Tatapan mata Bree beubah jadi galak. “Apa maksudmu memindahkan barang? Apa Axel akan meninggalkan rumah ini?” desisnya.Pelayan yang ada di hadapannya tidak mampu menjawab. Gelagapan. “Um ... Tuan ...”Bree mendengkus, langsung ke kamar mereka, “dasar, pelayan bodoh!” umpatnya. Dia langsung melihat ke dalam lemar. Baju Axel masih ada. Ada beberapa barang yang tidak ada di sana.“Awas saja, kau Lily!” ancam Bree. Namun, Bree ingat misi kecilnya. Mungkin saat ini gadis dungu itu sudah pergi ke neraka!Tidak lama ponsel Bree bergetar, “Ah, ini pasti kabar buruknya,” ucap Bree dengan senang. Namun, yang dia lihat di layar ponselnya, nama Diego yang muncul.“Ada apa dengan orang dungu yang satu ini?” Tapi Bree menggeser tombol hikau untuk menerima panggilan itu.“Ada apa?” tanya Bree langsung tanpa basa-basi.“Si pembunuh itu mengembalikan uangnya. Dia bilang misinya gagal.”“APA!?” Bree tidak tahan dengan semua ini. Bayangan keindahan tentang kematian Lily semuanya hilang. Dan Axel ...Br
Satu hari sebelumnya, Nyonya Margot sangat prihatin dengan keadaan Lily, yang terlalu bersedih dengan keadaan Kate. Sudah beberapa hari Kate belum sadar paska operasi. Walau operasinya berhasil, tapi Lily tidak percaya kalau Kate akan baik-baik saja. Karena sahabatnya itu belum bangun juga. “Apa sudah ada kabar dari kepolisian?” tanya Nyonya Margot di ruang perawatan, tempat mereka biasa berkumpul, paling tidak untuk beberapa hari ini. “Belum ada, mereka masih menyelidiki siapa dalang di balik semua ini. Dan apa motifnya. Kalau dari laporan sementara, tampaknya pelaku adalah profesional. Jadi, jejak mesiunya tidak terlihat di sekitaran TKP.” Nyonya Margot manggut-manggut, ada Axel yang duduk di sofa, sambil mengerjakan beberapa pekerjaan. Nyonya Margot memperhatikan Lily yang sedang ada di sisi ranjang pasien, menggenggam jemari Kate. Sudah berhari-hari seperti ini. Meski tidak berpengaruh ke kandungannya, tapi Nyonya Margot tetap saja khawatir. “Dia harus pulang,” kata Margot.
Atasan Steven, Ares, seperti dewa perang. Tapi, dia tidak mau diidentifikasi sebagai dewa peperangan. Agensinya adalah penyedia personal bodyguard. Semata-mata ingin membantu orang agar merasa lebih aman. “Pak, Pak Ares ada di mobil,” kata seorang sopir yang datang ke Steven. Lelaki itu baru saja akan menukar identitas agar bisa naik ke lantai tempat Ares bekerja. Steven menuruti apa yang dikatakan orang itu. Dia yakin itu adalah suruhan Ares. “Mau ke mana?” tanya Steven kepada sopir itu. “Langsung ke klien yang nanti Anda akan tangani.” “Oke,” jawab Steve dengan tegas, dia masuk ke dalam mobil di jok belakang. Sudah ada Ares di situ. Ares diam, dia bukan orang yang banyak basa basi. “Katakan, berapa yang kau mau?” “Perbulan, sepuluh ribu dolar. Pengusaha itu akan sulit dilindungi. Banyak wartawan yang nanti akan mengawasinya. Aku pikir itu jumlah yang wajar.” “Kau tidak melindungi pengusaha itu, tapi kau akan melindungi istrinya,” jelas Ares. Steven kaget sendiri dia tidak m
Steven bimbang, apa iya harus sekarang?“Soal pakaian jangan khawatir, akan kami sediakan di ruangan untukmu,” kata Meredith lagi.Steven melongo, tidak percaya dengan apa yang diucapkan Meredith. Apa iya?Ares menunggu respon dari Steven. Dia menatap lelaki itu.“Baik kalau begitu,” jawab Steven dengan tegas.Ares masih menatap Steven, yang tampaknya bukan seperti Steven, biasanya dia akan mempersiapkan diri, mempelajari siapa klien yang akan dia dampingi.Steven membalas tatapan itu acuh tak acuh.“Kalau begitu, bagaimana kalau kita bahas kontraknya?” usul Meredith. “Apakah ada isi kontrak tambahan. Rasanya aku masih punya draf perjanjian yang terdahulu.”“Bisa kau pakai, jika ada tambahan, bisa informasi lewat email seperti biasa.” Ares, berdiri. “Kalau begitu aku pamit, dan aku tinggalkan Apollo di sini,” tambahnya.Lily diam, tidak menjawab apa-apa. “Kalau begitu, aku akan mengantar Lily dan Apollo ke apartemen, atau kau mau di rumah Nyonya Margo
Bree menggoda Axel, menggelayut lengan lelaki itu. Setelah menaruh cokelat panas yang sudah diracik. Agar Axel lebih bernafsu, tidak bisa menahan lagi birahinya. Bree memasukkan obat perangsang. “Aku bawakan kau cokelat panas favoritmu,” kata Bree dengan suara yang seksi bermaksud menggoda Axel. Namun, lelaki itu masih saja menatap laptop. Tidak terdistraksi sama sekali oleh kehadiran Bree. “Aku merindukanmu, Sayang,” goda Bree berbisik di telinga Axel. Dengan Bree bicara begitu, dia menoleh ke arah Bree lalu menatapnya dalam. “Kau tidak marah atau tersinggung dengan perkataanku tadi?” Bree terpaksa menjatuhkan harga dirinya di depan Axel. “Tidak sama sekali. Aku tahu aku salah tidak pernah melihat keadaan Lily, padahal dia juga sudah membantuku.” Suara Bree merajuk, agar Axel luluh. Axel melihat kalau Bree menyadari kesalahannya. Jadi, dia meminum cokelat panas yang Bree bawakan. Dan tidak merespon perkataan Bree. “Besok, tengoklah Lily di rumah sakit. Kamu bisa menganggap dia
Sebenarnya, Axel khawatir dengan apa yang terjadi pada Lily. Apalagi ketika ingat kalau Lily lemas sekali setelah muntah-muntah, kalau begitu Lily bisa sakit nanti. Dan bisa berakibat buruk ke anak yang ada di kandungannya.Jadi, waktu mendengar Lily muntah, Axel buru-buru ke kamar Lily. Axel juga lupa kalau dia habis mandi dan belum pakai baju. Hanya handuk yang melilit bagian bawahnya saja. Lily terus terang kaget ketika melihat Axel tiba-tiba berdiri di ambang pintu toilet. Dia berteriak. “Aargh!” Mata Axel membesar, “Apa?” Mendengar teriakan, Apollo Satu yang sedang berjaga di ruang tengah, berlari ke arah suara. Dia merangsek masuk tanpa bersuara, siap menolong Lily. Tapi, yang dia lihat sungguh membuat dia kaget sendiri. Axel dan Lily ada di kamar mandi? Apalagi melihat Axel yang bertelanjang dada. Mata Apollo Satu memelotot, tubuhnya membeku tidak mampu bergerak. Lily pun membeku begitu melihat Apollo Satu ada di kamarnya. “Ada apa kamu ke sini?” tanya Axel langsung. “S
“Kau? Untuk apa kau di sini?” tanya Bree sinis dan kasar. Matanya tajam menatap Apollo Satu.“Maaf, Nyonya, ada yang bisa aku bantu?” tanya Apollo Satu tanpa memedulikan pertanyaan Bree. Pura-pura tidak kenal, dia berdiri di depan pintu masuk.Sekilas Bree berpikir, kalau dia salah orang. Tapi, dia yakin kalau itu adalah si pembunuh.“Awas, aku mau masuk,” ucapnya pongah.“Apakah Anda sudah membuat janji?” tanya Apollo dengan ramah. “Untuk menjenguk Kate, Anda harus membuat janji dulu.”“Apa? Biarkan aku masuk, minggir!”Apollo menangkap tangan Bree. “Nyonya, harap mengerti, kalau Anda tidak bisa masuk sembarangan! Paling tidak Axel mengizinkan Anda masuk.”“Axel itu suami saya! Dan saya tidak perlu meminta izinnya untuk menjenguk pelayan!” Bree berusaha melepaskan diri dari Apollo Satu.Namun, Apollo makin erat memegang Bree. “Maaf, Nyonya saya harus menahan Anda di sini. Saya akan tanya dulu, telepon Axel.”“Tidak bisa!” Bree memberontak. “Lepaskan aku!”Tidak lama, Lily membuka pin
Bree merasa hari itu adalah miliknya. Di mana Axel kembali menjadi suaminya yang manis dan juga penurut.“Axe, bagaimana kalau kita makan malam setelah itu kita menonton bioskop?” usul Bree setelah Axel menyelesaikan rapat dan kembali ke ruangan.Lelaki itu menghela napas, mengusap kuduknya. “Bagaimana kalau kita lakukan itu di rumah saja? Aku kelelahan,” katanya dengan pelan. Hari ini dia tidak mau membuat Bree stress dan kecewa lagi.Bree mendengkus, sudah membayangkan kalau dia akan pergi bersenang-senang.“Kau tahu, kan kalau ada paparazzi di mana-mana. Bagaimana kalau kita nanti repot sendiri dengan para juru foto itu?” bujuk Axel.Bree bangkit dari duduknya, dia berjalan dengan centil ke belakang Axel. Tangannya meraba dada suaminya.“Tapi, aku bosan sekali ada di rumah,” rajuk Bree, “Kau setiap hari bekerja, aku mana bisa keluar rumah. Lily ada pengawal prbadi. Aku?”Axel menarik napas, dia menggenggam tangan Bree yang ada di dada bidangnya.“Aku juga bosan, tapi mau gimana lag