Caraka baru saja turun dari mobilnya dengan balutan jas hitam yang di desain khusus untuk CEO Daniswira itu. Perawakannya makin kharismatik dengan tampilan wajah datar dingin miliknya. Seiring kakinya melangkah tatapan karyawan terus mengikutinya. Entah hanya sedang mengagumi wajahnya atau mungkin sedang membahas kejadian di lift kemarin. Caraka justru terlihat tak peduli, ia terus melangkah lurus. Matanya bahkan tak berpindah dari arah depan. Mata hitam gelap miliknya tiba-tiba bergetar di satu titik, langkah nya tiba-tiba melambat. Ia menatap lekat pada Ashana yang berjalan tak jauh darinya, menikmati postur samping wanita itu. Matanya tak berkedip, padahal pakaian yang di kenakan Ashana tergolong sangat biasa. Tak ada mewahnya sedikitpun, bahkan pakaian itu sangat sopan, tak memperlihatkan kulitnya terlalu banyak. Tapi Caraka masih tak bisa mengalihkan pandangan. Terbiasa melihat wanita cantik dengan pakaian branded yang super pendek, tampilan Ashana ini justru lebih menarik
Caraka tak tau kenapa ia bisa tiba-tiba menjadi patung seperti tadi. Biasanya ia akan sangat mudah tanggap terhadap situasi, tp tadi ketika merasakan bibir kenyal Ashana, perasaan menggelitik memenuhi rongga nya. Seperti perasaan hangat mulai terisi ke tubuh nya, anehnya lagi ia tak merasa keberatan dan malah dengan sukacita menerima nya.Caraka tak tau pasti apa yang terjadi dengan dirinya. perubahan moodnya sangat cepat dari marah ketika melihat Ashana dan karyawan pria itu berdekatan hingga resah saat melihat wajah pucat Ashana.ia perlu mencari tau. Tapi yang pasti bukan saat ini, karena perasaan kering di tenggorokan nya perlu diisi. Caraka menarik tangan Ashana masuk ke dalam lift yang sama, Aden yang berusaha mengejar sejak tadi langsung terdiam tak berani masuk saat melihat tatapan melarang dari Caraka.ia memilih berdiri diam di depan lift menatap pintu lift yang mulai tertutup.Ashana yang melihat Aden di tinggalkan tentu merasa heran, ia menoleh pada Caraka, "Pak, asiste
Ruang kerja Caraka itu sangat luas, dengan salah satu dinding kaca membuat cahaya terang menyeruak masuk.Di tengah cahaya yang menunjukkan bahwa keadaan masih siang yang seharusnya waktu untuk beraktivitas mencari nafkah. Caraka justru memberikan kode akan memberi nafkah batin saat ini.Wajah pria itu tenggelam menghirup dalam di tengah lekukan dada Ashana. Walaupun terhalang kemeja wanita itu, Caraka tampak puas merasakan aroma manis dengan benda kenyal yang mengapit wajahnya.Seiring aroma tubuh Ashana yang makin menggoda, Caraka menyentakkan tubuh Ashana lebih tinggi di gendongan nya sehingga tangan nya tepat berada di pantat wanita itu. Merasakan itu Ashana menjadi was-was hilang pegangan seakan ia akan terjatuh, membuatnya melingkari leher Caraka erat, menimbulkan desisan pelan dari bibir pria itu yang di tekan ke dadanya.Lalu Caraka mendongak dengan tangan yang mulai bekerja, "Hah, masih mau memanggilku Pak setelah ini?" godanya yang membuat Ashana memalingkan wajah merahnya.
Ashana menatap malu pada pertanyaan Caraka. Wajahnya yang sudah merah makin merah dibuatnya. Kenapa Caraka malah tiba-tiba meminta izin untuk menciumnya? apa ia lupa, sejak tadi ia sudah berulang kali menciumnya?"Kenapa kamu meminta izin?" tanya Ashana dengan wajah tak sanggup menatap Caraka. Mendengar itu, Caraka tersentak sebentar dan kemudian berubah tersenyum manis merasa senang. Tangannya langsung berpindah bergerak ke pantat Ashana, menekannya ke bawah membuat Ashana mendesah kaget."Aah...""Benar, seharusnya aku bisa melakukan apa saja tanpa perlu meminta izin kan" ucapnya yang mulai menggerakkan pantat Ashana sesukanya.Menekannya kuat keatas dan bawah, membuat wajahnya meredup merasa nikmat. "Kalau begitu akan ku lakukan semua yang aku mau" bisiknya yang sudah mendekatkan wajah ke leher Ashana.Dan detik berikutnya kepala Ashana pusing dengan perasaan nikmat yang membakar tubuhnya. Gerakan tangan Caraka makin cepat menggerakkan pinggulnya, sedangkan mulutnya tak diam, mula
Suara desahan beradu dari mulut yang saling mengulum satu sama lain. Gerakan kasar pinggul itu menyentak kencang tubuh sang wanita. Di kamar yang luas dengan lampu remang itu membuat suasana makin syahdu di temani lilin putih yang terbakar perlahan di atas meja."Ah Yas..." desah Bellanca mengangkat pinggul nya menerima setiap dorongan yang di berikan Yasa. Napasnya memburu dengan desah nafsu makin tinggi.Yasa tak tinggal diam ia bergerak liar menghujam, merasakan akan mencapai puncaknya ia menekan tubuhnya lebih dalam. Bellanca terpekik nikmat dengan mendesahkan nama Yasa."Ahh Yas ini nikmat..." ucapnya yang terkulai dengan keringat membanjiri tubuh. Tak jauh berbeda dengan Yasa yang langsung terjatuh ke atas tubuh Bellanca. Meletakkan kepalanya di sudut leher wanita itu. Ini sudah pukul 3 pagi, entah sudah berapa lama mereka melakukannya. Tiba-tiba di tengah napas Bellanca yang terdengar pelan menikmati sisa kenikmatan itu, Yasa tersentak kaget seolah menyadari sesuatu.Ia lan
Ashana mengerjap perlahan, tubuhnya terasa lelah ketika ia bergerak. Tapi hangatnya selimut di tubuhnya membuatnya tak ingin beranjak.Ketika ingatan terakhir tentang perbuatannya dengan Caraka terlintas, ia segera terduduk. Saat itu selimut gelap itu meluruh dari badannya. Ah, dia telanjang, Ashana langsung menarik selimut itu kembali, menutupi badannya.Melihat sekitar, ia di ranjang, tunggu kenapa bisa ia ada disini?"Ini dimana?"Bekerja? lalu bagaimana dengan pekerjaannya. Ingin beranjak dari kasur empuk itu tapi matanya tak menemukan pakaian kerjanya. Kemana perginya pakaiannya?Dengan terpaksa Ashana segera membawa selimut itu untuk berdiri. Ia bergerak membuka gorden, agar lebih leluasa meneliti tempat ini.Bukannya mendapatkan cahaya, matanya melebar ketika melihat pemandangan luar yang berubah gelap dengan lampu gedung menyala, "Jam berapa ini?" lirihnya tak percaya."8 malam" suara dari arah belakang membuatnya berbalik dengan kaget.Tepat ketika itu, Caraka bersandar di p
Mall yang mereka tuju itu ramai dengan manusia. Suara langkah kaki hingga suara tawa memenuhi tempat itu.Ashana menatap sekitar, ini kedua kalinya ia masuk ke dalam mall besar ini, tempat yang pas untuk menghamburkan uang.Menoleh ke sampingnya, Caraka terlihat dalam suasana yang sangat baik. Ashana bahkan bisa melihat wajah dingin yang biasanya kaku itu mengendur rileks. Bahkan sudut bibirnya sedikit terangkat tanpa beban. 'Jika tidak berwajah datar seperti biasanya, Caraka terlihat jauh lebih tampan' pujinya dalam hati. Ia dengan nyaman mengamati wajah tampan itu.Merasakan tatapan dari sebelahnya, Caraka menoleh hingga Ashana terpergok menatapnya sejak tadi. Ashana langsung kikuk, tidak sopan menatap orang lain secara terang-terangan begitu.Ia merutuki dirinya sendiri. "Apa yang sedang kau lihat?" tanya Caraka yang sama sekali tak merasa risih. Justru pria itu bertanya ramah.Ashana semakin bersalah, "Ah, tidak. Aku hanya tidak terbiasa saja datang kesini" ucapnya pelan. Caraka
Lagi-lagi untuk hari ini Caraka menyerangnya. Menciumi semua isi mulutnya, menjilatinya dengan tangan yang sudah meraba kemana-mana.Kulit nya yang terbuka akibat dress pendek itu sangat di manfaatkan oleh Caraka, tangannya bergerak liar dari punggung, pinggang hingga ke paha Ashana.Ashana memejamkan mata merasakan itu, mendesah pelan dengan menggigit bibir bawahnya agar tak terlalu berisik. Ia harus ingat bahwa ini tempat umum, bukan tempat seharusnya bagi mereka melakukan hal seperti ini. Mau bagaimana pun pikiran nya, tubuhnya sama sekali tak mendengarkan. Ia justru kembali terhanyut dalam perasaan menggelitik ini. Tubuhnya sama sekali tak ingin menghindar, malah semakin merapat ke arah Caraka."Hah" saat desah itu makin terdengar kuat dari Caraka, pria itu segera menarik diri. Menyatukan dahi mereka dengan napas saling beradu.Caraka membelai pipi Ashana yang terasa panas di ujung jarinya, "Kamu pasti lelah, maaf aku akan menahan diri" tulusnya.Ashana langsung mengangkat panda