Alana melirik Om Prasodjo dengan pandangan mata cemas. Ia terlihat sangat tidak nyaman dengan apa yang ditunjukkan Maria saat itu. Alana takut Maria jauh lebih berbahaya dibanding yang pernah ia bayangkan.
"Ibu periksa di dokter kandungan mana? Apa bisa saya minta nomornya?" tanya pengacara Ronald. Pria itu terlihat sangat serius menanyai Maria.Maria lalu mengeluarkan handphone ya dan mulai menelepon seseorang."Halo, Dok. Saya Bu Maria yang dua minggu lalu memeriksakan kehamilan saya pada Dokter. Ini ada pengacara suami saya ingin bicara," ujar Maria sambil kemudian memberikan ponselnya pada pengacaranya Ronald."Ya, Dok. Saya pengacara Pak Ronald. Ini pasien Dokter apa benar pernah periksa ke tempat anda dan saat ini sedang hamil?" tanya pengacara Ronald.Dokter yang berada dalam panggilan telepon itu mengaku dan sempat bercerita bahwa Maria memang betul datang dengan Ronald ke tempatnya beberapa minggu yang lalu. Sang dokter juga meng"Hei, Maria! Apa boleh aku meminta kunci apartemen yang disewakan Mas Ronald untukmu?" tanya Alana pada Maria. "Pinjam kunci apartemen, untuk apa, Kak Lana?" sahut Maria penasaran.Ada segurat mimik waspada di wajah Maria saat Alana menyangkut soal apartemen tempat tinggalnya yang lama. Sebuah tempat yang diakui Maria disewakan Ronald untuknya."Aku ingin melihat apartemen lamamu. Aku ingin tahu sebaik apa fasilitas yang Ronald berikan padamu di belakang aku," jawab Alana sedikit menyindir."Jangan, Kak Lana. Tempat itu sekarang sangat berantakan. Aku tak enak jika--""Berikan kuncinya padaku!" desak Alana sedikit memaksa. "Besok saja kita datang ke sana bersama. Toh aku juga masih perlu ambil beberapa barang yang masih tertinggal di sana," sahut Maria sangat cerdas mengelak. Sikap Maria itu membuat Alana merasa gemas. Bisa saja wanita licik itu mengelak. Namun karena malam sudah larut dan ia masih punya kewajiban unt
Sambil menyesap teh hangat di tangannya. Maria terlihat santai perhatikan kekacauan yang terjadi antara Alana, Paris dan Milan. Sang wanita yang mengaku istri kedua Ronald tersebut lalu mengirim pesan pada seseorang dengan ponselnya.[Siapkan apartemen yang kumaksud. Besok aku dan Alana akan pergi ke sana. Jangan sampai ada yang janggal di sana. Ingat, Alana adalah orang yang sangat detail. Jadi pastikan tidak ada kejanggalan sedikitpun!]Setelah mengirim pesan pada entah siapa di luar sana, Maria lalu berjalan perlahan menuju ranjang queen size yang baru saja disiapkan para asisten rumah tangga itu untuknya. Wanita itu membiarkan sisa tehnya di gelas yang masih tersisa begitu saja. Maria lalu bergerak santai menuju ranjang dan meraih kopor di sampingnya. Wanita itu lalu membuka kopor dan mulai berganti pakaian tidur. Sepertinya Maria akan tidur nyenyak malam ini karena sebuah pencapaian besarnya. Alana akhirnya mau menerima Maria tinggal bersama mereka di rumah ini. "Selangkah lagi
"Keluarga Pak Prasodjo!" panggil suster yang berjaga di ruang IGD.Alana dan Tante Anjani segera maju."Pak Prasodjo harus segera dirawat di ICU. Kondisinya kritis dan perawatannya membutuhkan alat penunjang. Kami akan membawanya ke ICU, jadi pihak keluarga mohon untuk segera mengurus administrasinya," ujar perawat tersebut memberi tahu."Lakukan yang terbaik, Sus. Berikan perawatan yang optimal untuk Pak Prasodjo," pinta Alana cemas. "Baik, Bu," sahut perawat yang menangani. "Suami saya kenapa, Suster?" tanya Tante Anjani cemas."Nanti setelah semua tindakan akan dijelaskan oleh dokter ya, Bu," jawab perawat tersebut. Tante Anjani kembali berlinang air mata. Wanita itu terlihat cemas dengan kondisi suaminya. "Biar Lana saja yang urus administrasinya, Tante. Tante tunggu di sini aja ya," ujar Alana sembari beranjak menuju bagian administrasi rumah sakit. Tante Anjani hanya mengangguk dan membiarkan
"Lana, suamiku sempat bilang. Malam itu sebelum Ronald terbunuh, suamiku terlihat sangat cemas. Ia seperti sedang ketakutan menunggu sesuatu," jelas Tante Anjani membuat kuduk alana meremang. Bahkan Om Prasojo sendiri belum mengatakan apa-apa tentang hal ini. Alana memang sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi malam itu."Apa Tante tahu apa yang terjadi?" tanya Alana lagi. "Mas Pras bilang, siangnya suamimu bilang untuk menitipkan dirimu pada Mas Pras. Dia juga berpesan pada suamiku untuk terus mendampingi dan menjagamu. Mas Pras sempat bertanya ada apa? Tetapi katanya Ronald bersikap sangat aneh," cerita Tante Anjani pada Alana. Alana terkejut mendengar cerita Tante Anjani tersebut. Ronald sebelum kematiannya terkesan sudah tahu akan terjadi hal buruk terhadap dirinya."Apakah Mas Ronald tahu sesuatu?" tanya Alana lagi."Entahlah, Lana. Tapi kulihat gelagat suamimu memang sangat aneh. Seminggu sebelum kematiannya aku se
"Memangnya aku salah datang ke perusahaan suamiku? Aku ini juga istrinya Mas Ronald, Kak Lana!" tegas Maria berani. Alana hanya diam sambil menggemelatukkan giginya. Ia masih menahan dirinyaatas sikap Maria yang tak sopan. "Lagi pula, Mas Ronald bilang urusan perusahaan di serahkan pada istrinya. Bukan hanya pada Kak Lana. Aku kan juga istrinya Mas Ronald, Kak Lana. Pengacara kalian mengakui itu!" tegas Maria sanbil memeriksa berkas-berkas di kantor Ronald seolah ia memang benar-benar direktur yang sebenarnya. Alana yang selama ini memang buta dengan urusan kantor menjadi tak bisa menjawab Maria. Wanita itu hanya bisa duduk sambil menunggu Maria pergi. Memastikan tak ada apapun yang di foto atau di bawa Maria pergi dari dalam ruangan kerja Ronald. Sedikit-sedikit, Alana mulai belajar untuk memeriksa beberapa file perusahaan. Bersama Maria, Alana terus berada di perusahaan sampai sore hari. Alana melirik Maria yang terlihat serius membaca file-file di meja Ronald. Wanita itu hanya
"Tante, bagaimana kondisi Om Pras?" tanya Alana saat sudah masuk ruang ICU. Alana sudah berganti pakaian steril dan berjalan menuju brankar tempat Om Prasodjo dirawat. "Ke sini, Lana. Om Pras dari tadi terus saja menyebutkan namamu," ujar Tante Ajani cemas. Alana segera menyapa Om Prasodjo dan mengajaknya berbicara. Namun rupanya Om Prasodjo kena stroke ketika sadar dan nampak kesulitan berbicara dengan Alana secara jelas. "Ma-ia, ia ang uat a-u se-ti ini (Maria, dia yang buat aku seperti ini)," ujar Om Prasodjo terbata-bata. Alana menggemelatukkan giginya menahan kesal. Maria, lagi-lagi Maria yang mengacaukan segalanya. "Kok bisa, Om Pras? Ba-bagaimana Maria bisa buat Om Prasodjo pingsan di pagi hari sampai kena stroke begini?" tanya Alana tak sabar. "Teh an iuit, Ma-ia eri ada-u (Teh dan biskuit, Maria berikan padaku)," jelas Om Prasodjo singkat. Alana mengingat saat sebelum pulang, Maria memang sempat menghidangkan Teh dan biskuit di meja. Wanita itu bahkan membungkuskan ma
Alana masih terus mengamuk dan menjerit-jerit hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah pesan seluler, bukan chat atau obrolan dalam aplikasi. [Saya kirim SMS, agar tidak ada yang bisa melacak dan mengurangi kemungkinan ada pihak lain yang ikut membaca pesan ini. Saya tidak bisa berbicara apapun terkait kematian Pak Ronald dengan anda di telepon. Sangat berbahaya jika ada yang mencuri dengar]Pesan itu dari nomor dr. Azhari yang beberapa saat lalu dihubungi Alana. Mata Alana berbinar dan ia seketika berhenti menangis. [Saya harus bagaimana, Dok? Situasi di Jakarta sangat genting, saya tidak mungkin bisa ke Surabaya dalam waktu dekat ini]Alana segera mengirimkan balasan pada nomor tersebut. [Tidak perlu ke Surabaya. Saya yang akan ke Jakarta dalam waktu dekat. Akan saya jelaskan semuanya, tapi saya ada satu syarat. Jangan dulu libatkan kepolisian dalam kasus ini]Alana sedikit merasa aneh dengan permintaan sang dokter. me
"Jangan kasar ya, Kak Lana! Aku bisa menuntutmu untuk hal ini!" tegas Maria kejam. Wanita itu terlihat kesal diperlakukan tidak sopan oleh Alana. Maria berusaha bangkit dan membersihkan pakaiannya. Ia lalu berdiri pongah sambil menantang Alana seperti tidak ada ketakutan sedikitpun dalam dirinya. "Tuntut saja kalau kau bisa, Maria. tapi aku juga tidak akan main-main kalau aku berhasil mendapatkan bukti bahwa dirimu lah yang menjadi biang keladi bocornya desain perusahaan musim ini!" tegas Alana sambil berpesan pada Livia untuk tidak pernah memberikan akses Maira masuk ke ruang kerja CEO di perusahaan. Maria yang merasa kesal memilih pergi begitu saja dengan menggunakan lift. Wanita itu langsung turun ke lantai tempat mobil jemputannya sudah menunggu. "Bagaimana? Apa kau menemukan dokumen itu?" tanya seorang pria di dalam mobil tersebut. "Belum, aku masih berusaha mencarinya. Sepertinya dia tidak menyimpan benda itu di kantornya," ucap Maria putus asa. "Kau yakin bisa memberikan l
"Inilah yang sedang ingin saya pastikan, Nyonya Alana. Saya belum bisa pastikan mereka itu siapa, sampai saya melakukan penyamaran seperti ini. Ini jugalah yang mendasari saya mengajukan permintaan pada Nyonya Alana," jelas Rahman panjang lebar. Alana menatap tajam ke arah Rahman. Wanita cantik itu menggigit bibir bawahnya pertanda ia sedang merasakan sebuah kecemasan. "Apa permintaan yang ingin Kau ajukan, Man?" tanya Alana kemudian. "Nyonya, bisakah kita berpura-pura saya masih linglung?"Alana langsung mengangguk setuju. "Satu lagi, Nyonya," imbuh Rahman dengan wajah menegang. Alana tetap fokus memperhatikan Rahman tanpa banyak bicara. "Bisakah mulai hari ini saya menginap di rumah Nyonya. Ada beberapa hal yang ingin saya pastikan soal Nyonya Maria. Saya sangat yakin ia berada di balik semua kejahatan terhadap saya ini."Alana langsung setuju begitu saja dengan permintaan Rahman. Baginya keberadaan Rahman di rumah adalah sebuah jaminan keamanan. Mengingat Maria semakin berani
Alana hanya mengangguk lalu memilih masuk ke kamar barunya untuk beristirahat. Bibik sendiri akhirnya pergi ke dapur bersama asisten rumah tangga muda, kepercayaannya. "Mbak! Maksudnya apa mempermalukan aku begitu di depan Nyonya Alana?" Asisten rumah tangga mata-mata Maria itu tidak terima dan menarik kasar pundak Bibik. "Kenapa, Minah? Ada masalah?" tanya Bibik pura-pura bodoh. Ia memang sengaja memancing emosi rekan kerjanya yang berkhianat itu. "Mbak membuat aku terlihat bodoh di depan Nyonya Alana. Kenapa sampai Nyonya enggak boleh jawab pertanyaan saya?" "Kamu bertanya hanya untuk mencari bahan kan. Kamu ini sungguh tidak tahu malu. Bekerja pada Nyonya Alana, dibayar setiap bulan oleh Nyonya Alana, tapi berkhianat padanya." Bibik langsung menyindir tanpa basa basi. Wanita bernama Minah itu langsung diam seribu bahasa. Ia tak menyangka Bibik akan secepat itu tahu kalau dirinya membantu Maria. ***Alana mengerjap tak percaya saat Rahman berada du depannya. Seperti sebuah kea
"Apa? Iya, aku akan sampaikan pada Bos Besar. Kali ini akan aku berikan hasil yang baik agar dia tidak kecewa." Maria masih saja terus mengobrol sambil kembali berjalan mendekati lemari tempat Bibik bersembunyi. Wanita itu kali ini tidak ada lagi penghalang yang membuat dirinya menghentikan tindakan. Bibik yang berada di dalam lemari hanya bisa menahan nafas sambil memejamkan mata. dalam sepersekian detik situasinya benar-benar sangat menegangkan. "Sedang apa Tante Maria di kamar Mami? Keluar! Jangan lagi mengacau!"Sebuah bentakan dari seseorang yang tengah berdiri sambil berkacak pinggang di depan pintu kamar Alana, sekali lagi menyelamatkan Bibik. Maria yang panik langsung membalik badan dan jadi serba salah. "Ah, Milan. Kamu sudah pulang rupanya. Ehem tante hanya, merasa kamarku di bawah tidak terlalu sejuk. Jadi mencoba AC di kamar ini," sahut Maria beralasan. Wanita itu langsung berusaha menguasai situasi sembari membu
"Nyonya, Bibik sepertinya sudah bergerak. Dia akan memberi tahu Nyonya Alana perbuatan Anda di rumah ini." Seseorang segera berlari ke tempat peristirahatan Maria di rumah itu. Sosok itu berlari terengah-engah untuk segera mencapai tempat Maria. "Terima kasih, kau memang sangat bisa diandalkan," sahut Maria sambil menyelipkan beberapa lembar ratusan ribu pada baju pelayan wanita itu. "Anda mau apa, Nyonya?" tanya sosok itu saat Maria bangkit dan segera bergerak menuju kamar utama Alana. "Tentu saja memanfaatkan peluang. Setidaknya dalam beberapa menit, wanita itu akan sibuk dengan Alana dan tak lagi mengawasi aku. Anak-anak juga belum pulang kan?" Maria gegas menuju kamar utama. Sementara di dapur, Bibik sedang bercakap dengan Alana lewat pesan. Alana sempat meminta sang asisten untuk ganti aplikasi[Nyonya, Non Maria sering sekali berkeliaran di rumah utama. Saya pantau beberapa kali Non Maria berusaha membuka pintu ruang kerja Tuan Ronald dan kamar utama tempat Nyonya dan Tuan
"Mami, Milan tidak suka Tante Merry tinggal di rumah kita. Milan merasa Tante Maria mengganggu mata dengan memakai pakaian tidak sopan dan tiba-tiba muncul di kamarku atau kamar Paris!" tegas Milan yang sudah beranjak remaja. "Memakai pakaian yang tidak sopan seperti apa? memangnya Apa yang dia lakukan selama Mami di rumah sakit?" tanya Alana pada Milan. "Tante Maria sering tiba-tiba muncul di beberapa ruangan dalam rumah utama kita. Mami tahu sendiri kan Tante Maria itu pakaiannya terlalu seksi. Milan jadi merasa merusak pandangan mata jika melihat Tante Maria," jelas Milan yang memang sejak kecil dimasukkan ke sekolah Islam. Putra sulung Alana itu memang lebih tegas tentang agama karena pendidikan di sekolahnya. Saat ini pun Alana menyekolahkan ia di Sekolah Menengah Pertama yang berbasis agama. "Kata Ustaz, kalau Kami sering melihat aurat lawan jenis, juga pemandangan yang tidak enak di mata karena lawan jenis ada hafalan kami yang akan hilang," imbuh Milan lagi. Penjelasan Mil
Alana mengusap air mata dan membaca pesan dalam handphone miliknya. Matanya mengerjap beberapa kali dan jantungnya tiba-tiba saja berdetak dua kali lebih cepat. "Tante, bagaimana ini? Dokter itu meminta berjumpa? Lana rasanya masih belum sanggup untuk bangun dan beraktivitas hari ini," ucap Alana meminta nasihat dari Tante Anjani. "Dia kan dokter, Lana. Suruh saja temui di rumah sakit ini agar tidak menimbulkan kecurigaan kubu Maria. Nanti kita atur supaya aku dan Om Prasodjo juga bisa hadir dan menemani dirimu," usul Tante Anjani lagi. Alana berpikir dan merasa apa yang disampaikan Tante Anjani benar juga. Berjumpa di rumah sakit akan menjadi tempat yang paling aman untuk saat ini. ***"Pak Ronald menghubungi saya saat beliau ada kunjungan kerja ke Surabaya," ucap dr. Azhari memulai pembicaraan saat berjumpa dengan Alana di rumah sakit. "Untuk apa suami saya mendatangi Dokter? Anda ini seorang dokter estetika kan?" tanya Al
"Bu Lana!" teriak Livia saat melihat tubuh lemas Alana ambruk di lantai. Wanita itu segera merengkuh tubuh Alana dan berusaha menyadarkannya. beberapa staff yang baru selesai rapat dengan Alana dan melihat kejadian itu akhirnya membantu Livia untuk membawa Alana ke rumah sakit. ***"Selamat, Bu Lana. Ibu saat ini sedang mengandung janin berusia tiga bulan," ujar dokter yang menangani Alana di rumah sakit. Alana sungguh sangat terkejut mendengar berita itu. dirinya tidak menyangka bisa hamil padahal sedang menggunakan alat kontrasepsi. "Dok, saya menggunakan alat kontrasepsi di rahim saya. Bagaimana bisa saya hamil?" tanya Alana tak mengerti. "Hal ini wajar terjadi, Bu Lana. Namanya alat buatan manusia, pasti sangat mungkin tidak sempurna. Dalam setiap penggunaan alat kontrasepsi apapun akan tetap ada kemungkinan untuk terjadinya kehamilan," jelas dokter yang menangani Alana. Alana membisu, dirinya bingung haruskah
"Jangan kasar ya, Kak Lana! Aku bisa menuntutmu untuk hal ini!" tegas Maria kejam. Wanita itu terlihat kesal diperlakukan tidak sopan oleh Alana. Maria berusaha bangkit dan membersihkan pakaiannya. Ia lalu berdiri pongah sambil menantang Alana seperti tidak ada ketakutan sedikitpun dalam dirinya. "Tuntut saja kalau kau bisa, Maria. tapi aku juga tidak akan main-main kalau aku berhasil mendapatkan bukti bahwa dirimu lah yang menjadi biang keladi bocornya desain perusahaan musim ini!" tegas Alana sambil berpesan pada Livia untuk tidak pernah memberikan akses Maira masuk ke ruang kerja CEO di perusahaan. Maria yang merasa kesal memilih pergi begitu saja dengan menggunakan lift. Wanita itu langsung turun ke lantai tempat mobil jemputannya sudah menunggu. "Bagaimana? Apa kau menemukan dokumen itu?" tanya seorang pria di dalam mobil tersebut. "Belum, aku masih berusaha mencarinya. Sepertinya dia tidak menyimpan benda itu di kantornya," ucap Maria putus asa. "Kau yakin bisa memberikan l
Alana masih terus mengamuk dan menjerit-jerit hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah pesan seluler, bukan chat atau obrolan dalam aplikasi. [Saya kirim SMS, agar tidak ada yang bisa melacak dan mengurangi kemungkinan ada pihak lain yang ikut membaca pesan ini. Saya tidak bisa berbicara apapun terkait kematian Pak Ronald dengan anda di telepon. Sangat berbahaya jika ada yang mencuri dengar]Pesan itu dari nomor dr. Azhari yang beberapa saat lalu dihubungi Alana. Mata Alana berbinar dan ia seketika berhenti menangis. [Saya harus bagaimana, Dok? Situasi di Jakarta sangat genting, saya tidak mungkin bisa ke Surabaya dalam waktu dekat ini]Alana segera mengirimkan balasan pada nomor tersebut. [Tidak perlu ke Surabaya. Saya yang akan ke Jakarta dalam waktu dekat. Akan saya jelaskan semuanya, tapi saya ada satu syarat. Jangan dulu libatkan kepolisian dalam kasus ini]Alana sedikit merasa aneh dengan permintaan sang dokter. me