“Maaf, tapi Pak Nata belum pulang, Mas,” jawab Afnan sopan meski lelaki di depannya sudah jelas lebih muda.
“Baguslah.” Dengan santainya Ganta melangkah masuk. Ia sudah sangat merindukan kekasihnya.Dari pintu gerbang yang sedikit terbuka Afnan bisa melihat, pemuda yang beberapa detik lalu bicara dengannya kini memeluk Yuna dengan erat.“Udah ah, nanti kalau Mama lihat bisa berabe.” Meski tak rela, Yuna mengurai pelukannya.Bukan untuk menjaga perasaan Afnan tapi karena takut ketahuan Hana."Masuk yuk.""Papa kamu masih lama pulangnya 'kan, Baby?"Yuna mengedikkan pundak. "Nggak tahu. Tadi sih kata Mama ada meeting, kamu mending pulang dulu. Aku 'kan nggak minta kamu datang.""Kamu ngusir aku?""Bukan gitu. Kamu tahu sendiri Papa gimana, nanti kamu makin buruk loh di mata Papa. Kalau di sini ada cowok lain sih nggak masalah, ini kamu sendiri doang cowoknya."Ganta memang datang tanpa pemberitah"Dia cuman nanyain papa kamu."Yuna menatap Afnan penuh curiga. "Jangan bohong!" Ibu muda yang sedang hamil itu tampak gelisah.Sekarang Afnan tahu satu kelemahan Yuna lagi selain takut pada orang tuanya. Ganta, lelaki yang katanya pacar wanita itu."Tanyain langsung sama orangnya kalau kamu nggak percaya.""Awas ya kalau kamu berani macem-macem. Aku pulangin kamu ke kampung," ancamnya dengan mata melotot.Bukannya membuat takut, Afnan malah terkekeh geli dengan tingkah sang istri."Kamu ngusir saya, orang tua kamu akan bawa saya kembali."Yuna menghentakkan kakinya kesal. "Berani ya sekarang." Ia berkacak pinggang, persis seperti ibu yang sedang memarahi anaknya."Saya suami kamu, jadi tolong dengar apa yang saya bilang. Ini buat kebaikan kamu juga. Hanya sebentar, Yuna. Tidak sampai satu tahun, setelah itu. Saya akan pergi dari hidup kamu, bersama bayi itu."Perkataan Afnan berhasil memantik sesuatu yang aneh dalam hatinya, tapi Yuna tidak tahu itu apa.Bukan Yuna namanya kalau tida
"Oh, dia cuman koki baru di rumah. Udah ya, aku mau makan dulu."Sebelum Angel kembali bicara, Yuna lebih dulu mematikan panggilan video itu.Ia melirik tajam pada Afnan yang masih berdiri mematung."Kenapa bisa temen aku tau soal kamu? Sengaja ya?" tudingnya dengan mata melotot.Afnan menggeleng, wajahnya tampak polos. Ia memang tidak berniat melakukan itu, bahkan kaget saat keluar kamar mandi mendapati gadis yang tak dikenalnya. Ia bahkan seperti akan dikuliti karena merasa ditatap begitu intens oleh Angel yang sudah terpesona pada pandangan pertama."Sengaja mau tebar pesona? Jangan sok ganteng deh, kalau si Angel tahu kamu orang kampung, dia juga pasti nggak mau," sewot Yuna."Maaf, tapi saya nggak sengaja.""Dimana ketemu Angel?" Kedua tangan dilipat di dada dengan tatapan mengintimidasi."Di depan ... kamar mandi.""Dasar mesum!" Yuna melempar apel yang ada di meja ke arah Afnan. "Kamu mau ngintip ya!"Afnan meringis, ia tak sigap jadi benda bulat berwarna merah itu mengenai dad
"Minum, nanti kalau dingin nggak enak." Afnan menyerahkan gelas berisi cairan putih itu pada Yuna."Mau dingin, mau anget sama. Nggak enak, aku nggak suka." Yuna memilih kembali fokus pada tontonannya.Sedangkan Afnan tampak menghela napas. Ia menaruh gelas di atas nakas lalu duduk di samping Yuna membuat wanita itu tersentak, masalahnya jarak mereka begitu dekat. Padahal sebelumnya Afnan tidak pernah berani sedekat ini pada Yuna."Mau ... apa?" Yuna melotot, ia menahan pundak Afnan saat lelaki itu semakin mengikis jarak."Menurut kamu?" Sebelah alisnya terangkat.Tubuh Yuna malah membeku, seharusnya ia bisa bergerak menjauhTangan Yuna mengepal di atas pundak Afnan saking paniknya. Ia bahkan bisa merasakan napas hangat lelaki itu menyentuh kulit wajahnya."Minum susunya atau saya yang minum ...." Pandangan Afnan turun."Iya, aku minum."Afnan menarik tubuhnya dengan bibir terkulum menahan senyum. Menyerahkan gelas itu pada Yuna menunggu sang istri menghabiskan cairan putih itu tepat
"Afnan, dada aku sakit." Yuna meringis sambil memegangi dadanya.Masih dalam posisi berbaring, ia terusik dari tidur karena nyeri di payudaranya karena ASI yang tidak dikeluarkan."Afnan!" Kembali Yuna memanggil namun tidak ada sahutan dari si pemilik nama.Akhirnya ia menyambar ponsel miliknya untuk menelpon Afnan, namun ponsel lelaki itu tergeletak di atas nakas.Yuna mengernyit heran. Menghela napas berat lalu mengubah posisi menjadi duduk."Dia kemana? Handphonenya nggak dibawa lagi." Yuna mendengkus, ia sangat sensitif setelah melahirkan, lebih mudah marah."Yuka ...." Memanggil adik keduanya karena tahu mamanya tidak ada di rumah mengantar si bungsu ke tempat Oma Rani.Pintu kamar terbuka, Yuka datang dengan sendok di tangannya. Ia sedang menikmati akhir pekan sambil menonton acara kesukaannya, malah diganggu sang kakak."Apa, Kak?""Bang Afnan mana?"Yuka mengernyit. "Loh, kemarin 'kan pulang. Kakak lupa kalau Bang Afnan pulang sama Kia?"Deg.Kenapa aku bisa lupa?Kehadiran Af
“Udah lama pulang, Rin?” Ia langsung mengalihkan pembicaraan.“Baru kemarin malam, Mas. Mau liburan dulu, nanti kalau udah kerja Rinda tinggal di kota soalnya.”Afnan mengangguk. “Bapak ada, Rin?”“Ada, Mas. Lagi sarapan, masuk yuk. Sekalian ikut sarapan.”“Makasih, Rin. Aku tadi udah sarapan.”“Ya udah, duduk dulu. Biar Rinda buatkan kopi.”“Nggak usah repot-repot, Rin.” Afnan menolak dengan halus. “Aku di teras aja ya.”“Rinda suka direpotin Mas Afnan kok.” Gadis itu tersenyum manis sebelum melangkah masuk ke dalam rumahnya.Rinda masih sama, gadis manis yang murah senyum. Ia sama sekali tidak pernah merendahkan Afnan karena kondisinya yang tak punya apa-apa. Mereka dari dulu teman mengobrol, kalau ikut bapaknya mengontrol kebun, Rinda pasti sesekali ikut hanya untuk melihat Afnan.Di saat gadis di luaran sana menyukai lelaki yang tampan, kaya dan keren. Tapi Rinda tidak, ia terpesona dengan kesederhanaan sosok Afnan. Bisa dibilang Afnan itu cinta pertamanya. Bahkan banyaknya lelaki
Yuna bisa pulang dalam keadaan lebih tenang karena Sisil tidak mengatakan apapun pada Angel dan Ganta. Yuna sangat takut, karena kalau nanti semuanya tersebar maka ia tidak akan sanggup menghadapi teman-temannya yang lain. Dipastikan ia akan kena hujat.Tapi sebagai gantinya, Yuna harus menjelaskan semua pada Sisil tentang apa saja yang sudah terjadi. Yuna percaya karena Sisil bukan orang yang akan menceritakan keburukan orang lain. Tapi tetap saja namanya rahasia sudah diketahui orang lain ada rasa cemas yang tak mungkin bisa hilang begitu saja.“Nggak denger apa yang Mama bilang sih.” Pulang ke rumah langsung disambut omelan sang mama. Dari raut wajah Yuna, Hana sudah bisa menebak yang terjadi pada putrinyaWanita muda itu menghempaskan tubuh di samping mamanya.“Untung cuman Sisil yang tau,” adunya.“Sekarang Sisil doang, lama kelamaan yang lain juga bakalan tahu. Kalian nikah karena kecelakaan, itu pun bukan hal yang disengaja. Sedangkan Kia, ada di tengah-tengah kita dalam keada
“Kenapa Kia nggak mau aku gendong?” Yuna kesal setengah mati, apalagi tadi Kia menangis di depan Rinda.Rasanya Yuna sangat malu. Salah sendiri karena ia tidak pernah ada di samping putrinya. Bu Dini malah menawarkan Yuna untuk tinggal agar Kiarra bisa mengenal lebih dekat ibunya sendiri.Sebelumnya Yuna menempati villa tapi karena ditawarkan untuk tinggal di rumah Afnan, maka ia tidak akan menolak. Ia merasa tidak rela kalau Kiarra lebih dekat dengan orang lain daripada dengan dirinya yang notabene ibu kandung bayi itu.“Ini pertama kali kalian ketemu, wajar Kia belum bisa mengenali.” Afnan yang sedang menimang Kiarra, sesekali melirik wanita yang masih berstatus istrinya itu.Berada di dalam kamar yang sama membuat keduanya sedikit canggung. Namun keberadaan Kiarra tidak membuat kecanggungan itu kentara.Semua orang sudah tidur. Ini sudah jam sembilan malam, sebenarnya Kiarra akan susah tidur saat siangnya tidak tidur.Yuna tidak akan membiarkan Rinda dekat-dekat lagi dengan Kiarra,
“Argh!”Mataku yang baru saja terpejam kini melebar mendengar suara orang menjerit. Diiringi suara isak tangis.Kutajamkan pendengaran untuk memastikan apakah itu benar adanya atau hanya halusinasi saja. Sebenarnya ini kali kedua aku mendengar itu dan posisinya sama, saat Mas Nata tidak ada di rumah.Jantungku bertalu dengan riuh. Kulirik jam yang menunjukkan pukul dua belas malam lebih lima menit. Aku semakin merasa takut apalagi Mas Nata tidak ada di rumah, tadi dia bilang harus lembur makanya tidak pulang.Sudah bukan hal aneh karena pekerjaannya begitu menumpuk, dia seorang CEO di perusahaan milik orang tuanya. Lelaki gila kerja yang tidak akan pernah mau beranjak dari tempat duduknya sebelum pekerjaan selesai.“Arghhh!”Jeritan selanjutnya kudengar begitu pilu. Aku sampai merinding dibuatnya. Apa orang itu disiksa sampai menjerit begitu? Tapi dari mana suara itu berasal?Dengan cepat aku turun dari ranjang dan berlari menuju kamar putriku. Setidaknya di sana aku tidak sendiri.“M
“Kenapa Kia nggak mau aku gendong?” Yuna kesal setengah mati, apalagi tadi Kia menangis di depan Rinda.Rasanya Yuna sangat malu. Salah sendiri karena ia tidak pernah ada di samping putrinya. Bu Dini malah menawarkan Yuna untuk tinggal agar Kiarra bisa mengenal lebih dekat ibunya sendiri.Sebelumnya Yuna menempati villa tapi karena ditawarkan untuk tinggal di rumah Afnan, maka ia tidak akan menolak. Ia merasa tidak rela kalau Kiarra lebih dekat dengan orang lain daripada dengan dirinya yang notabene ibu kandung bayi itu.“Ini pertama kali kalian ketemu, wajar Kia belum bisa mengenali.” Afnan yang sedang menimang Kiarra, sesekali melirik wanita yang masih berstatus istrinya itu.Berada di dalam kamar yang sama membuat keduanya sedikit canggung. Namun keberadaan Kiarra tidak membuat kecanggungan itu kentara.Semua orang sudah tidur. Ini sudah jam sembilan malam, sebenarnya Kiarra akan susah tidur saat siangnya tidak tidur.Yuna tidak akan membiarkan Rinda dekat-dekat lagi dengan Kiarra,
Yuna bisa pulang dalam keadaan lebih tenang karena Sisil tidak mengatakan apapun pada Angel dan Ganta. Yuna sangat takut, karena kalau nanti semuanya tersebar maka ia tidak akan sanggup menghadapi teman-temannya yang lain. Dipastikan ia akan kena hujat.Tapi sebagai gantinya, Yuna harus menjelaskan semua pada Sisil tentang apa saja yang sudah terjadi. Yuna percaya karena Sisil bukan orang yang akan menceritakan keburukan orang lain. Tapi tetap saja namanya rahasia sudah diketahui orang lain ada rasa cemas yang tak mungkin bisa hilang begitu saja.“Nggak denger apa yang Mama bilang sih.” Pulang ke rumah langsung disambut omelan sang mama. Dari raut wajah Yuna, Hana sudah bisa menebak yang terjadi pada putrinyaWanita muda itu menghempaskan tubuh di samping mamanya.“Untung cuman Sisil yang tau,” adunya.“Sekarang Sisil doang, lama kelamaan yang lain juga bakalan tahu. Kalian nikah karena kecelakaan, itu pun bukan hal yang disengaja. Sedangkan Kia, ada di tengah-tengah kita dalam keada
“Udah lama pulang, Rin?” Ia langsung mengalihkan pembicaraan.“Baru kemarin malam, Mas. Mau liburan dulu, nanti kalau udah kerja Rinda tinggal di kota soalnya.”Afnan mengangguk. “Bapak ada, Rin?”“Ada, Mas. Lagi sarapan, masuk yuk. Sekalian ikut sarapan.”“Makasih, Rin. Aku tadi udah sarapan.”“Ya udah, duduk dulu. Biar Rinda buatkan kopi.”“Nggak usah repot-repot, Rin.” Afnan menolak dengan halus. “Aku di teras aja ya.”“Rinda suka direpotin Mas Afnan kok.” Gadis itu tersenyum manis sebelum melangkah masuk ke dalam rumahnya.Rinda masih sama, gadis manis yang murah senyum. Ia sama sekali tidak pernah merendahkan Afnan karena kondisinya yang tak punya apa-apa. Mereka dari dulu teman mengobrol, kalau ikut bapaknya mengontrol kebun, Rinda pasti sesekali ikut hanya untuk melihat Afnan.Di saat gadis di luaran sana menyukai lelaki yang tampan, kaya dan keren. Tapi Rinda tidak, ia terpesona dengan kesederhanaan sosok Afnan. Bisa dibilang Afnan itu cinta pertamanya. Bahkan banyaknya lelaki
"Afnan, dada aku sakit." Yuna meringis sambil memegangi dadanya.Masih dalam posisi berbaring, ia terusik dari tidur karena nyeri di payudaranya karena ASI yang tidak dikeluarkan."Afnan!" Kembali Yuna memanggil namun tidak ada sahutan dari si pemilik nama.Akhirnya ia menyambar ponsel miliknya untuk menelpon Afnan, namun ponsel lelaki itu tergeletak di atas nakas.Yuna mengernyit heran. Menghela napas berat lalu mengubah posisi menjadi duduk."Dia kemana? Handphonenya nggak dibawa lagi." Yuna mendengkus, ia sangat sensitif setelah melahirkan, lebih mudah marah."Yuka ...." Memanggil adik keduanya karena tahu mamanya tidak ada di rumah mengantar si bungsu ke tempat Oma Rani.Pintu kamar terbuka, Yuka datang dengan sendok di tangannya. Ia sedang menikmati akhir pekan sambil menonton acara kesukaannya, malah diganggu sang kakak."Apa, Kak?""Bang Afnan mana?"Yuka mengernyit. "Loh, kemarin 'kan pulang. Kakak lupa kalau Bang Afnan pulang sama Kia?"Deg.Kenapa aku bisa lupa?Kehadiran Af
"Minum, nanti kalau dingin nggak enak." Afnan menyerahkan gelas berisi cairan putih itu pada Yuna."Mau dingin, mau anget sama. Nggak enak, aku nggak suka." Yuna memilih kembali fokus pada tontonannya.Sedangkan Afnan tampak menghela napas. Ia menaruh gelas di atas nakas lalu duduk di samping Yuna membuat wanita itu tersentak, masalahnya jarak mereka begitu dekat. Padahal sebelumnya Afnan tidak pernah berani sedekat ini pada Yuna."Mau ... apa?" Yuna melotot, ia menahan pundak Afnan saat lelaki itu semakin mengikis jarak."Menurut kamu?" Sebelah alisnya terangkat.Tubuh Yuna malah membeku, seharusnya ia bisa bergerak menjauhTangan Yuna mengepal di atas pundak Afnan saking paniknya. Ia bahkan bisa merasakan napas hangat lelaki itu menyentuh kulit wajahnya."Minum susunya atau saya yang minum ...." Pandangan Afnan turun."Iya, aku minum."Afnan menarik tubuhnya dengan bibir terkulum menahan senyum. Menyerahkan gelas itu pada Yuna menunggu sang istri menghabiskan cairan putih itu tepat
"Oh, dia cuman koki baru di rumah. Udah ya, aku mau makan dulu."Sebelum Angel kembali bicara, Yuna lebih dulu mematikan panggilan video itu.Ia melirik tajam pada Afnan yang masih berdiri mematung."Kenapa bisa temen aku tau soal kamu? Sengaja ya?" tudingnya dengan mata melotot.Afnan menggeleng, wajahnya tampak polos. Ia memang tidak berniat melakukan itu, bahkan kaget saat keluar kamar mandi mendapati gadis yang tak dikenalnya. Ia bahkan seperti akan dikuliti karena merasa ditatap begitu intens oleh Angel yang sudah terpesona pada pandangan pertama."Sengaja mau tebar pesona? Jangan sok ganteng deh, kalau si Angel tahu kamu orang kampung, dia juga pasti nggak mau," sewot Yuna."Maaf, tapi saya nggak sengaja.""Dimana ketemu Angel?" Kedua tangan dilipat di dada dengan tatapan mengintimidasi."Di depan ... kamar mandi.""Dasar mesum!" Yuna melempar apel yang ada di meja ke arah Afnan. "Kamu mau ngintip ya!"Afnan meringis, ia tak sigap jadi benda bulat berwarna merah itu mengenai dad
"Dia cuman nanyain papa kamu."Yuna menatap Afnan penuh curiga. "Jangan bohong!" Ibu muda yang sedang hamil itu tampak gelisah.Sekarang Afnan tahu satu kelemahan Yuna lagi selain takut pada orang tuanya. Ganta, lelaki yang katanya pacar wanita itu."Tanyain langsung sama orangnya kalau kamu nggak percaya.""Awas ya kalau kamu berani macem-macem. Aku pulangin kamu ke kampung," ancamnya dengan mata melotot.Bukannya membuat takut, Afnan malah terkekeh geli dengan tingkah sang istri."Kamu ngusir saya, orang tua kamu akan bawa saya kembali."Yuna menghentakkan kakinya kesal. "Berani ya sekarang." Ia berkacak pinggang, persis seperti ibu yang sedang memarahi anaknya."Saya suami kamu, jadi tolong dengar apa yang saya bilang. Ini buat kebaikan kamu juga. Hanya sebentar, Yuna. Tidak sampai satu tahun, setelah itu. Saya akan pergi dari hidup kamu, bersama bayi itu."Perkataan Afnan berhasil memantik sesuatu yang aneh dalam hatinya, tapi Yuna tidak tahu itu apa.Bukan Yuna namanya kalau tida
“Maaf, tapi Pak Nata belum pulang, Mas,” jawab Afnan sopan meski lelaki di depannya sudah jelas lebih muda.“Baguslah.” Dengan santainya Ganta melangkah masuk. Ia sudah sangat merindukan kekasihnya.Dari pintu gerbang yang sedikit terbuka Afnan bisa melihat, pemuda yang beberapa detik lalu bicara dengannya kini memeluk Yuna dengan erat.“Udah ah, nanti kalau Mama lihat bisa berabe.” Meski tak rela, Yuna mengurai pelukannya.Bukan untuk menjaga perasaan Afnan tapi karena takut ketahuan Hana."Masuk yuk.""Papa kamu masih lama pulangnya 'kan, Baby?"Yuna mengedikkan pundak. "Nggak tahu. Tadi sih kata Mama ada meeting, kamu mending pulang dulu. Aku 'kan nggak minta kamu datang.""Kamu ngusir aku?""Bukan gitu. Kamu tahu sendiri Papa gimana, nanti kamu makin buruk loh di mata Papa. Kalau di sini ada cowok lain sih nggak masalah, ini kamu sendiri doang cowoknya."Ganta memang datang tanpa pemberitah
Laissa menceritakan semuanya pada Yuna tanpa ada yang ditutupi sedikitpun, ia ingin membantu sang adik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tidak tega juga melihat Yuna yang harus bertarung dengan badai dalam hidupnya di usia yang masih muda seperti ini."Apa jangan-jangan dia mau balas dendam, Kak? Kayak di drakor-drakor itu loh, jadi balas dendamnya lewat orang terdekat."Ada manfaatnya juga Yuna suka menonton drama Korea karena apa yang dilakukan oleh Aura memang ingin menghancurkan Laissa lewat orang-orang terdekatnya karena kalau langsung pada orangnya sudah tidak ada celah."Terus suami kamu juga terlibat?"Yuna mengedikan bahu. "Mana aku tahu, bisa jadi iya bisa juga nggak. Ya, kakak cari tahu dong. Aku capek, Kak. Bawaannya lemes, kepala pusing mana mual lagi. Kakak ada kenalan dokter yang bisa aborsi nggak?"Laissa melotot. "Sembarangan! Sebenci apapun kamu ke bayi itu, jangan berpikir melenyapkannya. Dia berhak lahir, Yuna