Jarinya lincah mengetik beberapa status di media sosial. Tanpa sadar, jika status-status itu akan menjadi salah satu jalan menjatuhkannya.Bisanya cuma menyalahkan saja.Ya gini ini jadi bendahara, sudah capek, dituduh pula. Dikira uang tinggal keluar dari bank tanpa dibuat persyaratan yang seabrek?Ealah, orang kalau tidak punya etika yang seperti itu. Tidak bermartabat dan bisanya menyalahkan.Diah menatap sambil tersenyum rentetan status Ambar. Ada perasaan marah juga karena teman-temannya disindir demikian. Namun, ia menjadi tahu jika Ambar begitu ketakutan. Keberaniannya untuk maju menggantikan bendahara kian bertambah.Tidak lupa ia menyecreenshot status Ambar dan mengirimkan ke grup rahasia yang telah mereka buat.Ali: Jangan gentar.Nanang: Lawan, Mbak Diah!Darma: Jangan dilawan. Kita main cantik saja. Sudah ada pembukaan masalah di grup sebelah. Besok sore saya akan menemui Pak Tri di rumahnya. Yang penting kalau pas rapat, Mbak Diah sudah siap menggantikan.Diah tidak menja
Part 50Sela mengendarai mobil dalam keadan membisu. Pun dengan Ambar. Wanita itu memilih menikmati pemandangan dengan sambil mengambil beberapa posisi yang bagus lalu mengunggah di media sosial. Bukan Ambar namanya, kalau tidak pamer meski dalam keadaan genting sekalipun.“Ada kabar apa di grup sekolah, Mas?” tanya Ambar memecah sunyi di tengah deru mobil.“Tidak. Belum maksudnya.”“Alah, palingan Cuma menggertak saja,” kata Ambar lagi.Sela diam. Ia sudah takut dan cemas, tetapi wanita di sampingnya masih terlihat santai.“Mas, aku mau beli oleh-oleh batik buat Ibu dan bapak. Nanti mampir depan ya?” kata Ambar lagi.Sela menepikan mobil.Lagi, Ambar memosting dimana ia berada saat ini dengan caption, borong batik dulu untuk mengakhiri liburan.Sontak hp nya menjadi ramai dengan chat.Sela yang sudah tidak berselera memilih duduk di teras toko sambil merokok. Ponselnya berdering. Ibunya menelpon.“Sel, Bapak harus dioperasi,” kata ibunya.“Harus sekarang, Bu?”“Ya besok. Kamu dimana
Dengan langkah gontai, Sela masuk ke dalam rumahnya. Sesekali tubuhnya hendak limbung. Ia menatap Indah dengan tatapan minta dikasihani.“Ayah ….” Si Kecil Naisa berlari memeluk tubuh Sela yang kotor. “Ayah kemana saja, sih, kenapa tidak pulang dari kemarin-kemarin?” tanyanya.“Maaf, Nai, Ayah ada kerjaan. Ayah capek mau mandi,” kata Sela.Gemuruh emosi dalam dada Indah hendak melompat. Namun ia sadar dan ingat Sela pernah berkata sesuatu hal padanya.“Jika kamu mau merdeka perasaanmu, maka caranya mudah saja. Kamu boleh menceraikan aku dan aku tidak akan mempersulit jalanmu untuk pisah sama aku. Masalah anak, akan kita asuh bersama.”Indah tidak mau kalah begitu saja sebelum menghancurkan Sela secara perlahan, maka ia memilih untuk meredam semua gejolak itu. “Sudah pulang, Mas?” tanyanya sambil tersenyum. “Mandilah, akan aku siapkan teh hangat untuk kamu,” katanya lagi.Sela menatap Indah dengan tatapan sendu. Berbeda dengan biasanya yang cuek.Setelah mandi, Sela berbaur dengan anak
Part 51Diah sejujurnya merasa lelah karena harus terus berkonflik dengan Ambar, juga Sela. Sore itu ia merenung dan membayangkan apa yang akan terjadi jika keuangan sekolah berpindah ke tangannya. Namun, tidak membayangkan jika pertarungan keduanya akan lebih dahsyat dari perselisihan pertamanya. Ia menatap layar ponsel yang menampilkan status kemarahan Ambar. Kepala Diah berkali-kali digelengkan. Benar-benar tidak habis fikir, ada seorang guru yang sikapnya demikian adanya. Marah-marah di media sosial atas sesuatu yang bukan haknya.Dasar iri, dengki, sirik, hatinya penuh duri. Hanya orang-orang yang berhati busuk yang sukanya mengusik ketenangan orang lain.Status pertama.Jangan sampai dalam hatiku tumbuh bibit-bibit kedengkian yang menyesatkan. Iri, dengki dan sukanya berprasangka buruk adalah ciri-ciri penghuni neraka jahanam.Status kedua.Guru itu digugu dan ditiru. Tingkah tanduknya harus mencerminkan sebagai pendidik dan orang yang sudah terdidik, jadi, tunjukkanlah diri se
Sela menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Begitu yang dilakukan berkali-kali saat sebelum membuka ucapan.“Assalamualaikumwarohmatullawabarokatuh ….” Suara Sela sudah bergetar. “Saya akan melaporkan keadaan keungan sekolah. Untuk diketahui teman-teman bahwa BOS keluar dalam tiga tahap setiap tahunnya. Tahap pertama, sekolah kita mendapatkan enam puluh juta sekian. Tahap kedua delapan puluh juta dan tahap ketiga enam puluh juta.”“Wah, banyak ternyata uang BOS. Selama ini kami tidak pernah tahu,” kata Nanang.Suara bisik-bisik mulai terdengar di telinga Sela. Semua guru merasa kaget dengan pendapatan yang diterima oleh sekolah mereka yang memiliki jumlah siswa cukup banyak. “Pantes jalan-jalannya tiap minggu,”“Uang sebanyak itu, penghapus saja tidak punya.”“Ya Allah, gila ternyata sekolah ini uangnya banyak.”Bisik-bisik itu terdengar juga oleh Sela. Membuat lelaki yang aslinya memiliki sifat penakut itu semakin ketakutan.“Untuk penggunaan secara rincinya silakan dilihat pada
Part 52Setengah jam berlalu, suasana masih berisik karena menghitung laporan keuangan Sela. Sementara yang menjadi terdakwa hari itu berkirim pesan terus pada ambar melaporkan situasi terkini. Darinyalah Ambar tahu kalau Darma tidak menyetujui pengunduran diri Sela.“Sudah, Pak,” ujar Nanang yang hari itu menjadi komandan.“Baik, rapat kita lanjutkan,” kata Tri.Sela: Aku akan diminta mengembalikan selisih dari uang yang mereka hitung.Ambar: Jangan mau! Enak saja! Kalau memang mereka minta itu, maka Mas minta bayaran bendahara satu juta lima ratus sebulan sebagai kompensasi lelah selama dua tahun. Tinggal kalikan saja dua puluh empat bulan.Sela: Aku tidak berani.Ambar: Harus berani! Jangan mau diinjak-injak harga dirinya.“Bagaimana hasilnya, Pak Nanang?” tanya Tri.“Berdasarkan penelitian kami semua, ini yang kami teliti adalah barang-barang yang kami tahu ya, Pak. Yang tidak kami tahu ya, kami tidak bisa meneliti seperti belanja modal,” jawab Nanang. “Kami menemukan kejanggalan
Sela melihat status yang ditulis Diah. Badannya sudah demam.“Kalau belanja modal ada pajaknya dan saya ambil dari sana, Pak,” kata Sela dengan suara bergetar.“Belanja modalnya apa saja coba, kami ingin tahu. Karena selama ini Pak Sela dan teman-temannya yang beli keperluan sekolah,” cecar Nanang.“Saya tidak mau merepotkan, Pak,” kata Sela.“Tidak mau merepotkan atau tidak mau jika kami ikut makan sedikit uangnya? Jangan berbelit! Keadaan keuangan sekolah sudah dikuasai njenengan semua. Sampai memasang instalasi listrik, air bersih, ganti kran itu njenengan sendiri yang melakukan.”Suara Nanang meninggi.“Jangan emosi, Pak Nanang! Tahan!” kata Darma menengahi.“O, tidak bisa! Saya sudah kesal, Pak. Pernah saya sudah melatih anak maju POPDA dan sudah siap berangkat, pagi itu dengan entengnya bilang kalau Pak Tri tidak menyuruh. Benar-benar merasa dikerjain saya. Lagi, saat ada anak kelas satu yang ibunya meninggal dunia, Mbak Asih meminta uang buat takziah, saling lempar. Antara Pak T
Part 53“Indah, Indah ….” Suara Sela bergetar hebat dari balik selimut. Ia langsung pulang begitu Ambar marah-marah menyalahkan dia yang tidak mempertahankan posisi sebagai bendahara.Indah yang sedang menonton televisi mengecilkan volume. “Ya, ada apa? Aku sedang nonton infotainment,” katanya tidak beranjak.“Tolong ambilkan aku air hangat,” katanya lagi.Indah beranjak dan membawakan segelas air teh manis hangat. Meletakkan di atas nakas samping ranjang.“Indah, boleh aku minta tolong?” tanya Sela menyembulkan wajah dari balik selimut. Terlihat matanya merah dan wajah yang lelah.“Apa?”“Tolong ke rumah sakit sebentar, uruskan Bapak yang mau operasi,” katanya lirih.Indah menatap Sela lama dan tidak menjawab. “Kamu sudah membutuhkan aku sekarang, Mas?” tanyanya. “Kemana saja selama ini? Apa selingkuhan kamu tidak mau ikut menguruskan?”Sela diam, bingung hendak menjawab apa.“Jangan dikira aku tidak tahu dengan apa yang kamu lakukan di luar sana ya, Mas. Aku sangat paham dengan apa