Meski hubungannya terbilang cukup rumit dengan Bella, Ilham tetap mengakui bahwa gadis itu telah menorehkan rasa yang tidak pernah ditinggal para gadis lain di hatinya. Bella yang polos dan sangat apa adanya, tidak menampakkan wajah yang bukan wajahnya, sekaligus menjaga sopan santun, hal itu yang membuat Ilham jatuh ke dalam rasa yang aneh.
Dia menyukai gadis-gadis populer dan tidak kalah cantik seperti Aiko, bahkan Luna si anak Kepala Sekolah itu. Tetapi, entah apa yang membuat Bella terlihat jauh lebih menarik daripada semuanya? Apa karena selama ini Bella selalu jual mahal dan membuatnya merasa tertantang? Tidak juga. Berada di dekat Bella membuatnya nyaman. Itu saja.
Terlepas dari siapa dia; seorang Putra pertama keluarga Azimi yang sangat terpandang di Kotanya, Kota Pusat yang menjadi daerah elite di Negeri ini. Memiliki perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan makanan dan kebutuhan harian yang bernilai milyaran dolar, serta aset yang berada di mana-mana, ke
"Kenapa kamu disitu?" Bella bertanya datar. "Heh!" Aiko langsung berkacak pinggang di hadapannya yang duduk saja, "Enak sekali kamu bicara! Sejak kapan kamu jadi sok berkuasa begitu, hah? Hanya karena kamu katanya pewaris Starfront, yang entah benar atau tidak, sudah berani kamu menantangku?" Seluruh kelas menutup mulutnya. Jika benar-benar terjadi, ini adalah pertarungan sengit yang layak ditonton satu sekolah! Anak Anggota Dewan melawan (katanya) Pewaris Starfront yang menyamar sebagai murid beasiswa! "Aku tidak menantangmu." Jawab Bella berusaha tidak terbawa emosi. Baru saja dia menenangkan dirinya dari geraman karena ketidakadilan Bu Stefani terhadap Romain, kini seorang sampah lain sudah mencari gara-gara dengannya. Jika dia bertindak seenak jidat, maka kutu sekecil Aiko mudah saja dimusnahkan! "Oh, kamu tidak berani?!" Aiko sengaja memperbesar suaranya agar semua anak yang kini sedang menonton mereka, apalagi beberapa mulai mengeluarkan ponsel
Bella telah kembali ke Istananya yaitu, Istana Wheels. Disana dia disambut seperti biasa, oleh barisan pelayan berseragam hitam-putih yang cantik, mengiringinya menuju kamar di lantai atas Istana. Sejak tiga bulan terakhir dia sudah tinggal di Istana ini dan menikmati kehidupan barunya.Meninggalkan rumah lamanya di perumahan Harvey, setelah mewariskan jalanan yang baru dan mulus bagi penduduk setempat. Setidaknya dia ingin memberikan manfaat sebelum berpisah dengan para tetangganya yang baik hati."Silakan berkunjung jika Anda sempat ... Putri Bella." Seorang Ibu di samping rumahnya menyalami dengan wajah sedih melepas anak itu. Mereka sangat akrab sampai-sampai Ibu pernah menitipkan Bella padanya dulu beberapa kali.Bella mengangguk penuh haru.Kini, dia membuka lembaran baru hidupnya dengan membawa kenangan-kenangan manis yang tak terlupakan di dalam benaknya. Sebelum masa SMA yang penuh lika-liku dan suka-duka ini berakhir, dia juga ingin
"A-ada apa, ini?" Para penjaga dan dua resepsionis yang berdatangan bingung melihat segerombolan anak remaja yang sedang mengepung Putri Bella. Mereka telah diberitahu bahwa Sang Putri akan melihat sebuah ruangan untuk dipesannya minggu depan. Tapi, apa yang sekarang terjadi tentu akan mencoreng reputasi hotel bintang lima ini, bahkan berpotensi menggulung tikar jika Baginda Raja sampai tahu! "Apa yang kalian lakukan di sini, anak-anak nakal?!" Bentak seorang resepsionis yang menyesal tidak menyadari kehadiran Sang Putri ketika masuk tadi. "Ka-kami hanya ..." Aiko mulai gemetaran. Terbayang kalimat Luna yang membisikkan bahwa Bella bisa jadi benar-benar pewaris Starfront yang harus dia waspadai. Kini, dia bersiap menghadapi kenyataan pahit di depannya! "Kami hanya melaporkan orang mencurigakan ini! Seharusnya kalian menghargai kami, bukannya malah mengusir!" Balas Jedd tidak tahan. Dia mulai malu lantaran menjadi bahan tontonan para pengunjung lain ya
Tepat seperti dugaan Bella, wajah Aiko tidak nongol sama sekali di hari berikutnya. Bahkan kabarnyapun tidak jelas, semua anak mulai membicarakannya. Seolah anak-anak di sekolah ini suka sekali mengangkat apa saja sebagai topik-pergunjingan-hari-ini.Dan hari ini, topiknya tentang Aiko yang mendadak sakit sehingga harus dirawat beberapa hari di rumah sakit."Dia terlihat sehat-sehat saja kemarin, lho." Luna berujar, "Karena itu aku merasa aneh waktu meneleponnya semalam. Ada apa sampai sakitnya kambuh?""Nah." Era menjentikkan jemarinya hingga tatapan semua anak mengarah padanya, tak terkecuali Bella yang duduk jauh sambil menopang wajah, "Itu dia! Pasti terjadi sesuatu sampai membuatnya separah itu. Mungkin dia terkena masalah yang besar!"Anak-anak menggeleng berbarengan. Meski ragu, mereka menyepakati kemungkinan itu."Tapi, apa?" Luna bertanya balik. Dia tidak suka mengira-ngira sesuatu, sekalipun dia sudah tidak begitu menyukai Aiko sejak pers
Tibalah hari Ujian Nasional. Sekolah diliburkan kecuali khusus untuk anak kelas dua belas yang mengikuti ujian selama empat hari kedepan. Ini saat yang hampir menjadi sakral karena tidak boleh terdapat gangguan sedikitpun, bahkan mall-mall hingga bandara diberhentikan operasinya untuk sementara–sudah menjadi acara tahunan di Negeri ini. "Siap." Bella membetulkan jas merahnya di depan cermin antik yang dipahat sejak zaman Raja pertama. Pemahatnya merupakan seniman yang legendaris, semua hasil karyanya dipakai oleh para bangsawan Kerajaan di seluruh dunia. Seperti cermin ini yang bernilai lebih dari sepuluh ribu dolar pada masanya. Tas punggung merah PXXXA menjadi pilihan yang dia pakai hari ini. Sepatunya dipilih dari lemari tiga tingkat yang tersusun rapi, telah lebih dulu disortir oleh desainer pribadinya di Istana, hingga tersisa sepuluh saja dari sekian ratus yang ada. "Agar Anda lebih mudah memilihnya." Desainer itu berkata seraya tersenyum. Seora
"Lihat, siapa yang sudah berani bertingkah!" Omel salah satunya sambil membawa Aiko dari kelas. "Sebaiknya kita beri dia pelajaran di depan semua anak sekarang!""Dia kira dirinya itu siapa? Dia cuma pecundang, sama seperti sampah sekolah! Mana mungkin dia akan setara dengan kami?""Dia pikir bisa bertingkah seenaknya karena sudah mau lulus?" Lanjut yang lain. "Yakin sekali dia akan lulus? Hahaha!"Tertawaan menggema di koridor. Tidak ada guru yang lewat, entah sedang apa mereka sekarang. Xena semakin frustasi menghadapi ini, dia sangat tidak menyukai konflik, sekecil apapun itu. Karena itulah dia selalu menghindarinya.Bella menunggu datangnya Aiko dengan kalem. Sama sekali tidak menanggapi segala ocehan, cemoohan, dan tertawaan anak-anak yang akan tunduk kepadanya sebentar lagi."Nah, itu Aiko! Huh, rasakan akibatnya, dasar tidak tahu diri!" Gerutu mereka.Aiko datang dengan wajah panik. Bertanya pada sekelilingnya soal apa yang seda
"Yang Mulia mengizinkan Anda untuk merayakannya di Istana. Anda dapat memilih apakah di Istana Kerajaan atau di Istana Wheels, Istana pribadi Anda." Jelas Kazem begitu formal di depan teman-temannya.Mereka sedang melakukanvideo callyang terasa seperti konferensi penting karena dihadiri oleh Penasihat Pribadi Raja.Bella memasang wajah santai, berpikir setelah merengut karena tidak suka dengan keputusan yang mendadak ini, "Baiklah. Aku akan mengadakannya di Istanaku, Kazem."Kazem mengangguk khidmat sebelum pamit undur diri untuk mengabarkannya kepada Baginda Raja."Bisakah kita langsung ke Istana Wheels setelah ini?" Bella bertanya kepada dua orang temannya yang ikut mengangguk."Tapi ..." Bella masih penasaran, "Nazar kemana, ya? Dia tidak juga menjawab pesanku sejak tadi, lho!" Seolah itu pertanyaan yang penting bagi Ilham, dia menatap Ilham lebih dulu yang dibalasnya hanya dengan helaan napas."Oh, itu dia!" Se
Eh?Bella termenung di depannya. Mobil terus melaju diatas jalan layang yang lengang. Banyak rute lalu lintas yang dialihkan agar menjauhi lokasi sekolah. Apalagi sekolah terdekat dari sini adalah SMA terbaik di Kota, dan cucu Wali Kota, yang digadang-gadang akan menjadi juara Ujian Nasional, juga bersekolah di sana. Pasti jalan-jalan raya di sekitarnya dijaga ketat. Mereka berdua sama-sama terdiam. Ilham seakan tidak sedang bertanya, tetapi menumpahkan keluh kesahnya saja. Kepalanya tertunduk dengan helaan napas panjang yang berat. Rambut bergelombang cokelat hazel dengan hitam diujungnya itu terjatuh menyentuh mata indahnya yang bersedih. Bella memandanginya, sementara berkutat dengan perasaannya yang rumit. Dia tidak bisa menyentuh pundak lebar lelaki itu untuk menepuknya, memberikan semangat. Apalagi memeluknya hangat seperti yang baru saja dia lakukan pada Xena. Meski dia ingin. Ya, Tuhan!Pekiknya dalam hati.
Dua belas tahun yang lalu, ketika usianya baru menginjak tujuh tahun dan baru masuk sekolah, Ilham ingat diajak Ayahnya ke rumah seseorang. Di jalan dia bercerita banyak hal tentang sekolah barunya yang seolah tidak begitu digubris oleh sang Ayah yang fokus menyetir."Ayah, dengarkan aku, dong." Mulutnya cemberut. Kedua pipinya yang gempal dan putih seperti bakpao jadi tambah menggemaskan. Membuat siapa saja yang melihatnya merasa senang, namun agaknya berbeda dengan sang Ayah."Maaf, nak. Diamlah dulu, Ayah sedang menyetir dan tidak bisa mendengarkanmu." Bicaranya yang formal dan kaku, serta keengganan untuk menatap anaknya meski hanya sekilas, membuat Ilham sadar bahwa dia bukanlah apa-apa di mata Ayahnya.Ayahnya adalah orang yang diam-diam sangat ambisius. Memang semuanya diperuntukkan untuk keluarganya, dan juga dapat memberikan apapun yang Ilham inginkan. Kecuali kasih sayang dan perhatian.Sampainya mereka di depan bangunan yang teramat besar, mega
Siang itu, mereka selesai membagikan sekerat buat-buahan kepada tetangga terdekat. Tidak ada satupun yang mengenali Bella sebagai pemimpin baru di Negeri ini, bukan karena teknologi belum memasuki desa ini, tetapi karena penampilan perempuan itu yang jauh berbeda dari yang digambarkan media.Inilah kehidupannya yang asli. Jauh sebelum dia mengetahui siapa identitas dirinya sebenarnya.Dan Ilham Azimi, putra tertua keluarga konglomerat di kota Pusat, tidak mau Bella mengetahui lebih banyak mengenai dirinya dan masa lalunya. Ada sesuatu yang terjadi di masa itu, sesuatu yang membuat Bella tidak mengingat apapun karena ..."Sayang?" Suara lembut istrinya membangunkan lelaki itu dari tidur siang sejenak. Ilham mengucek sebelah matanya. Sebenarnya dia tidak tertidur sejak tadi, melainkan sibuk berpikir tentang rencana selanjutnya. Mereka tidak mungkin terus berada di sini sementara di Istana, semua sedang berperang memperebutkan tahta.Termasuk p
"Ma-maksudmu?" Kedua alis Bella menyernyit dan manik mata coklatnya membulat. Diamatinya wajah pria di depan wajahnya itu, namun pikirannya tanpa sadar malah mengagumi wajah indahnya. Dia menggeleng samar.Ilham mengeluarkan nafas pendek, "Tidak." Seperti sedang menyimpan pemikiran itu di dalam dirinya sendiri, dia mengalihkan perhatian Bella ke jendela kamar yang menghadap ladang yang gelap."Lihat!" Katanya seraya membentangkan jemari tangan, "Kita berada di desa terpencil, lebih terpencil daripada kampung rumahmu dulu, Bell!"Bella sedikit mendengus, "Apa maksudmu?" Gumamnya, namun segera melepaskan tawa ringan. Dia sebenarnya sangat senang diajak kembali ke tempat sederhana seperti ini. Semua rumah di sini saling berjauhan dipisahkan oleh ladang yang berhektar-hektar."Terima kasih telah membawaku ke sini." Katanya membalas tatapan Ilham dengan sungguh-sungguh, "Akhirnya aku bisa merasakan kehidupan normal lagi."Ilham terbahak mendengarnya, "K
"Aku merasakan sesuatu yang tidak beres. Bukan, bukan hanya gerakan para saudara yang mencurigakan. Tetapi, lebih tepatnya sesuatu yang telah lama sekali disembunyikan oleh Kerajaan ini. Apa itu?"Bella menuliskan keluh kesahnya di selembar buku harian. Buku berukuran setelapak tangan yang selalu dibawanya kemana saja. Terselip di saku baju, tas, atau bahkan ditentengnya dalam tas kecil saat bepergian.Karena dia tidak begitu pandai mengungkapkan perasaan, termasuk dalam bentuk tulisan. Hanya coretan-coretan kecil yang dia isi di dalamnya. Tetapi, cukup menjadi petunjuk dan penenang kala sesuatu yang tidak diduga atau mengganggunya terjadi. Seperti saat ini.Ditutupnya buku kecil itu, disembunyikan dibalik selipan nakas sambing ranjang dan lekas tertidur di samping suaminya yang telah terlelap sejak tadi.Bella memang masih sangat muda dan inosen untuk memegang tampuk kekuasaan. Tetapi, firasat dan intuisinya mengatakan bahwa dia cukup p
Bella terdiam. Menutup lembaran majalah di tangannya dan bangkit menegakkan punggung. Seorang pelayan yang berdiri di dekatnya sampai memperhatikan gerakannya yang memindahkan telepon ke lain sisi."Ya?" Sahutnya sedikit tertahan, namun juga penasaran apa yang terjadi pada anak itu selepas semua kejadian ini? Apakah Aiko akhirnya sadar bahwa kelakuannya berbahaya untuk dirinya sendiri? Haruskah aku benar-benar menghukumnya jika dia kembali ke sini? Pikir Bella."Apakah aku mengganggumu?" Tanyanya."Tidak." Bella menjawab malas.Ingin cepat-cepat mengakhiri sambungan dan mengatasi anak satu itu. Kenangan lama yang sangat kelam selalu mencari celah di hatinya untuk membuat dia terjatuh, dan celah itu akan selalu terbuka manakala sosok Aiko muncul.Betapa Bella benci itu!"Ehm," Aiko tidak berada di depan matanya, namun senyum jahatnya seolah terlihat jelas sekarang, "Rencananya aku akan kembali ke Negeri Mulia untuk masuk ke kampus baru. Aku a
Hari baru beranjak siang kala kawanan burung dari selatan terbang melewati angkasa, di bawahnya hamparan padang hijau dan kebun bunga bermekaran, mengelilingi rumah yang damai nan sepi.Sinar matahari yang menerobos dinding kaca menciptakan kesan eksotis dan elegan bagi Bella yang terbangun diatas ranjang dengan kelambu minimalis. Ilham yang memesannya langsung dari perusahaan furnitur ternama, agar menyamakan dengan desain kamar Sang Ratu di Istana Wheels."Pagi yang indah, Sayang!" Sambut suaminya yang sedang duduk di tepian dan memandangi dengan kagum.Kecantikan Bella memang tiada duanya! Itu adalah kecantikan yang diturunkan dari garis dua Kerajaan. Sampai-sampai Ilham itu bersyukur dengan kepribadian penyendiri Bella yang tidak lantas membuatnya dikerubungi lelaki-lelaki busuk."Huahhhm!" Bella menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya dan beringsut menaikkan selimut lagi."Bangunlah." Ilham menggoyangkan lengan kecil itu seraya tertawa k
Tiba-tiba wajah itu muncul dari balik pelindung kepala seorang pengawal Ratu. Semua orang seketika terkejut, terbangun, dan bersiaga penuh.Dia adalah Pangeran Kedua!Bagaimana bisa dia selama ini berada di samping Sang Ratu, sementara tidak ada seorangpun yang menyadari keberadaannya? Bella sendiri langsung bergerak mundur ke belakang Ilham yang langsung memasang badan. Suaminya hendak menarik pedang di sisi kiri, meski dia tentu saja belum mahir menggunakannya.Sekedar gertakan untuk mengesankan kekuatan disaat terdesak itu perlu! Pikir Ilham menajamkan kedua alisnya."Berhenti disitu!" Balas Kazem, ikut melayangkan ujung pedangnya di depan wajah Pangeran Kedua yang membelalakkan mata kepadanya."Be-beraninya kau, pelayan rendahan!" Maki Pangeran Kedua dalam gumaman kerasnya saat mencoba menghindar secepat kilat."Yang Mulia mendiang Raja telah mewasiatkan kami untuk mengangkat Ratu pertama di Kerajaan ini!" Kazem berseru ke arahnya.
"Jam berapa dia akan tiba?" Bella bertanya dengan suara lemah. Dirinya telah terbaring selama beberapa jam terakhir di ranjang, sementara para pelayan mengelilinginya. Mereka semua bersiaga, demikian juga para pasukan khusus di depan gedung. Beberapa jam lalu ... Duagh! Bella terjatuh saat hendak turun dari helikopter. Hal itu dikarenakan suasana yang sangat mencekam kala pasukan Pangeran Kedua telah bergerak ke arah gedung pencakar langit yang dia tuju. Membuatnya panik dan kalang kabut. Lutut dan tulang keringnya terluka parah, sehingga dia langsung dilarikan ke suatu kamar yang paling aman di puncak gedung tersebut oleh tim medis. Tentu saja hal ini tidak diketahui oleh pihak yang lain dan timnya menjaga ketat informasi ini dari siapapun, apalagi media. Rakyat hanya mengetahui bahwa calon Ratu tetap dalam keadaan selamat dan baik-baik saja. Bella berusaha menggerakkan kakinya agar tidak menjadi kaku dan semakin parah. Besok, jika se
Sambungan diangkat.Pada awalnya terdengar riuh dari jauh, lalu suara seorang pria yang tegas menyahutnya, "Apakah ini dengan Tuan-""Dimana Bella?" Ilham langsung memotong, "Apakah dia baik-baik saja??" Dia yakin yang kini memegang ponsel itu adalah salah satu ajudannya."Ya, beliau baik-baik saja." Ajudan itu menyahut lagi, "Ada pesan yang harus saya sampaikan kepada Anda, Tuan. Bahwa Anda harus datang ke Istana besok siang untuk menemui Yang Mulia."Kalimat itu menjalar bagai rambatan listrik dari tangan hingga ke kepala Ilham. Bella memintanya untuk datang besok?? Apakah itu artinya ... dia diterima?? Semoga saja!Ilham merasa lega, sekaligus senang bukan kepalang. Namun, dia berusaha keras untuk menahannya.Sementara Gerry terus menguping tepat di samping ponselnya tanpa mengerti satu katapun. Yang Mulia? Istana? Apa yang sebenarnya orang aneh ini sedang bicarakan?"Baik!" Ilham segera menjawab, lalu sambungan dimatikan. Tut. Tut