"Sarah, barusan Mbak sudah menyuruh satpam untuk membelikan popok dan baju ganti untuk anakmu, Rah." ujar Mbak Wati masuk ke dalam kamar.Aku mengangguk tidak terpikirkan sama sekali untuk membelikan barang-barang untuk bayi ini."Oh iya, mau kamu kasih nama siapa bayimu, Rah?" tanya Mbak Wati."Adinda, Mbak.""Sejak hamil aku ingin sekali menamai putriku dengan nama itu," jawabku sambil tersenyum menatap wajah bayi ini.Matanya yang bulat dan jernih menatapku, gerakan mulutnya yang sedang menghisap dot membuatku semakin gemas saja."Nama yang cantik, tapi nama panjangnya siapa, Rah? Apa kamu akan memakai nama ayahnya untuk nama panjang Adinda?" tanya Mbak Wati lagi."Tidak, aku tidak ingin memakai nama bajingan itu di belakang nama putriku! Ayah macam apa yang tega menjual darah dagingnya sendiri, Mbak?!" jawabku ketus.Mengigat Rama, ingin sekali aku memutar waktu agar tidak menikah dengan lelaki bernama Rama itu dan ia menjadi ayah dari putriku. Tetapi sayang aku tak mampu memutar
(POV LINDA)Sore itu aku sedang meringkuk di kamar sambil memegangi perut yang terasa sakit dan nyeri, tak hanya itu badanku pun juga demam tinggi.Entah mengapa akhir-akhir ini badanku begitu lemah, sering lelah dan sakit yang begitu menyiksa apalagi jika datang bulan maka rahim ini akan merasakan nyeri yang luar biasa.Seakan tangis dan lara ini adalah teman hidupku. Bagaimana mungkin hidupku semiris ini? Dokter menyarankan aku harus melakukan tes kesehatan dan tes HIV, tetapi aku tidak ingin melakukan tes itu karena aku sudah tahu pasti hasilnya akan positif.Bertahun-tahun di gauli oleh banyak lelaki dengan cara yang berbeda-beda bahkan ada yang menggauliku dengan cara yang aneh, jadi tidak menutup kemungkinan penyakit itu pasti akan menyerang.Tiba-tiba aku mendengar suara pintu depan terbuka begitu kencang, apakah mungkin yang membuka pintu itu Sarah, Dimas dan Wati? Rasanya tidak mungkin.Tak berselang lama aku terkejut ketika mendengar suara Amanda yang merupakan bekas anak b
Kaos warna putih kini berubah menjadi merah karena darah yang keluar dari tubuh akibat dicambuk. Hingga Di cambukan ke dua puluh Fransisca memperintahkan anak buahnya untuk berhenti."Cukup! Cukup!" titah Fransisca.Akhirnya lelaki itu berhenti mencambukku, setelah itu Fransisca menghampiri seorang lelaki yang sedang memegang kamera."Bagaimana rasanya? Enak bukan?" tanya Fransisca dengan wajah sinis.Aku hanya bisa meringis menahan rasa sakit pada tubuh ini terlebih tidak sedikit kulit yang terkelupas terasa amatlah perih."Oh iya, hari ini jangan beri dia makanan atau minuman!" ucap Fransisca pada anak buahnya."Silahkan saja kalian menyiksaku! Toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat masih menjadi tahanan Sulis dan suatu saat kau pasti bernasib sama sepertinya, Fransisca!" gumamku lirih."Bicara apa kamu, hah!?" bentak Fransisca.Sedangkan aku hanya bisa menatap kosong ke arahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun."Ayo keluar!"Mereka semua pun keluar dan menut
(POV DIMAS)Aku mendapatkan kabar dari Sarah jika Linda ada di rumah Fransisca. Saat ini aku sedang berada di rumah, merasa bingung bagaimana cara menyelamatkan Linda.Saat ini Kevin masih terbaring lemah di rumah sakit sehingga aku tidak bisa lagi meminta bantuannya. Teman yang lain memang ada, hanya saja mereka tidak tahu menahu tentang masalah kami. Mungkin jika mereka tahu akan berhadapan dengan siapa, pasti mereka akan langsung menolak karena tidak ingin membahayakan nyawa.Aku tidak ingin melaporkan kasus ini pada polisi karena aku tahu akibatnya akan sangat fatal. Fransisca bisa melaporkan balik Sarah atas tindakan penculikan bayi itu, apa lagi Fransisca memiliki banyak uang sudah pasti dalam sekejap mata akan terbebas dari jerat hukum.Tiba-tiba Kevin meneleponku, entah apa yang harus kukatakan padanya."Halo Dimas, kamu dimana?""Di rumah, memangnya ada apa?" tanyaku."Sarah bilang Linda disekap oleh Fransisca, aku sudah meminta Roni temanku yang berjaga di rumah untuk me
Suara langkah kaki kembali terdengar, tetapi sekarang terdengar lebih pelan dari sebelumnya. Aku tahu, lelaki itu sedang mengendap-endap ke arah kami dan saat itu juga Roni langsung menyalakan senter dan menembak lelaki itu dari jarak dekat.Dari cahaya senter yang ada di tangan Roni, dapat kulihat jika orang yang tertembak itu langsung terkapar di tanah dengan mata membeliak. "Ya Tuhan, malam ini kau sudah membunuh dua orang, Roni." ucapku sambil menatap kearahnya.Entah mengapa aku merasa ngeri, padahal ketika menyelamatkan Sarah aku juga sudah banyak membunuh anak buah Sulis."Ya bagaimana lagi ini darurat dan ini merupakan bentuk membela diri, kalau kita tidak menembak mereka maka kita yang akan ditembak," jawab Roni."Iya kau benar, sebenarnya aku juga ingin menembak tetapi aku takut kau memasukkan aku ke dalam penjara, kau kan seorang polisi," ucapku sambil terkekeh."Tidaklah ini kan keadaan darurat, ya sudah ayo kita masuk ke dalam."Roni menyalakan senter untuk menerangi j
(POV SARAH)Kak Dimas menelepon kembali setelah beberapa menit tadi mematikan panggilan."Halo, Bagaimana keadaan Mbak Linda, Kak? Dia baik-baik saja kan?" tanyaku merasa cemas."Sarah, ini bukan perkara Linda! Lebih baik kau bersembunyi saja sekarang, ternyata anak buah Fransisca sudah mengetahui keberadaanmu. Barusan Kakak dengar jika Fransisca menyuruh anak buahnya untuk menyerang rumah itu dan mengambil kembali bayimu itu," jawab Kak Dimas.Aku langsung menoleh ke arah Mbak Wati, bagaimana ini? Kita harus bersembunyi kemana lagi?"Apa Kakak yakin?" "Iya Rah, Kakak yakin. Barusan Kakak mendengar langsung dari mulut Fransisca, dia sedang di rumah sakit sekarang sepertinya Baby Alice yang pernah kamu kira putrimu itu memiliki penyakit yang berbahaya karena dia juga bilang kalau bayi itu harus secepatnya dioperasi. Sekarang cepat kalian cari tempat persembunyian ya aman sebelum anak buah Fransisca sampai disana," titah Kak Dimas lagi.Tiba-tiba layar ponselku menyala, ternyata Kevin
(POV FRANSISCA)"Apa?! Mereka semua mati?!""Iya Mami, Rizal, Aldi dan Deki mati di halaman belakang dekat gudang."Dadaku terasa panas saat anak buahku menelepon, mengabarkan jika ketiga anak buah kepercayaanku mati dibunuh."Lalu bagaimana dengan perempuan yang ada di dalam gudang?" tanyaku lagi."Sudah tidak ada, Mami. Sepertinya ada seseorang yang masuk dan menyelamatkan wanita itu," jawab Irfan."Dasar bodoh! Bodoh! Kalian semua bodoh! Aku tahu kenapa bisa sampai ada penyusup yang masuk ke dalam rumah, itu pasti karena kalian lalai dan malah bersenang-senang dengan para pelacur itu kan?!"Dadaku kembang kempis, rasa-rasanya aku sangat marah. Sia-sia saja rasanya menggaji mereka setiap bulan jika menjaga satu orang wanita saja mereka tidak becus."Mohon maaf Mami, tetapi tadi aku sedang mengantar Tika ke hotel dan setelah kembali barulah aku menemukan mereka bertiga tergeletak di halaman belakang dengan kondisi sudah tidak bernyawa," jawab Irfan lagi.Tika merupakan salah satu ana
Ya, aku memang memiliki hubungan spesial dengan Rama. Hubungan itu berlangsung setelah dua tahun ia menikah dengan seorang wanita bernama Sarah.Hubungan itu berawal dari saat Sulis membawa putra bungsunya itu ke rumahku bahkan ia mengajak Rama untuk menginap beberapa hari disini untuk merayakan sebuah pesta besar di rumahku.Saat itu aku kagum pada bentuk tubuh dan wajah Rama yang nampak mempesona. Namun, pada saat itu aku hanya menyimpan rasa kagum saja dan tidak berani menyentuhnya. Aku hanya bisa tersenyum manis dan berlaku ramah di hadapan Rama.Aku dan Sulis masih bisa dikatakan saudara jauh. Kami juga jarang bertemu karena sejak kecil aku hidup di kota sementara Sulis hidup di desa dengan bisnisnya yang bercabang-cabang itu.Bahkan aku membuka bisnis pelacuran pun karena terinspirasi dari Sulis, hanya saja aku tidak sepertinya yang merampas kebebasan setiap gadis untuk menjadi tambang uangnya.Kalau menurutku melakukan hal itu di kota besar terlalu beresiko sehingga aku melaku
(POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta
(Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak
Aku pun ikut memasukkan uang dan beberapa barang berhargaku dan Kevin ke dalam tas perampok itu."Ambil ini, tapi lepaskan kakakku!" tegasku sambil melemparkan tas itu ke atas kasur."Bagus, awas kalau kalian berani menyerang, akan aku tembak!" tegas orang itu.Ia berjalan mengendap menuju kasur sambil menodongkan senjata ke arah kami semua, saat tubuhnya membungkuk karena ingin meraih tas dan saat itulah Kevin menendang punggungnya."Aaarghh!" Ia mengerang lalu berbalik badan.Kukira ia akan menyerang Kevin tapi ternyata ia malah menyerang Mbak Wati karena saat perampok itu lengah ia mengambil tas itu."Sarah, ambil ini!" teriak Mbak Wati sambil melemparkan tas itu ke arahku.Namun, Mbak Wati kembali disandera dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Jangan sakiti dia!" teriak Kak Dimas dengan suara lantang."Kalau tidak mau dia kusakiti, cepat serahkan tas itu padaku kalau tidak dia akan mati sekarang!" tegas perampok itu.Berani sekali orang ini, mencoba merampok di rumah polisi
(Pov Sarah)"Eh, Silvia, ayo masuk." Aku tersenyum lalu menggandeng Siska masuk ke dalam rumah.Silvia ini merupakan mantan kekasih Kak Dimas, beberapa tahun silam Kak Dimas sempat berencana ingin melamarnya. Namun, ia ditolak oleh keluarga Silvia lantaran keadaan ekonomi Kak Dimas yang baru saja memulai karirnya.Orang tua Silvia takut jika anaknya menikah dengan Kak Dimas akan hidup susah, hingga akhirnya mereka menjodohkan Silvia dengan lelaki lain."Sejak kamu berpisah dengan Kak Dimas, kita belum bertemu lagi ya, Sil. Kamu apa kabar?" tanyaku."Aku baik, Sarah. Maaf kemarin aku nggak bisa datang di acara pernikahanmu, karena Papaku meninggal tepat di hari bahagiamu makanya aku nggak bisa datang.""Innalilahi wa innailaihi raji'un, aku turut berduka cita ya Sil. Memangnya Papa kamu sakit atau kenapa?" tanyaku."Iya Sar, Papaku meninggal karena serangan jantung setelah mendengar kabar jika aku sudah berpisah dengan mantan suamiku.""Oh, jadi kamu sudah bercerai? Pantas saja kamu ke
"Hah!"Dengan cepat aku menoleh, hingga kami saling bertatapan."Aku serius, Ti. Aku nggak bohong!" Ia menyakinkan lagi."Emm... Kamu pikir-pikir dulu aja deh, aku tuh nggak sebaik yang kamu lihat," jawabku."Percayalah Ti, aku sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu. Aku tidak peduli dengan masa lalumu seburuk apapun itu, karena bagiku masa lalu tetaplah masa lalu, tidak akan bisa menjadi masa depan," ucapnya lagi."Jangan pernah berpikir kamu tidak lagi pantas untuk dicintai. Kamu tidak sendiri, aku, mereka, dia, dan kita semua pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mereka berusaha bangkit kembali, karena masih banyak orang yang peduli dan men-support agar kita tidak terus-menerus terjabak dimasa lalu. Dan kamu pun bisa begitu!"Aku hanya tersenyum sungkan lalu membawa Adinda masuk ke dalam. Dadaku berdebar-debar dan pipi ini mulai menghangat, aku merasa tidak kuat jika harus terus menerus dipandang oleh Dimas.Didalam kamar aku merenung, pantaskah aku yang kotor ini menjadi
(Pov Wati)Suatu kebahagiaan saat aku bisa terlepas dari belenggu kejahatan Sulis, apalagi saat ini aku dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik.Aku bahagia ketika melihat Sarah menikah dengan lelaki yang ia cintai, dan orang yang ia cintai itu memperlakukannya seperti Ratu.Namun, ditengah-tengah kebahagiaan mereka hati kecilku terasa kosong. Umurku sudah dewasa tetapi tidak seperti perempuan lainnya yang sudah berumah tangga.Adakalanya terbesit rasa iri ketika melihat wanita-wanita seusiaku atau dibawah umurku yang sudah memiliki suami dan mempunyai anak. Sementara aku masih sendiri disini menanti sang pangeran membawa kuda kelana untuk menjemput dan membawaku ke istana pelaminan. Namun sayang seribu sayang, pangeran yang aku nantikan tidak kunjung datang menjemput, semuanya masih sebatas angan dan harapan.Seburuk apapun aku dimasa lalu tentu saja aku sangat menginginkan sosok suami yang baik dan bisa membimbingku ke jalan yang benar."Ti, kamu nggak merasa bosan di rumah t
Tiba di rumah Kevin."Syukurlah, kalian sudah sampai rumah, ayo masuk!" ucap Mbak Wati sambil membukakan pintu."Bagaimana keadaanmu, Dim?" tanya Mbak Wati pada Kak Dimas."Sudah lebih baik, Ti. Makasih ya disela-sela kesibukanmu mengurus Adinda kamu masih sempetin buat jengukin aku." Kak Dimas tersenyum manis.Ya, aku memang menceritakan pada Kak Dimas jika Mbak Wati selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya."Iya sama-sama.""Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dim," sahut Kevin sambil tersenyum."Iya Vin, aku pasti betah tinggal disini kok, apalagi adaa..." Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya."Ada siapa hayoo? Ada Mbak Wati ya...?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Mbak Wati yang sedang menggendong Adinda pun tampak tersenyum dengan wajah memerah."Apa sih, Rah? Enggak kok.""Emm, ya udah deh. Yuk aku antar ke kamar, Kakak istirahat aja ya.""Maaf ya Rah, ngerepotin kamu jadinya," ujar kak Dimas."Nggak repot kok, masa ngurusin Kakak sendiri bilang repot
"Syukurlah Kakak sudah sadar," ucapku sambil berjalan ke ranjang rumah sakit dengan gembira. Kak Dimas perlahan membuka kelopak matanya dan berkata dengan susah payah."Air... Air..."Dengan cepat Mbak Wati mengambilkan gelas berisi air matang yang ada di atas nakas dan menyerahkannya padaku.Setelah meminum beberapa teguk air Kak Dimas melihat ke sekeliling."Sarah, kita ada dimana?""Kita ada di rumah sakit, Kak," jawabku."Rumah sakit?" Kak Dimas menatap ke depan dengan tatapan kosong sepertinya ia sedang mengingat-ingat sesuatu."Iya, Kakak mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang dari rumahku dan sudah beberapa hari ini Kakak mengalami koma.""Sudah berapa lama Kakak koma?" tanya Kak Dimas lagi."Lima hari.""Apa? Tapi Kakak merasa baru tidur beberapa jam saja," ucapnya sambil memegang kepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Kamu bisa mengalami kecelakaan, Dim?" tanya Mbak Wati."Saat perjalanan pulang dari rumah Kevin, pandangan mataku kabur karena cuaca malam
Kami kembali ke depan ruang ICU, Adinda pun sudah terlelap di pangkuan Kevin."Wati, kamu pulang saja ya biar aku dan Sarah saja yang menjaga Dimas. Kasihan Adinda kalau kita ajak tidur disini,” ucap Kevin pada Mbak Wati."Iya Mbak, kamu pulang sama Adinda ya, besok lagi saja kalau Mbak mau kesini," sahutku."Ya sudah kalau gitu Mbak pulang dulu ya Rah, Vin. Besok pagi aku akan kesini mengantarkan pakaian untuk kalian," ucap Mbak Wati."Iya Ti, supirku sudah menunggu di depan jadi kamu tidak perlu menunggu lama." "Iya, terimakasih.Mbak Wati pun akhirnya pulang ke rumah bersama Adinda.***Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku merasakan leher ini begitu kaku dan nyut-nyutan, mungkin ini karena efek begadang semalaman di rumah sakit."Aargh..." Kevin pun terlihat merenggangkan tulang-tulangnya yang mungkin terasa kaku.Mata Kevin tampak berubah merah sebab tak tidur. Diliriknya jam yang tergantung di dinding rumah sakit, sudah menunjukkan pukul enam pagi."Sayang, Mas belikan sarap