Share

Chapter 10: Sempurna?

Penulis: Mia Three
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-03 08:33:27

Beijing, China, Tahun 2005.

                Seorang pria setinggi 182 cm, dengan tahi lalat khas di pipi kanannya sedang merapikan baju di kopernya. Dia akan menghabiskan liburannya selama dua minggu di kampung halamannya, Suzhou. Lagi pula dia telah memberikan kemenangan untuk negara Republik Rakyat China.

                “Hei, naik apa kau ke sana?” tanya Fengying memecah keheningan, teman sekamarnya di asrama putra Pelatihan Bulu Tangkis Nasional China di Beijing.

                “Dari sini naik taksi, lalu pesawat,” jawab Yuxuan seperti sedang memikirkan sesuatu.

                “Ada yang tertinggal?” Fengying menyelidiki.

                “Mungkin di Inggris.” Yuxuan berbicara sekenanya.

                “Apa barang itu berharga?” Fengying sedikit panik.

                “Pasti dia akan kembali.” Yuxuan pun pergi mendorong kopernya ke depan asrama. Penjaga asrama memberi tahu bahwa sopir  taksi pesanan Yuxuan sudah menunggu di depan asrama putra.

                “Dia?” Yuxuan meninggalkan rasa penasaran pada diri Fengying.

# # # #

                Sebuah rumah mewah dengan harga interior bermilyaran tampak terbentang di depan mata Yuxuan. Ini rumah hasil kerja kerasnya Huan Song, salah satu pemilik perusahaan manufaktur di China. Yuxuan sebenarnya ingin meninggalkan rumah ini, namun sebagai anak satu – satunya dia tidak tega kepada orang tuanya.

                “Tuan Muda, saya bawakan kopernya ya.” Seorang wanita berusia 45 tahun keluar dari rumah mewah itu.

                “Iya, terima kasih, Bibi,” ucap Yuxuan yang merasa orang yang dihadapannya adalah ibunya.

                “Bi Chiang,” panggil Yuxuan.

                “Iya Tuan Muda.”

                “Ibu dan Ayah saya apakah ada di rumah?”

                “Tuan dan Nyonya sedang ada urusan kantor di Beijing,” jelas Bi Chiang sambil terus berjalan membawakan koper Yuxuan.

                “Padahal saya baru saja juara di pertandingan bergengsi, saya ingin mereka menyambut kedatangan saya, tapi mereka selalu saja sibuk dengan pekerjaan,” curhat Yuxuan.

                “Tuan Muda lebih baik istirahat dulu di kamar, nanti Bibi akan dengarkan semua yang Tuan Muda rasakan selama di Beijing.” Bi Chiang mencoba menghibur anak majikannya.

                “Bibi memang selalu ada untuk saya, sejak saya balita.” Yuxuan pun berjalan mendahului Bi Chiang.

# # # # #

                Yuxuan merebahkan dirinya di kamar tamu. Sementara Bi Chiang heran, Sang Tuan Muda tidak ada di kamar pribadinya. Pembantu itu pun mengetuk pintu kamar tamu yang terlihat dimasuki Yuxuan.

                “Tuan Muda, ingin makan apa? Akan saya sediakan.” Bi Chiang sesopan mungkin di hadapan anak dari majikannya yang tampan.

                “Saya mau makan ikan Bi, dan bisakah Bibi tinggalkan saya, saya ingin istirahat,” pinta Yuxuan dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada orang yang lebih tua.

                “Mohon maaf Tuan Muda, saya permisi.” Bi Chiang langsung menutup pintu kamar tamu itu.

                Lelaki muda itu menghela napas. Dipikirannya melayang bayangan seorang gadis. Matanya, bibirnya, rona merah di wajahnya, lekukan tubuh di balik jerseynya. Dia ingin menyentuhnya!

                Yuxuan Song menyadarkan dirinya. Dia bangkit dari rebahannya. Mengusap wajah dengan kedua tangannya. Dia pun berjalan membuka pintu menuju balkon. Bayangannya melayang kepada kedua orang tuanya. Mereka selalu bilang kalau Yuxuan harus sekolah yang tinggi dan menjadi dokter atau paling tidak meneruskan perusahaan Ayahnya.

                Lelaki kelahiran Suzhou, provinsi Jiangsu itu tersenyum percaya diri. Dunia bulu tangkis akan memberikannya seorang bidadari. Ini berarti dunia pilihan yang dibantah orang tuanya itu benar–benar pilihan hidupnya. Di balkon, Yuxuan berselebrasi layaknya seorang atlet yang memenangkan medali emas olimpiade.

# # # #

                Chiang Li, seorang wanita yang bekerja di keluarga Song sejak tahun 1998. Wanita ini melarikan diri dari konflik yang melanda Indonesia. Chiang Li adalah seorang etnis Tionghoa yang lahir di Bandung, Jawa Barat. Namun karena kejadian kerusuhan 98. Chiang Li melarikan diri ke China. Hingga dia datang ke agen asisten rumah tangga. Beruntung dia dipekerjakan oleh Keluarga Song. Dia diminta untuk menjaga Yuxuan. Memastikan Yuxuan aman di rumah.

                Chiang Li pun menatap pintu kamar Yuxuan. Namun ketika akan diketuk, ternyata pintunya terbuka sedikit. Yuxuan sedang membuka bajunya, sepertinya bersiap untuk mandi. Sebagai wanita yang ditinggal mati suaminya karena kejadian 98. Chiang Li sedikit tergoda dengan tubuh atletis pemain bulu tangkis andalan China tersebut. Segera perasaan itu ia tumpas, karena Yuxuan adalah anak yang dititipkan majikannya padanya. Lagipula dirinya tidak secantik putri raja, mana pantas bersanding dengan Yuxuan Song.

                Yuxuan berpikir ada yang membuka pintu kamarnya. Dilihatnya ke belakang tidak ada orang.  Lelaki tampan itu pun langsung pergi ke kamar mandi. Menyalakan air hangat di bathub dan merendamkan diri dengan busa mewahnya.

                “Dwi, ya? Dwi Astriani Aprilliani...” Yuxuan mencoba mengeja nama gadis yang menarik hatinya. Cukup kesulitan, karena bahasa yang sangat asing dalam nama tersebut.

                Suara air yang disentuh Yuxuan... berharap itu adalah gadis yang sangat ingin dia sentuh.

                “Indonesia, hmm.”

                “Budayanya seperti apa?”

                “Aku hanya tahu bahwa negara itu selalu juara di bulu tangkis apalagi sektor ganda putra,” pikir Yuxuan sambil menyentuh bibirnya sendiri dengan menggairahkan jika dilihat.

                Yuxuan terus saja membicarakan negara tempat kelahirannya Dwi. Berharap ada jalan agar dia dan gadis itu bisa bersama selamanya.

                # # # #

                Keluar kamar mandi dengan jubah mandinya, Yuxuan mencari–cari baju tidur di kamarnya. Walau nanti malam dia akan tidur di kamar tamu. Setelah rapi, Yuxuan pergi ke ruang makan untuk makan malam.

                “Tuan Muda, ikan termahal pesanan Tuan sudah siap,” jelas Bi Chiang, sambil menggeser kursi makan.

                “Aku ingin hidup sederhana Bi!” Yuxuan muak dengan kemewahan yang ditawarkan keluarganya.

                “Tuan, tolong makan dulu, mungkin tuan lapar.” Ekspresi wajah Yuxuan melunak. Dia pun mencoba memakan apa yang dimasak Bi Chiang.

                Bi Chiang segera meninggalkan anak majikannya. Dia tidak ingin mengganggu waktu makan malam tuan mudanya.

                “Tunggu Bi! Bibi sudah makan?” tanya lelaki itu mencegah pembantunya melangkah lebih jauh.

                “Bibi makannya nanti saja Tuan Muda.” ujar Chiang Li lirih.

                Yuxuan menunjuk kursi yang ada di sampingnya. Meminta Bi Chiang duduk dan makan malam bersamanya. Karena wanita itu hanya sebagai pembantu di rumah itu, dia hanya bisa patuh dengan tuannya.

                “Bosan rasanya mempunya orang tua yang pikirannya uang, uang dan uang!!!” keluh Yuxuan, tangannya menggeser piring yang sudah kosong. Juga mencegah Bi Chiang mengambil piring itu.

                “All England Bi! Sebuah pertandingan yang bergengsi di dunia bulu tangkis, Aku sudah mencoba menelpon ayah, tapi dia mengabaikan teleponku berkali–kali! Rasanya dia tidak pernah menghargai pilihan anaknya,” curhat Yuxuan.

                “Saya paham Tuan.”

                “Cuman Bibi yang selalu menyambutku di rumah, menyiapkan semua keperluanku, aku merasa Bibi adalah ibuku.”

                Bi Chiang hanya mampu mendengarkan.

                “Kalau boleh tahu, Bibi berasal dari mana?” Yuxuan memecah kegemingan Bi Chiang.

                “Saya berasal dari distrik Yuzhong, Provinsi Gansu, Tuan.”

                “Baik, dan aku perhatikan di wajah Bibi seperti ada guratan wajah orang Indonesia.” Yuxuan menyelidiki asal usul asisten rumah tangganya itu.

                Bi Chiang kaget dengan pengetahuan majikannya. Memang benar dia lahir di Bandung. “Tuan tahu dari mana kalau saya seperti orang Indonesia?”

                “Saya bertemu dengan gadis cantik asal Indonesia saat bertanding di Inggris, ntah mengapa Bibi mengingatkanku padanya.” Tatapan Yuxuan membuat siapa pun akan terpesona.

                Chiang Li terkejut. Wanita yang menarik hati Tuan Mudanya itu berasal dari Indonesia. Dia pun penasaran dengan wanita itu.

                “Namanya itu Dwi,” eja Yuxuan dan lidahnya Yuxuan tampak terbelit dengan penyebutan nama itu.

                “D, w, i, Dwi, Tuan.” Chiang Li mencoba membantu majikannya.

                “Iya, Bi, tolong bantu aku,” ujar Yuxuan mengajak Chiang Li ke kamarnya, dia ingin banyak tahu tentang atlet bulu tangkis andalan Indonesia itu.

                “Baik Tuan,” patuh Chiang Li, dia berjalan di belakang Tuannya.

                Yuxuan bersiap di depan komputernya. “Gimana tulisannya Bi?”

                “Dwi Astriani Aprilliani.” Yuxuan mengukir senyum kemenangan di wajahnya saat terdapat banyak informasi tentang perempuan incarannya di internet. Dia pun berterima kasih dan meminta Bi Chiang keluar dari kamarnya.

                “Waw, dia sudah juara Hongkong Open tahun 2000 di usianya yang ke – 12 tahun dengan mengalahkan ganda putri senior yang sering juara dan menyandang peringkat satu dunia asal negaraku, bocah ajaib asal Pangalengan julukannya, dia juga pernah juara olimpiade matematika internasional, lalu, cantik.” Proses stalker Yuxuan terhenti saat melihat foto Dwi memakai pakaian adat Sunda, dia sangat cantik.

                Setelah mendapatkan informasi yang dia mau. Yuxuan kembali ke kamar tamu. Pikirannya masih dipenuhi oleh perempuan kebanggaan Bumi Pertiwi.

                “Di kamar ini, aku akan mendapatkanmu seutuhnya... wahai gadis sempurna.”

                Pikirannya sendiri membantah dengan banyaknya perbedaan sosial dan budaya antara Indonesia dan China. Persaingan ketat antara Indonesia dan China di cabang olahraga bulu tangkis.

                “Kamu sempurna Dwi, tubuhmu harus jadi milikku.” Yuxuan pun tertidur dengan Dwi sebagai teman di mimpinya.

Bab terkait

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 11: Pensiun Dini

    Suasana yang damai di Buah Batu. Sebuah wilayah di Kota Bandung. Tepatnya di perumahan kuno yang elit. Tinggal lah seorang perempuan berusia 14 tahun. Dia sedang memijat–mijat lutut kanannya yang menggunakan deker.* “Aurora, sudahlah, menyerahlah dengan keadaanmu, Ayah akan sediakan sekolah yang bagus buat kamu di Finlandia,” ujar seorang lelaki mencoba menghibur anaknya. “Aurora sebentar lagi akan dipanggil ke Pelatnas Ayah.” “Badan kamu itu rapuh, tidak cocok menjadi seorang atlet.” Perem

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 12: Piala-Piala Awal

    Di malam hari, Dwi memerhatikan raket yang diberikan Aurora kepadanya. Bosan pun menghampirinya. Dia turun ke lantai satu rumahnya dan memegang beberapa pialanya. Hadiah yang dia dapatkan dari membunuh harapan banyak orang dari berbagai negara... # # # # Seoul, Korea Selatan Tahun 1998 “Ri Na, mau ke mana??” Joo Won, seorang anak laki–laki berusia 10 tahun mengejar temannya yang sudah pamit mau pindah sekolah. “Aku bakal pindah sekolah ke Indonesia,” jawabnya sambil terburu–buru. “Jangan lupakan kami Ri Na!” pesan Ha Neul. “Aku gak akan lupain teman–teman pertama aku.” Seseorang

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 13: Dwi Vs Prawira

    Di tengah lapangan, Dwi sudah siap menantang Prawira. Lelaki yang ditantang itu terlihat sedikit meremehkan. Lelaki itu yakin kalau jam terbang mampu mengalahkan perempuan berusia sepuluh tahun itu. “Aa tuh pulang cuman pengen cerita sama kamu, kalau tanding di luar negeri itu keren tahu, kamu malah nantangin hmm...” “Lagian Aa yang bilang kalau Dwi udah juara di tingkat Kabupaten/Kota Bandung, Dwi udah boleh ngelawan Aa!” Dwi terlihat membetulkan senar raketnya. “Aduh dah Dwi, izinkan Aa istirahat dulu, ini Aa pulang pengen ngeliat penerus Aa ya, junior Aa di sini, udah ya Dwi.” Prawira belum menemukan cara agar Dwi bertahan di bulu tangkis selepas mengalahkannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 14: Yakin Dia Lahir di Blitar?

    “Tek...tok.. tek!!!” gema sentuhan antara shuttlecock dan raket mewarnai siang harinya Arina Handikusuma Oktaviani. Di sampingnya ada Ko Ranja. Memerhatikan postur tubuh perempuan keturunan Korea Selatan ini. “Hadi, anak didikmu sepertinya siap untuk dibawa ke Pelatnas!” ujar Ko Ranja. “Masih terlalu dini untuk bergabung di Pelatnas Ko, kita lihat dulu penampilannya di Kejuaraan Nasional!” jelas Hadi. Seorang lelaki paruh baya meninggalkan anaknya yang sedang berlatih bulu tangkis di PB Jember. Arina memperlihatkan kepotensialannya di dunia bulu tangkis. # # # # Siska yang merasa lega p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 15: Pemalsuan Tempat Kelahiran

    Semenjak pertemuan dua gadis luar biasa dalam teknik dan strategi di final Kejuaraan Nasional bulu tangkis di Jawa Barat. Dwi dan Arina sering berhadapan di final Kejuaraan Nasional di Yogyakarta, Padang, dan Surabaya. Membuat PBSI tertarik meminta mereka untuk berlatih di Pelatnas Jakarta. Gadis asal Pangalengan telah berusia 12 tahun. Dia akan bersekolah di SMP Negeri 1 Bandung karena prestasinya di bidang akademik. Keinginannya bermain bulu tangkis kian menurun. Dia hanya ingin bersekolah di luar negeri. Melihat kesuksesan seorang tokoh di televisi. Dwi sedang duduk terdiam di ruang tamu yang lusuh. Memegang surat kelulusan dari SD Negeri 1 Sukaasih dan satu surat pemanggilan dari Pelatnas PBSI. “Ya udah kamu sekolah di Jakarta aja Neng,” usul Ageung. &n

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 16: PDKT Ala Arina

    Ranja Firman diam–diam memerhatikan kedua anak gadis yang sedang dites fisiknya oleh Ci Sisi. Dan sekarang dia melihat kemampuan kedua perempuan itu dalam mengayunkan raketnya. “Kalau Dwi Astriani Aprilliani ahli banget dalam smash. Powernya kayaknya sih pake tenaga dalam,” bisik Ranja kepada dirinya sendiri sambil menulis di buku catatan kecil. “Kalau Arina... kemampuan smashnya kurang, setiap nyemash pasti meleset atau bola keluar, tapi dia pinter merapatkan pertahanan depan... hmm komposisi yang sempurna untuk pasangan ganda,” pikir Ranja. Arina terlihat kelelahan dan menepi di pinggir lapangan seusai diuji dalam hal teknis. Sementara Dwi malah berlatih dengan tembok. Arina tidak peduli,

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 17: The Olympic Gold Medalist

    Suasana di Pelatnas menjadi gaduh. Dua orang anak perempuan yang baru saja bergabung dan berstatus magang, menerima tantangan dua orang pria, senior, dan baru saja meraih medali emas Olimpiade Sydney tahun 2000. Ko Adi memerhatikan raketnya. Dwi dan Arina bersiap di seberang lapangan dan terhalang oleh net atau jaring. Ko Chand tak kalah mempersiapkan diri. “Aku...” Arina berharap ada keajaiban dunia. “Aku udah pernah menang ngelawan Prawira Sastranagara,” ungkap Dwi terlihat tanpa beban. Arina melamun.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 18: Ide Gila Ko Ranja

    Hari kelima Dwi dan Arina menjalani hukuman dari Ko Adi dan Ko Chand atas kekalahan mereka. Setiap pagi mereka sibuk mencuci dan menjemur, ditambah menyetrika sebelum pergi ke tempat latihan. Dua gadis itu mencoba tabah. Tiga hari lagi pun mereka harus kembali ke rumah masing–masing untuk bersekolah. “Sabarin aja, senioritas di sini emang kental...” Ko Ranja memecah keheningan di kursi pinggir lapangan. Ko Ranja duduk di antara dua gadis potensial itu. “Hmm, Dwi belum yakin buat masuk sektor ganda putri Ko...” lirih Dwi. “Ayolah, kita latihan lagi, Koko yakin kita pasti bisa jadi juara di mana pun.” Ko Ranja berusaha membujuk mereka untuk semangat.  

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-07

Bab terbaru

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 22: Puber Itu...

    Keringat membasahi kening hingga sekujur tubuh cantik Dwi Astriani Aprilliani. Dia tidak mengetahui penyebabnya. Pangalengan selama ini dingin. Tak memberikannya keringat.“Tuhan tadi itu apa?”Gadis itu bermimpi ada sesosok lelaki yang berada di atasnya. Duduk di antara kedua kakinya. Menatapnya seperti ingin memakannya. Dwi tidak bisa menjabarkan dengan jelas. Apa yang terjadi di dalam mimpi itu. Yang pasti... celana dalamnya basah, tetapi tidak menembus seperti ngompol. Dia ingin bertanya kepada ibunya, namun hatinya berkata, “Ini hal yang memalukan untuk ditanyakan.” Akhirnya dia diam-diam mencuci celana basahnya dan menjemurnya di jendela kamar.Sembilan jam, setelah mimpi. Di PB Tarumanagara, saat dia hendak men-smash shuttlecock perasaan licin ada di bawahnya. Perlahan, Dwi mulai merasakan sakit di bagian perut sebelah kanannya. Prawira yang melihat itu langsung menghampiri Dwi. Lelaki itu membopong Dwi hingga ke kamar mandi peremp

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 21: The Game Point

    Lapangan bulu tangkis yang berukuran 610 x 1340 cm, menjadi saksi para anak-anak yang bermimpi atau terpaksa berada di atas lapangan karena kemampuannya. Di tempat ini, Dwi menerima servis dari Ci Lia. Arina bersiap untuk mempertahainkan skor. Untuk sementara, Dwi dan Arina unggul dua angka.# # # # Di Bandung, Dwi telah dipersiapkan menjadi wakil sekolah di Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Namun anak itu jarang berada di sekolah, membuat pihak sekolah agak ragu dengan kemampuannya. Sebenarnya, Dwi sudah ditawarkan bersekolah di sekolah khusus olahraga. Tetapi, dia meragukan sekolah olahraga, SMP dan SMA Kampiun. “Yosh!” Arina mengepalkan tangannya dilanjut

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 20: Persiapan Sang Juara Termuda

    Dwi memandang lukisan alam di luar jendela dari kamarnya. Berharap dahulu dia tidak bertahan dengan kerasnya kehidupan seorang atlet. Wanita itu hanya menghela napas. Memegang kencang kerudung hitamnya. Memerhatikan ujung dari gamis birunya. Wanita berusia 32 tahun itu teringat awal mula sebuah kemenangan. “Kamu adalah harapan Indonesia.” # # # # Rambut hitam sebahunya tergerai rapi. Dwi memandang luasnya lapangan Pelatnas Jakarta. Rasa malas mulai menghantuinya. Rasanya tidak ingin melanjutnya apa yang telah terlanjur dimulai. “Assalamu alaikum cantik!!!” sapa gadis berambut kemerahan dan bermata sipit. “Waalaikumussalam, kok kamu balik juga sih?!” Dwi terkejut dengan kehadiran teman sekamarnya. “Kita bawa koper cukup besar ya?” tanya Arina. “Ya terus?” Dwi ingin tidak mendengarnya. Arina menjelaskan kalau dia ingin berlomba lari dengan Dwi. Dimulai dari gerbang Pelatnas Jakarta sampai ke kamar mereka di lantai

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 19: Drama Andrina

    Udara Bandung kembali dihirup Dwi. Akhirnya dia bisa terlepas dari hukuman Ko Chand dan Ko Adi. Kini dia berada di kelas 7A SMP Negeri 1 Bandung, karena sekolah ini jauh dari rumahnya Dwi, dia pun berinisiatif untuk menyewa kos. Dengan tempat tidur, lemari, dan meja bekas dari penghuni kosan sebelumnya. Dwi berjalan dengan pikiran kosong hingga... “Pagi, sepertinya kamu orang baru ya?” tanya seorang perempuan di depan kelas. “Pagi, iya nama aku Dwi Astriani Aprilliani, kamu?” Tumben sekali Dwi mau berkenalan duluan dengan orang baru. “Oh ya nama aku Sandrina, kamu gak ikutan Masa Orientasi Siswa ya?”

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 18: Ide Gila Ko Ranja

    Hari kelima Dwi dan Arina menjalani hukuman dari Ko Adi dan Ko Chand atas kekalahan mereka. Setiap pagi mereka sibuk mencuci dan menjemur, ditambah menyetrika sebelum pergi ke tempat latihan. Dua gadis itu mencoba tabah. Tiga hari lagi pun mereka harus kembali ke rumah masing–masing untuk bersekolah. “Sabarin aja, senioritas di sini emang kental...” Ko Ranja memecah keheningan di kursi pinggir lapangan. Ko Ranja duduk di antara dua gadis potensial itu. “Hmm, Dwi belum yakin buat masuk sektor ganda putri Ko...” lirih Dwi. “Ayolah, kita latihan lagi, Koko yakin kita pasti bisa jadi juara di mana pun.” Ko Ranja berusaha membujuk mereka untuk semangat.  

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 17: The Olympic Gold Medalist

    Suasana di Pelatnas menjadi gaduh. Dua orang anak perempuan yang baru saja bergabung dan berstatus magang, menerima tantangan dua orang pria, senior, dan baru saja meraih medali emas Olimpiade Sydney tahun 2000. Ko Adi memerhatikan raketnya. Dwi dan Arina bersiap di seberang lapangan dan terhalang oleh net atau jaring. Ko Chand tak kalah mempersiapkan diri. “Aku...” Arina berharap ada keajaiban dunia. “Aku udah pernah menang ngelawan Prawira Sastranagara,” ungkap Dwi terlihat tanpa beban. Arina melamun.

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 16: PDKT Ala Arina

    Ranja Firman diam–diam memerhatikan kedua anak gadis yang sedang dites fisiknya oleh Ci Sisi. Dan sekarang dia melihat kemampuan kedua perempuan itu dalam mengayunkan raketnya. “Kalau Dwi Astriani Aprilliani ahli banget dalam smash. Powernya kayaknya sih pake tenaga dalam,” bisik Ranja kepada dirinya sendiri sambil menulis di buku catatan kecil. “Kalau Arina... kemampuan smashnya kurang, setiap nyemash pasti meleset atau bola keluar, tapi dia pinter merapatkan pertahanan depan... hmm komposisi yang sempurna untuk pasangan ganda,” pikir Ranja. Arina terlihat kelelahan dan menepi di pinggir lapangan seusai diuji dalam hal teknis. Sementara Dwi malah berlatih dengan tembok. Arina tidak peduli,

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 15: Pemalsuan Tempat Kelahiran

    Semenjak pertemuan dua gadis luar biasa dalam teknik dan strategi di final Kejuaraan Nasional bulu tangkis di Jawa Barat. Dwi dan Arina sering berhadapan di final Kejuaraan Nasional di Yogyakarta, Padang, dan Surabaya. Membuat PBSI tertarik meminta mereka untuk berlatih di Pelatnas Jakarta. Gadis asal Pangalengan telah berusia 12 tahun. Dia akan bersekolah di SMP Negeri 1 Bandung karena prestasinya di bidang akademik. Keinginannya bermain bulu tangkis kian menurun. Dia hanya ingin bersekolah di luar negeri. Melihat kesuksesan seorang tokoh di televisi. Dwi sedang duduk terdiam di ruang tamu yang lusuh. Memegang surat kelulusan dari SD Negeri 1 Sukaasih dan satu surat pemanggilan dari Pelatnas PBSI. “Ya udah kamu sekolah di Jakarta aja Neng,” usul Ageung. &n

  • Rahasia Sang Juara Bulu Tangkis   Chapter 14: Yakin Dia Lahir di Blitar?

    “Tek...tok.. tek!!!” gema sentuhan antara shuttlecock dan raket mewarnai siang harinya Arina Handikusuma Oktaviani. Di sampingnya ada Ko Ranja. Memerhatikan postur tubuh perempuan keturunan Korea Selatan ini. “Hadi, anak didikmu sepertinya siap untuk dibawa ke Pelatnas!” ujar Ko Ranja. “Masih terlalu dini untuk bergabung di Pelatnas Ko, kita lihat dulu penampilannya di Kejuaraan Nasional!” jelas Hadi. Seorang lelaki paruh baya meninggalkan anaknya yang sedang berlatih bulu tangkis di PB Jember. Arina memperlihatkan kepotensialannya di dunia bulu tangkis. # # # # Siska yang merasa lega p

DMCA.com Protection Status