Roni tersenyum kecil, meskipun wajahnya penuh keseriusan. “Dan aku akan membantumu sampai kau bisa mencapai itu, Savanah. Satu per satu, kita selesaikan semuanya bersama.”
Savanah menatap Roni dengan mata yang masih basah, tetapi kali ini ada sedikit rasa lega di dalamnya. Ia tahu bahwa jalan di depannya masih panjang dan penuh tantangan, tetapi untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa bahwa ia tidak sepenuhnya sendirian.
Malam itu, setelah memastikan bahwa ibunya dan Damian sudah dalam perawatan yang baik, Savanah kembali ke Salvastone Bar. Bar itu sepi, hanya ada satu atau dua pegawai yang masih membereskan meja.
Savanah berjalan ke lantai atas, masuk ke dalam kamarnya, lalu duduk di tepi ranjang. Ia memandang keluar jendela, melihat sisa-sisa hujan yang menetes dari atap.
“Aku harus kuat,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Untuk Ibu, untuk anak Damian, untuk diriku send
Savanah merasakan dadanya sesak. Ia ingin melawan, ingin mengatakan sesuatu untuk membela posisinya, tetapi kehadiran Keisha begitu dominan, begitu penuh dengan energi negatif yang membuatnya kehilangan kata-kata.“Kau tidak punya hak untuk menentukan siapa yang boleh berada di sini,” balas Savanah akhirnya, mencoba terdengar tegas.Keisha tertawa kecil, meskipun tawa itu tidak menunjukkan kebahagiaan. “Oh, Savanah, bukankah itu ironis? Kau di sini merawat mantan suamimu, sementara aku membawa anaknya. Siapa di antara kita yang lebih penting baginya sekarang?”Kata-kata itu menusuk hati Savanah, tetapi ia tidak menunjukkan kelemahannya. Ia menggenggam tasnya dengan erat, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di matanya.“Percayalah, Keisha,” kata Savanah dengan suara rendah tetapi tegas, “aku tidak peduli dengan permainanmu. Aku hanya ada di sini kar
Damian menoleh dengan pandangan tajam, kesabarannya habis. "Keisha, diamlah! Kau tidak tahu apa-apa tentang Savanah!"Kata-kata itu membuat Keisha tertegun, tetapi amarahnya membara, bersiap melancarkan serangan lain.Keisha menggertakkan giginya, amarahnya jelas terlihat di wajahnya. Namun, ia segera mengatur ekspresi, mencoba kembali ke nada lembutnya yang penuh manipulasi.“Aku tidak tahu apa-apa tentang Savanah?” ulang Keisha, pura-pura terkejut. “Damian, aku hanya peduli padamu. Aku ingin memastikan kau tidak kembali terjebak dengan wanita yang tidak pantas.”Damian menghela napas panjang, mencoba menahan diri agar tidak meledak. “Keisha, aku sudah cukup lelah. Kalau kau tidak bisa berhenti bicara, tolong keluar dari kamar ini.”Keisha tersenyum kecil, meskipun matanya menyiratkan rasa sakit yang ia ubah menjadi kebencian. “Tentu, Da
Savanah terdiam sejenak, mencoba memahami apa yang sebenarnya diminta oleh Robert. “Sarah melakukannya sendiri, Paman. Dia menghancurkan reputasiku dengan video itu. Kenapa aku harus membantunya?”"Lalu dia melibatkan Damian. Pengaruhnya ke saham milik keluarga Pangestu, secara tidak langsung, berita negatif seperti itu memiliki efek cukup signifikan terhadap penurunan saham. Ini menyebabkan kerugian yang cukup besar dan pencemaran nama baik Damian sendiri."Robert mendengus dengan raut wajah tidak peduli. “Karena kau ingin aku keluar dari rumah sakit, tentu saja. Aku bisa tetap di sini selama yang aku mau, dan aku yakin kau tidak ingin itu terjadi. Jadi, bebaskan Sarah, dan kita bisa bicara tentang langkah selanjutnya.”Savanah merasa darahnya mendidih. Ini adalah manipulasi yang terang-terangan, tetapi ia tahu bahwa ia tidak memiliki pilihan lain.“Baik,” katanya akhirny
Pengorbanan yang ia buat hari ini terlalu besar, dan ia tidak tahu apakah ia bisa memaafkan dirinya sendiri karena membiarkan Robert menang. Namun, dia juga tidak menginginkan semua yang ingin dirampas Pamannya.Mendiang Ayahnya juga pasti tidak menginginkan permusuhan di antara mereka.Air mata mengalir di pipinya saat ia duduk sendirian di koridor rumah sakit. “Berapa banyak lagi yang harus kukorbankan?” bisiknya pelan.Namun, di dalam hatinya, Savanah tahu bahwa ia harus tetap berdiri, tidak peduli seberapa berat jalan yang harus ia tempuh.Setelah memastikan Robert pergi, Savanah melangkah ke ruang inap ibunya. Suzie terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat tetapi matanya terbuka, menatap putrinya dengan lembut.“Bu,” bisik Savanah sambil mendekat dan duduk di tepi ranjang.Suzie tersenyum kecil, meskipun wajahnya penuh kelelahan. “Kau terlihat lelah,
Malam itu, Savanah melangkah pelan menuju kamar Damian. Ia tahu keputusannya untuk datang menemui pria itu tidak mudah, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Demi memenuhi tuntutan Robert dan menyelamatkan keluarganya dari kerumitan yang lebih dalam, ia harus membujuk Damian untuk mencabut tuntutannya terhadap Sarah.Ketika ia tiba di depan pintu, perasaan ragu sempat menghantuinya. Namun, ia menguatkan hati dan mengetuk pintu.“Masuk,” terdengar suara Damian dari dalam.Savanah membuka pintu perlahan. Di dalam, Damian duduk bersandar di ranjang rumah sakit, wajahnya masih terlihat lelah tetapi matanya tajam seperti biasa. Pria itu merasa lega karena melihat Savanah berkunjung. Sudah dua hari dia menunggu kehadiran Savanah.Di sisi lain kamar, Keisha duduk di kursi dengan wajah cemberut. Wajah Keisha sudah terlihat segar, tetapi wanita itu masih enggan keluar dari Rumah Sakit, sementara Damian masih membutuhkan beberapa perawatan untuk daya geraknya.Savanah menghela napas dalam-dalam,
Savanah merasa seperti dunia di sekitarnya runtuh. Kata-kata Damian menusuk hatinya, mengingatkannya bahwa pria ini selalu menginginkan tubuhnya lebih dari apa pun.Ia tahu bahwa ia seharusnya menolak, seharusnya meninggalkan ruangan itu dan melupakan permohonan ini. Tetapi bayangan ibunya yang sakit dan tuntutan Robert menghantui pikirannya.Sementara Damian menatapnya dengan penuh makna. Menikmati sikap Savanah yang canggung dan malah terlihat sangat menarik di matanya.Dengan tangan gemetar, Savanah mencoba berkata sesuatu. “Damian… aku tidak bisa, ini salah.”"Kita sudah bercerai dan..."Damian memiringkan kepalanya, memandangnya dengan tatapan penuh rasa penasaran. “Kau ingin aku membantumu atau tidak, Savanah? Keputusan ada di tanganmu.”"Kita akan melakukannya di sini? Di ranjang Rumah Sakit?" tanya Savanah dengan suara bergetar.Damian mengangguk dengan t
Saat pintu akhirnya terbuka, Keisha langsung berdiri, tangannya terlipat di depan dada. Ia menatap Savanah yang keluar dengan ekspresi dingin tetapi terlihat puas.“Dua jam?” tanya Keisha tajam. “Apa yang kalian lakukan? Kenapa sampai selama itu?”Savanah menoleh padanya, wajahnya tenang tetapi tatapannya penuh makna. “Ambil priamu, Keisha. Jaga dia baik-baik. Aku tidak akan datang untuk mengganggu lagi.”Keisha menyipitkan matanya, mencoba menangkap makna di balik kata-kata Savanah. “Kau sebaiknya tetap memegang ucapanmu,” sindirnya sambil melangkah menuju pintu kamar Damian.Keisha membuka pintu dengan kasar, penuh rasa cemburu dan amarah yang ia coba tahan. Namun, langkahnya terhenti seketika ketika ia melihat pemandangan di dalam kamar.Damian terbaring di atas ranjang, tubuhnya hanya ditutupi selimut putih rumah sakit. Wajahnya
Pria itu turun dari motornya dengan cepat, melepas helmnya, dan berlari mendekati Savanah. Wajahnya tampak cemas, seolah-olah ia sudah lama mencari wanita itu.“Savanah,” panggil Roni dengan nada lembut tetapi penuh kekhawatiran. “Kenapa kau di sini? Kau baik-baik saja?”Savanah menatap Roni dengan mata yang masih berkaca-kaca. Ia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Di dalam hatinya, ia merasa seperti sedang berdiri di tepi jurang, tidak tahu apakah ia harus melompat atau mundur.“Kenapa kamu selalu hadir pada saat aku butuh?” tanyanya dengan suara yang hampir berbisik, tetapi cukup untuk didengar oleh Roni.Roni tersenyum kecil, lalu tanpa ragu ia merangkul Savanah ke dalam pelukannya. Pelukan itu hangat, penuh dengan ketulusan yang membuat Savanah merasa sedikit lebih tenang.“Karena aku adalah pangeran kudamu,” jawab Roni pelan
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb