sesampainya di kediaman orang tuanya Adrian, Amar juga melihat Sarah dan Dia yang baru saja turun dari mobil. Melihat itu Amar keluar dari mobil dan menghampiri mereka berdua yang belum menyadari kehadiran Amar serta kedua temannya Frikas dan Joni yang menyusul dari belakang. "Tante," panggil Amar sambil berjalan ke arah Sarah. Merasa ada yang memanggilnya Sarah yang semula akan masuk ke dalam rumah, menghentikan langkah, dan membalikan badannya. Melihat kehadiran Amar dan teman-temannya yang tidak ia kenal, Sarah merasa jengkel. "Di mana Aruna dan Adrian?" tanya Amar to the point. "Seharusnya saya yang menanyakan hal itu, ke mana pelacur itu membawa anak saya," sengit Sarah. PlakAmar yang tak suka Aruna di sebut pelacur tanpa sadar menampar Sarah. "Kamu," ucap Zia marah sambil menatap Amar tajam. Amar yang menyadari kalau ia telah menampar Sarah, menatap tangannya tak percaya bisa melakukan itu. "Kurang ajar kamu," teriak Sarah tak terima. "Gak usah main tangan Hen," peri
Sudah seminggu lebih mereka mencari keberadaan Adrian dan Aruna tapi tak membuahkan hasil sama sekali. Amar termenung di balkon rumahnya, rumah orang tua Amar yang sengaja di belikan oleh Ani beberapa tahun yang lalu ketika Amar akan melanjutkan kuliahnya di Surabaya, tapi karena jarak rumah dan tempat kuliah lumayan jauh, Amar memutuskan untuk ngekos dekat tempat kuliah. Sehingga baru beberapa hari ini, ia menempati rumah yang sudah cukup lama kosong, Frikas dan Joni pun ikut tinggal di sini menemani Amar sambil mencari keberadaan Aruna yang entah berada di mana. Sementara Ani dua hari yang lalu kembali ke Singapura untuk merawat suaminya yang memang masih berada di rumah sakit Singapura dan belum bisa pulang ke Indonesia karena kondisinya yang belum stabil. "Hen," panggil Frikas sambil menyodorkan secangkir kopi hitam yang di pintar oleh Amar tadi. "Kalian berdua pulang aja, biar gue cari sendiri keberadaan Aruna," ucap Amar. "Gue gak mau nyusahin kalian terus," lanjut Amar.
"Stop Drian, gue muak sama lo, sama obsesi lo,""Kalau mau pukul gue, pukul gue gak takut sama sekali, kalau perlu bunuh gue sekalian," tantang Aruna tanpa rasa takut. Adrian menurunkan tangannya dan mengurungkan niat untuk memukul kembali Aruna, matanya menatap dingin Aruna yang masih menatap Adrian tajam. "Ayo pukul," ucap Aruna. "Sial," decak Adrian lalu pergi meninggalkan Aruna di kamar yang luas ini. Setelah melihat pintu tertutup dan Adrian tak ada di sini, pertahanan Aruna mulai runtuh, ia menangis sejadi-jadinya meratapi nasib dirinya yang begitu menyedihkan. "Aaaaaaah," teriak Aruna frustasi sambil terus menjambak rambutnya kuat, lalu memukuli kedua kakinya. "Brengsek," maki Aruna yang memukul kedua kakinya. Tangis Aruna makin kencang bersamaan dengan pukulan bertubi-tubi pada kakinya yang membuat luka di kaki tersebut kembali mengeluarkan darah segar, perban putih yang membalut kaki Aruna kini penuh noda berwarna merah. Setengah jam Aruna menangis tanpa henti, berter
62"Kita bukan saudara kandung Run," ucap Adrian sambil menatap lembut Aruna. "Gak mungkin, lo bohong kan," ucap Aruna yang masih tak percaya. "Aku serius, kita bukan saudara kandung yang mereka katakan," tegas Adrian mencoba membuat Aruna percaya bahwa mereka berdua memang bukan saudara. "Gak ini semua akal-akalan lo agar gue bisa nerima lo," bentak Aruna. "Percaya Run, aku gak bohong," tegas Adrian. "Lo penipu gue gak percaya omong kosong lo,""Ini buktinya, kamu liat dengan jelas hasilnya ada di sini," tunjuk Adrian pada kertas hasil tes DNA itu. Aruna terdiam dan menatap kertas tersebut tanpa bicara, entah mana yang harus ia percaya, entah siapa yang berbohong soal ini. "Run," panggil Adrian pelan. "Gue mau ke kamar," ucap Aruna yang langsung di setujui oleh Adrian lalu membawa Aruna kembali ke dalam kamar. ..... "Hen gimana ada hasil?" tanya Frikas di sebrang telepon, karena ia harus kembali ke Bandung untuk bekerja. "Gak ada," jawab Amar yang terdengar lesu. "Sorry g
Setelah mereka berdua masuk, Amar melihat ke sekitar dalam rumah lalu berjalan masuk ke dalam kamar yang Aruna dan Amar tempati. Ia celingukan ke sana ke sini untuk mencari sesuatu yang di rasa sebagai petunjuk. "Kita ngapain sih ke sini, orangnya juga kagak ada," ucap Joni. "Cari petunjuk siapa tau ada di sini," jelas Amar. Joni menganggukkan kepalanya paham, lalu mulai mencari ke sekitar rumah. Amar yang masih fokus mencari di dalam kamar, membuka lemari pakaian Aruna lalu melihat ke sekeliling lemari. Pakaian Aruna tak ada, hanya menyisakan sedikit pakaiannya dan pakaian Amar yang memang sengaja tinggal di sini. "Berarti Aruna memang berniat pergi bukan di culik oleh Adrian," duga Amar. Amar mengacak-ngacak isi lemari, mencari sesuatu yang mungkin sesuatu petunjuk. Tapi tak ada yang mencurigakan bagi Amar, Amar berjalan dan duduk di atas ranjang milik Aruna melihat ke sekeling kamar, mengingat setiap kenangan tentang Aruna dan Amar ketika tinggak di sini dulu. Amar memeja
64Di pertengahan jalan ketika Zia sedang mengemudikan mobilnya untuk menemui Amar menepuk kepalanya. "Gue kan gak tau tempat tinggal Amar di mana," ucap Zia. "Terus sekarang gue kemana?" Tanyanya entah pada siapa. Zia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan lalu mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Ia memainkan ponselnya sebentar lalu mulai menelepon seseorang. "Di mana lo" tanya Zia pada seseorang di sebrang telepon. "Gue tunggu lo di cafe deket rumah gue,""Sekarang,"Zia mematikan sambungannya secara sepihak, mengendarai mobilnya menuju cafe yang berada di dekatnya. ..... "Siapa?" Tanya Joni yang sejak tadi menguping pembicaraan Amar dengan seseorang yang meneleponnya. "Zia," jawab Amar singkat sambil fokus menyetir mobilnya. "Mau ngapain dia nelepon lo?""Gak tau, dia suruh gue datang ke cafe di dekat rumah dia," jawab Amar. Amar mengendarai mobilnya menuju cafe tempat Amar dan Zia akan bertemu.Sesampainya di sana Amar dan Joni turun dari mobil, lalu melangk
"Anna," panggil Aruna. "Iya non," jawab Anna.. "Apa kau bisa bantu aku?" tanya Aruna ragu. "Tentu nona Aruna, saya bekerja di sini untuk memenuhi dan melayani nona Aruna," jawab Anna cepat. "Tidak bukan itu maksud ku," ucap Aruna. "Aku ingin kau bekerja bersama ku dan melakukan apa yang aku perintahkan tapi Adrian tak boleh mengetahui nya," jelas Aruna. "Aku tau dia pasti membayar mu besar tapi aku bisa berkali-kali lipat membayar mu," lanjut Aruna kembali agar Anna tak bisa menolak tawarannya. "Tapi nona Aruna aku tidak di bayar oleh tuan Adrian," Aruna mengerutkan keningnya heran, jadi siapa yang membayar Anna. "Aku di pekerjakan oleh nyonya besar, termasuk bodyguard dan semua yang bekerja di rumah ini," jelas Anna. "Siapa nyonya besar itu?" tanya Aruna penasaran. "Aku tidak tahu dia selalu memakai cadar yang menutupi separuh mukanya bahkan namanya lun saya tak tahu kami di sini hanya memanggilnya nyonya besar," jawab Anna.Aruna terdiam mengingat siapa wanita bercadar ya
Amar mengendarai mobilnya dengan sangat cepat membuat Joni yang duduk di sebelahnya teriak ketakutan. "Mar pelan-pelan elah bawa mobilnya," jerit Joni panik. "Gue kesal sialan," maki Amar. "Lo kesel sama Zia tapi yang di ajak mati gue," jerit Joni. "Kalau dia cowok udah gue adu aku nonton sejak lama," bela Amar tak mau kalah. "Bacot lo, berhenti ga gue takut sialan," jerit Joni, tak perduli bila nantinya Amar akan meledek nya pengecut karena takut di bawa ngebut-ngebutan. Sebenarnya bukan Joni yang takut tapi Amar yang mengemudikan mobilnya di atas rata-rata. "Mar kita bisa kecelakaan kalau lo terus bawa mobilnya kaya gini, ingat Aruna Mar," ucap Joni mengeluarkan senjata andalannya. Amar yang mendengar penuturan Amar segera menghentikan remnya mendadak, untung saja kini mereka berdua di jalan sepi, yang jarang sekali mobil lewat jalan ini.''Lo benar-benar gila,'' bentak Joni.''Sorry gue benar-benar kesal sama tuh cewek gila,'' ucap Amar kembali mengingat Zia yang sudah mem
Pov AdrianBaru beberapa jam meninggalkan Aruna, entah mengapa aku merasa sangat khawatir pada dirinya, ingin cepat-cepat kembali pun tak mungkin karena memang ada sesuatu hal yang harus aku urus di kota, dan ini pun demi keselamataan aku dan Aruna nantinya.Banyak sekali orang yang tak aku percayai termasuk pada Lily dan pekerja di sana, Lily terlalu abu-abu untuk bisa aku baca pikiraanya, dan entah pada siapa dia memihak entah pada ku atau pada mereka yang selalu berembunyi. aku pun tak tahu apa yang akan mereka rencanakan dengan menyuruh ku pergi ke Italia dan tinggal bersama dengan Lily, dan mereka juga lah yang membawaku dan Aruna yang tak sadarkan diri waktu itu menggunakan jet pribadi, apalagi dengan kondisi kakinya yang parah karena habis aku pukuli. Aruna hanya di rawat oleh mereka yang katanya salah satu dari mereka adalah dokter yang terkenal.Mereka? aku ingin tahu siapa mereka itu, yang aku tahu mereka sangat berkuasa atas hidup ku dan juga Aruna, mereka melakukan segala
Pov Lily Setelah kepergian Adrian aku tertawa lebar, ''Maledizione, quel moccioso mi ha minacciato! ( Sialan bocah ingusan itu mengancamku!] .'' Aku tertawa sinis melihat ke arah pintu kamar.''Memangnya siapa dia yang berani mengancamku,'' ucapku kesal, yah aku sangat kesal berani-beraniya bcah itu. ''Aku yang lebih berhak atas hidup Aruna bukan Adrian.'' Aku berdiri, berjalan ke arah luar balkon yang memperlihatkan hamparan laut Italia yang indah.''Baiklah sayang! Apakah aku harus bermain-main sedikit dengan peliharaan mu?' ucapku setelah berpikir sesaat, senyum lebar terbit di bibir sexy ku.''Yah tentu, hanya bermain-main sedikit dengannya tak mungkin kan Adrian akan marah, lagi pula aku tak akan menyakiti dirinya yang ada aku akan memberikan kenikmataan yang belum pernah ia rasakan,''''Ahhh kau sangat cerdik Lily,'' ucapku kegirangan saambil betepuk tangan bak anak kecil.''Baiklah, aku harus minta bantuan seseorang,'' monolog ku sambil berjalan masuk ke dalam kamar, dan meng
Pov auhtor Adrian membawa Donna sambil mencengkram tangan Donna sampai ia mengaduh kesakitan, langkah lebar dan cepat Adrian membuat tubuh Donna yang mungil terasa di seret karena ia sulit menyeimbangai langkah kaki Adrian, sehingga sesekali ia hampir terjatuh dan langsung terbangun kembali takut kemarahan Adrian semakin murka padanya.Suara gelak tawa dan sahutan dari para lelaki terdengar di telinga mereka berdua ketika akan sampai di taman belakang yang memang tempat istrirahat bodyguard yang sudah selesai sif kerja mereka, juga ada beberapa bodyguard yang masih berjaga melihat -lihat situasi sekitar.Sesampainya di ambang pintu dengan sekuat tenaga Adrian melemparkan Donna ke arah tengah tengah bodyguard yang belum menyadari kehadirahan Adrian dan juga Donna.BrakPara bodyguarg pun terkejut melihat Donna wanita yang bekerja di rumah ini tersungkur di tengah-tengah mereka yang sedang berbincang.Mereka melihat Donna dengan pandangan terkejut lalu melihat ke arah Adrian yang menat
Mereka berdua kini sedang berada di lorong rumah yang terlihat luas juga mewah."Siapa dia?" Tanya Aruna."Dia Lily," jawab Adrian sambil mendorong kursi roda Aruna ke arah kamar.Aruna menganggukkan kepalanya paham, "Jadi nama perempuan bercadar itu Lily, yah aku juga mendengar nama itu tadi," gumam Aruna."Apa hubungan Lily dengan mu Adrian?" tanya Aruna kembali."Tak ada," jawab Adrian santai."Kau pembohong," sinis Aruna."Lily Seperti sangat berarti bagi mu, dan apa aku mengenal dia?" Tanya Aruna beruntun sambil mengingat kejadian di ruang tamu ketika Adrian membela Lily di depannya.Adrian yang terus di beri pertanyaan seperti itu semakin kesal."Kau bisa tidak diam," bentak Adrian yang sudah hilang kesabaran."Kenapa kau membentak ku?' tanya Aruna tak suka, ini baru pertama kalinya Adrian membentak dirinya hanya untuk seorang perempuan yang Aruna sendiri tak tahu siapa dia, meskipun Aruna merasa familiar pada wanita tersebut.Adrian tak menjawab pertanyaan Aruna, ia terlihat me
"Apa yang nona ucapkan?" Tanya Anna tak mengerti.Karena sejak tinggal di sini Aruna selalu di mandikan oleh Adrian, dan baru kali ini ia mandi di bantu oleh orang lain."Kau akan mengerti ketika aku membuka seluruh bajuku," ucap Aruna sambil melepaskan baju lengan panjangnya.Anna menutup mulutnya tak percaya, ketika melihat pemandangan yang tampak mengeringkan di depannya ini.Lengan perut bahkan punggung Aruna penuh dengan luka goresan panjang yang sangat dalam, hanya bagian payudara saja yang tampak bersih tanpa tergores sedikit pun di bagian sana.Bagaimana bisa bekas luka itu sangat banyak dan hampir menutupi tubuh putih Aruna? Tanya Anna dalam hati.Aruna melihat ke arah Anna yang masih terkejut, Aruna tersenyum miris dan lanjut membuka pakaian dalamnya."Bisa bantu aku?" Tanya Aruna pada Anna yang masih terkejut."Ten...tu," jawab Anna gelagapan.Anna membantu Aruna untuk membuka celana dan celana dalamnya dan kini Aruna sudah telanjang bulat di depan Anna."Kenapa kau melukai
"Lo itu cuman terobsesi sama gue doang Adrian," bentak Aruna yang sudah muak mendengar omong kosong yang terus keluar dari mulut Adrian."Terserah apapun yang kamu bilang, yang pasti aku gak rela kalau kamu pergi dari hidup aku," kekeh Adrian.Aruna menghela nafas lelah, ia muak berseteru dengan Adrian tanpa akhir yang jelas, entah apa lagi yang harus Aruna ucapkan agar Adrian mengerti tentang semuanya."Aku mau ke kamar," ucap Aruna pelan."Selesaikan makanan mu sayang, nanti aku antarkan ke kamar," perintah Adrian, ia segera mendorong kursi roda Aruna dan mendorongnya ke dekat kursi makan.Dengan tergesa- gesa Adrian membereskan meja makan yang sedikit berantakan karena ulah Adrian tadi yang mendorong meja makan dengan keras.Selesai merapihkan sedikit kekacauan, Adrian kembali duduk di sebelah Aruna."Ayo makan," ajak Adrian.Adrian menyuapi Aruna, Aruna yang sudah lelah hanya bisa patuh dan mulai memakan makanan yang di suapi oleh Adrian.Aruna mengunyah dengan pelan, matanya mena
Italia, kediaman Adrian.Malam pun telah tiba, kini Aruna dan Adrian sedang makan malam bersama di ruang makan yang begitu luas dan megah.Meja makan yang sangat panjang, serta kursi-kursi yang berjejer rapih tapi hanya dua orang yang mengisi kursi tersebut sisanya kosong.Aruna makan dengan tidak mood, sesekali hanya mengaduk makanan yang berada di piringnya.Melihat hal itu Adrian menghentikan aktivitas makannya, "Kenapa mau aku suapi?" Tanya Adrian dengan tersenyum lembut.Wanita lain yang melihat Adrian tersenyum seperti itu pasti akan luluh karena ketampanan Adrian menjadi berkali-kali lipat, tapi tidak dengan Aruna dia sudah muak melihat senyum Adrian."Gak! Aku bisa makan sendiri," jawab Aruna ketus."Makan yang banyak, biar kamu cepat sehat," ucap Adrian lagi dengan suara lembut."Percuma badan yang sehat, kalau kaki gak bisa jalan lagi," "Run, jangan bilang kaya gitu aku gak suka," ucap Adrian memperingati Aruna."Kenapa gak suka? Lo kan yang buat gue cacat kaya gini, apa lo
Karena terus di desak oleh Joni, dengan sangat terpaksa Amar menemani Joni untuk mencari makan.Padahal mereka bisa memesan makanan dari dalam kamar tapi tetap saja Joni bersi keras menolak dan ingin makan secara langsung di tempatnya, katanya suasananya berbeda jika ia makan di dalam kamar hanya berdua dengan Amar."Makan di mana?" tanya Joni yang kini mereka berdua sudah berada di dalam lift. "Di tempat makan," jawab Amar malas. "Gue tau kalau itu," kesal Joni. "Mau makan apa?" tanya Joni lagi. "Terserah," jawab Amar. "Lo kaya cewek lama-lama nyebelin," emosi Joni. Amar mengedikkan bahunya acuh tak acuh. TingPintu lift terbuka mereka berdua tiba di lantai dasar, mereka pun berjalan ke luar lift menuju restoran yang berada di dalam hotel. Ketika sudah sampai di restoran, Mereka berjalan untuk mencari meja makan yang masih kosong. Setelah mendapatkan kursi yang kosong mereka pun segera duduk dan memesan menu yang sudah tersedia di daftar menu. Amar memesan soto ayam nasi p
68Aruna ketakutan ketika melihat tatapan mata Adrian yang begitu liar, apalagi kini Adrian yang sudah telanjang bulat tanpa memakai sehelai benang pun di tubuhnya, membuat badannya terekspos sempurna, dan di bagian bawah Adrian yang sudah mulai mengeras dan membesar siap bertempur kapan saja. "Jangan lakukan itu lagi Dri," mohon Aruna sambil menangkup tangannya memohon pada Adrian. "Kenapa sayang, apa kau tak suka?" tanya Adrian terkekeh pelan, membuat Aruna semakin ketakutan. Aruna terisak ia sungguh tak bisa membayangkan, hal selanjutnya yang akan Adrian lakukan itu sungguh akan sangat menyakitkan bagi Aruna. "Jangan menangis aku tak suka, melihat air mata yang keluar dari mata indah mu itu Aruna," ucap Adrian sambil menghapus air mata Aruna. Aruna menepis tangan Adrian yang berada di pipinya. "Kau begitu kasar sayang," ucap Adrian tak suka. Adrian semakin mendekatkan dirinya ke tubuh Aruna, ia menaiki tubuh Aruna dengan segera agar Aruna tak bisa kabur atau berontak darinya