Ibu memelukku dengan hangat walau sudah menikah aku tetap putri kecilnya. Ibu mengatakan tak usah risau dengan gosip yang bertebaran dari mulut bu Endang.
"Kita semua tahu kalau bu Endang suka menebar gosip yang tak pasti. Bagaimana ibu bisa membiarkanmu bersedih, sudahlah istirahat dan makan sebelum suamimu menjemput," pinta ibuku."Suamiku akan pulang malam jadi aku nanti akan naik ojek bu," balasku.Ibu mengangguk mengerti karena aku memberitahunya lebih rinci kemana suamiku pergi hari ini. Setelah makan dan mengobrol sebentar dengan ibu dan bapak aku memesan ojek untuk pulang."Naik ojek? Kok nggak dijemput pakai mobil apa rentalnya sudah tutup?" tanya bu Endang."Iya bu Endang. Hari ini saya naik ojek karena mobil pada kepake semua," jawabku agar bu Endang puas."Kalau Ratna mah, mobil calonnya cuma satu walau jelek nggak apa-apa yang penting mobil sendiri nggak mobil rental," balas bu Endang.Aku hanya tersenyum menanggapi bu Endang yang terus membAku meminta maaf karena kelamaan mengobrol dengan bu Endang. Lebih baik segera pulang dan istirahat daripada mendengar ocehan bu Endang."Jadi pak maaf ya kelamaan mengobrol," ucapku seraya naik motor."Jangan lama-lama bu. Waktu saya terbatas masih nunggu ojekan lagi," balas tukang ojek itu.Ku lirik bu Endang senyum-senyum tipis kearaku yang diomeli tukang ojek. Melihat orang lain kesusahan kok bahagia. Memangnya aku diomeli karena siapa. Keluhku dalam hati kerena kesal dengan bu Endang."Hati-hati di jalan Dara selamat sampai tujuan. Rukun rukun loh sama suaminya," celetuk bu Endang."Ya pastilah rukun sama suami, masa penganten baru sudah berantem emang kami menikah karena skandal kan enggak," jawabku.Entah apa lagi yang akan dikatakan oleh bu Endang. Aku meminta tukang ojek segera jalan meninggalkan bu Endang bisa sakit kepala kalau masih berurusan dengan wanita bermulut lemes satu itu. "Bu kalau saya punya tetangga seperti itu mah bisa cepat
Pelayan itu membicarakan aku yang dulu bekerja di perusahaan pak Maulana. Waktu itu baru lulus smk dan sudah dengan lancar mendapatkan posisi dan gaji yang istimewa. Ia juga menuturkan kalau aku juga di berikan hak istimewa untuk sekolah dan gampang banget ijin untuk pulang cepat menuntut ilmu."Jadi begitu ceritanya makanya aku bilang dia pasti menggunakan cara licik untuk menikah dengan bos kita," ucap pelayan tukang gosip itu."Nyonya Irma yang pelakor itu ya. Kamu kenapa percaya sama dia jangan-jangan dia menceritakan dirinya sendiri lagi," balas pelayan satu lagi.Pelayan di rumah ini ada tiga orang wanita yang tugasnya membersihkan rumah. Belanja dan mengurus cucian kotor. Mereka bertiga biasanya akur dan selalu bersama tapi entah kenapa malam ini aku mendengar gosipan dari mereka yang menyudutkanku.Irma benar-benar kelewatan bagaimana bisa membicarakan keburukan ku kepada para pelayan di rumahku. Bicara keburukan tapi itu tidak sesuai fakta
Nungki mendapat telepon dari adik iparku si Lucki. Sepertinya ada yang penting karena Nungki berteriak histeris saat menerima telepon."Apa dibawa ke rumah sakit mana? Apa yang terjadi?" tanya Nungki."Ya sudah kalau begitu aku dan Dara segera kesana," imbuhnya.Aku menanyakan ada apa. Siapa yang dirawat di rumah sakit. Bikin merinding saja kalau denger kata rumah sakit."Ayo siap-siap ke rumah sakit nenek sedang di rawat," ajak Nungki."Makan dulu selesaikan. Baru jalan biar kamu nggak masuk angin," balasku.Nungki sepertinya nggak selera makan tapi harus makan takutnya nanti masuk angin di jalan atau sakit. Aku akan pusing nantinya karena mengurus suami yang sakit dan keluarga yang juga ada yang sakit pula."Sudah selesai ayo bersiap!" seru Nungki."Baiklah aku akan ambilkan mantelmu," balasku.Aku sudah rapi memakai baju hangat. Mantel Nungki juga sudah aku bawakan. Dompet dan segala keperluan lainnya aku bawa kalau dibutuhkan.Sampai
Wanita paruh baya yang ternyata adalah kakaknya nyonya Leni sangat dengan pak Roni. Beliau terus menyerangku dan menuduhku yang macam-macam mulai dari tidak menghormati pak Roni sebagai paman Nungki hingga ada nenek dari keluarga suami sakit tidak ijin kerja dan mementingkan mencari uang."Mohon maaf bibi kalau saya menikah hanya karena uang. Saya tidak mungkin bekerja setelah menikah. Sepertinya tuduhan bibi tentang saya itu salah saya ini kan baru masuk kerja baru jadi belum bisa ijin. Kalau saya tidak menghormati keluarga suami mana mungkin saya cepek pulang kerja ke rumah sakit," jawabku."Banyak alasan memangnya aku percaya padamu begitu saja. MInta uang lima puluh juta masih resepsi di restoran Nungki. Nggak mau modal kamu!" seru kakak nyonya Leni yang bernama Lala ituNungki naik pitam dan meminta kakak neneknya untuk diam saja jika tidak mengetahui yang sebenarnya dalam kehidupan rumah tangga kami. Aku mencoba menenangkan Nungki yang sedang emosi itu. Ti
Nungki masih marah dan terus mengomel di hadapan kakak neneknya juga keluarganya. Nungki tidak habis pikir sudah membuat ulah dan membela yang salah masih saja tidak punya pikiran kalau yang mereka hina adalah istri dari keluarga yang mereka tumpangi. "Aku ini kakak nenekmu Nungki. Sudah sewajarnya kalau saudara itu saling tolong menolong apalagi nenekmu kan lebih kaya dariku!" jawab nyonya Lala. "Lalu kalian ini sudah membantu nenekku apa. Sudah ada timbal balik belum dari kalian untuk nenekku?" tanya Nungki. Suamiku itu terus marah menanyakan apa yang sudah keluarga nyonya Lala lakukan untuk membalas kebaikan yang nyonya Leni berikan. Yang ada mereka semua hanya terus meminta uang dan tidak mau tahu apa yang sedang dialami oleh nyonya Leni. Setiap datang hanya meminta uang tidak pernah bertanya kabar atau tentang kondisi kesehatan nyonya Leni. Mengunjunginya untuk mengobrol tidak pernah. "Sekarang nenekku sakit kalian malah berani membuat kegaduhan menghi
Nyonya Lala kesal sekali mendengar pembicaraanku. Beliau mengatakan aku sangat kurang ajar dan berani dengan orang tua. Baru sehari jadi nyonya kaya sudah memusuhi keluarga suami."Wanita tak tahu diri, berani sekali memusuhiku kalau aku ibu Nungki aku akan menyuruh kalian berpisah!" bentaknya."Untuk apa anda marah tinggal jawab saja uang bulanan anda darimana?" sindirku lagi.Nyonya Rina membelaku pasalanya memang aku bekerja di perusahaan besar. Mempunyai pendidikan juga adikku tak ada yang merong-rong sang kakak untuk meminta uang. Apalagi orang tuaku juga penjual ikan yang cukup untuk membiayai anak sekolah dan biaya sehari-hari."Bibi ini rumah sakit jadi tolong jangan ada keributan. Mertuaku butuh istirahat menantuku adalah pilihan putraku aku tak berhak meminta mereka berpisah!" seru nyonya Rina."Kamu sebagai ibu kurang tegas. Kamu harus mendisiplinkan menantumu yang kurang ajar," bentak nyonya Lala.Akhirnya nenek mertuaku yakni nyonya Leni angkat s
Nyonya Lala mundur ke belakang dan akhirnya keluar dari kamar ruangan dimana nenek mertuaku dirawat. Nungki mau mengejarnya tapi aku halangi tak perlu repot untuk menghalangi manusia toxic yang mau pergi sendiri."Kenapa dia pergi seperti orang ketakutan. Apakah memang benar seperti itu?" tanya Lucki."Sudahlah tidak perlu di perpanjang yang jelas sekarang nenek sudah membuat keputusan yang terbaik," balas pak Maulana.Putra dari nyonya Lala memohon ampun dia juga tak ingin bantuannya di putus. Dia berani bersumpah kalau akan melakukan apapun asalkan jangan memutus bantuan yang selama ini di berikan mau makan apa mereka kalau bantuan diputus begitu saja. "Adik sepupu aku mohon padamu jangan putus bantuan pada kami. Bagaimana aku membelikan susu anakku jika kamu memutus bantuan pada kami?" tanya Mondi pada pak Maulana."Kamu laki-laki ya kerja lah berani nikah ya harus menafkahi istri dan anakmu. Kamu pikir aku ini panti sosial harus membiayai ibumu. Kamu, a
Nenek mertuaku menggelengkan kepalanya beliau mantap tak ingin menahan seorang benalu. Dia sudah mengucap tak ingin mengenal lagi berarti itu adalah kesempatan yang bagus seharunya bagi Mondi untuk membuktikan kalau dia bisa bangkit tanpa uluran tangan nenek mertuaku."Kamu sudah mengucap seorang lelaki yang dipercaya adalah ucapannya! Buktikanlah kalau tanpa kami kamu bisa hidup," ucap Nyonya Leni."Kalian sungguh orang yang kejam. Berani menelantarkan saudara yang sedang kesusahan. Aku akan membuat reputasi perusahaan kalian jadi jelek," balas Mondi dengan amaran.Mondi mengajak istri dan anaknya keluar dari ruangan umah sakit yang digunakan untuk merawat nenek mertuaku.Sepertinya dia memang marah karena tak dapat jatah bulanan dari keluarga mertuaku. Bukan urusanku juga sih aku hanya menantu lebih baik menurut suami saja. Takut salah bicara nanti."Jika dia nekat membuktikan ucapannya mengatakan ke publik kalau kalian menelantarkan saudara bagaimana?" tanyaku
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal