Aroma masakan menyebar ke penjuru rumah. Renata dan Cyrila tampak sibuk membuat sarapan. Tak ada kecanggungan di antara mereka seolah malam tadi tak pernah terjadi apa-apa.
“Dapurmu sangat lengkap,” puji Renata melihat peralatan masak dan stok bahan makanan yang tersedia di sana.
“Sebulan sekali aku keluar untuk berbelanja,” jelas Cyrila menjawab nada heran yang terselip dalam kalimat Renata.
“Kau benar-benar berbelanja sendiri?”
“Hanya mataku yang buta, keterampilanku yang lain masih bagus.”
Renata mengangguk-angguk. Benar, bagaimanapun Cyrila bukan wanita biasa.
“Nona Renata, maaf untuk kejadian semalam.”
“Tidak, seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah menyeretmu ke dalam bahaya.”
“Bisa melakukan sesuatu untukmu dan Tuan Singgih adalah sebuah kehormatan. Hanya saja ternyata aku tidak cukup kuat, aku sangat menyesal.”
“Sudahl
“Aku belum mau mati!!”Renata berteriak panik saat mereka terlempar keluar dari sampan yang menukik ke tengah pusaran.“Tidak akan! Kau dilarang mati sebelum menikahiku!”Samudera Biru membalas. Ia menyambar tubuh Renata yang tampak kesulitan menahan gravitasi.“Yaa!! Aku juga tidak mau mati dalam keadaan jomblo!!”Renata membelit Samudera Biru, melingkarkan sebelah lengan di lehernya dengan mata terpejam, menahan ngeri melihat inti pusaran yang seperti tak memiliki dasar.“Aku akan menagih ucapanmu!”Samudera Biru tertawa, memeluk pinggang gadis itu erat.“Kalian sungguh tidak tahu situasi!” rutuk Hyang Sagara sambil menatap Cyrila yang berada jauh di depannya.Beberapa menit kemudian, saat sensasi berdebar jantungnya menghilang, saat wajahnya tak lagi merasakan terpaan angin Renata membuka mata.Ia terlongong.Mereka kini berdiri di tepi pantai b
Samudera Biru menatap Renata yang termangu.Sejak meninggalkan istana duyung, gadis itu belum bersuara sama sekali. Bahkan, saat mereka melewati pintu keluar berupa dinding air setinggi puluhan meter, ia tetap diam. Padahal biasanya selalu antusias jika menemukan hal di luar nalarnya.“Aku tak menyangka Ratu Elaine meminta ekstrasi darah ibumu,” ucap Hyang Sagara mencairkan sepi.Samudera Biru hanya menyeringai.“Padahal dia sudah sangat cantik, awet muda dan berumur panjang. Apa itu masih kurang?”“Dia ingin abadi,” jawab Cyrila sembari tersenyum.“Ck, apa bagusnya hidup abadi? Melihat dunia terus berubah, ditinggalkan orang terdekat satu per satu. Bagiku itu sebuah siksaan.”“Tidak semua memiliki pemikiran yang sama dengan Anda, Pangeran,” balas Cyrila tenang tapi cukup menohok, membuat Hyang Sagara terdiam.Renata yang mendengar hanya menarik napas. Ternyata beberap
Beberapa hari kemudian, seusai sarapan, Samudera Biru memberi Renata setumpuk kitab.“Banyak sekali,” keluhnya cemberut.“Itu belum seberapa. Katanya ingin cepat sakti?” Renata berdecak, membuka-buka kitab secara acak lalu menutup kembali tanpa minat.Belakangan ini ia tak bisa tidur nyenyak. Selalu memikirkan keadaan ayahnya.Seribu khawatir bersarang di hatinya seperti kutu. Mengganggu dan gatal. Membuatnya tidak sabar. Terus saja membahas masalah itu di setiap kesempatan, seperti saat ini.“Mm ... Pangeran.”“Hem,” jawab Samudera Biru tanpa mengalihkan fokus dari perkamen yang dibacanya.“Apa kau sudah menemukan cara untuk membebaskan ayahku?”Renata menggigit bibir. Sedikit malu sudah menanyakan hal yang sama berulang kali.Samudera Biru menaruh perkamen dan menatap wajah gelisahnya.“Belum.”“Apa kau tidak bisa
Renata merasakan napas hangat dan harum menyentuh kulit wajahnya. Seperti Samudera Biru, darahnya pun berdesir dan jantungnya bertalu dengan hebat. Ia tahu ini salah. Namun rasa mendamba yang kuat membuatnya menjadi linglung. Sejenak lupa jika berbeda alam.Hanya tinggal sedikit lagi bibir mereka akan bertaut tiba-tiba pintu diketuk dari luar.“Yang Mulia, hamba membawa informasi yang Anda minta.”Suara Ratansa dalam sekejap menyentak kesadaran Renata. Menghancurkan atmosfer intim yang tercipta di antara mereka berdua.Renata mendorong Samudera Biru. Sialnya karena terlalu gugup ia menggunakan sedikit energi lotus sehingga peri itu terjengkang menabrak walk in closet, menghasilkan suara berdebam kencang.“Astaga!” seru Renata panik.Meski pada dasarnya kamar itu kedap suara namun telinga sensitif Ratansa masih bisa mendengar keributan di dalam secara sayup-sayup.“Yang Mulia, Anda tidak apa-
“Apakah Kenzio Timoer bekerja di sini?”Satu alis Renata terangkat. Menyadari sesuatu.Benar, wajah lelaki ini mirip dengan Ken.“Anda siapa?” tanya Renata dengan mata menyipit.Meski mereka mirip Renata tak ingin gegabah. Selama jam kerja maka Ken alias Kenzio Timoer adalah tanggung jawabnya.“Ah, maaf. Perkenalkan saya Lintang Timoer, Kakak Kenzio.” Lelaki itu mengulurkan lengan.Ken punya kakak sekaya ini?Rasanya Renata sedikit tidak percaya, mengingat anak itu selalu bersikap seperti anak kekurangan materi. Ia tak ragu membungkus pulang sisa makanan yang Renata beli dan tak pernah menolak uang jajan pemberiannya yang tak seberapa.Apa dia kabur dari rumah?Renata mengerjap. Menyimpan sementara pikirannya. Menyambut tangan yang terasa sangat lembut seperti tangan bayi.“Saya Renata,” balas Renata lalu buru-buru menarik kembali lengannya, sedikit malu oleh telapak
Hampir seminggu Lintang Timoer datang ke toko untuk membujuk Ken agar mau pulang ke rumahnya.Selama itu pula ia selalu membawakan makanan dan minuman kecil untuk Renata.Sang gadis sudah menolak sejak awal namun tak didengar sama sekali.Dan Lintang Timoer adalah lelaki supel. Dalam waktu singkat mampu membuat Renata merasa terbiasa dengan kehadirannya. Bahkan Shiny begitu memujanya sebagai si tampan yang low profile.Seandainya gadis dedemit itu tidak sedang sibuk belajar gerakan Lalisa Dance di atap, niscaya ia akan mengekori Lintang Timoer seperti anak ayam bertemu bapaknya.“Nona Renata, terima kasih sudah menjaga Kenzio,” ucap Lintang Timoer membuka percakapan disela menunggu kedatangan Ken.“Aku tidak melakukan apa-apa. Dia menjaga dirinya sendiri dengan baik, Tuan Lintang,” sahut Renata diplomatis, karena faktanya ia memang tak melakukan apa pun untuk Ken selain berusaha menjadi bos yang baik.
Rubicon putih yang dikendarai Samudera Biru melaju di jalan Raya dengan kecepatan sedang. Di sebelahnya Renata duduk sambil memainkan gawai.“Kau berdandan untuk siapa?”Renata menoleh, menatap wajah tampan yang melontarkan pertanyaan.“Untuk diriku sendiri.”“Bukan untuk lelaki bermarga Timoer itu?”“Tentu saja bukan, memangnya dia siapa sampai aku harus berdandan untuknya?”Samudera Biru mengulum senyum. Sangat puas dengan jawaban Renata yang terdengar sedikit ketus.“Apa untukku?”Mata Renata berputar. Sebal dengan kenarsisan peri itu.“Anggap saja begitu,” sahutnya malas berdebat.Samudera Biru terkekeh.“Kita akan ke mana?” tanya Renata setelah terjeda sepi sejenak.“Ke luar negeri.”“Kau serius? Aku tidak bawa paspor.”“Itu tidak diperlukan.”“
Hampir lima jam Renata bermeditasi. Saat ia diperintah membuka mata hari sudah beranjak gelap. Namun Sinar puluhan lampion yang digantung Samudera Biru di ranting pohon membuat keadaan menjadi terang dan eksotis.Renata yang merasakan dirinya penuh energi berinisiatif mengangkat benda kecil di sekitarnya. Mengubah dan menggerakkan sesuka hati tanpa kesulitan.Samudera Biru tersenyum puas. Melontarkan batu dan bongkahan air untuk memecah konsentrasi, namun sigap ditangkis Renata menggunakan media yang sama.“Kau berhasil, sayang.” Samudera Biru mengulurkan tangan, hendak memeluk.“Karena sudah berhasil maka Yang Mulia tolong jangan terus menguji,” pinta Renata kaku seraya mundur teratur.Samudera Biru menarik kembali lengannya, menatap wajah acuh tak acuh itu lekat.“Kau marah?” tanyanya lembut.Renata menggeleng. “Apa jalang sepertiku berhak marah pada seorang pangeran peri s
Dalam beberapa hari, Renata yang masih merasa seperti sedang bermimpi jika Samudera Biru telah kembali ke sisinya dibuat kaget setengah mati.Samudera Biru benar-benar mewujudkan ucapannya.Rombongan istana Kerajaan Peri Samudera datang melamar dengan megah!Ratusan kotak hadiah mewah yang mereka bawa bertumpuk di halaman seperti bukit. Sangat menyita perhatian!Beruntung rumah baru Renata berada kaki gunung kecil yang relatif sepi sehingga tidak menimbulkan kehebohan yang tidak perlu.Kedua keluarga mencapai kesepakatan dengan sangat mudah dan cepat.Pernikahan akan digelar dalam tiga hari! Karena Samudera Biru sekarang hanya manusia biasa, dia kehilangan hak untuk mengadakan upacara pernikahan di aula suci Kerajaan Peri Samudera.Sebagai gantinya resepsi akan diadakan di tiga lokasi berbeda di dunia manusia. Di hotel internasional kelas atas, di pulau pribadi dan di atas kapal pesiar selama tiga bulan penuh.Segala hal akan ditanggung oleh pihak keluarga pengantin lelaki. Keluarga
Renata tercekat. Wajah rupawan itu sama persis dengan wajah rupawan yang terpatri di ingatannya.“Kau ....”“Samudera Biru, kekasihmu.”Renata terdiam. Mendengarkan suaranya yang juga sama persis dengan suara yang sangat dikenalnya.Tapi lantas apa? Dia hanya manusia biasa!Renata mengangkat pedang giok perak. Menghunus lurus ke arah sosok putih dengan mata dingin.“Tidak! Kekasihku sudah mati!”Sosok putih mengernyit melihat penolakan Renata yang keras. Namun segera tersadar setelah menatap tubuhnya sendiri. Ia tersenyum tak berdaya. “Ah, maafkan aku. Aku lupa memberitahumu kalau sekarang tubuh ini hanya tubuh manusia biasa. Aku bukan peri lagi.”Renata mengepalkan lengan, menahan gemetar yang melanda dengan hebat. Hatinya menjerit untuk menerima penjelasan itu tapi pikirannya menolak keras.Perang batin itu membuat Renata sedikit kesulitan untuk bernapas. Membuat air matanya berjatuhan seperti gerimis. Mata sosok putih meredup. Ia menghela napas kemudian melayang mendekat. Menurun
Tiga tahun kemudian.“Tring!! Tring!! Tring!!” Lonceng angin berdenting nyaring.“Selamat datang!” Pemuda tampan di balik counter berteriak tanpa menoleh. Suaranya yang magnetis membuat segerombol gadis kecil tersipu dan berbisik-bisik.“Halo, Kak Kenzio!!” sapa mereka manis.Kenzio mendongak, tersenyum irit.“Halo semuanya.” Gadis-gadis kecil itu kembali tersipu dan saling mencubit. Seorang gadis paling cantik maju memimpin, menyerahkan sekotak cokelat dengan kartu hati merah jambu.“Kakak, cokelat ini untuk Kakak. Mohon diterima,” ucapnya dengan malu-malu.Kenzio melirik hadiah dengan sedikit jijik. Namun mata kucing si gadis membuatnya tak tega untuk menolak.Melihat penerimaan Kenzio, gadis-gadis yang lain segera tak mau kalah. Satu-per satu memberikan hadiah hingga lengan Kenzio penuh.Kenzio tersenyum kaku. “Terima kasih, lain kali tidak perlu repot memberi Kakak hadiah lagi.” “Tidak, sama sekali tidak repot,” gadis-gadis itu serempak menolak membuat Kenzio menyeringai tanpa
Hari terus bergulir.Renata telah termakan duka. Tubuhnya menyusut, kuyu dan kehilangan kesegaran. Ia menolak untuk makan, minum atau sekedar menutup mata.Renata laksana mayat hidup yang mengisolasi diri. Menjaga peti mati Samudera Biru siang dan malam. Tak ada seorang pun yang mampu membujuk atau memaksanya. Gadis itu sangat keras kepala, terlalu keras kepala hingga membuat orang tak tahu harus berbuat apa.Di malam ketujuh. Saat Renata nyaris sekarat, Raja Sion datang mengunjungi kastil putih mausoleum.Raja bangsa peri itu menghela napas berat ketika melihat Renata yang meringkuk di sisi peti mati dengan napas tersendat.Raja Sion mengangkat tangan. Satu aliran hangat membungkus tubuh Renata. Mengusir dingin yang menembus hingga ke dalam tulang-tulangnya, sekaligus mengembalikan sebagian vitalitas dan kesadarannya. Mata Renata pelan-pelan terbuka. Menyadari kehadiran seseorang ia bergerak bangun. Ketika menyadari sosok yang berdiri di depannya adalah Raja Sion, Renata buru-buru
Renata berguling, menghindari tikaman belati. Penyerang itu tak membiarkan begitu saja. Ia memburu, menyabetkan belati dengan sangat cepat dan terukur.Renata mendengus, nasibnya benar-benar baik. Baru memulai budidaya, musuh sudah datang entah dari mana. Sambil menahan rasa jengkel Renata mengumpulkan kekuatan internal di kedua lengan, lantas memblokir belati yang mengincar jantungnya dan menyisipkan telapak tangan kirinya yang terbuka ke arah dada lawan.“Dess!!”Si penyerang terjajar mundur.Renata melirik ke arah pintu.“Penjaga!!!” Penyerang itu tertawa terbahak-bahak. “Percuma saja! Mereka sudah kukirim ke alam baka.”Renata tertegun. Menatap sosok bertudung kasa hitam. Ingatannya baik, ia mengenali suara itu. “Ellaria,” Renata menabak tanpa ragu.“Ups, kau mengenali suaraku ya. Sayang sekali. Tapi tak apa. Aku juga muak dengan benda ini.”Ellaria merenggut tudung di kepala. Membuangnya dengan dramatis.Untuk kedua kalinya Renata tertegun. Wajah wanita di depannya nyaris se
Renata sedikit mengernyit, merasakan kecanggungan yang aneh. Meski begitu Renata tetap menjawab dengan sopan.“Hamba akan melakukannya.”Raja Sion mengangguk kecil kemudian menanyakan beberapa pertanyaan yang dijawab Renata dengan lugas. Setelah memberi instruksi gadis tabib untuk menjaga Renata dengan baik, Raja Sion kembali. Sierra Sion mengikuti ayahnya tanpa banyak bicara. Suasana perlahan mengendur. Shiny bahkan menghembuskan napas lega dengan kuat.“Raja Sion sangat menakutkan. Sepertinya ia masih belum bisa menerima kalau ....”“Nona Renata, kami akan pergi dulu. Anda mengobrolah dengan Tuan Singgih, kalian pasti memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” Cyrila memotong dengan cepat. Senyum melengkung di wajahnya yang cantik.Shiny mengerjap dan buru-buru mengangguk-angguk seperti burung pipit. “Ah, benar. Aku bodoh sekali, hehe ... Kak Renata, Kakak mengobrolah dengan Paman Singgih, aku pergi dulu.” Shiny melepaskan lengannya yang membelit lengan Renata kemudian turun dan men
Cahaya emas telah berhenti. Petikan kecapi dan aksara peri kuno telah memudar dan menghilang seluruhnya di bawah angin Padang Bulan Nirwana yang sejuk.Dua tubuh tergeletak.Proses ketiadaan Renata telah berhenti, menyisakan tubuh hangat yang sedikit kemerahan. Di sampingnya, Samudera Biru terbujur dengan kepala menghadap ke arah Renata sementara matanya terpejam rapat. Kulitnya pucat pasi tak bersari.Kerumunan segera terbentuk. Tertegun melihat sepasang kekasih yang saling menggenggam. Mereka terlihat sangat damai, cantik tetapi juga mengharukan. Tangisan timbul satu persatu. Mereka meratap tanpa kata-kata. Cahaya keemasan muncul di langit muram. Turun ke tanah seperti gugusan bintang jatuh.Sepasukan Kerajaan Peri Samudera berpakaian emas berbaris rapi.Raja Sion yang agung telah tiba!Semua makhluk yang tengah diliputi kesedihan berlutut. Menatap ke tanah dengan khidmat. Hati mereka bergetar. Mengantisipasi kemurkaan sang raja atas nasib putranya.“Berdiri!” Perintah itu datang
Seruan tertahan memenuhi Padang Bulan Nirwana.Samudera Biru dengan kecepatan tak terlihat menangkap tubuh Renata yang hampir membentur tanah. “Renata, sayang.” Samudera Biru memeriksa dengan cemas. Matanya melebar saat melihat tubuh Renata sedikit demi sedikit menjadi transparan seolah akan menghilang kapan saja.Jantung Samudera Biru berdebar, hatinya diliputi oleh kegelisahan.Singgih Wirayudha yang sebelumnya kalah cepat segera merebut Renata dan langsung dibuat tercekat oleh fenomena aneh di tubuhnya.“Ii ... ini? Apa yang terjadi?” Singgih Wirayudha menatap Samudera Biru yang membisu dengan raut gelap dan dalam. Jantung pria paruh baya itu berdebar, pikirannya membuat tebakan samar yang tak berani ia utarakan. Bibir Samudera Biru bergerak ragu. Terlihat sama takutnya dengan Singgih Wirayudh, kata-katanya tersangkut di tenggorokan.Cyrila menghela napas lantas maju selangkah, mengambil alih keraguan dua lelaki tersebut. Mata Cyrila memeriksa Renata dengan cermat. Wajah cantikny
“Halo, iblis.”Ramangga Kala tertegun. Menatap takjub ke dalam mata indah di hadapannya yang seakan menjadi pusat seluruh galaksi.Dalam satu sentuhan kecil tubuh Ramangga Kala terdorong ke belakang seperti daun kering tersapu angin. Wajah tampannya memucat namun matanya dipenuhi oleh binar ketertarikan.Angin berhembus. Mengibarkan rambut dan gaun putih panjang polos Renata dengan ringan. Wajah yang memikat dengan tanda lotus kecil di antara kedua alis itu terlihat begitu teduh dan suci. Memberikan kesan jauh, agung dan tak tersentuh.Renata seperti kepompong yang telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.Luar biasa menawan!“Gadis, kau kembali,” Ramangga Kala berucap sembari menahan rasa sakit di bagian dada yang disentuh jari Renata.Renata melengkungkan bibir, membentuk seulas senyum dingin. Saat ini ia dipenuhi oleh energi jiwa lotus yang lebih murni, lebih kaya, lebih tak terhingga dari energi jiwa lotus yang terbentuk secara alami di dalam tubuhnya.Yang tak kalah menakjubkan