"Ka, maafin gue, ya. Gue juga gak tahu kalau Rian datang," ucap Raina. Raina merasa bersalah pada Arka. Apalagi cowok itu sudah jauh-jauh datang ke rumahnya."Ada apa nih? Kok lo minta maaf sama Arka?" tanya Luna heran.Pasalnya, Raina memang belum menceritakan kejadian tadi pagi pada Luna maupun Risa."Gak papa, kok. Santai aja.""Lo beneran gak marah, kan?" Raina memastikan."Beneran Raina."Raina mengembuskan napas lega."Syukur deh. Gue pikir lo bakal marah sama gue.""Eh, btw, Rian bantuin promosiin kue nyokap lo di akun sosial medianya, ya?" tanya Luna.Raina hanya mengangguk."Kalau dia yang posting gini, kayaknya nyokap lo bakal dapat banyak pesanan, nih. Yang komen aja banyak banget." Luna masih sibuk melihat postingan di akun media sosial milik Rian."Paling mereka komen cuma pengin dinotice sama dia doang," sahut Risa."Lumayan sih yang pesan. Tapi emang benar yang dibilang Risa, paling mereka sengaja nanya-nanya biar dibalas sama Rian.""Emang Rian bantuin nyokap lo juala
"Sore Tan.""Eh, Rian. Ayo masuk dulu." Dian mempersilahkan Rian masuk."Kebetulan kamu udah datang. Tante hari ini lagi coba-coba bikin resep baru. Kamu mau coba kue buatan Tante gak?" tawar Dian."Boleh Tan. Mau sekalian Rian posting di media sosial gak, Tan?""Kamu cobain dulu. Nanti kalau enak baru diposting.""Siap Tan.""Ya udah, kamu tunggu bentar, ya.Tak lama kemudian Dian sudah kembali membawa sepiring kue buatannya."Ayo dicobain.""Rian cobain ya, Tan.""Iya, silakan.""Gimana? Enak gak?" tanya Dian ketika Rian sudah mencicipi kue buatannya."Enak banget, Tan.""Ah, yang benar?""Iya Tan, Rian gak bohong. Tante emang jago banget kalau bikin kue. Padahal resep baru," puji Rian.Dian tersenyum sipu. "Bisa aja kamu.""Kalau gitu Rian posting sekarang, ya, Tan. Siapa tahu nanti ada yang order.""Iya kamu posting aja."Rian mengambil foto sebagus mungkin kemudian memposting hasil fotonya di media sosial."Udah Tan.""Makasih ya, Rian.""Sama-sama, Tan.""Kamu tadi sempat ketemu
"Kenapa ya susah banget dapatin Raina?" gumam Rian pelan."Karena lo dekatinnya gak romantis." Rian terkejut karena Andi tiba-tiba sudah berada di sampingnya."Lo ngapain di sini?" tanya Rian heran."Lo sendiri ngapain di sini? Bukannya masuk kelas.""Sekali-kali bolos," jawab Rian santai."Masalahnya lo bolosnya bukan sekali dua kali tapi berkali-kali.""Mendingan lo masuk kelas. Gak usah ikut-ikutan gue bolos.""Gue gak bolos. Gue udah izin sama Pak Warto ke toilet.""Ya udah, sana ke toilet.""Gue udah selesai ke toilet. Gue ke sini cuma mau kasih solusi buat lo biar bisa dapatin Raina.""Udah mendingan lo balik kelas. Solusi dari lo gak pernah berhasil buat gue," ucap Rian malas.Rian tahu kalau Andi memberikan solusi atau saran pasti tidak akan benar dan tidak akan berhasil."Walaupun lo gak mau dengarin gue tetap bakal kasih solusi. Caranya adalah lo ajak Raina ke lapangan terus lo kumpulin anak-anak di lapangan baru lo ungkapin perasaan lo ke Raina.""Ngaco lo."Seperti yang
"Raina, sini dulu." Raina meneguk minumannya hingga tandas lalu menghampiri mamanya."Ada apa, Ma?""Kamu ngomong apa sama Rian sampai dia gak datang? Kamu pasti larang dia ke sini, kan?"Raina menggeleng. "Enggak. Raina gak ngomong apa-apa kok sama dia.""Kalau kamu gak larang dia kenapa dia gak datang?""Aku juga gak tahu, Ma. Intinya aku gak ada larang dia ke sini."Raina berbohong agar mamanya tidak marah padanya. Raina cukup senang karena ucapannya kemarin ternyata berhasil membuat Rian menjauhinya."Mama gak mau tahu pokoknya kamu harus telfon Rian."Baru saja Raina membuka mulut hendak protes, Dian kembali berucap, "Sekarang atau kamu gak dapat uang jajan selama sebulan.""Masa cuma gara-gara Rian Mama gak ngasih aku uang jajan. Yang benar aja," sungut Raina."Buruan Raina.""Iya Ma."*****Rian berdecak ketika ada panggilan masuk. Rian langsung menolak panggilan tersebut karena ia sedang bermain game.Panggilan masuk untuk kedua kalinya, Rian yang hendak menolak langsung menge
"Makasih ya udah bantuin," ucap Raina pada Arka.Arka membantu Raina yang disuruh Bu Vina untuk membawa beberapa buku paket ke kelas."Sama-sama. Kalau gitu gue langsung ke kelas, ya."Raina mengangguk.Ketika Arka keluar dari kelas Raina, Arka berpapasan dengan Luna."Pagi Lun," sapa Arka tersenyum ramah.Bukannya membalas sapaan Arka, Luna malah memberikan tatapan sinisnya."Lun, tunggu."Luna berbalik menatap Arka masih dengan ekspresi datar."Lo kenapa akhir-akhir ini kayak gak suka sama gue? Gue ada salah sama lo? Kalau ada salah lo bisa bilang ke gue.""Gue gak suka lo dekatin Raina.""Emang kenapa? Bukannya lo gak pernah permasalahin? Kenapa baru sekarang?" tanya Arka sedikit bingung. "Kalau lo mau tahu alasannya, pulang sekolah temuin gue di cafe samping sekolah.""Sebenarnya dia kenapa, sih?"*****"Rian!" "Rian, kalau dipanggil balik dong."Rian menghentikan langkahnya."Nah, gitu dong. Kalau gak balik minimal berhenti gitu kan enak.""Ini masih pagi. Jangan ngerusak mood
"Karena lo udah nyakitin teman gue.""Gue? Nyakitin Raina? Maksud lo apa?" tanya Arka tidak mengerti.Apalagi Arka merasa tidak pernah berbuat jahat pada Raina.Luna menunjukkan sebuah foto yang ada di ponselnya. Tepatnya foto seorang cewek.Arka tampak terkejut ketika melihat foto tersebut."Tiara Larasati," ucap Luna."Salah satu teman gue yang pernah jadi pacar lo, tapi dikhianati sama lo.""Lo salah paham. Gue sama sekali gak pernah khianati dia."Luna tertawa sinis. "Salah paham? Jelas-jelas Tiara ngeliat lo selingkuh sama cewek lain, tapi lo bilang gak pernah khianati dia? Gila lo!"Arka mengembuskan napasnya. "Oke, gue ngaku salah. Tapi gue juga ngelakuin itu biar bisa putus sama dia. Berulang kali gue minta putus, tapi dia gak pernah mau. Cuma dengan kayak gitu dia bisa pergi dari gue.""Makin ke sini makin yakin gue kalau lo emang gak pantas buat Raina.""Gue yang sekarang gak kayak dulu, Lun. Gue gak akan kayak gitu ke Raina. Karena gue sayang sama Raina.""Cukup Tiara yang
Raina mengernyitkan kening ketika melihat sekuntum bunga mawar merah dan sebungkus coklat yang ditaruh di mejanya."Elis," panggil Raina.Teman kelasnya yang bernama Elis menoleh."Lo tahu siapa yang naruh bunga sama coklat ini?" Raina bertanya sembari menunjukkan bunga dan coklat tersebut."Gak tahu. Waktu gue datang udah ada di situ.""Oh gitu. Makasih ya.""Ada surat?" Raina mengambil sepucuk kertas yang diikat dengan pita pada coklat tersebut.'Pagi Rain! Gue bawain bunga sama coklat buat lo biar semangat belajarnya. Ingat ya dimakan coklatnya. Bunganya juga disimpan. Jangan dikasih ke teman-teman lo. Apalagi sampai dibuang. Walaupun gue gak ada di kelas lo, gue bisa ngawasin lo.'Raina mengembuskan napasnya ketika membaca isi surat tersebut.Walaupun tidak tertera nama pengirim bunga dan coklat tersebut, tapi Raina sudah bisa menebak siapa pelakunya. Apalagi dari isi surat dan juga tulisannya."Cie, cie. Pagi-pagi udah dapat bunga sama coklat aja, nih. Dapat dari siapa?" Luna yan
“Lo janjian sama penjualnya jam berapa? Kita udah nunggu hampir sejam loh di sini,” ucap Raina jenuh.Raina menemani Luna pergi ke kafe untuk menemui penjual sepatu yang dipesan Luna secara online.“Jam 4. Tadi gue udah sempat hubungin dia, tapi nomornya gak aktif. Mana duitnya udah gue transfer. Kalau sampai gue ditipu bisa mati gue dari nyokap.”“Coba lo telfon lagi. Siapa tahu kali ini diangkat,” suruh Raina.Luna kembali menghubungi sang penjual, namun tetap sama. Tidak ada jawaban. Luna semakin gelisah. Jangan sampai ia ditipu.“Rain, kalau gue ditipu gimana? Harusnya gue curiga apalagi harganya murah.”“Tenang dulu. Kita tunggu aja lagi.” Sebenarnya Raina sudah malas menunggu, tapi melihat Luna yang gelisah membuatnya berusaha untuk membuat Luna tenang.“Mbak Luna, ya?” Keduanya menoleh pada seorang cowok yang berdiri di hadapan mereka.“Iya, saya Luna.”“Saya Alex penjual sepatu yang Mbak hubungin. Maaf ya, Mbak, nunggu lama soalnya saya kena macet. Saya mau telfon Mbak, tapi h
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan