Ibuku menegaskan kalau menantunya bukan kurang ajar melainkan memang benar keadaannya begitu. Pagi-pagi memnuat ribut di rumah orang apakah itu sungguh perilaku terpuji sebagai seseorang yang lebih tua."Bu Endang ini sudah tua ya harusnya memberikan contoh yang baik dong, kalau nggak mau di tegur cobalah bertindak yang sesuai etika," jawab ibuku."Bagian mana dari saya yang nggak sesuai etika bu?" tanya bu Endang."Lebih baik bu Endang pulang pulang instropeksi diri. Daripada saya yang jelaskan nanti ibu makin kesal sama saya terus bergosip kemana-mana," balas ibuku.Bu Endang marah tak terima karena di suruh instropeksi diri oleh ibuku. Bu Endang mengatakan perilakunya wajar saja tidak ada yang aneh dan neko-neko. Pagi ini pun beliau merasa apa yang dikatakannya masih wajar saja karena memang benar ada tetangga mempunyai mantu kaya tapi makan di rumah cuma pakai sayur bening saja."Kalian itu yang harusnya instropeksi diri. Saya nggak punya salah saya ini lebih tua harusnya di horm
Bu Endang pergi karena sewot mungkin dia pergi langsung meninggalkan rumah kami. Yah karena tak ada yang dikerjakan lagi kami semua langsung mandi dan bersiap ke restoran."Bu kami pergi dulu ya, nanti di kirim deh makanan untuk makan siang," ucapku."Nggak usah kalau kamu sibuk," balas ibuku.Aku dan Nungki pergi ke depan menuju mobil yang terparkir di halaman depan. Seperti biasa ada ibu-ibu yang nongkrong di bale-bale mereka tampak heboh bercerita apa saja yang mereka ingin ceritakan."Siapa ini yang beli dipan?" tanya bu Endang."Nggak tahu ayo kita lihat di anter ke siapa dipan itu," jawab bu Arum.Aku hanya nyengir kuda mendengarnya nasib-nasib punya tetangga seperti mereka ada yang beli barang barang baru aja langsung heboh sekampung. "Ke rumah bu Lastri kali kan anaknya habis nikahan kemarin," balas bu Mutia."Kok berhenti di situ sih, heh bocah tolong lihatin kemana itu turun dipan," pinta bu Endang ke beberapa bocah yang main.Bocah suruhan bu Endang pergi mengikuti tukang
Bu Endang ini memang terkenal suka kepo dengan urusan orang lain maksudnya apa coba seperti itu. Ibuku hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh bu Endang. .Baru juga nafas habis duit banyak buat nikahan masa mau nikahan lagi."Tidak bu ini mau dibuat sendiri, kebetulan ada rejeki jadi ya beli," ucap ibuku lalu masuk kedalam rumah. "Nanti juga Ratna katanya dapat perabotan rumah," celetuk bu Endang.Bu Endang mulai bercerita kalau nanti nikahan Ratna pihak lelaki akan membawakan seserahaan berupa perabotan rumah seperti, dipan, kulkas, bangku, dan permintaan dari pihak Ratna sendiri yakni bu Endang. Berbicara sesumbar seperti itu takutnya nanti tidak sesuai ekspektasi saat hati H."Walah emangnya itu orang mana sih bu Endang kok bawainnya perabot segala. Kalah dong si Dara?" kepo bu Mutia."Iya itu orang kebon mujaer, iya lah kalah si Dara menang di bawain uang lima puluh juta doang seserahannya juga biasa saja wajar seperti orang kampung pada umumnya," balas bu Endang.Tidak
Bu Mutia sangat kepo dengan pernikahan yang akan di selenggarakan oleh keluarga bu Endang. Aku sih pernah dengar kalau tetanggaku itu mintanya tinggi karena beralasan kalau putrinya mempunyai spek yang tinggi."Kata besan saya kemarin kalau mau nikahan di rumah di kasih hanya tiga puluh juta bu, kalau mau nikah di gedung nggak di kasih uang tapi semua biaya di tanggung pihak laki," jawab bu Endang."Terus bu Endang mau nikah di gedung apa di rumah?" tanya bu Sri kepo."Ya saya nggak mau kalau tiga puluh juta. Dara yang miskin dan nggak berprestasi kaya Ratna saja di kasih uang lima puluh juta terus nikah fi gedung kok," jawab bu Endang.Kenapa harus aku jadi patokan bu Endang sih perasaan di kampung sukma jaya ini orangnya ada banyak. Gadis yang seumuran sama Ratna bukan aku saja. Mendengar cerita ini dari tetangga aku sungguh ingin tertawa."Loh apa hubungannya sih sama Dara bu. Itu namanya rejeki Dara bagus bu Endang. Karena Rejeki itu tidak memandang kasta dan harta," balas bu Sri.
Bu Endang berkelit ketika ditanya ada berapa tabungan anaknya yang katanya berprestasi dan karirnya cemerlang itu. Harusnya kalau karir cemerlang sudah punya tabungan banyak dan kebeli ini itu."Tabungan mah jangan di tanya dong bu. Masa bu Siti pengen tahu dapur orang segala. Ya ada lah pokoknya tabungan," balas bu Endang."Asal bu Endang tahu ya. Uang bawaan lima puluh juta itu dipakai buat sewa gedung dan juga pernak pernik nikahan kurang. Kami pihak cewek juga mengeluarkan banyak dana. Apalagi setelah nikah di gedung selama dua jam kami masih mengadakan syukuran di rumah," ucap ibuku.Ibuku karena kesal merincikan setiap pengeluaran yang kami pakai untuk acara pesta pernikahanku beberapa bulan yang lalu. Jangan kira mentang-mentang pihak lelaki memberikan uang lima puluh juta lantas kami semua tidak mengeluarkan uang sepeserpun."Jadi seperti itu bu Endang. Jangan apa-apa di limpahkan pihak lelaki saja jadi tidak ada harga dirinya sama sekali nanti pihak perempuan," ucap ibuku."A
Ya memang apa-apa mahal sekarang kalau nggak mampu buat acara nikahan yang mewah lebih baik ya biasa saja yang penting halal gitu loh. "Bu bisa loh tiga puluh juta di jadiin pesta asal ngelolanya baik," balas bu Sri."Lah gimana bisa bahan makanan aja mahal, nanti habis itu buat belanja bayar tukang masaknya belum, pengejek dan lain-lain nggak di hitung?" tanya bu Endang lagi.Bu Sri menyarankan pada bu Endang kalau memang mau menyelenggarakan pest pernikahan anak tapi duitnya mepet ya lebih baik seadanya saja nggak usah mewah nggak usah di gedung. ya minimal kembang dan foto aja undang keluarga dekat saja sudah. Yang penting halal dan sah di mata Tuhan dan negara."Nggak usah maksa sih pengen menggelar acara wah, besok masih ada hari untuk melanjutkan hidup," balas bu Arum."Loh kalian ini nganggap aku nggak mampu to?" tanya bu Endang sewot."Bukan nganggap nggak mampu tapi kami ini hanya menasehati bu," jawab bu Sri.Tetangga yang satu itu memang tak aneh bin ajaib. Mereka ini kena
"Maunya ya di gedung dua jam selesai, rumah saya bersih tidak capek iya 'kan bu," balas bu Endang. "Iya bu benar kalau di gedung praktis dan tidak repot masalahnya adalah uangnay cukup tidak untuk biaya di gedung?" tanya bu Sri.Bu Endang menegaskan kalau dari pihak mempelai pria akan membiayai gedung beserta tetek bengeknya jika menikah di gedung tapi tidak di kasih uang bawaan. Bu Endang maunya nikah di rumah dan uangnya lebih dari tiga puluh juta emasnya dua puluh gram."Saya maunya di rumah saja bu tapi uangnya lebih dari tiga puluh juga. Emasnya juga jangan dikitlah malu-maluin saja," ucap bu Endang."Jangan seperti itu bu Endang kita memang punya keinginan tapi kan ya jangan seperti itu kekah nanti lelakinya kalau mundur karena tidak bisa mengikuti keinginan bu Endang bagaimana? Pada kabur bu lelaki tidak mau menikah dengan Ratna," jawba bu Sri kembali mengingatkan.Yah namanya bu Endang orang yang bebal mana mau sih di nasehati sama tetangga padahal nasehatnya juga baik loh. B
Bu Endang menuturkan kalau primadona di kampung ini kan cuma ada dua walaupun banyak gadis seumuran tapi mereka tidak menonjol. Menurut bu Endang pula hanya aku dan Ratna yang dari dulu menjadi buah bibir di kampung ini. "Kenapa Dara karena Dara itu cantik dan banyak pemuda meliriknya begitu pula Ratna tapi Dara dan Ratna adalah sesuatu yang berbeda Dara hanya cantik tanpa prestasi sementara Rarna cantik dan berprestasi," ucap bu Endang selalu membanggakan anaknya. "Makan tuh prestasi! Emangnya hidup itu cuman makan prestasi?" tnya bu Sri yang geram. "Loh kok bu sri nyolot banget sih, atau jangan-jangan bu Sri ada dendam pribadi sama saya ya," ucap bu Endang kesal.Bu Sri menjelaskan tak ada dendam pribadi antara dia dan bu Endang melainkan hanya mengutarakan isi hati yang tak karuan dan kesal dengan apa yang di ucapkan oleh bu Endang selalu membuat orang berpikir jelek tentangku. "Tidak ada dendam pribadi bu. Tapi bu Endang dari dulu selalu membedakan anak satu dengan anak lain k
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal