Selesai membersihkan diri, Dyandra memakai baju tidur dengan bahan sutra tipis. Saking tipisnya sampai bra serta segitiga mungil di bawah pusar samar terlihat menantang. Berbelahan dada rendah dengan bentuk huruf V, di mana ujungnya tepat berada pada ceruk di antara dua buah payudara kenyal.
Bagian bawah gaun tipis berwarna putih tulang itu memilki ketinggian lima belas sentimeter di atas lutut mulus sang wanita. Ujungnya berenda, menampilkan kesan manis. Begitu pula dua tali mungil di pundak yang menjadikan penampilan Dyandra semakin menggemaskan.Mengoleskan body lotion harum lembut ke seluruh tubuh, serta memakai wewangian di sekitar leher. Memulas make up sederhana, tetapi tetap membuat parasnya segar dan jelita. Bibir dipoles dengan lipgloss merah muda berasa buah strawberry.Rambut dibiarkan tergerai, karena menurutnya itu akan menambah kesan sensual ketika … misalkan … ia akan berada di atas tubuh gagah seorang Skylar Kiersten.Tersenyum dan mengangguk yakJemari Skylar menelusuri kain segitiga tipis berwarna merah yang dipakai oleh Dyandra. Menekan area tengah dengan jari tengahnya yang besar dan tebal. Lalu, dengan gerakan nakal menyelinap masuk dari balik renda-renda mungil.“Aahh!” pekik sang wanita tertahan ketika merasa kulit di area sensitifnya disentuh perlahan. Skylar membungkam pekik tertahan itu dengan ciuman buasnya. Membuat Dyandra tak bisa lagi mengeluarkan suara apa pun selain desahan serta erangan.Bagaimana tidak mendesah dan mengerang kalau sekarang ujung jari tengah Skylar yang sedemikian kokoh dan solid senang melintas di antara lipatan paling tertutup seorang wanita. Menggelincirkan jarinya hingga menyentuh sebuah titik yang kalau disentuh ….“Skylaaar!” rintih Dyandra menggelengkan kepala dengan spontan dan kukunya makin mencengkeram pundak tak berpakain sang lelaki. “Sssttt, nikmati saja, Darling. Kamu milikku, dan aku milikmu. Selamanya kita akan seperti ini, aku berjanji itu kepadamu
Mendengar istrinya pernah tidak pulang ke rumah pada satu malam, Arka terkejut tidak kepalang tanggung. Darahnya langsung mendidih dan berpikir kalau Dyandra menghabiskan malam dengan lelaki lain. “Sekarang di mana Bu Dyandra?” tanyanya menahan gemuruh murka. “Sepertinya tadi sudah pulang dari kantor, Tuan. Security tidak mengatakan kalau beliau keluar rumah,” jawab pelayannya menunjuk ke atas, ke lantai dua. “Mungkin Nyonya di kamarnya?”Arka langsung berlari menaiki tangga dan menuju kamar tidur mereka. Kembang kempis, napas memburu cepat, panas. Semakin mendekati kamar, semakin ia merasa gelap menaungi.Membuka pintu, melihat istrinya ada di atas ranjang sedang memegang ponsel. “Dya!” bentaknya kencang hingga mengagetkan Dyandra.“Chat dengan siapa kamu, hah? Dengan selingkuhanmu, ‘kan?” amuknya merampas ponsel tersebut dan menatap layar dengan terus terengah.Dyandra merasa jantungnya berdegup kencang melihat Arka datang seperti orang kesetanan be
Drupadi tertegun mendengar suara Arka mendadak terdengar di telinganya. Sampai menatap layar ponsel, memastikan bahwa yang barusan ia terima teleponnya adalah Dyandra.“Di mana Dya?” tanya Drupadi berpura-pura tenang.“Tidak usah banyak tanya! Dya ada di sini, di sampingku dan kularang mengucapkan apa-apa kepadamu. Nah, sekarang jawab aku! Hari apa Dyandra menginap di rumahmu?”“Apa begini caramu bicara dengan kakak iparmu, hah, Bocah? Kamu itu umur berapa? Berani sekali membentakku seperti ini!” ketus Drupadi sudah tidak tahan ingin memaki Arka.“Jawab saja pertanyaanku, Dru!” Arka pun tak peduli jika dia harus membentak kakak iparnya berkali-kali. “Dya menginap di rumahku hari Sabtu! Puas?” sembur Drupadi sangat kencang. “Sekali lagi kamu berani kurang ajar kepadaku, awas, ya!” Arka terengah dan menatap istrinya. Jawaban Drupadi benar. Berarti Dyandra tidak asal menyebut ketika mengatakan ia menginap di rumah kakaknya. Perlahan menekan tombol merah
Suasana makan malam yang selalu canggung dan penuh tekanan bagi Dyandra berubah jadi menegangkan saat Cersey mengatakan sesuatu yang ditunggu selama sekian bulan terakhir. “Ka-kamu kenapa?” Dyandra terbelalak menatap madunya. “Air ketubanku pecah, Mbak!” jerit Cersey kebingungan dan langsung menatap pada suami sirinya. Moeryati sontak bangkit dari kursi. “Cucu Mama akan lahir! Cepat ke rumah sakit, Arka!” Sang lelaki yang sempat tertegun dan hanya bisa memandangi kedua istrinya kini telah beranjak dari kursinya dan memanggil sang sopir. "Pak Gito! Pak Gito!” Degup jantung di dalam rongga dada Dyandra melonjak kencang. Bayi mungil akan lahir. Bayi itu ... anaknya .... Proses Surrogate Mother yang ia lakukan di Amerika kini akan segera berakhir dengan kebahagiaan baginya. “Cersey biar naik mobil dengan Arka, Mama, dan Pak Gito. Kamu setir mobil sendiri saja, Dyandra!” perintah Moeryati sambil berjalan menuju tangga. Ia akan kembali ke kamar dan mengambil
Terkejut, kenapa harus Cersey yang memberi nama anaknya? “Tidak mau, Mas! Nama itu akan melekat seumur hidup pada anakku. Yang memberi nama adalah aku, ibunya!” tolak Dyandra. Arka menghela napas, “Aku sudah menjanjikan pada Cersey kalau dia boleh memberi nama anak kita.”“Siapa suruh memberi janji tanpa bertanya padaku? Apa lagi yang sudah kamu janjikan kepadanya tanpa bertanya atau meminta ijin kepadaku, hah?” sindir Dyandra menatap ketus. Tertegun dengan pertanyaan ini, lelaki itu menatap lekat pada istrinya. “Apa maksudmu?” “Masalah nama saja ribut! Cersey sudah mau melahirkan! Arka, tidak usah hiraukan istrimu!” sentak Moeryati kemudian menarik lengan putranya agar menjauh dari Dyandra. Menahan ledakan di dalam dada, Dyandra melengos, tidak mau melihat Arka dan Moeryati berjalan menuju lift. Ia lebih memilih menggunakan eskalator saja untuk naik ke lantai tiga rumah sakit. Berada di pusat kesehatan termewah dan termahal, tidak lantas membuat s
Memegang ponsel sang kakak di tangannya, mata Dyandra tertegun menatap. “Pengacara perceraian?”“Iya, setelah ini kamu akan bercerai dengan Arka, ‘kan? Kamu butuh pengacara terbaik. Dia agak mahal, tapi kerjanya bagus. Highly recomended, kata Bertha,” angguk Drupadi mengingatkan bahwa perjalanan Dyandra masih panjang menuju kebahagiaan. Bayangan Arka melintas, begitu juga segudang kenangan mereka bersama sejak masa kuliah hingga detik ini. Hingga bagaimana tadi malam ia dipeluk dan dikecup. Segala mengubah panggilan mereka menjadi Papa dan Mama. Semua itu ....“Ya, kamu benar. Aku harus mulai berkonsultasi dengan Paula. Mencari tahu apa saja yang dibutuhkan untuk bercerai,” tandas Dyandra membuang semua kenangan itu dari batinnya untuk detik ini. Mengisi pikiran dengan foto-foto Arka bersama Cersey sedang memilih gaun pengantin serta bagaimana tiga orang di rumah membohonginya untuk pergi bersama menghadiri akad nikah rahasia sekian minggu lalu. Ia harus pergi
Dyandra terkejut setengah mati melihat Skylar memiliki foto Arka sedang mencium pipinya. Dari mana kekasihnya itu bisa mendapatkannya? Dengan gugup ia membalas pesan sang lelaki.Dyandra [Aku tidak mempermainkanmu. Aku tidak tahu dia akan mencium pipiku. Semua terjadi begitu saja tanpa aku sadari.]Skylar [Oh, begitu? Di foto itu kamu tersenyum bahagia. Senang, ya, karena Arka mesra kepadamu?]Dyandra [Tentu saja aku bahagia. Anakku baru saja lahir. Sebenarnya aku mau berbagi kebahagiaan denganmu. Tapi, sudahlah. Kamu sepertinya lebih mempermasalahkan cium pipi itu.]Dyandra [Dan kamu harus tahu kalau selama ini memang Arka selalu mesra kepadaku. Tapi aku menolaknya.]Membaca Arka selalu mesra kepada Dyandra, ada sesuatu yang menghentak kencang dalam jiwa Skylar. Perasaan tidak terima. Sebuah cemburu yang naik hingga melebihi ubun-ubun. Tidak sudi Dyandra disentuh walau satu titik saja oleh lelaki lain, meski itu suaminya sendiri.
Dyandra tersenyum saat ciuman hangat mereka berhenti. Kedua mata saling menatap. Melihat semburat pelangi di netra masing-masing. Keindahan warna cinta yang sudah lama hilang dari asa. Bibir merahnya mengecup kening Skylar, turun ke hidung mancung, mengenai dua pipi kanan dan kiri, lanjut ke dagu, dan terakhir kembali berhenti di bibir. Saling mengecap, saling merasakan tubuh mereka. Lalu, bibir merah itu menuruni leher. Menyesap beberapa kali di sana, membuat geliat ringan pada tubuh gagah. Kedua tangan Skylar reflek memeluk punggung Dyandra. Tak lupa, dengan sigap melepas kaitan bra sang wanita dan meloloskannya hingga kini tak ada apa pun menutupi dada sang wanita. Skylar bisa merasakan puncak buah dada bergerak di atas pusarnya ketika Dyandra masih terus menciumi dadanya yang ditumbuhi sedikit bulu halus. “Aaahhh!” desahnya mengerang ketika lidah hangat dan basah sang wanita menyapu dua bundaran cokelat tua di dada. Setiap desahan yang terdengar dari mulu