Tanpa membuang-buang waktu, Sonya langsung menelpon calon mertuanya untuk melaporkan kejadian yang baru saja ia lihat. Namun, berkali-kali ia menelpon tidak ada jawaban juga. Kemudian ia menelpon ke rumah orang tua Pandu."Bi, ini aku, Sonya," kata wanita yang selalu berpakaian terbuka itu dengan ramah. Tepatnya berpura-pura ramah. "Apa Nyonya Vena ada di rumah?""Ada, Non," sahut pelayan dari balik telepon."Bisa aku bicara dengannya?" Lagi-lagi Sonya berpura-pura ramah. "Ada hal penting yang ingin aku sampaikan. Sejak tadi aku menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif.""Baik, Nona, tunggu sebentar ya."Seorang pelayan mendatangi Vena di sofa. Wanita itu mengatakan kepada majikannya jika ada telepon untuknya."Siapa yang menelpon?" tanya Vena dengan ketus. "Nona Sonya, Nyonya." Pelayan itu berdiri di hadapan Vena sambil menunduk dengan tangan terulur memberikan telepon pada majikannya.Vena langsung menerima panggilan telepon dari calon menantunya. "Hai, Sonya," sapa Vena, hanya dala
'Jika itu terjadi, kalian akan menyesal seumur hidup. Penerus kalian akan mati ditangan neneknya sendiri. Bukan hanya Pandu yang aku dapatkan, tapi semua yang kamu miliki, Nyonya Vena,' ucap Sonya dalam hati, 'aku sudah tidak sabar ingin melihat kehancuran keluarga Bagaskara.'Selama bertahun-tahun ia memendam dendam pada keluarga Bagaskara. Kedatangan Sonya di keluarga itu bukan tanpa disengaja, ia sudah merencanakan semuanya dari beberapa tahun lalu.Sonya menggenggam tangan Nyonya Vena sambil tersenyum. "Terima kasih atas dukungannya, Tante. Aku akan menjadi menantu paling bahagia jika aku benar-benar sudah menjadi menantu Tante.""Kamu itu calon menantu idaman, Sayang." Nyonya Vena meraba wajah wanita licik itu. "Terima kasih ya untuk hari ini."Nyonya Vena semakin menyayangi Sonya. Tidak hanya cantik, tapi wanita muda itu adalah pewaris keluarga konglomerat ternama di kota itu. Itulah satu-satunya alasan kenapa dia sampai tega memfitnah menantunya yang miskin."Sama-sama, Tante.
Senyumnya mulai mengembang, ketika dia benar-benar tidak salah orang. "Tidak kusangka aku akan bertemu denganmu lagi, Amanda," gumam Pandu tampak antusias. Seolah lupa dengan tujuan awalnya, Pandu mulai menepikan mobilnya. Lelaki itu turun dari mobil, dan berniat untuk menghampiri mantan istrinya itu. Ia lupa kalau dirinya sedang mengejar waktu. "Amanda!" panggil Pandu berteriak. Dia bahkan tidak segan berlari untuk bisa segera mendekat pada wanita yang sangat ia rindukan itu. Cintanya sejak dulu tidak pernah berubah, tapi sekarang dia lebih bersemangat untuk mendapatkan kembali cinta mantan istrinya. Tidak seperti dulu yang pasrah dengan keadaan. Wanita yang dipanggil itu menoleh, melihat siapa yang datang membuat wajahnya mendadak menjadi cemas. Dia menatap ke sekitarnya dengan gugup, sebelum kembali menatap Pandu dengan senyum meringis. 'Bagaimana ini? Aku tidak bisa bersembunyi. Tidak mungkin juga aku lari, dia akan semakin mengejarku,' ucap Amanda dalam hati sambil berdiri
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Amanda dengan panik. Dia langsung membantu Pandu untuk duduk, dia terlihat cemas saat melihat Pandu mendesah kesakitan. Orang-orang di sekitar mulai berkerumun akibat kejadian tersebut, bahkan beberapa orang terlihat mengumpat dan berusaha mengejar mobil yang sudah menyerempet mereka. "Badanku terasa remuk," ungkap Pandu jujur, tubuhnya terasa sakit akibat menabrak pembatas jalan dan menghantam trotoar demi melindungi tubuh Amanda. "Ya Tuhan ... kamu berdarah!" pekik Amanda ketika melihat darah mengucur di tangannya. Amanda membuka jas yang dipakai Pandu. "Ya Tuhan, darahnya banyak sekali. Kamu tahan dulu ya, kita pergi ke rumah sakit sekarang juga." Pandu mengangguk sambil tersenyum bahagia melihat Amanda begitu mengkhawatirkannya. Kemudian, ia menyangga tangannya yang terluka. Dia mengerahkan semua tenaganya untuk berdiri, tapi sepertinya kakinya juga mengalami terkilir yang membuatnya tidak bisa bangun. Lagi-lagi Pandu mendesah kesakitan, saat di
Amanda mengatur napas, berusaha menguasai dirinya. "Semua sudah terlambat. Aku harap kamu tidak membahas masa lalu kita lagi." Amanda bangun dari duduknya. "Aku ingin pergi ke kamar mandi dulu." "Aku rela melakukan apa saja asal kamu mau kembali padaku," balas Pandu, tapi tidak ditanggapi oleh Amanda. Wanita itu terus melangkah keluar dari ruang perawatan mantan suaminya. Amanda mempercepat langkahnya menuju ke kamar mandi. Tidak, Amanda tidak benar-benar ingin pergi ke sana. Dia hanya mencari alasan agar tidak terlalu lama bersama dengan Pandu. Wanita itu berhenti pada sebuah lorong sepi. Hanya ada beberapa orang yang lalu-lalang kemudian pergi. Amanda menyandarkan sebelah bahunya ke dinding rumah sakit yang dingin. Amanda meletakkan satu telapak tangan di dadanya, mengatur napas perlahan-lahan hingga debaran jantungnya kembali normal. Dia berdiri cukup lama di lorong itu. Amanda menyibak rambutnya ke belakang punggung. Sekali lagi, Amanda mengatur napasnya sampai dia benar-ben
"Bos Pandu sedang meeting bersama Tuan Philips," kata Tama berusaha untuk meyakinkan Nyonya Vena. "Kenapa kamu tidak ikut dengan Pandu?" Nyonya Vena memicingkan matanya, ia tidak percaya dengan ucapan asisten anaknya itu. "Bukankah kamu selalu ikut ke mana pun dia pergi?""Tuan Philips mendadak mengubah jadwal meeting karena dia akan kembali ke negaranya sekarang juga. Itu sebabnya dia memilih tempat meeting yang dekat dengan tempat tinggalnya." Tama menjawab dengan yakin, padahal ia juga tidak tahu alasan yang sebenarnya. "Kalau Anda tidak percaya, silakan cek melalui asistennya, saya akan memberikan nomor kontaknya jika Nyonya mau.""Tidak perlu!" Nyonya Vena langsung bergegas pergi meninggalkan Tama dan sekretaris sang CEO."Ya ampun, Bos. Untung Anda datang." Tiara berjongkok. "Maaf, Bos, kaki saya sangat lemas. Sejak tadi ia merasa sangat tegang, baru sekarang bisa bernapas lega setelah Nyonya Vena pergi."Tiara, kosongkan semua jadwal Bos Pandu hari ini. Jika ada yang penting
Tama mendengar obrolan itu singkat, kemudian memutuskan masuk ke dalam ruang perawatan bosnya setelah mengetuk pintu terlebih dulu.Raut wajah Pandu berubah dalam hitungan detik saja. Dia tidak suka jika ada orang yang mengganggu kebersamaannya dengan Amanda. Termasuk Tama, asisten setianya. "Bos." Tama memberi anggukkan hormat kepada bosnya. Melihat Tama sudah tiba, baru setelah itu Amanda bisa menghela napas lega. Tama datang di waktu yang tepat. Kesempatan itu pun dimanfaatkan oleh Amanda. "Karena sudah ada yang menjaga kamu, aku pamit pulang," ujar Amanda tanpa basa-basi lagi. Ia langsung berdiri dan melangkah pergi sebelum Pandu mencegahnya."Amanda ...." Pandu hendak meraih tangan mantan istrinya, tapi tak sampai. Wanita itu sudah jauh dari ranjang yang ditidurinya.Amanda menoleh pada Pandu. Wanita itu bergumam, "Sekali lagi, terima kasih karena sudah menolongku. Semoga kamu cepat sembuh." Amanda sama sekali tidak memberi Pandu kesempatan untuk berbicara. Ia mempercepat lan
"Dari mana kamu bisa tahu aku ada di sini?" Pandu memicingkan matanya. "Aku tidak memberitahu siapa pun tentang keadaanku.""Tadi Nyonya Amanda menelpon saya karena dia khawatir terjadi apa-apa dengan Anda," jawab Tama, "dan setelah itu Tuan Philips juga menghubungi saya."Tama tidak sepenuhnya berbohong, karena memang ia tahu tentang keadaan bosnya dari Amanda, mantan istri bosnya."Ya Tuhan ... Tuan Philips pasti menungguku." Pandu baru ingat kalau tujuannya datang ke daerah ini untuk bertemu dengan rekan bisnisnya yang baru, tapi dia lupa setelah bertemu dengan Amanda."Sekarang Tuan Philips sudah pulang ke negaranya. Jadi, meeting akan ditunda beberapa hari sampai urusannya selesai. Saya juga sudah menginformasikan kalau Anda mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju tempat meeting." "Aku harus berterima kasih kepada Tuan Philips, karena dia ingin meeting di daerah sini, saya jadi bertemu dengan Amanda." Pandu tersenyum lebar. "Sepertinya Tuhan merestui aku kembali kepada Aman