang seharusnya dia berikan kepada anak yang baru dia lahirkan, kini terbuang begitu saja. Tasya merindukan sang buah hati tercinta. Wanita itu membuka ponsel, dia memandangi foto dirinya, Kenzo, dan putra mereka. Tasya hanya mampu menyentuh dua orang yang dia cintai itu melalui benda pipih tersebut. Hatinya benar-benar sangat sakit. “Sya, kamu nangis lagi, ya?” Rani mengusap punggung sahabatnya. “Rasanya sakit banget, Ran. Aku kangen anakku.” Air mata Tasya kini telah menganak sungai. “Aku tidak tahu harus berkata apa, Sya. Aku minta maaf karena tidak dapat membantumu.” Rani turut sedih melihat keadaan Tasya. “Kamu nggak perlu minta maaf, Ran. Aku harus k