Milova merasa keputusan Osa terlalu gegabah. Ia berniat menjual sekolah yang sudah susah payah dibangun oleh almarhum Pak Seno. SMAS Tunas Bangsa merupakan cita-cita Pak Seno sejak dulu. "Kamu tetap harus ikut aku" ucap Osa pada istrinya itu. "aku janji akan tetap membantu mu membalas dendam meski kita sudah tidak di negara ini lagi." Osa berusaha meyakinkan Milova. Ya, meski pernikahan mereka hanya sebuah perjanjian di atas materai, Osa merasa masih membutuhkan Milova di sisinya. Entah sebagai apa, ia sendiri tak tahu, faktanya ia ingin Milova ikut pindah bersamanya ke luar negri. "Entahlah, aku belum bisa berpikir jernih." sahut Milova, menanggapi. Malam ini terasa sangat sendu. Milova sendiri hanya terpaku di depan meja makan dengan semua hidangan mewah dan enak yang disajikan Maya. Ia tak lagi bisa berpikir jernih. Banyak hal yang sedang dipertimbangkan Milova. Ia masih harus menyelesaikan urusannya dengan Rama. "Tapi lelaki itu sudah mendekam di penjara." Osa ingin Mi
"Obat ini bukan obat yang cocok untuk pasien stroke" jelas dokter spesialis saraf yang didatangi Milova bersama Raju. Milova dihubungi Raju untuk segera menuju rumah sakit untuk membuktikan dan mendengar sendiri penjelasan dari dokter spesialis saraf tersebut. Sesuai dengan perintah Milova, agar Maya menemukan obat-obatan yang diberikan Ratna secara rutin kepada Pak Hendra. "Kamu hanya perlu membantu Raju bisa masuk ke rumah Ratna, selebihnya, serahkan semuanya padanya" perintah Milova kemarin. Sesuai dengan titah majikannya itu, Maya pun berpura-pura datang ke rumah Ratna yang penjagaannya cukup ketat saat ini. Maya yang memang manta asisten rumah tangga di rumah Ratna, tentunya dengan mudah bisa masuk dan mengunjungi teman-temannya yang juga bekerja sebagai ART di sana. Hingga akhirnya ia bisa membawa masuk Raju ke dalam rumah megah milik Ratna itu. Dugaan Milova bukannya tanpa alasan. Di masa lalu, saat masih bekerja sebagai tukang kebun di rumah Ratna, Milova sudah menci
"Bunuh saja!" Milova justru menantang Rama. "Ingin ku lihat lebih nyata jiwa iblis yang bersemayam di tubuh mu!" tambahnya lagi. Milova pergi begitu saja, tanpa pamit. Ia tak lagi peduli dengan apa yang akan dilakukan lelaki itu. Percuma saja banyak berbasa-basi, pikirnya. Meski sempat cemas jika memang Rama akan membuktikan ancamannya. Tapi kali ini, Milova ingin mengeraskan prinsipnya. Sepertinya Milova butuh menenangkan diri, untuk sekadar menyeruput kopi di sebuah cafe tepi pantai. Aceh dikenal sebagai wilayah di Indonesia yang memiliki sederet pantai indah dengan lautan yang biru, salah satu yang paling cantik dan sangat menarik bagi Milova untuk dikunjungi adalah Pantai Lampuuk. Pesona pasir putihnya yang bersih dan lautan biru sejernih kristalnya membuat banyak wisatawan tergoda untuk mengunjunginya. Apalagi, ada panorama pegunungan di sekitar lautnya yang membuat pantai ini semakin indah. Suara air yang menyeruak membuat suasana hati Milova yang gersang sedikit sejuk.
Ya, mungkin ini keputusan yang tidak main-main bagi seorang Osa Mahendra, menjebloskan sang ibu ke penjara adalah pergelutan batin yang tak biasa. "Mama benar-benar gak tahu tentang semua obat-obatan itu, Sa" jelas Ratna dengan air matanya yang mengalir. Osa jauh-jauh datang ke Amerika untuk meminta penjelasan dari ibu tirinya itu. Ia yang awalnya sudah yakin akan melaporkan Ratna ke pihak berwajib, justru mendapati penjelasan yang menurut pemikiran Osa bisa saja terjadi. Ratna mungkin saja tidak tahu fungsi dari obat-obatan yang ia berikan setiap hari kepada almarhum Pak Seno. Bukannya sering kita tidak memperhatikan resep dokter yang diberikan kepada pasien?, Osa mencoba membenarkan penafsirannya sendiri. "Kamu percaya sama Mama, kan?" Ratna kembali meyakinkan. Kecerdasan intelektual yang dimiliki Osa tak ada gunanya jika dihadapkan dengan Ratna. Ia tak bisa berpikir jernih dan menggunakan akal sehatnya. Apalagi air mata yang keluar dari pelupuk mata wanita yang sangat dici
Mendekamnya Ratna di penjara menjadi sebuah beban mental yang sebisa mungkin harus ditepis oleh Osa. Berat sekali memang. Tapi apa boleh buat, Osa harus siap dengan semua keputusan yang diambilnya. Dan ia harus tahu, bahwa apa yang ia lakukan sama sekali tidak salah. "Mau apa kamu kemari?" tanya Ratna dengan wajahnya yang kesal. Milova menatap tajam ke arah Ratna. Penampilan wanita paruh baya itu berubah drastis. Wajah yang dulunya cantik dan dibubuhi make up yang harganya puluhan juta, kini terlihat kusam dan tak terawat, padahal baru sekitar 3 hari ia berada di balik jeruji besi. Bahkan busananya yang biasanya juga dibandrol dengan harga yang tak main-main, kini berganti dengan baju berwarna orange, yang menandakan bahwa ia telah menjadi warga lapas. Osa melaporkan ibu tirinya itu dengan 2 laporan. Yang pertama adalah kasus pembunuhan berencana terhadap almarhum Pak Seno. Dan yang kedua, kasus video asusilanya yang sudah viral. Ratna dijerat dengan dua pasal atas kasus pe
"Ini cek sebesar 500 juta." Osa menyodorkan secarik kertas di atas meja kerjanya. Beno, mantan supir Rama, terpaksa datang ke ruang kerja Osa di SMAS Tunas Bangsa karena dipaksa oleh preman-preman suruhan Osa. Jika tidak, ia sedang mempertaruhkan nyawa istri dan anaknya. Meskipun Milova tahu, suaminya itu tidak akan bertindak bodoh. Namun, demi menemukan kebenarannya, ia membiarkan Osa bertindak sesuai dengan apa yang telah direncanakannya. "Untuk apa ini?" tanya Beno, tak paham dengan penyataan Osa barusan. Beno adalah lelaki yang jujur. Ia tak suka disuap dengan uang yang bukan haknya. Karena alasan itu pula, ia dipecat oleh Rama, karena tak bisa diajak kerja sama. Di detik terakhir pengabdiannya pada Rama, ia diperintahkan mengantar majikannya itu ke bandara. Sesampainya di sana, Beno diminta untuk mengantarkan sebuah bingkisan kecil kepada seorang teman Rama yang akan segera check in. Setelah melaksanakan tugasnya, Beno diberi tip oleh Rama. Tapi karena akhirnya ia ta
"Setia Asih." Milova membaca sebuah papan bertuliskan nama panti asuhan tersebut. Ia yang masih berada di dalam mobil merasa sedikit lega, jika memang bayinya ada di panti asuhan ini. Jantungnya ikut berdegup kencang, karena sesaat lagi, kemungkinan besar ia akan menemui anak yang bahkan tak ia ketahui jenis kelaminnya. "Kamu sudah siap?" tanya Osa sesaat setelah memarkirkan mobilnya. "Insya Allah," sahutnya sambil tersenyum. Ya, saat ini Milova tengah mendalami ilmu agama. Ia tahu, sekuat dan sekaya apapun seseorang, hanya Tuhan tempatnya kembali. Dan setelah semua cobaan hidup yang ia alami, semua luka yang telah dilewatinya, mengajarkan dirinya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Milova juga ada di puncak ketegaran seorang perempuan. Ia tak lagi peduli dengan persepsi orang lain terhadapnya. Sekarang ia hanya fokus pada dirinya sendiri, bagaimana menjadi pribadi yang semakin tegar dan sukses di masa depan. "Maaf, memang benar bayi yang Bapak dan Ibu ceritakan sem
"Apa ini?" tanya Osa dengan raut wajahnya yang tak tenang. Milova menyodorkan sebuah dokumen ke atas meja kerja Osa dan mempersilakannya membuka sendiri isi berkas tersebut. Tanpa memberi tahu suaminya, siang-siang begini, Milova datang dengan kejutannya. "Surat pernyataan?" Osa menerka maksud Milova sembari membaca sekilas isi dokumen tersebut. Milova tersenyum, lalu mengangguk. "Maksudnya apa ini?" Osa merasa tak terima dengan semua yang dilakukan istrinya itu. "Aku sudah menjalankan semua tugas ku, menjadi istri kontrak mu demi membahagiakan Mama. Tapi sekarang, tak ada gunanya lagi kita berpura-pura. Aku rasa, kita harus mengakhiri semuanya." jelas Milova sambil meminta suaminya itu segera menanda tangani dokumen itu. Osa mengerutkan keningnya. Wajahnya memberi aba-aba tak terima dengan semua penjelasan Milova. Memang, yang dilakukan Milova juga sudah melebihi batas tugas yang diberikan Osa. Karena dari awal, tugas Milova hanya berpura-pura menjadi istri seorang Os
Milova memeluk tubuh Osa dengan deraian air mata. Osa yang masih lemah bisa menyadari kehadiran wanita yang dicintainya. "Kamu tidak perlu mencari keberadaan bayi mu lagi," ucap Osa dengan nada suaranya yang masih terbata-bata. Milova mengerutkan keningnya. Sedikit kekecewaan menyelinap dari tatapannya pada Osa. Ia pikir, dengan melihat wajah lelaki kekar itu, ia akan sedikit tenang. Ternyata Osa justru membuatnya semakin kalut. "Bayi mu sudah meninggal satu tahun yang lalu, bersama istri pertama suami mu dan juga mertua mu." jelas Osa. Entah dari mana ia tahu segalanya. Milova berpikir bahwa suaminya sedang bermimpi. Atau mungkin alam mimpi membawanya menerjemahkan banyak hal selama ia koma. "Kamu bermimpi, ya?" tanya Milova, mencoba membenarkan isi pikirannya. "Aku tidak sedang bermimpi, ini benar adanya." sahut Osa, meyakinkan Milova. Pikiran Milova begitu kacau ketika mendengar apa yang dikisahkan suaminya, tepat sebelum kecelakaan itu terjadi. Osa sudah tahu tentang
Raju melaju dengan kecepatan tinggi. Pajero sport yang ia kendarai adalah milik Osa. Demi mengejar seseorang yang ia curigai sebagai salah satu tokoh penculikan bayi Milova, ia hampir saja mempertaruhkan nyawanya sendiri. "Hati-hati Raju!" pekik Milova yang duduk di sebelahnya. Milova yang trauma dengan kecepatan tinggi memaksa diri untuk ikut bersama Raju. Ia tak ingin lagi kehilangan jejak bayinya. Ternyata, orang-orang yang membawa bayi Milova, tepat di hari Osa mengalami kecelakaan, sengaja mengecoh Raju dengan mengarahkan kemudian mereka menuju bandara. Padahal, sebagian dari mereka berputar arah dan terbagi menjadi dua kelompok, salah satunya menuju tujuan yang lain. Licik sekali mereka, pikir Milova. Tapi, jika tidak licik, tak mungkin Rama mempercayai para preman suruhannya. "Bagaimana Rama bisa mengendalikan semua ini, sedangkan ia sedang mendekam di penjara?" Milova tak habis pikir dengan kelakuan mantan suaminya itu yang sudah sangat keterlaluan. Dan bayi yang seda
Milova terlihat lunglai di sebuah sofa empuk, tepat di kamar mewah dimana Osa dirawat. Ia sama sekali tidak tidur dan hanya sekadar minum dan makan beberapa suap. Kekhawatirannya semakin memuncak ketika melihat kondisi suaminya yang sama sekali tak menunjukkan perubahan. Osa masih koma dengan semua alat medis yang melekat pada tubuh kekarnya. "Kamu gak pulang saja dulu? Ya, istirahat sehari. Lagi pula, di sini ada Raju dan Raka yang menjaga Pak Osa." Husna memberi saran. Benar apa yang dikatakan Husna. Milova butuh waktu untuk istirahat dan menenangkan dirinya. Lagi pula, jika pun ia memaksa untuk menjaga Osa, dikhawatirkan justru kondisinya sendiri yang memburuk dan tentunya akan menjadi masalah baru. "Aku ingin menemaninya sampai ia sadar." sahut Milova. Husna dapat melihat betapa sedihnya perasaan Milova. Wajah cantiknya sudah berubah pucat, tubuhnya pun terlihat sangat lemah karena kekurangan energi. Jarang makan dan tidak tidur menjadi penyebabnya. "Kalau kamu mau te
Milova sadar dan membuka kedua matanya. Ia melihat Raju yang terlihat panik dan memijat kepalanya. Samar-samar Milova bisa membaca raut wajah Raju. "Ibu sudah sadar?" tanya Raju. Milova baru sadar kalau ternyata sedari tadi ia pingsan. Ia memang tidak punya keberanian untuk mendonorkan darahnya, namun tetap ia lakukan demi menyelamatkan Osa. "Bagaimana keadaan Osa?" tanya Milova spontan. Yang ia khawatirkan bukan dirinya sendiri, tapi Osa. Milova khawatir jika terjadi sesuatu dengan lelaki yang dicintainya itu. "Aku harus melihatnya." Milova berusaha untuk beranjak dari salah satu ranjang rumah sakit, dimana para perawat menidurkannya yang pingsan di depan ruang operasi. Milova mengerang, kepalanya sangat sakit, membuatnya tak mampu bangkit, bahkan hanya untuk duduk. "Jangan dipaksakan, Bu." Raju memberi saran. "Bagaimana keadaan mu?" tanya Husna yang tiba-tiba datang bersama Raka. "Pak Osa bagaimana?" Raka yang baru saja datang menodong Raju dengan pertanyaannya.
Milova tergesa-gesa menyusuri setiap ranjang di ruang IGD rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari SMAS Tunas Bangsa. Perasaannya sangat gundah. Ada ketakutan yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, tapi pastinya, ia sangat khawatir. Raka memberitahunya bahwa Osa mengalami kecelakaan dan mobilnya menabrak sebuah truk dari arah belakang. Saat ditemukan, kondisi Osa kritis dan mengalami pendarahan di otaknya. Milova sendiri tak tahu kemana Osa akan pergi, sampai pagi-pagi tadi ia sudah menghilang tanpa pamit. Menurut kabar yang beredar juga, Osa bertujuan ke bandara. Karena tempat dimana ia mengalami kecelakaan searah dengan arah bandara. Tapi, untuk apa ia ke bandara? Siapa yang ingin ia jemput?, pikiran Milova ikut bertanya-tanya. Tapi saat ini, yang terpenting baginya adalah keselamatan Osa, lelaki yang saat ini menjadi satu-satunya tempat ia berlabuh. "Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Milova pada seorang dokter yang sedang memeriksa kondisi Osa. Terlihat je
Matahari yang menghempas wajah Milova secara perkasa membangunkannya dari tidur panjangnya. Gorden yang sudah tersibak, membuatnya mencari-cari kemana Osa pergi. Padahal pagi ini, Milova sudah berjanji akan diantar oleh suaminya itu ke sekolah. Tapi pagi ini, sarapan yang sudah rapi di atas meja, hanya disantapnya sendirian. "Kamu tahu kemana Bapak?" tanya Milova pada Maya yang sedang meletakkan roti bakar di atas meja makan. "Tadi Bapak sudah pergi duluan, Bu. Katanya ada urusan mendadak." jelas Maya. Milova tahu apa yang menjadi alasan Osa pergi begitu saja, tak lain karena ia kecewa atas apa yang dilakukannya semalam. Tapi semua sudah terjadi, dan sebagai sepasang suami istri yang saling mencintai, Milova dan Osa sama sekali tak terpaksa melakukannya. Mengendarai mobilnya, Milova melaju menuju ke sekolah. Jam menunjukkan pukul 07.35 WIB. Cuaca pagi ini lumayan panas, terlihat jelas dari beberapa bunga di teras rumahnya yang sudah tak lagi berembun, tidak seperti biasanya.
"Terima kasih, ya?" ucap Osa pada Milova, sesaat setelah kedua guru itu pulang. Milova memberi pilihan jika Bu Sarah dan Bu Cantika masih ingin mengajar di SMAS Tunas Bangsa, maka mereka harus mencari peserta didik yang akan masuk ke SMAS Tunas Bangsa dengan jumlah yang sama dengan jumlah peserta didik yang sudah keluar dari sekolah tersebut. Milova juga memberi waktu selama tiga bulan untuk mereka menyelesaikan misi tersebut. Selama tiga bulan tersebut juga Milova masih mengizinkan kedua guru itu untuk bekerja di SMAS Tunas Bangsa. Syarat tersebut sengaja Milova berlakukan sebagai salah satu strategi untuk mengembalikan nama baik nama SMAS Tunas Bangsa. Dengan begitu, tanpa disadari, nama sekolah akan kembali membaik dengan sendirinya. Dan tentunya, Bu Sarah dan Bu Cantika akan mempelopori misi Milova demi terpenuhinya jumlah peserta didik yang diinginkan sebelum waktu tiga bulan tersebut berlalu. "Sama-sama." ucap Milova seraya menyentuh pipi kiri Osa. Tindakan wanita itu me
"Jadi itu tujuan Bu Cantikan dan Bu Sarah sampai harus datang ke rumah saya?" tanya Milova sesaat setelah menyeruput kopi khas Gayo. Kualitas Kopi Gayo (Aceh) sudah diakui oleh dunia sebagai kopi terbaik melalui sertifikat resmi akan kualitasnya yang keluar pada tahun 2010 lalu. Selain itu, sekarang ini juga para petani sedang mengembangkan tiga varietas Kopi Gayo yang sedang dibudidayakan, yaitu Gayo 1, Gayo 2, dan P88 yang juga sudah diakui oleh dunia sebagai kopi terbaik. Kenikmatan Kopi Gayo dimulai dari rasanya yang kuat dan berkarakter. Kopi Gayo memiliki rasa yang tidak pahit dan memiliki keasaman yang rendah, serta memiliki sedikit sentuhan rasa manis. Makanya, Kopi Gayo ini seringkali dijadikan sebagai bahan campuran berbagai house blend coffee. Kopi Gayo paling cocok ditanam di ketinggian 1000 mdpl. Namun, kopi Gayo ini juga memiliki keunikan tersendiri, yaitu ketinggian perkebunan yang menentukan cita rasanya. Perbedaan ketinggian perkebunan ini ternyata juga bisa mem
"Kok tiba-tiba rapat, sih?" para guru saling bertanya. Rapat ini tidak seperti biasanya, pemberitahuannya hanya satu jam sebelumnya. Sehingga menimbulkan banyak persepsi dari guru-guru. Apalagi, para internal SMAS Tunas Bangsa sedang dihebohkan dengan rencana Osa menjual sekolah ini. Dan kabar tersebut bukan lagi kabar burung, bahkan pembeli sekolah ini juga sudah bertemu langsung dengan Osa. "Acara serah terima, mungkin." tebak salah seorang guru. Osa dan Milova masuk dari pintu utama ruang guru. Berhubung dilakukan secara dadakan, maka saran dari Raka, rapat dilaksanakan di ruang guru saja. Lagi pula, ruang guru cukup luas dan nyaman, juga sejuk karena dilengkapi oleh pendingin ruangan. Dan yang terpenting, Raka sudah memastikan, semua guru mengikuti rapat ini, seperti perintah Osa. "Ada yang tahu, untuk apa rapat ini diadakan secara mendadak?" tanya Milova, membuka pembicaraan setelah Osa memberi sambutan dan mempersilakan Milova untuk bicara. "Untuk pengalihan kepal