Bapakku mengajak ibu dan aku segera pulang ke rumah. Sedangkan para tetangga yang sudah bersiap melancarkan mulut terkutuknya tak kami hiraukan. Hanya jawaban ala kadarnya dari bapak saja.
"Kalau jadi kenyataan ya itu rejeki Dara. Kalau misal nanti Dara masih tinggal di sekitar sini mungkin itu juga bukan salah Dara tapi takdir dara memang tinggal di sini," jawab Bapak."Saya jadi pengen lihat nanti Dara lamaran mau dibawakan sama suami yang demen mengumbar kemewahan di sosial media itu," balas bu Endang dengan decak kesalnya.Aku berjalan mengikuti orang tuaku sambil mengelus dada. Serba salah pokoknya dimata tetangga. Mau jungkir balik sekalipun akan tetap jadi gunjingan para tetangga yang emang doyan gosip."Sudah bu Endang kita lihat saja. Kalau nanti misal lamaran terus dibawain barang sederhana kita tertawakan saja," balas bu Arum."Orang sombong begitu mau di bawain mahar apa ya?" sahut bu Endang.Mereka masih terdengar menggunjing dan juga menertawakaBu Endang cemberut karena mendengar pertanyaan bu Sri yang terkesan membelaku dimata bu Endang. Lantas demi kebaikan seperti apa yang dikatakan oleh bu Endang ini."Eh bu Sri dengerin ya. Coba kamu kalau jadi seperti Dara banting tulang buat kuliah demi menaikkan derajat orang tua tapi malah punya suami mukondo gimana perasaanmu. Masa may hidup sengsara terus!" bentak bu Endang."Iya bu Sri ini kok malah belain Dara to. Kita padahal hanya mengingatkan Dara jangan sampai pengorbanannya selama ini jadi sia-sia karena salah milih suami," sahut bu Lastri.Hanya bu Sri hanya selalu berpikiran jernih menurutku. Lalu bu Sri berkata kalau ada orang yang datang ke rumah dengan niat baik itu artinya memuliakan pihak perempuan.Bukan ngajak ketemuan di jalanan kemudian tidak mau bertanggung jawab setelah si perempuan mengandung. "Saya nggak perlu kasih contoh ya. Karena sudah ada contohnya didepan mata. Dua kali lagi melakukan kesalahan yang sama," ucap bu Sri."O
Bu Endang meradang dengan pertanyaanku yang menyebutnya sebagai cenanyang. Tentu saja beliau tidak terima aku mengatakan itu padanya. Lagian kenapa bisa dia mengecapku sembarangan seperti itu."Iya kamu baru saja dipuja sama bu Sri calon mertua memakai mobil alpart saja sudah belagu. Apalagi nanti sudah resmi jadi keluarga kaya pasti semakin belagu dan sombong!" seru bu Endang."Iya saya memang belagu dan sombong makanya cari suami kaya biar tambah sombong," sahutku.Bu Endang semakin mengolokku sebagai orang yang halu dan banyak berkhayal. Bermimpi ingin mempunyai suami kaya agar bisa hidup enak. Nyatanya hanya mampu mendapatkan suami tukang cuci piring di restoran."Kamu itu berkhayal terlalu tinggi Dara. Orang kaya betulan mana sih yang mau menikah sama kamu, niat hati kuliah ingin bisa menambah wawasan dan menggaet pemuda kaya namun sayangnya hanya bisa mendapatkan suami kuli gaji rendahan," balas bu Endang sambil tertawa."Iya saya memang tuka
Aku tersenyum melihat ke arah ibu yang sepertinya masih penasaran dengan apa yang aku rencanakan. Lebih baik tidak membicarakan ini dulu. "Ya dikatakan saja belum mana bisa ibu menentukan setuju atau tidak," jawab ibuku."Nanti saja deh bu. Doakan nanti sore aku sidang ya bu, sekarang mau kerja dulu jam dua nanti aku ijin pulang cepat untuk sidang," balasku.Aku sudah pamit ibu agar sidangku dipermudah. Kemudian aku langsung meluncur ke kantor untuk segera bekerja seperti biasa."Cie calon nyonya masa depan kita nih," celetuk Desi tiba-tiba menyapaku."Astaga apa sih kamu itu, siapa calon nyonya masa depanmu?" tanyaku sambil tersenyum.Desi merangkulku dan mengajakku ke pantry untuk makan bersama di sana. Aku dan Desi mengobrol bersama sambil makan bekal yang dibawa oleh Desi. Asyik makan bersama sambil ketawa ketiwi makan bersama tiba-tiba muncul suara yang tak asing."Dasar wanita murahan, bangga banget ya kamu bisa menggaet Nungki pria yang
Irma terlihat gemetaran karena merasa salah. Pak Roni berani menjamin kalau Irma tidak salah dan akulah pembuat onar yang sesungguhnya. "Aku berani bertaruh kalau istriku tidak salah," balas pak Roni."Baik cepat tolong putat cctv dan kita lihat bersama," pinta Nungki.Bagaian IT memutar cctv yang ada lalu kami melihat bersama ternyata memang Irma biang keladi semua ini. Tidak usah berkata dengan melihat orang bodohpun bisa menilai siapa yang salah kok."Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Pasti ada yang membuat istriku marah terlebih dahulu sehingga mendamprat Dara," balas pak Roni."Benar itu Nungki kamu tidak bisa melihat dari salah satu sisi saja. Aku tidak bersalah Roni hanya ingin melindungi aku saja sebagai wanita yang ia cintai," balas Irma.Nungki meminta bodyguard yang ia bawa untuk menyelesaikan masalah ini dengan caranya sendiri. Karena lapor polisi percuma karena Irma tidak takut dipenjara. Baginya berurusan dengan polisi sudah bias
Nungki menyemangatiku agar tidak patah semangat. Ia juga mendoakan agar aku mendapatkan nilai terbaik.Dengan jantung berdetak keras aku memasuki ruangan sidang dan menyerahkan proposal tugas akhir ke dosen penguji."Silahkan dimulai," ucap satu Dosen pembimbing."Baik bu Terima kasih," balasku.Aku memulai presentasi di depan dua Dosen penguji. Selesai presentasi Dosen memberikan beberapa pertanyaan. Kenapa aku jadi ngeblank dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang seharuanya mudah. "Kamu ini mengerjakan sendiri apa tidak sih kenapa nggak bisa menjawan?" tanya Dosen penguji."Bisa kok bu," jawabku."Bisa apa kenapa susah berkata-kata? Ya sudah deh kamu nggak lulus!" tegas dosen penguji."Bu berikan saya perntanyaan lagi pasti nanti saya bisa jawab!" pintaku.Aku menangis tersedu-sedu dalam ruangan sidang. Beberapa pertanyaan lagi dilontarkan dan aku bisa menjawab walau terbata. "Bagus tadi kenapa apa kamu grogi?" tanya dosen penguji.
Irma menuduhku yang tidak masuk akal. Aku yang menggunakan ilmu pelet, naik ke atas ranjang Nungki dan berbagai macam tuduhan jelek lainnya.Aku juga tidak tahu Dokter ini untuk apa. Nurut dulu deh supaya Irma semakin marah."Ini untuk visum karena mau melaporkan kalian ke pihak berwajib," ledek Nungki."A-apa ini tidak masuk akal. Kak kamu tega menjebloskan aku ke penjara?" tanya pak Roni."Tergantung dari hasil pemeriksaan Dokter ya," jawab pak Maulana.Bu Rina mengajakku naik ke lantai atas ke kamar Nungki untuk pemeriksaan. Sampai kamar bu Rani meminta Dokter perempuan saja yang memeriksaku."Jadi bu Rani meminta kami untuk mengobati memar di pipi calon menantunya ya?" tanya Dokter."Iya Dok. Oh iya Dara karena mertua saya sudah termakan omongan Irma kalau kamu sudah tak suci lagi. Maka aku meminta Dokter keluarga kemari untuk memeriksamu. Aku yakin kamu masih bersih kok," ucap bu Rina.Bu Rina menjelaskan semuanya kalau nanti hasil pemeriksa
Aku tersenyum dan mengibaskan rambutku yang sedikit masih basah ini. Sampai bagian rambut saja dipermasalahkan sama tetangga."Emang aku habis DP kok bu. Bukankah itu syarat untuk orang yang akan menikah?" tanyaku."Heh gadis tak tahu malu. Belum sah ya nggak boleh enak-enak dong," jawab bu Endang sedikit kencang.Sedikit terpancing pasti setelah ini akan ada orang dari tetangga lainnya yang datang mengahmpiri bu Endang. Ya siapa lagi kalau bukan ibu-ibu tukang gosip yang mendengar suara kencang bu Endang ini. Aku sudah tahu kalau ini adalah kode agar teman-temannya menghampiri dan ikut nimbrung mengolokku."Eh-eh ngomonngin DP apa nih bu Endang. Kalau belum sah ya belum boleh bergaul dong!" seru bu Mutia."Ini nih anak gadis resmi lamaran aja belum masa sudah main basah-basahan gini lihat nih," ucap bu Endang menunjukku.Bu Mutia sibuk melihat rambut yang masih agak basah sampai matanya melotot seperti itu. Entah apa yang ada dipikirannya saat in
Bapak keluar rumah dan bertanya kebenaran apa yang diucapkan oleh bu Endang. Bapak kalau sudah marah akan membuat ibu-ibu itu ketakuan."Loh pak Harun ini gimana toh, biasanya kalau seorang gadis tahu-tahu mau menikah padahal sebelumnya tidak ada kepikiran menikah ya harus dicurigai toh," jawab bu Endang."Jadi besok kalau si Ratna atau Fitri menikah patut saya curigai juga?" tanya bapakku."Ya enggak gitu juga pak," balas bu Endang.Bu Endang merangkai kata agar bapakku tidak terlalu marah. Sedikit penjabaran kalau memang aku sudah hamil makanya buru-buru minta nikah. Padahal biasanya aku ini kalau disinggung untuk menikah secepatnya akan menghindar dan menjawab nanti dulu karir dulu. Itu menurut pengamatan bu Endang."Bu Endang bener loh pak Harun. Anakmu si Dara itu 'kan paing anti membicarakan soal menikah usia muda lalu untuk apa sekarang tiba-tiba menikah cepat?" tanya bu Mutia."Kalau hamil dan lahir duluan bayo yang di kandung
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal