Nungki mengungkapkan ketertarikannya kepadaku saat bertemu pertama kali di kampus. Banyak wanita mengerumuninya tapi hanya aku yang tidak begitu peduli terhadapnya. Kedua dan ketiga kali sampai seterusnya dia berkata aku tidak pernah meliriknya sama sekali.
Memang tujuanku kuliah adalah untuk menuntut ilmu dan mendapatkan pekrjaan yang layak setelah ini. Bukan untuk menggaet pria kampus seperti yang anak-anak lain pikirkan. Boro-boro pacaran memikirkan tugas kantor dan kampus secara bersamaan saja membuatku pusing.
"Sejak dia selalu mengacuhkanku saat bertemu. Tidak seperti para wanita yang selalu mendekatiku karena tahu aku memiliki uang," jawab Nungki.
"Bohong saja kalau Dara tidak tahu kamu adalah pemilih beberapa restoran besar di kota ini. Dia hanya sengaja melakukan trik itu untuk menarik perhatianmu!" seru pak Roni.
"Paman kamu ini bicara apa sih. Paman kok seperti membicarakan wanita yang paman cintai itu, siapa namanya Irma ya," celetuk Nungki.
Nungki bukannya marah tapi tersenyum lebar. Memperlihatkan ketampanannya kepada ibu-ibu yang membuat mereka klepek-klepek."Saya hanya bekerja. Yang di sosial media itu di suruh bos saya untuk promosi," jawab Nungki."Oalah kirain mah pemiliknya, hati-hati bu jangan tertipu barang palsu!" seru bu Endang.Aku mengajak ibu dan Nungki untuk masuk rumah biarkan saja mereka mengobrol di rumah tanpa orang lain tahu. Apalagi ibu-ibu yang gemar bergosip itu.Di rumah Nungki mengobrol dengan bapak dan ibu. Sebenarnya kami semua sekapat setelah aku selesai sidang baru membahas inu tapi sepertinga Nungki sudah tak sabar membahas dengan orang tuaku."Kamu memang sudah yakin secara mental dan keuangan. Bukannya bapak matre atau apa ya. Tapi menikah itu tidak hanya berdasarkan cinta saja. Realitanya kalian butuh pondasi yang kuat untuk biaya bulanan dan sehari-hari itu yang berat," ucap bapak."Saya sudah mantap dan mempersiapakan semuanya pak. Saya tahu menikah bukan
Nungki melepaskan pelukan wanita itu dengan segera dan merangkulku. Aku melihat wajah wanita itu penuh dengan kekecewaan."Nungki kenapa kamu melepas pelukan ini. Biasanya kamu menyambutku dengan hangat. Siapa wanita di sampingmu?" tanya Wanita yang memeluk Nungki tadi."Sejak kapan aku menyambutmu dengan hangat. Dia calon istri masa depanku. Namanya Dara," jawab Nungki.Wajah penuh amarah saat menatapku itu sangat jelas. Wanita bernama Estel itu mendekatiku. Menarikku dari rangkulan Nungki dan berputar mengelilingiku. Memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kakiku."Jadi wanita seperti ini seleramu?" tanya Estel mencemoohku."Kenapa dia jauh lebih baik darimu. Dia tak pernah mengandalkan keluarga untuk melawan orang lain. Dia membiayai kuliah dan kebutuhannya sendiri. Dia sempurna dimataku!" seru Nungki. Estel tentu saja tidak terima dengan pernyataan dari Nungki. Estel merasalebiih dari segalanya dibandingkan denganku Aku akui memang Etel wanita
Nungki menghadap padaku lalu mengingatkan apa yang pernah dikatakan oleh pak Maulana tempo hari kalau beliau dan nyonya pernah beberapa kali mengatur kencan buta untuk Nungki.Calon suamiku itu selalu menolak dan mencampakan wanita kencan butanya karena tidak ada satupun yang cocok dengan kriteria yang ia harapkan."Kamu jangan mengaku terlalu pede. Mami dan papiku sudah beberapa kali mengatur kencan buta untukku tapi aku mengacuhkan mereka. Hanya kamu yang masih bermuka tebal selalu menggangguku masih mengatur orang untuk memata-mataiku," jawab Nungki."Aku sudah paham sekarang. Aku juga ingat pak Maulana mengatakan itu tempo hari," balasku."Wanita ini juga mengenal paman Maulana? Kamu sudah membawanya kerumah? Aku akan membuatmu menyesal kalau tidak meninggalkan Nungki!" seru Estel.Aku tersenyum mendengar teguran Estel dia belum menjadi istri Nungki tapi sudah menggunakan segala cara untuk membuat dirinya diakui sebagai nyonya."Kamu mau melakukan ap
Perempuan modis dengan tas jinjing mahalnya itu membuka kacamata hitamnya. Dengan sengaja agar wajahnya terlihat jelas oleh kami semua. "Perkenalkan saya maminya Nungki Hendarso yang anda katakan sebagai tukang cuci piring di restoran tadi," ucap istri pak Maulana sambil menengadahkan tangan untuk bersalaman."Maminya Nungki! Masa sih orang tua tukang cuxi piring semodis ini. Jangan-jangan orang tua sewaan lagi," ucap bu Mutia.Aku jadi deg-degan dengan kedatangan mereka. Mau apa ya mereka ke rumahku di belakang mereka ada bu Sari yang tersenyum dan melambaikan tangannya."Pak Maulana, bu Rina, dan Bu Sari, mau kenamana malam-malam begini?" tanyaku sembari meminta maaf atas kelancangan tetanggaku ini."Mau kemana lagi kalau nggak ke rumah kamu," jawab bu Sari.Aku mempersilahkan masuk mereka semua. Tetanggaku pada kepo dan saling sikut mungkin mengkode supaya ada yang mengintip juga menguping percakapan kami di dalam rumah. Aku sampai hapal kelakuan mer
Bapakku mengajak ibu dan aku segera pulang ke rumah. Sedangkan para tetangga yang sudah bersiap melancarkan mulut terkutuknya tak kami hiraukan. Hanya jawaban ala kadarnya dari bapak saja."Kalau jadi kenyataan ya itu rejeki Dara. Kalau misal nanti Dara masih tinggal di sekitar sini mungkin itu juga bukan salah Dara tapi takdir dara memang tinggal di sini," jawab Bapak."Saya jadi pengen lihat nanti Dara lamaran mau dibawakan sama suami yang demen mengumbar kemewahan di sosial media itu," balas bu Endang dengan decak kesalnya.Aku berjalan mengikuti orang tuaku sambil mengelus dada. Serba salah pokoknya dimata tetangga. Mau jungkir balik sekalipun akan tetap jadi gunjingan para tetangga yang emang doyan gosip."Sudah bu Endang kita lihat saja. Kalau nanti misal lamaran terus dibawain barang sederhana kita tertawakan saja," balas bu Arum."Orang sombong begitu mau di bawain mahar apa ya?" sahut bu Endang.Mereka masih terdengar menggunjing dan juga menertawaka
Bu Endang cemberut karena mendengar pertanyaan bu Sri yang terkesan membelaku dimata bu Endang. Lantas demi kebaikan seperti apa yang dikatakan oleh bu Endang ini."Eh bu Sri dengerin ya. Coba kamu kalau jadi seperti Dara banting tulang buat kuliah demi menaikkan derajat orang tua tapi malah punya suami mukondo gimana perasaanmu. Masa may hidup sengsara terus!" bentak bu Endang."Iya bu Sri ini kok malah belain Dara to. Kita padahal hanya mengingatkan Dara jangan sampai pengorbanannya selama ini jadi sia-sia karena salah milih suami," sahut bu Lastri.Hanya bu Sri hanya selalu berpikiran jernih menurutku. Lalu bu Sri berkata kalau ada orang yang datang ke rumah dengan niat baik itu artinya memuliakan pihak perempuan.Bukan ngajak ketemuan di jalanan kemudian tidak mau bertanggung jawab setelah si perempuan mengandung. "Saya nggak perlu kasih contoh ya. Karena sudah ada contohnya didepan mata. Dua kali lagi melakukan kesalahan yang sama," ucap bu Sri."O
Bu Endang meradang dengan pertanyaanku yang menyebutnya sebagai cenanyang. Tentu saja beliau tidak terima aku mengatakan itu padanya. Lagian kenapa bisa dia mengecapku sembarangan seperti itu."Iya kamu baru saja dipuja sama bu Sri calon mertua memakai mobil alpart saja sudah belagu. Apalagi nanti sudah resmi jadi keluarga kaya pasti semakin belagu dan sombong!" seru bu Endang."Iya saya memang belagu dan sombong makanya cari suami kaya biar tambah sombong," sahutku.Bu Endang semakin mengolokku sebagai orang yang halu dan banyak berkhayal. Bermimpi ingin mempunyai suami kaya agar bisa hidup enak. Nyatanya hanya mampu mendapatkan suami tukang cuci piring di restoran."Kamu itu berkhayal terlalu tinggi Dara. Orang kaya betulan mana sih yang mau menikah sama kamu, niat hati kuliah ingin bisa menambah wawasan dan menggaet pemuda kaya namun sayangnya hanya bisa mendapatkan suami kuli gaji rendahan," balas bu Endang sambil tertawa."Iya saya memang tuka
Aku tersenyum melihat ke arah ibu yang sepertinya masih penasaran dengan apa yang aku rencanakan. Lebih baik tidak membicarakan ini dulu. "Ya dikatakan saja belum mana bisa ibu menentukan setuju atau tidak," jawab ibuku."Nanti saja deh bu. Doakan nanti sore aku sidang ya bu, sekarang mau kerja dulu jam dua nanti aku ijin pulang cepat untuk sidang," balasku.Aku sudah pamit ibu agar sidangku dipermudah. Kemudian aku langsung meluncur ke kantor untuk segera bekerja seperti biasa."Cie calon nyonya masa depan kita nih," celetuk Desi tiba-tiba menyapaku."Astaga apa sih kamu itu, siapa calon nyonya masa depanmu?" tanyaku sambil tersenyum.Desi merangkulku dan mengajakku ke pantry untuk makan bersama di sana. Aku dan Desi mengobrol bersama sambil makan bekal yang dibawa oleh Desi. Asyik makan bersama sambil ketawa ketiwi makan bersama tiba-tiba muncul suara yang tak asing."Dasar wanita murahan, bangga banget ya kamu bisa menggaet Nungki pria yang
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal