Keesokan harinya, saat Azkiya terbangun ia tidak menemukan Arza di sampingnya.Malam tadi Azkiya yakin bahwa Arza tidur bersamanya.Azkiya beringsut turun dari kasurnya.“Ah!” desisnya seraya memegang kepala. Azkiya merasa pusing karena terlalu banyak menangis semalam.Azkiya mencari ke bawah berpikir mungkin saja Arza tidur di ruangan lain. Tapi nihil. Lelaki itu tidak ada di manapun.Ia tertegun di ruang tamu yang kosong. Lelaki itu juga tidak ada di sana.Tiba-tiba Azkiya kembali bergegas naik ke lantai atas menuju kamarnya.Perempuan itu berlari menuju nakas.Tidak ada. Ya. Kunci mobil Arza sudah tidak ada.Azkiya menatap jam. Masih jam enam pagi. Tidak mungkin Arza pergi bekerja sepagi ini.“Dia pergi kemana?” gumam Azkiya.Azkiya memutuskan untuk tidak masuk bekerja. Ia bahkan baru turun dari kamar saat menjelang siang.Perempuan itu melangkah menuju dapur. Ia berniat un
Di kafe, Atifa tampak terbengong seraya memegang ponsel.Ia awalnya ingin bertanya perihal Azkiya yang tidak masuk kerja hari itu.Tapi justru Atifa terkejut setelah mendengar berita yang Azkiya sampaikan.“Apa maksudmu Azkiya?” tanya Atifa pada Azkiya lewat sambungan telepon.Tak ada jawaban. Hanya terdengar isakan kecil dari mulut Azkiya.“Tidak mungkin,” gumam Atifa. Ia menurunkan ponselnya yang semula berada di dekat telinga.Berita itu juga membuatnya benar-benar syok. Ia tidak percaya jika Arza bisa sejauh itu menyakiti sahabatnya.Terlebih akhir-akhir ini Atifa melihat hubungan mereka semakin membaik.Dengan perasaan berkecamuk, Atifa melangkahkan kakinya untuk menghampiri Alwi.Alwi melihat kedatangan Atifa dari jauh.Ia tampak heran melihat wajah Atifa yang pias dan syok.“A-alwi!”Lelaki itu mengernyit.”Ada apa, Atifa?”Atifa tampak gel
Semua orang yang berada di sana tampak terpaku dengan wajah bingung.Terlebih lagi Ria yang wajahnya mendadak pias. Ia menoleh ke samping, menatap Alwi dengan tidak percaya.“Tunggu!”“Apa maksudnya?” tanya Arza yang masih belum mengerti.Alwi mentapa mengedarkan pandangannya untuk menatap semua orang di sana. Ia tahu persis ucapannya akan membuat mereka bingung.“Tapi Ria bilang malam itu dia bersamaku.”“Dia bahkan memiliki foto tersebut,” tukas Arza dengan tidak sabar. Ia menatap Ria dengan wajah yang bingung karena apa yang dikatakan Alwi sangat berbeda.Ria mulai terlihat gelisah.Tangannya menarik lengan Alwi dengan sedikit kasar.“Apa yang baru saja kau katakan, hah?” lirih Ria dengan tatapan tajam.“Kau bilang akan membantuku!!” tuntut Ria penuh penekanan.Alwi menarik kembali tangannya dengan kasar. Bibirnya tersenyum tipis.“Coba kau tanyakan pada Ria di hotel mana kau menginap,” tandas Alwi seraya menatap Arza.Mata Ria membulat seketika. Tentu saja ia panik. Sebab ia mema
“Lepaskan!”Arza menoleh ke belakangTampak Azkiya yang tengah memegang tangan Arza dari belakang. Kedua matanya berkaca-kaca, perempuan itu memohon lewat tatapan matanya.“Sudah, Kak,” lirih Azkiya meminta Arza untuk menahan amarahnya.Melihat wajah Azkiya yang tampak sedih dan ketakutan, akhirnya Arza memutuskan untuk melepaskan cengkraman tangannya.Lelaki itu menghempaskan wajah Ria dengan kasar sehingga membuat wanita itu mengaduh.Arza mencoba mengendalikan emosinya tapi tampaknya lelaki itu amat kesulitan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kau!”“Beraninya kau menyakitiku, hah?!” teriak Ria seraya memegang wajahnya yang terasa sakit.Alwi menarik tangan Ria dengan kasar. Ia memberi isyarat agar wanita itu menghentikan ocehannya karena akan memicu emosi Arza lagi.“Tutup mulutmu!” sergah Arza dengan tatapan tajam.“Itu belum seberapa di
Pupil mata Arza tampak membesar karena terkejut atas pertanyaan Azkiya yang tiba-tiba.Lelaki itu membeku seraya menatap Azkiya yang tersenyum menunggu jawaban darinya.Sesaat mereka sama-sama terdiam.“Ayo!”“Di mana temanmu?” Arza tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Ia menatap ke sekitar berpura-pura mencari seseorang.Pertanyaan Azkiya menguap begitu saja tanpa jawaban.Tapi ia sama sekali tidak marah. Azkiya memang sengaja bertanya untuk menjahili suaminya.Meski memang ia juga amat penasaran apakah Arza sudah mencintainya atau belum.Namun, Azkiya tidak akan memaksa.Seutas senyum tergambar di wajah Azkiya yang kemudian menjadi kekehan kecil.Melihat Arza yang tampak bingung menjadi hiburan tersendiri baginya.Mereka berdua mulai masuk ke area tersebut.Azkiya tampak menelpon Atifa untuk bertanya posisinya.“Ah! Aku melihatmu!” seru Azkiya dengan antusia
Arza memang telah menduga hal itu.Sikap serta kepedulian Alwi memang berbeda dari persahabatan biasa.Tapi tetap saja ia terkejut. Arza tidak menyangka jika akan mendengarnya langsung dari mulut Alwi.Ia masih terdiam karena bingung harus bereaksi seperti apa.Arza mengalihkan tatapannya pada Alwi yang masih menunduk.“Lalu kenapa kau tidak berusaha untuk mendapatkannya?”“Kau bahkan tetap diam saat tahu aku akan menikahinya.” Kedua alis Arza bertaut.Ia sedikit tidak nyaman saat membicarakannya, tapi rasa penasarannya terlalu kuat.Alwi tertawa kecil.”Karena bukan aku yang Azkiya cintai.”“Maka dari itu aku memilih memendamnya hingga sekarang,” tambah Alwi.Alwi mengangkat wajahnya lalu menoleh ke samping.Segaris senyum terukir dari kedua bibirnya.”Azkiya sudah lama mencintaimu.”Kembali Arza terdiam. Ia menatap Azkiya yang tengah sibuk d
“Kak!”“Tolong ak….”Mulut Azkiya langsung dibungkam sehingga tidak bisa berteriak.Perempuan itu diseret masuk ke dalam mobil dengan paksa oleh seseorang.Dari tenaganya Azkiya yakin seseorang tersebut adalah seorang lelaki.Azkiya memberontak dan berusaha melepaskan diri dengan sekuat tenaga, tapi tentu saja ia kalah.“Hei!!”“Berhenti!!” pekik Arza sambil berlari.Tapi mobil tersebut langsung melaju pergi dengan kecepatan tinggi sehingga Arza tidak dapat menyusulnya.“Azkiya!” Arza terlihat sangat panik. Ia mengusap wajah dengan kasar.Jalanan tersebut memang cukup sepi saat itu sehingga tidak ada siapapun di sana yang bisa ia mintai pertolongan.Arza tidak dapat mengenali wajah penculik itu karena tertutup oleh masker dan topi.Lelaki itu langsung berlari masuk ke dalam mobilnya untuk mengejar Azkiya.“Agh!!” Arza
Seorang wanita berjalan ke arah Azkiya seraya menenteng sebuah tas mewah.Pupil mata Azkiya membesar. Mulutnya menganga dengan tatapan tidak lepas dari wanita tersebut.Wanita tersebut adalah Ria.Ia tersenyum sinis seraya menatap Azkiya dengan lekat.“Kerja bagus,” puji Ria pada dua lelaki tersebut.Mereka memang anak buah yang dipekerjakan Ria sejak lama.Dua penculik tersebut mengangguk sopan lalu mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada Ria.Salah satu penculik tersebut bergegas menyeret sebuah kursi yang diperuntukkan untuk sang bos.Ria duduk tepat di hadapan AzkiyaWanita itu tersenyum seraya menatap Azkiya untuk beberapa saat.Sementara itu, Azkiya masih terdiam. Ia menatap wanita yang duduk di hadapannya dengan tidak percaya.“Lama tidak berjumpa.”“Bagaimana kabarmu?” sapa Ria dengan tersenyum manis.Mata Azkiya mengerjap beberapa kali. Ia in
“Ayah!”Tiba-tiba Aluna berlari menghampiri dan langsung menubruk tubuh Arza. Seketika perhatian mereka langsung teralihkan pada gadis kecil itu.“Iya, kenapa?” tanya Arza seraya memegang tubuh putrinya.Aluna memegang telunjuk sang ayah lalu menariknya agar bangun dari duduknya. Arza bangun menuruti keinginan sang putri.“Ayo ke sana!” ajak Aluna seraya menunjuk ke suatu arah. Gadis itu ingin ayahnya ikut bergabung dan bermain bersamanya.Arza melirik ke arah Azkiya. Ia bahkan belum sempat menyelesaikan pertanyaannya tadi, padahal Arza sudah mempersiapkan diri untuk hal itu.Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti keinginan Aluna. Arza tidak sampai hati untuk menolak permintaan putrinya.Akhirnya Arza berjalan mengikuti langkah kecil Aluna. Matanya beberapa kali sempat melirik ke arah Azkiya. Perempuan itu hanya bisa tersenyum tipis karena sebenarnya ia juga penasaran dengan apa yang ingin Arza katakan.Tidak terasa mereka sudah seharian berada di pusat perbelanjaan ter
Arza tertegun sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan seraya tersenyum kecil.Saat menyetir Arza terus terngiang-ngiang ucapan Azkiya sebelum ia pergi tadi. Entah mengapa tiba-tiba ada yang menghangat di sudut hatinya saat kembali mengingat hal itu.Hatinya berdebar saat membayangkan wajah Azkiya. Bayangan perempuan tersebut membuat Arza terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju rumah.Lelaki itu bersumpah perasaannya pada Azkiya tidak pernah berubah sedikitpun.Keesokan paginya saat Aluna bangun ia langsung langsung menanyakan keberadaan sang ayah. Gadis kecil itu berpikir akan hidup satu rumah dengan ayahnya.“Bunda!” seru Aluna.“Hem?” Azkiya tengah sibuk menyiapkan bekal untuk dibawa putrinya ke sekolah.“Kenapa ayah tidak tinggal bersama kita?” tanya Aluna polos.Azkiya tertegun sejenak. Ia bingung bagaimana menjelaskan mengenai perceraian pada anak sekecil itu.“Aku ju
“Aku tidak akan menyarankan apapun. Keputusan ada padamu, Azkiya,” ujar Alwi.Azkiya tampak bingung setelah mendengar celotehan Aluna mengenai nenek dan kakeknya.Selama ini, Azkiya memang tidak pernah menunggu Aluna saat gadis kecil itu bersekolah karena ia memang harus bekerja.Azkiya hanya akan mengantarnya saat berangkat lalu menjemputnya saat waktu pulang tiba.Perempuan itu mendesah pelan setelah cukup lama berpikir. Meski ia dan Arza sudah berpisah, tapi Aluna tetaplah bagian dari keluarga Arza.Aluna tampak sangat gembira duduk di dalam mobil Arza. Gadis itu tak berhenti berceloteh membicarakan apapun yang ia lihat di sepanjang jalan.Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Azkiya menerima ajakan Arza untuk membawa putri mereka menemui neneknya.Sesekali Arza tersenyum mendengar ocehan Aluna yang duduk di belakang bersama Azkiya. Arza sadar mungkin kebahagiaan ini tidak pantas ia dapatkan, tapi hari ini adalah
“Aluna! Kamu tidak apa-apa?”“Oh! Bunda! Iya, tadi Om ini menolongku,” jawab gadis kecil yang ternyata bernama Aluna tersebut.“Benarkah?” Seseorang yang dipanggil bunda tersebut kembali menanggapi.Arza masih terpaku dalam posisinya. Ia berjongkok membelakangi orang tua dari anak tersebut. Jantungnya mendadak berdebar. Apakah suara itu benar milik seseorang yang ia kenal?“Kamu harus mengucapkan terima kasih padanya!”“Terima kas….”Perempuan tersebut membeku dan tidak sempat menyelesaikan ucapannya saat Arza membalikkan tubuhnya.Arza mematung di tempatnya. Begitu juga perempuan tersebut yang terdiam seketika dengan mata membulat sempurna.Dua orang tersebut saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang campur aduk.“Azkiya,” lirih Arza dengan suara yang hampir tidak terdengar.“Bunda?” panggil Aluna yang merasa heran
“Arza!” pekik Alwi saat melihat pemandangan di kamar Arza.Tampak Arza tengah berdiri di balkon. Sekilas tak ada yang salah memang. Namun, yang membuat Alwi segera berlari menghampiri adalah karena Arza berdiri di atas kursi tepat di depan pagar yang menjadi pembatas balkon.Benar. Arza memang berniat mengakhiri hidupnya.Alwi berlari dengan cepat lalu segera menarik tubuh Arza agar turun dari kursi tersebut. Ia kemudian membawa Arza menjauh dari pinggir balkon.Alwi benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajahnya tampak sangat tegang dan penuh ketakutan.“Apa yang akan kau lakukan, hah?” pekik Alwi. Ia menatap sahabatnya itu dengan segala emosi yang seketika bercampur baur.Tetapi tidak ada respon apapun dari Arza. Lelaki itu hanya diam seraya menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong seperti tanpa jiwa.“Arza!”“Dengarkan aku!” bentak Alwi seraya mengguncang tubuh lelaki
“Dengan sadar aku menjatuhkan talak padamu.”Kalimat talak Arza bercampur dengan suara air hujan mengalun lirih di telinga Azkiya.“Seperti permintaanmu aku akan mengurus perceraian kita. Jadi, kamu tidak perlu datang,” ujar Arza.Gelegar petir menyambar mengiringi jatuhnya air mata dari sudut mata Arza. Lelaki itu semakin mengeratkan genggamannya pada payung, ia berusaha menahan sesak yang semakin menghimpit dadanya.Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Azkiya sebagai tanggapan dari ucapan Arza. Perempuan itu membeku mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar.Azkiya terpaku saat rasa sakit mulai merambah dalam hatinya. Meski ini yang Azkiya inginkan, tetap saja ia tidak dapat mengelak bahwa perasaannya hancur kala kata talak keluar dari mulut Arza.Mulut Azkiya terkatup rapat tetapi air matanya mengalir semakin deras. Ia berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan Arza.“Maaf, karena sampai akhir aku masih tidak mampu membahagiakanmu,” lirih Arza.Kakinya mela
Pukulan terakhir dari Alwi membuat Arza terkapar. Tidak ada perlawanan sama sekali dari Arza, lelaki itu benar-benar sudah pasrah.Alwi duduk di samping Arza yang terbaring di bawah. Ia mengatur nafasnya perlahan untuk meredam emosi yang sempat meluap.“Tolong sampaikan maafku pada Azkiya,” pinta Arza yang masih berada di posisi sebelumnya. Matanya menatap ke arah langit.“Tidak.”“Katakan pada Azkiya dengan mulutmu sendiri!” tolak Alwi dengan cepat. Ia sadar tidak berhak masuk ke dalam urusan tersebut karena ini menyangkut hubungan mereka berdua.Alwi bangkit dari duduknya. Ia berdiri membelakangi Arza.“Selesaikan semua ini!”“Kau harus melanjutkan hidup apapun yang terjadi!” tukas Alwi.Arza hanya terdiam mendengar ucapan Alwi. Melanjutkan hidup? Arza bahkan rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini.“Obati lukamu!” ujar Alwi sebelum akhirnya mele
Tangannya gemetar saat memegang kertas tersebut. Arza tertegun cukup lama dengan netra yang berkaca-kaca.“Benarkah ini?” lirih Arza. Ia sungguh ingin mempercayai bahwa apa yang ia lihat tidaklah nyata. Tetapi tanda tangan Azkiya di kertas tersebut tidak dapat disangkal.Surat yang dulu pernah ia siapkan untuk perceraian kini benar-benar ditandatangani oleh Azkiya.Arza meremas kertas itu dengan kuat seiring rasa sakit yang makin menyesakkan dadanya. Apakah pernikahannya akan benar-benar berakhir seperti ini?Arza menggeleng. Lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya. Ia menyambar kunci mobil di atas nakas lalu melangkah cepat keluar dari kamar.Kebahagiaannya bersama Azkiya terlalu cepat berakhir. Ini bahkan tidak sebanding dengan usaha Arza untuk menerima kehadiran perempuan itu dalam hidupnya.Kakinya melangkah dengan cepat menuruni tangga. Pikirannya kini hanya tertuju pada Azkiya. Arza harus bisa menemukan perempuan itu baga
Azkiya langsung tertegun. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Atifa.“Apa kamu yakin Arza berkata jujur?” tanya Azkiya memastikan. Ia sepertinya trauma dengan semua kebohongan yang ditujukan padanya.“Dia mengatakannya kepadaku dan Alwi kemarin. Aku tidak melihat kebohongan di matanya,” jelas Atifa. Ia merasa serba salah saat mengatakannya. Pasalnya, Alwi bersikeras untuk tidak memberitahu Azkiya tentang hal itu.Tak ada tanggapan apapun. Azkiya hanya termangu dengan tatapan entah kemana.“Kemarin Alwi menghajarnya,” cicit Atifa yang masih bisa terdengar oleh Azkiya.“Kondisinya sangat memprihatinkan. Dia tidak pernah berhenti mencarimu, Azkiya,” tambah Atifa. Hatinya merasa dilema saat mengatakannya.Seketika Azkiya mengalihkan pandangannya. Air matanya mulai berjatuhan saat ia menatap sahabatnya itu.Ada rasa perih disudut hatinya saat mendengar hal t