Bu Endang terus nyerocos panjang kali lebar membela Ratna anak kesayangannya. Haduh siapa yang salah siapa yang merasa tersakiti. Aku harus berkata apa kalau begini? Bikin malas saja mau bersilahturahmi saja malah seperti ini."Kolot ya bu, seperti bu Endang dan putrinya yang salah tapi seolah malah jadi yang teraniaya. Mohon maaf lahir batin sekali lagi bu. Saya dan istri pamit ya," jawab Nungki sembari merangkulku dan pergi."Dasar anak muda jaman sekarang nggak tahu sopan santun. Ganteng dan kaya buat apaan kalau nggak tahu tata krama!" seru bu Endang.Aku merasa tak enak saja bu Endang berteriak seperti itu menjadi pusat perhatian yang lainnya. Aku yakin akan ada gosip yang beredar nanti atas ulah mulutnya bu Endang dan Ratna."Nggak usah pikirkan mulut bu Endang. Nanti akan dapat balasan di pernikahan anakkya kok," ucap Nungki."Kamu kok yakin banget sih kalau nanti akan ada tragedi di pernikahan Ratna. Jangan bilang kamu sudah merencanakannya," balasku dengan tatapan tajam.Nung
Aku merasa nanti malam pasti akan menjadi malam yang heboh sayang sekali aku tak dapat meyaksikan karena sudah berkeluarga dan mengikuti Nungki mau lebaran kemana lagi."Dara terima kasih traktiran cendolnya ya. Omongan bu Endang mah nggak usah dimasukin hati. Namanya orang sudah terkenal biang gosip ya begitu," ucap bu Sri."Iya Dara nggak usah ditanggapi kami juga nggak yakin kalau nanti sehabis lebaran bareng calon besan bu Endang bakal beneran traktir kita. Ratna kan pelit!" seru bu Arum.Mereka berdua jadi tertawa bersama karena membayangkan apa alasan yang dikeluarkan oleh bu Endang dan Ratna karena tidak jadi traktir bakso.Aku melihat suamiku senyum-senyum sendiri entah apa yang membuatnya geli. Aku menyenggolnya mengode ada apa sebenarnya."Ah aku hanya membayangkan kalau Ratna dan Ibunya tak jadi menaktrir bakso dengan banyak alasan. Lalu aku menaktrir warga desa dengan segerobak bakso bagaimana jadinya ya?" ucap Suamiku."Kamu jangan buat perang deh. Nanti gara-gara bakso a
"Bakso dari restoran apaan sih. Ini mah bakso tusuk setusuk isi tiga harga seribuan dari abang-abang yang biasa mangkal di disini. Ngadi-ngadi kamu Ratna, bisa ngomongin orang tapi sendirinya lebih rendah!" seru bu Sri kebangetan sewot.Melihat kejadian anaknya dicela karena memberikan bakso tusuk bu Endang tak terima dan menghampiri bu Sri yang ada di depan pagarnya."Yang penting judulnya bakso, ini dari restoran loh anak saya sudah menepati janji masih kamu cela saja!" seru bu Endang ikut sewot."Bakso dari restoran mana yang bungkusnya pakai plastik kresek mana tusukan lima biji. Saya memangnya nggak pernah makan di restoran apa walaupun tukang sayur doang," cela bu Sri.Bu Endang kelabakan menjawabnya, karena bu Sri menjabarkan kalau makanan dari restoran dari tempat saja beda walau sama-sama bakso tusuk pasti pengemasan pakai kardus ada logo restorannya. "Jangan kira kami nggak tahu bu Endang. Mana cuma lima tusuk pasti harganya goceng ya. Sini lah buat dua cucu saya pasti juga
"Ayo ikut menyusul mereka makan bakso. Seger banget kelihatannya, nggak usah mikirin yang belum terjadi!" seru ibuku.Loh kenapa ibuku juga ikut ke bale-bale makan bakso bersama mereka ibu-ibu sukma jaya. Aku jadi semakin cemas karena sudah tahu watak bu Endang dan Ratna akan menuding kami yang tidak-tidak. Pikiranku kenapa jadi kemana-mana membayangkan akan terjadi pertempuran sengit Di bale-bale semakin ramai orang. Ada Husna dan kedua anaknya, pak hansip, pak rt juga mbak Janda yang selalu di gosipkan oleh bu Endang."Kamu nggak mau gabung sama kita. Sudah nanti aku yang urus kalau ada yang rese!" seru Nungki suamiku."Ba-iklah makan bakso mungkin akan menyegarkan pikiran apalagi yang pedes. Makan bersama seperti ini juga akan menyenangkan dan memberikan kenangan tersendiri, nanti kalau kita sudah aktivitas lagi momen seperti ini juga jarang," balasku padahal hatiku masih cemas dengan kemurkaan Ratna.Perasaanku jadi cemas awalnya setelah membaur dengan ibu-ibu juga mengobrol apa
Terjadi adu mulut antara bu Endang dan suaminya, pak hansip langsung melerainya karena ini adalah hal sepele tidak ada yang perlu diributkan."Kenapa harus malu pak, orang Ratna sudah memenuhi janjinya kok membelikan bakso yang penting kan judulnya bakso toh!" seru bu Endang."Sudah bu Endang kalau mau langsung pesan saja baksonya nggak usah bertengkar mumpung ada bos yang membayari bakso kita semua. malu masa perkara bakso saja ribut," ucap pak Hansip.Bu Endang melengos dan bertanya siapa bos yang membayar. Tentu saja mereka kompak yang membayar baksonya adalah suamiku dan juga makanan yang banyak juga minuman sirup dan teh manis itu ibu-ibu membawanya dari rumah.Sontak bu Endang menolak mendengar siapa yang menaktrir dia mengatakan ini adalah sebuah penghinaan yang diterima karena aku sengaja menaktrir warga kampung agar Ratna telihat jelek dan berada di bawahku."Ibu ini ngomong apa sih. Di traktir orang kok nggak mau. Itu tandanya menolak rejeki nggak baik tahu. Fitri boleh satu
Pak Nurdin menjawab kalau selama ini kekurangan bu Endang adalah selain egois juga sering ikut campur urusan tetangganya. Pak Nurdin sudah menegur berkali-kali istrinya itu tapi tak didengarkannya. "Ibu sering membuat malu bapak juga memberikan contoh yang tidak baik untuk anak-anak," ucap pak Nurdin."Memberikan contoh yang tidak baik bagaimana. Kalau aku asal-asalan mendidik Ratna dan Fitri tidak mungkin mereka semua berprestasi juga mendapatkan beasiswa semasa sekolah mereka," balas bu Endang.Pak Nurdin sekali lagi menasehati bu endang tidak baik bersaing dengan tetangga. Tidak baik juga sering membuly dan ikut campur urusan keluarga orang lain. Karena belum tentu mereka akan senang dengan apa yang dikomentari oleh lidah yang yang tak bertulang ini."Kalau bisa bapak bilangin minta maaf sama keluarga pak Harun. Kalau tidak bisa ya sudah bapak sudah angkat tangan ngurusin kalian," ucap pak Nurdin."Kok bapak tega sih pak sama ibu. Ibu itu cuma belain Ratna loh pak biar nggak di pa
Nungki hanya tersenyum mendengarkan pertanyaanku. Baginya berapa total ia membayar bakso tidaklah seberapa. Suamiku itu memberitahuku bahwa kedekatan dan membaur dengan masyarakat sekitar apalagi mendengarkan keluh kesah mereka adalah kebahagiaan sendiri."Sedikit saja aku bahagia bisa membaur bersama bapak-bapak dan ibu-ibu di kampung ini yang sebelumnya belum pernah aku rasakan," balas Nungki."Jadi nggak mau memberitahu berapa totalnya nih pengeluaran malam ini? Nggak apa-apa sih aku juga ikut senang bisa menyenangkan banyak pihak," balasku sambil merangkul Nungki berjalan pulang ke rumah.Akhirnya aku bisa tidur di kamar ini lagi setelah beberapa bulan aku tinggal. Aku tak pernah lagi menginap di sini setelah menikah paling hanya mampir sebentar saja."Bagaimana rasanya tidur dikamar gadis yang sekarang jadi istriku ini ya," gumam Nungki sambil rebahan di sampingku."Sekarang sudah merasakan 'kan. Maaf ya ranjangnya sempit dan sedikit berdebu maklum saja jarang digunakan," balasku
Bu Sri menotal berapa jumlah pembelianku lalu aku membayar seharga yang di ucapkan bu Sri. Ingin segera pergi meninggalkan warung sayur tapi ternyata ada Ratna dan ibunya yang sedang menuju warung sayuran bu Sri mereka sengaja menghadangku."Eh ada orang kaya. Kok belanjanya di warung sayuran kampung nggak ke swalayan, apa sudah turun kasta?" ucap Ratna."Maaf ya suamiku sedang menungguku di rumah, kalau tidak ada urusan lebih baik aku segera pulang dan memasak. Lagipula aku sedang menginap di rumah ibu apa salahnya memajukan usaha tetangga, di sini juga jauh dari swalayan," jawabku sambil mencoba menerobos halangan Ratna untuk segera ke rumah.Ratna masih menahanku untuk pulang dia masih tak terima mungkin masalah semalam yang mempermalukan dirinya. Bukan aku yang membuat dirinya malu atau bu Sri dan para ibu lainnya mencemooah Ratna tapi akibat ulahnya sendiri yang tidak masuk akal membelikan bakso tusuk untuk di bagi-bagikan."Kamu merasa bersalah ya ingin cepat pulang?" tanya Ratn
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal