Sean langsung melepaskan genggaman tangannya di lengan Valerie, tubuhnya terhuyung ke belakang dengan wajah yang sudah berubah pucat pasi. Ia menatap nanar sekaligus terkejut ke arah Valerie setelah mendengar perkataan tersebut.“A—apa?”Meskipun pendengarannya berfungsi dengan jelas dan ia mendengar dengan baik apa yang Valerie katakan tetap saja Sean ingin memastikan kembali dengan apa yang baru saja wanita di hadapannya itu lontarkan.“Aku ... aku melihat kalian,” ulang Valerie kembali dengan nada yang sangat pelan. Ia kemudian menatap Sean dengan tatapan nanar sebelum kembali membuka suara, “ Aku tahu tidak seharusnya aku marah apalagi bersikap seperti ini. Hanya saja setiap menatap wajahmu hanya bayangan kalian berdua yang tengah berciuman terus berputar di kepalaku. Aku ... aku cemburu melihat kemesraan kalian.”Oh Tuhan! Sean hanya bisa menyugar rambutnya dengan kasar. Ia tidak menyangka jika ciuman paksa yang Amora lakukan padanya dilihat oleh Valerie dan membuatnya salah paha
“Hari ini jadwal pemeriksaan kamu, bukan?”Sean membuka suara di sela-sela aktivitas sarapan paginya. Moodnya pagi ini sangatlah baik, terlebih lagi karena kesalahpahaman antara dirinya dan Valerie akhirnya bisa terselesaikan tadi malam.Valerie yang juga tengah fokus dengan sarapannya seketika menghentikan kegiatannya dan menatap Sean sebelum memberikan anggukan kecil. “Hmm ... tetapi jika hari ini kamu sibuk aku bisa naik taxi sendiri, tidak perlu khawatir,” ucapan Valerie dengan tenang.Bukannya Valerie tidak ingin Sean mengantarnya dan menemaninya memeriksakan kandungan, hanya saja hari ini adalah hari Senin, hari di mana perusahaan sangat-sangat sibuk setelah weekend. Terlebih lagi Sean selaku CEO tentu saja memiliki pekerjaan menumpuk yang menunggu untuk diselesaikan. Jadi, Valerie tentu saja tidak ingin menyusahkan suaminya tersebut.Sean seketika menatap Valerie tidak suka mendengar perkataan Valerie. “Kenapa kau bisa berkata seperti itu? Memangnya kau tidak mau jika aku ikut
Valerie menatap tak berkedip pada layar USG yang menampilkan janin yang ada di dalam perutnya. Bayi empat bulan itu sudah memiliki bentuk yang lebih jelas sekarang. Valerie bisa melihat kepalanya yang mungil sudah memiliki rupa dan bayi itu pun juga telah memiliki sepasang tangan dan kaki yang terbentuk dengan sempurna.Melihat hal itu, mendadak rasa takut, cemas, dan harus menampar Valerie begitu saja. Dadanya berubah sesak oleh perasaan yang tidak dimengertinya. Perasaan was-was jika suatu saat nanti ia akan kehilangan bayinya membuatnya sangat ketakutan.Bukannya ia meragukan perasaan Sean dan janji-janji pria itu terhadapnya. Hanya saja, perkataan Juliet masih terus menghantuinya tentang cinta Sean pada Amora tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun. Dan jika itu terjadi, maka bayi ini tidak akan menjadi miliknya dan akan dimiliki oleh Amora.Oh Tuhan! Kenapa hal ini membuatnya was-was dan dirundung kecemasan?Valerie kemudian mengalihkan perhatiannya pada Sean yang tengah dud
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d