Home / Fantasi / Rahasia Gadis Biasa / Bab 6: Pembalasan Ketiga

Share

Bab 6: Pembalasan Ketiga

Author: Aufa Hardy
last update Last Updated: 2022-02-14 10:51:58

"Nak!" Ibu memanggil dari dapur, sehingga Bella yang sedang menata minuman air mineral di ruang tamu tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Ada apa, Bu?" Bella sedikit panik mendengar nada tinggi Ibunya itu. Tidak seperti biasanya.

"Apakah kamu yang mengubah dress code acara hari ini jadi seperti ini?" Rupanya Ibu selalu memantau acara Istana tersebut lewat ponselnya. Sesuatu yang tidak Bella ketahui sama sekali sejak tahun-tahun lalu. 

Acaranya disiarkan secara live di kanal Istana.

"Bu, jadi Ibu selalu menontonnya?" Bella bertanya sambil tidak percaya.

"Ini kamu yang mengubahnya?" Ibu tetap ngotot bertanya, tidak menghiraukan pertanyaan Bella barusan.

"Ya." Jawab Bella singkat. Sebelum bergerak mengambil nampan minuman lagi di belakang punggung Ibu.

"Apa-apaan sih, kamu!" Tiba-tiba saja omelan Ibu terdengar memenuhi dapur, membuatnya terlonjak di tempat dan menatap dengan mata membesar, "Itu warna kesukaan Ayah! Beliau menyukai merah, putih, hitam. Kenapa kamu mengubahnya seenaknya?"

Untuk beberapa saat Bella terdiam.

Suasana dapur yang sempat heboh itu menjadi hening sejenak.

Sambil menunduk, dijawabnya Ibu dengan suara terbata-bata, "Eh. Nng ... Ibu ingat Ilham?"

"O-oh iya," Ibu melihat ke arah ruang depan, "Kenapa dia belum datang?" 

"Nng. Dia bukan temanku lagi, Bu. Dia sudah berteman dengan anak-anak yang merudungku di sekolah." Tangis Bella nyaris pecah. Pasalnya dia tidak pernah membayangkan akan menceritakan tentang kepiluannya di sekolah kepada Ibunya secepat ini. Apalagi di saat peringatan hari berduka ini.

"Si-siapa yang merundungmu?!" Tepat seperti dugaannya, Ibu langsung mengguncang kedua pundak puterinya yang kecil itu. "Ya ampun, Nak, kamu kecil sekali ..." Gumamnya merasa iba sekaligus juga merasa bersalah.

Bella menggeleng pelan, berusaha melepaskan dirinya perlahan, "Mereka ... mereka akan ke acara Istana dengan pakaian mahal berwarna-warna itu. Jadi, aku mengatakan kepada Kazem untuk mengubah dress code-nya."

Mereka sama-sama terdiam.

"Kenapa kamu tidak pernah bilang kalau kamu dirundung di sekolah, Nak?" Ibu masih berbisik di telinganya, begitu kembali memeluknya. "Ibu ... Ibu bisa membantumu."

Lagi-lagi Bella menggeleng.

"Tidak apa-apa, Bu. Aku sudah besar. Aku bisa menghadapinya sendiri." Suaranya tergugu dalam linangan air mata yang akhirnya keluar juga.

Semua penghinaan teman-temannya dalam bentuk perendahan, cemoohan, sindiran, bahkan terkadang dalam bentuk fisik sudah bisa dilewatinya selama tahun-tahun terakhir SMA ini. Lalu untuk apa dia merepotkan Ibu sementara dia sudah memiliki segalanya untuk membalas dendam?

"Anakku ..." Gumaman Ibu terdengar dibalik rintih tangisannya, "Anakku yang malang ... kasihan ..."

"Bu ..." Bella berusaha menenangkan Ibunya. Menyimpan penyesalan karena ledakannya barusan. Entah kenapa akhir-akhir ini hampir segala hal yang dia pendam mendadak keluar meledak-ledak. Bagaikan kembang api dari atas bukit di tengah malam yang gelap. Mengejutkan orang-orang di sekitarnya.

Beberapa menit hingga mereka tenang kembali. "Tapi, apa maksudmu dengan mengubah dress code, Nak?" Ibu bertanya lagi, menatapnya lekat-lekat. Wajah keduanya merah sembab.

Hati Bella mencelus. Ibunya sudah mulai pikun.

Dia sedikit ragu, namun karena melihat kesungguhan Ibu kali ini untuk mendengarkannya, dia berbicara juga, "Mereka, anak-anak jahat itu, akan pakai dress code awal ke acara Istana, Bu. Jadi, aku mengubahnya. Aku ingin mereka merasakan bagaimana rasanya dipermalukan di depan orang-orang banyak." Kepalanya menggeleng, "Bukan hanya itu, tapi bagaimana rasanya dikucilkan karena mereka berbeda dan melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Ah, bukan. Tapi ..."

Ibu sempat terdiam memandanginya dengan wajah terkejut. "Ya sudah, Nak," Kemudian ditenangkannya lagi putri semata wayangnya itu sambil mengelus kepalanya untuk waktu yang lama.

Sedianya dalam hati Bella ingin sekali menceritakan kejadian lain di hari ini juga. Tentang dirinya yang dibilang jual diri oleh Aiko karena membayar kelebihan untuk tunggakan uang kasnya, hingga dipanggil ke ruang Konseling dan diomeli dengan kasar hingga ancaman diskors.

Tetapi, untuk apa? Toh, semuanya sudah jauh lebih baik sekarang. Aku bisa menghadapi ini semua kedepannya.

Setengah jam berlalu, Ibu dan anak itu merasakan ikatan yang lebih kuat setelah curhatan Bella barusan. Lalu, mereka sudah kembali membereskan rumah untuk acara sore ini. Para tetangga kemudian berdatangan membawa berbagai macam makanan lezat. Sederhana, penuh rasa kekeluargaan dan kehangatan yang luar biasa. Suatu rasa yang telah diperkenalkan sejak kecil oleh Ayah dan Ibunya. 

Acara digelar dengan iringan doa-doa hingga malam.

Selesai membenahi sisa acara, termasuk memasukkan mangkuk-mangkuk makanan ke dalam lemari pendingin dan membersihkan lantai, Bella merebahkan dirinya disamping Ibu yang duduk menyelonjor. Mereka sedang menikmati malam di teras halaman belakang, di bawah titik-titik cahaya bintang di langit angkasa.

"Bu," Ucap Bella yang mulai ceria kembali.

"Hmm?" Ibu menyicipi kue-kue kering dari toples dihadapannya.

"Kenapa Kazem sangat senang membantuku, ya?" Anak itu tersenyum-senyum. Membayangkan bagaimana sang Pengawal bertanya soal makan siangnya, lalu memberikan kartu hitam itu hingga mau direpotkan untuk mentransfer sejumlah uang meski kelebihan banyak.

Ibu menjawab dengan suara yang dalam, "Kazem itu Pengawal Setia Raja yang sama dengan Penasihat. Berbeda dengan Pengawal biasa yang tugasnya mengawal saja." Jelasnya, "Kemungkinan dia juga akan menjadi penasihatmu kelak, Bella." Suara Ibu mengecil nyaris berupa gumaman.

Mendengar itu Bella mendadak bangkit, menatap Ibu dengan wajah sumringah, "Yang benar, Bu?" 

Ibu menghela nafas pendek, lalu menepuk pundaknya pelan, "Sebelum itu, tentu kamu harus mengikuti pendidikan di Istana selama beberapa tahun kedepan. Dan," Dipandanginya dengan sorot mata yang penuh, "Bella, akan ada banyak yang tidak menyukaimu di Istana, Nak. Tahta Kepemimpinan selanjutnya pasti akan diperebutkan banyak pihak."

"Hmm?" Bella belum memahami apa yang sedang Ibu bicarakan.

Ibu tersenyum kalem, "Nanti kamu juga akan mengerti, Nak."

Malam itu mereka mengobrol banyak hal hingga larut, kemudian tertidur lelap dalam kehangatan dan ketenangan.

Paginya di sekolah, tepat seperti dugaan yang diharapkan Bella, Aiko datang ke sekolah terlambat hingga jam istirahat pertama. Sebenarnya itu sudah bisa baginya, tetapi datang dengan wajah lemas dan pucat pasi, itu pemandangan baru bagi seisi sekolah.

"Ada apa?" Gengnya langsung mengerubungi. Tentu tidak ada satupun dari mereka yang memperhatikan mimik wajah puas Bella yang duduk di bangkunya. 

"Huhuhu ..." Tidak sanggup bercerita, Aiko memeluk pundak Luna yang menuntunnya dengan wajah kesal ke tempat duduk. 

"Kenapa semalam tiba-tiba kamu memutuskan tidak pergi, Bell? Lihat, aku bahkan sudah menyiapkan semuanya!" Luna lantas memprotesnya meski dengan nada pelan. Tidak ingin anak-anak lain mendengarnya atau bisa turun gengsinya.

Dia pikir akhirnya dapat menghadiri acara bergengsi itu lewat akses anak Anggota Dewan. Dia juga sudah memberikan pengumuman di akun media sosialnya bahwa dia akan hadir di sana. Namun, semuanya hancur berkeping-keping saat Aiko tiba-tiba meng-cancel-nya dengan alasan yang tidak masuk akal.

"Salah dress code?" Ulang Luna tidak percaya. Bola matanya sampai berputar menahan marah.

"Iya! Sumpah, aku tidak tahu sama sekali kalau dress code-nya diubah menjadi putih semua! Tidak ada pemberitahuan apapun kepadaku, Luna."

"Jadi, hanya karena kamu memakai gaun dengan ketiga warna itu, kamu membatalkan semuanya untuk datang?" Luna mulai tidak sabaran. "Ya ampun, benar-benar. Tidak dapat dipercaya."

"Ta-tapi, aku berjanji untuk mengajak kalian ke acara lain lagi setelah ini." Aiko segera menggenggam kedua tangan Luna. 

"Janji apa?" Ditariknya tangan itu disertai pelototan mata yang tajam. Teman-teman di sekelilingnya juga berbisik-bisik penuh kekecewaan.

"Tahun lalu kamu juga berjanji hal yang sama. Kamu tidak ingat?" Anak lain menyinggungnya.

"Iya, kamu sudah berjanji." Seorang lagi menyahut.

"Hah." Luna berdiri dari duduknya, melipat kedua tangan dengan marah yang terpancar di wajahnya. "Apakah kamu ... sebenarnya tidak dapat diharapkan?" Suaranya tajam. Terdengar hingga ke barisan depan. Bella memiringkan senyum.

Luna adalah anak Kepala Sekolah yang disegani oleh anak-anak lain, termasuk Aiko. Tentu saja kejadian yang amat mengecewakannya ini akan membuat dia berpaling, atau paling tidak menjauhi Aiko bersama anak-anak lain. 

"Luna ..." Aiko hendak memanggil lebih kencang, namun suaranya tertahan di kerongkongan yang kelu. "Maafkan aku."

"Maaf? Kamu pikir itu saja cukup, hah?!" Luna, tanpa disangka-sangka, meledakkan suaranya sehingga semua mata mengarah kepadanya. "Kamu tahu tidak untuk apa aku menjadi temanmu selama ini? Membiarkanmu merundung anak lain, seperti Bella itu contohnya!" Suaranya menurun lagi, "Kamu pikir aku suka dengan semua itu, sialan?"

"Dan, kamu pikir ..." Giginya terdengar gemeretak, "Anak-anak ini mau-mau saja mengikutimu jika bukan karena suruhanku?"

"Huh, dasar tidak berguna. Menjauh saja dariku sampai kita lulus!" Ketusnya, kemudian memindahkan tas ke bangku depan dan melengang keluar kelas ditemani geng yang selama ini dikira adalah gengnya Aiko. Ternyata mereka semua adalah anak buah Luna.

Berita itu langsung menyebar, menyeruak, dan menghebohkan seantero sekolah: ternyata Aiko adalah pembohong yang telah menipu Luna dan teman-temannya dengan iming-iming hadir di acara Istana. Dia dicap tidak ubahnya tukang pamer yang sesungguhnya tidak dapat diharapkan oleh teman-temannya.

Ketika pulang, Bella yang mulai hari ini harus mengikuti jam pelajaran tambahan (sesuai perintah Raja melalui Kazem) masih duduk-duduk santai di bangkunya. Sampai Aiko menghampirinya. 

"Awas!" Katanya bete.

Bella membalas dengan tatapan heran sekaligus tersinggung. Apa maksudnya dia tiba-tiba datang membentakku?

"Awas, ih! Kamu kan, tidak mengikuti pelajaran tambahan! Aku biasanya duduk di sini!" 

Ooh. Jadi, ini bangkunya saat jam pelajaran tambahan.

"Mulai hari ini aku ikut." Jawab Bella singkat.

"Hah?!" Bukannya sadar, Aiko justru semakin menunjukkan kejumawaannya yang memekakkan telinga. "Aku tidak salah dengar, nih? Anak miskin seperti kamu kok, bisa-bisanya ikut pelajaran tambahan! Jangan bohong deh, sudah sana pulang!"

"Benar, aku ikut." Ulang Bella tanpa nada emosi sama sekali, nemun tegas.

"Wah, anak ini ..." Aiko geleng-geleng kepala. "Hei! Aku sudah membayar untuk duduk di sini, di bangku depan, tahu! Dasar tidak tahu diri, seharusnya kamu enyah saja secepatnya sebelum kupanggilkan guru!"

"Aiko!" Panggil Luna di belakangnya, sampai yang dipanggil menoleh dengan terkejut, "Kamu yang pulang saja. Dasar menganggu."

"A-apa?" Bisik Aiko merasa amat tersinggung. Belum pernah dia mendapat perlakuan sebegini kejamnya selama sekolah. Bahkan oleh orang yang dia kira sebagai sohib setianya, dijadikan tontotan pula oleh anak-anak lainnya.

"Guru sebentar lagi datang. Tapi kamu tidak punya kursi." Jelas Luna tidak mahu tahu. "Pulanglah,"

"A-apa kamu berani seperti itu kepadaku sekarang?" Balasnya, meski belum menunjukkan keberanian sama sekali. Kedua tangan yang gemetaran itu memeluk tas di dada, "Padahal ... Padahal orang tuaku banyak menyumbang sekolah ini, asal kalian tahu! Kenapa kalian semua tega kepadaku sekarang?"

"Ah, berisik!" Bentak Nazar yang duduk di belakang Bella. 

"Tahu, nih! Berisik saja, mending pulang!" Diikuti sorakan yang lain. "Huuu!"

Bella yang hanya berdiam diri menyaksikan itu semua, sebenarnya merasa tidak tega juga kepada Aiko. Namun, dirinya tidak menemukan alasan apapun untuk membela anak itu. Sebaliknya, kilas balik semua kejadian perundungan yang dialaminya membutakan dia dan menyisakan seulas senyum di sana.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hisam Djati
harus beli koin .
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 7: Makan Malam di Istana

    Menjelang malam, jam pelajaran tambahan baru saja berakhir. Ini adalah waktu belajar terlama yang pernah dirasakan Bella, karena sebelumnya dia pasti sudah bersantai di rumah sepulang sekolah. Kedua langkahnya yang besar-besar itu dipercepat kala melewati jalanan yang mulai rusak diantara rumah-rumah warga yang cukup padat. Ladang-ladang jagung telah jauh dilewatinya, sepi diikuti gemerisik angin yang membuat bulu kuduk merinding. Sampailah dia di depan pekarangan rumah yang temaram cahaya lampu. Rupanya Ibu sudah menunggu sembari menuliskan sesuatu di buku penjualannya. Wajah renta itu kembali bersinar mendapati anak kesayangannya telah pulang. Senyumnya terulas lebar saat hendak bangkit untuk menghampiri Bella, jika seandainya anak itu tidak menghampiri duluan. "Bagaimana di sekolah? Apakah mereka masih merundungmu?" Tanya Ibu, setelah membantu melepaskan tas dari punggung lelahnya. Bella menggeleng disertai cengiran kecil, "Tidak, tidak lagi

    Last Updated : 2022-02-15
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 8: Hadiah Dari Ayah

    "Huhuhu ..." Baginda masih saja menutupi wajah dengan jemari rentanya, lantas membuat panik seisi ruangan. Termasuk Bella yang bergerak hendak mendekati Kakeknya yang amat bersedih itu. "Yang Mulia apakah Anda baik-baik saja??" Mereka bertanya-tanya dengan wajah panik. Beberapa diantaranya memandang ke arah Bella dengan tidak suka. Semakin nampak ketidaksukaan di wajah mereka, yang sebelumnya hanya sebatas lirikan sinis yang diam-diam. Kini, mulut-mulut busuk dibalik pakaian mewah nan mahal itu telah menyalahkannya dari tempat duduk mereka. "Lihat, hadiahnya bahkan membuat Baginda tersinggung dan bersedih!" "Dasar tidak tahu diri, padahal ini hari kematian Ayahnya, Putra Mahkota!" "Apakah dia tidak menghormati Ayahnya sendiri, apalagi Baginda Raja?" Namun, selang beberapa menit, "Huhu," Raja berusaha menarik nafas panjang dan menghembuskannya, perlahan menenangkan dirinya, "Tenang semuanya, aku baik-baik saja." "Bella, Sayangku

    Last Updated : 2022-02-16
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 9: Mantan Perundung

    Lehernya mendadak tegang dan tidak mampu menoleh. Dia takut itu seseorang dari gengnya Aiko atau Luna, karena jelas-jelas suaranya tidak dia kenali. Gawat, padahal dia sudah sengaja memilih tempat yang sepi ini biar tidak diganggu! "Hei," Wajah itu segera muncul ke hadapannya sambil menggeser bangku besi di seberang meja. Bella perlahan mengangkat tatapan dan mendapati Miss Claire, guru Bahasa Inggrisnya yang baru itu sedang duduk santai seraya melemparkan senyum sok akrab. Dia menjadi kikuk. Tidak terbiasa menerima kehadiran orang lain di meja makannya. "Santai saja," Guru itu berkata, sebelah tangannya mengibas ke udara, "Oh, maaf. Apakah aku menganggumu?" Bella menggeleng ragu. "Syukurlah." Wanita muda yang berpenampilan layaknya pekerja perkantoran dari Kota Pusat,super stylishdan bahkan kaca mata hitam menggantung di kemejanya. "Hmm, begini. Bolehkah aku tahu lebih banyak tentangmu, Bella?" Tanyany

    Last Updated : 2022-02-17
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 10: Perasaan Yang Tersingkap

    "Kamu pikir tadi itu lucu?" Bella sudah berdiri menyilangkan kedua lengan di dada, sementara Ilham yang sedang melewatinya di lorong itu sontak terdiam. Ini jam pulang, tetapi mereka masih harus mengikuti pelajaran tambahan. "Apanya?" Ilham menjawab dengan nada yang membingungkan. Apanya, dia bilang?Bella mendelikkan mata, "Apanya? Jelas-jelas kamu melihatku tadi di kelas, Ilham!" Akhirnya dia berteriak juga tidak sabaran. "O-oh ... iya, hehe." Seulas cengiran itu tampak di wajah si lelaki Persia yang kini mengacak-acak rambut belakangnya. Bella kehilangan ekspresi melihat gelagat aneh temannya ini. Padahal baru saja Ilham memohon-mohon maaf untuk diterima lagi menjadi temannya, tetapi sekarang? Lihat! "Kamu lupa, hah? Baru tadi pagi kamu bilang kiat berteman, tapi sekarang kamu sudah ikut-ikutan mengucilkanku?" "Bu-bukan begitu, Bell." Sahutan Ilham terkesan tidak peduli. Kakinya yang jenjang dibalik segaram putih i

    Last Updated : 2022-02-18
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 11: Akses Istimewa

    Pagi masih baru saja naik bersama sinar mentari yang menerobos bumi dengan hangat, menghalau dingin bekas hujan semalam. Anak-anak yang baru datang dengan wajah ceria mendapati majalah dinding menjadi lebih menarik karena ada suatu kertas yang tertempel di sana. Sebuah pengumuman. Tidak menunggu waktu lama, gerombolan itu terbentuk di depan majalah dinding yang semakin ramai. "Akan ada study tour?" Seorang anak perempuan menaikkan alisnya. "Oh, khusus untuk kelas dua belas." Temannya menyahut, setelah itu mereka sama-sama melewatinya. Lain dengan gerombolan lelaki di sampingnya, "Ke Istana Wheels? Ini namanya jam pelajaran tambahan, cuma beda suasana saja." "Ah, malas, deh." Mereka saling sahut. "Sudah yuk, cabut." Bella baru saja menginjakkan kaki di lobi, matanya tertarik ke kerumunan yang ramai di depan majalah dinding langsung ikut memperhatikan dari jauh. Terllau sulit untuk menerobos ke depan, jadi dia berdiri mema

    Last Updated : 2022-02-21
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 12: Teman-Teman Palsu

    "Hei, dia bilang akan datang menyusul?" Mereka mulai berbisik satu sama lain. Beberapa anak bahkan mulai menaruh curiga kepada Bella yang terkesan selalu menghindari acara-acara yang diwajibkan untuk anak non-beasiswa seperti ini. Tetapi, Luna langsung bertanya kembali padanya, "Apa kamu ada acara hari itu?" "Emm, iya." Bella sadar dirinya dalam situasi yang serba sulit. Tidak bisa menghindar lagi seperi sebelumnya, namun juga tidak bisa mengatakan yang sebenarnya–bahwa dia akan menghadiri kelas pribadinya di Istana itu! "Apa itu?" Tanya yang lain. "Ehm, ada ..." Bella terlihat mulai berkelit. "Ada sesuatu yang harus kulakukan." "Eh, dia tidak ikut lagi?" Tiba-tiba saja Aiko menyambar percakapan mereka dengan tampang siap mencemooh. Luna berusaha mengabaikannya, "Oh, ya sudah. Tidak apa, yang penting kamu ikut, Bella." Bella mengangguk saja. "Hahaha." Tawa Aiko meledak, diiringi tertawaan gengnya, "Tidak mungkin. Kukira

    Last Updated : 2022-02-21
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 13: 70 Juta Dolar?!

    Siangnya, bosan karena tidak mengikuti jam pelajaran seperti biasa, Bella membuka-buku latihan soal sambil menuliskannya di catatan. Panasnya mulai turun dan kepalanya sudah tidak merasakan pusing. Dua sudah kembali segar setelah meminum ramuan khusus dari Ibu, yang bahannya dikirimkan oleh Istana ketika mengabarkan dia yang sedang sakit. "Nak, istirahat dulu," Ibu menepuk-nepuk pundaknya pelan ketika menghampirinya sejenak. "Iya Bu, setelah ini aku mau tidur siang." Dia baru saja akan menutup bukunya ketika ponselnya berdering di atas meja. Saat dilihat nama Kazem di layar, Ibu menyuruh untuk segera mengangkatnya karena bisa jadi itu hal yang penting. "Ya, halo?" Selang beberapa detik kemudian dia menjerit tidak percaya, "Tu-tujuh puluh juta?!" Ibu sampai ikut-ikutan terlonjak di tempatnya sambil mengelus dada, "Ada apa, sih? Kenapa kamu heboh sekali, Nak?" Sambil menutup telepon, Bella memandang dengan kosong ke jendela k

    Last Updated : 2022-02-21
  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 14: Pembelaan Miss Claire

    Bella tidak berkedip mendapati perlakuan anak-anak sekelas yang terlewat cuek pada apa yang dialaminya. Mereka semua melihat dengan jelas kedua anak superior itu mencorat-coret mejanya, lalu memindahkan tempat duduknya ke sudut kelas yang sepi. Padahal kemarin mereka berlagak seperti teman baiknya. Terutama Luna. Gadis berjaket ungu lavender itu kini bersandar santai di bingkai jendela kelas, memandangi dengan sinis entah apa yang ada dalam gumamannya. Sudah muak dengan semua ini, diarahkannya langkah panjang ke bangku barisan depan. Tempat aslinya duduk, daripada memilih kalah dengan duduk di pojok sana. Melihat itu, kedua anak perundung di dekatnya langsung bergerak mendekat dengan kepala panas. "Heh!" Bentak Luna sambil masih berjalan penuh emosi. "Siapa suruh kamu duduk di sini?!" Aiko ikut-ikutan memelototinya dari dekat. Berharap yang dipelototi sekarang membalasnya takut-takut seperti biasa. Namun tidak. Ekspektasinya telah goyah,

    Last Updated : 2022-02-21

Latest chapter

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 57: Masa Lalu Yang Dilupakan

    Dua belas tahun yang lalu, ketika usianya baru menginjak tujuh tahun dan baru masuk sekolah, Ilham ingat diajak Ayahnya ke rumah seseorang. Di jalan dia bercerita banyak hal tentang sekolah barunya yang seolah tidak begitu digubris oleh sang Ayah yang fokus menyetir."Ayah, dengarkan aku, dong." Mulutnya cemberut. Kedua pipinya yang gempal dan putih seperti bakpao jadi tambah menggemaskan. Membuat siapa saja yang melihatnya merasa senang, namun agaknya berbeda dengan sang Ayah."Maaf, nak. Diamlah dulu, Ayah sedang menyetir dan tidak bisa mendengarkanmu." Bicaranya yang formal dan kaku, serta keengganan untuk menatap anaknya meski hanya sekilas, membuat Ilham sadar bahwa dia bukanlah apa-apa di mata Ayahnya.Ayahnya adalah orang yang diam-diam sangat ambisius. Memang semuanya diperuntukkan untuk keluarganya, dan juga dapat memberikan apapun yang Ilham inginkan. Kecuali kasih sayang dan perhatian.Sampainya mereka di depan bangunan yang teramat besar, mega

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 56: Katakan Semuanya

    Siang itu, mereka selesai membagikan sekerat buat-buahan kepada tetangga terdekat. Tidak ada satupun yang mengenali Bella sebagai pemimpin baru di Negeri ini, bukan karena teknologi belum memasuki desa ini, tetapi karena penampilan perempuan itu yang jauh berbeda dari yang digambarkan media.Inilah kehidupannya yang asli. Jauh sebelum dia mengetahui siapa identitas dirinya sebenarnya.Dan Ilham Azimi, putra tertua keluarga konglomerat di kota Pusat, tidak mau Bella mengetahui lebih banyak mengenai dirinya dan masa lalunya. Ada sesuatu yang terjadi di masa itu, sesuatu yang membuat Bella tidak mengingat apapun karena ..."Sayang?" Suara lembut istrinya membangunkan lelaki itu dari tidur siang sejenak. Ilham mengucek sebelah matanya. Sebenarnya dia tidak tertidur sejak tadi, melainkan sibuk berpikir tentang rencana selanjutnya. Mereka tidak mungkin terus berada di sini sementara di Istana, semua sedang berperang memperebutkan tahta.Termasuk p

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 55: Pangeran Yang Menyimpan Rahasia

    "Ma-maksudmu?" Kedua alis Bella menyernyit dan manik mata coklatnya membulat. Diamatinya wajah pria di depan wajahnya itu, namun pikirannya tanpa sadar malah mengagumi wajah indahnya. Dia menggeleng samar.Ilham mengeluarkan nafas pendek, "Tidak." Seperti sedang menyimpan pemikiran itu di dalam dirinya sendiri, dia mengalihkan perhatian Bella ke jendela kamar yang menghadap ladang yang gelap."Lihat!" Katanya seraya membentangkan jemari tangan, "Kita berada di desa terpencil, lebih terpencil daripada kampung rumahmu dulu, Bell!"Bella sedikit mendengus, "Apa maksudmu?" Gumamnya, namun segera melepaskan tawa ringan. Dia sebenarnya sangat senang diajak kembali ke tempat sederhana seperti ini. Semua rumah di sini saling berjauhan dipisahkan oleh ladang yang berhektar-hektar."Terima kasih telah membawaku ke sini." Katanya membalas tatapan Ilham dengan sungguh-sungguh, "Akhirnya aku bisa merasakan kehidupan normal lagi."Ilham terbahak mendengarnya, "K

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 54: Misteri Kerajaan

    "Aku merasakan sesuatu yang tidak beres. Bukan, bukan hanya gerakan para saudara yang mencurigakan. Tetapi, lebih tepatnya sesuatu yang telah lama sekali disembunyikan oleh Kerajaan ini. Apa itu?"Bella menuliskan keluh kesahnya di selembar buku harian. Buku berukuran setelapak tangan yang selalu dibawanya kemana saja. Terselip di saku baju, tas, atau bahkan ditentengnya dalam tas kecil saat bepergian.Karena dia tidak begitu pandai mengungkapkan perasaan, termasuk dalam bentuk tulisan. Hanya coretan-coretan kecil yang dia isi di dalamnya. Tetapi, cukup menjadi petunjuk dan penenang kala sesuatu yang tidak diduga atau mengganggunya terjadi. Seperti saat ini.Ditutupnya buku kecil itu, disembunyikan dibalik selipan nakas sambing ranjang dan lekas tertidur di samping suaminya yang telah terlelap sejak tadi.Bella memang masih sangat muda dan inosen untuk memegang tampuk kekuasaan. Tetapi, firasat dan intuisinya mengatakan bahwa dia cukup p

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 53: Enyahlah!

    Bella terdiam. Menutup lembaran majalah di tangannya dan bangkit menegakkan punggung. Seorang pelayan yang berdiri di dekatnya sampai memperhatikan gerakannya yang memindahkan telepon ke lain sisi."Ya?" Sahutnya sedikit tertahan, namun juga penasaran apa yang terjadi pada anak itu selepas semua kejadian ini? Apakah Aiko akhirnya sadar bahwa kelakuannya berbahaya untuk dirinya sendiri? Haruskah aku benar-benar menghukumnya jika dia kembali ke sini? Pikir Bella."Apakah aku mengganggumu?" Tanyanya."Tidak." Bella menjawab malas.Ingin cepat-cepat mengakhiri sambungan dan mengatasi anak satu itu. Kenangan lama yang sangat kelam selalu mencari celah di hatinya untuk membuat dia terjatuh, dan celah itu akan selalu terbuka manakala sosok Aiko muncul.Betapa Bella benci itu!"Ehm," Aiko tidak berada di depan matanya, namun senyum jahatnya seolah terlihat jelas sekarang, "Rencananya aku akan kembali ke Negeri Mulia untuk masuk ke kampus baru. Aku a

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 52: Liontin Sang Raja

    Hari baru beranjak siang kala kawanan burung dari selatan terbang melewati angkasa, di bawahnya hamparan padang hijau dan kebun bunga bermekaran, mengelilingi rumah yang damai nan sepi.Sinar matahari yang menerobos dinding kaca menciptakan kesan eksotis dan elegan bagi Bella yang terbangun diatas ranjang dengan kelambu minimalis. Ilham yang memesannya langsung dari perusahaan furnitur ternama, agar menyamakan dengan desain kamar Sang Ratu di Istana Wheels."Pagi yang indah, Sayang!" Sambut suaminya yang sedang duduk di tepian dan memandangi dengan kagum.Kecantikan Bella memang tiada duanya! Itu adalah kecantikan yang diturunkan dari garis dua Kerajaan. Sampai-sampai Ilham itu bersyukur dengan kepribadian penyendiri Bella yang tidak lantas membuatnya dikerubungi lelaki-lelaki busuk."Huahhhm!" Bella menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya dan beringsut menaikkan selimut lagi."Bangunlah." Ilham menggoyangkan lengan kecil itu seraya tertawa k

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 51: Pasangan Baru

    Tiba-tiba wajah itu muncul dari balik pelindung kepala seorang pengawal Ratu. Semua orang seketika terkejut, terbangun, dan bersiaga penuh.Dia adalah Pangeran Kedua!Bagaimana bisa dia selama ini berada di samping Sang Ratu, sementara tidak ada seorangpun yang menyadari keberadaannya? Bella sendiri langsung bergerak mundur ke belakang Ilham yang langsung memasang badan. Suaminya hendak menarik pedang di sisi kiri, meski dia tentu saja belum mahir menggunakannya.Sekedar gertakan untuk mengesankan kekuatan disaat terdesak itu perlu! Pikir Ilham menajamkan kedua alisnya."Berhenti disitu!" Balas Kazem, ikut melayangkan ujung pedangnya di depan wajah Pangeran Kedua yang membelalakkan mata kepadanya."Be-beraninya kau, pelayan rendahan!" Maki Pangeran Kedua dalam gumaman kerasnya saat mencoba menghindar secepat kilat."Yang Mulia mendiang Raja telah mewasiatkan kami untuk mengangkat Ratu pertama di Kerajaan ini!" Kazem berseru ke arahnya.

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 50: Aku Tidak Romantis, Tapi ...

    "Jam berapa dia akan tiba?" Bella bertanya dengan suara lemah. Dirinya telah terbaring selama beberapa jam terakhir di ranjang, sementara para pelayan mengelilinginya. Mereka semua bersiaga, demikian juga para pasukan khusus di depan gedung. Beberapa jam lalu ... Duagh! Bella terjatuh saat hendak turun dari helikopter. Hal itu dikarenakan suasana yang sangat mencekam kala pasukan Pangeran Kedua telah bergerak ke arah gedung pencakar langit yang dia tuju. Membuatnya panik dan kalang kabut. Lutut dan tulang keringnya terluka parah, sehingga dia langsung dilarikan ke suatu kamar yang paling aman di puncak gedung tersebut oleh tim medis. Tentu saja hal ini tidak diketahui oleh pihak yang lain dan timnya menjaga ketat informasi ini dari siapapun, apalagi media. Rakyat hanya mengetahui bahwa calon Ratu tetap dalam keadaan selamat dan baik-baik saja. Bella berusaha menggerakkan kakinya agar tidak menjadi kaku dan semakin parah. Besok, jika se

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 49: Mimpi Sang Pangeran

    Sambungan diangkat.Pada awalnya terdengar riuh dari jauh, lalu suara seorang pria yang tegas menyahutnya, "Apakah ini dengan Tuan-""Dimana Bella?" Ilham langsung memotong, "Apakah dia baik-baik saja??" Dia yakin yang kini memegang ponsel itu adalah salah satu ajudannya."Ya, beliau baik-baik saja." Ajudan itu menyahut lagi, "Ada pesan yang harus saya sampaikan kepada Anda, Tuan. Bahwa Anda harus datang ke Istana besok siang untuk menemui Yang Mulia."Kalimat itu menjalar bagai rambatan listrik dari tangan hingga ke kepala Ilham. Bella memintanya untuk datang besok?? Apakah itu artinya ... dia diterima?? Semoga saja!Ilham merasa lega, sekaligus senang bukan kepalang. Namun, dia berusaha keras untuk menahannya.Sementara Gerry terus menguping tepat di samping ponselnya tanpa mengerti satu katapun. Yang Mulia? Istana? Apa yang sebenarnya orang aneh ini sedang bicarakan?"Baik!" Ilham segera menjawab, lalu sambungan dimatikan. Tut. Tut

DMCA.com Protection Status