Hari masih gelap saat Renata terbangun oleh suara-suara dari kolam renang. Matanya memicing menatap benda kotak di atas nakas, pukul empat.
Siapa yang memakai kolam renang sepagi ini?
Renata mengerjap, bersila di atas kasur mengumpulkan kesadaran, setelah lengkap beranjak menuju balkon.
Udara dingin membuatnya buru-buru memeluk lengan.
Di tengah kolam renang tampak Samudera Biru berdiri tegak di atas air. Melakukan beberapa gerakan lembut seperti menari. Perlahan gerakan-gerakan itu semakin bertenaga dan cepat, menimbulkan riak-riak besar di bawahnya.
Ia bertelanjang dada, mengekspose tubuh kokoh yang tanpa cela. Celana sutra hitam panjang melekat sempurna di pinggangnya yang ramping.
Kulit halusnya tampak berkilau dalam siraman cahaya lampu, sementara rambut legamnya terlontar anggun bersamaan dengan keringat yang meluncur perlahan seperti sungai-sungai pegunungan.
Begitu indah, kuat dan seksi.
“Glek,” tanpa sadar
Rama berjalan terseok menuju ruang kerja. Di belakangnya Renata tertawa dan terus bergerak seperti kutu loncat.Ratansa yang melihat tak bisa menahan tawa sementara Samudera Biru hanya melirik geli.“Hei, aku berhasil,” Renata menepuk meja.“Benarkah?” Samudera Biru menutup buku dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.“Tentu saja, lihat baik-baik.”Renata mulai memamerkan hasil latihannya.Samudera Biru memberi kode pada Ratansa untuk maju.Peri tampan berwajah dingin itu menjura lalu bergerak cepat berusaha menjatuhkan Renata dengan berbagai cara.Wajahnya sedikit memucat ketika semua usahanya gagal total. Beberapa kali ia malah sedikit mengernyit menahan sakit akibat berbenturan dengan tulang kering Renata yang terlihat kecil dan rapuh.Rama menyeringai puas, sedikit merasa lebih baik melihat ekspresi Ratansa.“Bagaimana? Aku hebat kan?” Renata menyombong,
Renata meraih tisu, mengelap wajah secara sembarang lalu menatap sekitar. Baru menyadari ternyata tak ada orang lain di toilet yang luas itu.Tanpa menunggu lama ia bergegas membuka pintu namun terkunci.“Oh ayolah, jangan sekarang,” gerutunya lalu membuka ponsel, menghubungi Samudera Biru.“Halo, kau di mana? Tolong aku, pintu toilet di sini rusak,” cerocos Renata saat tersambung.“Aku sedang buang air besar.”“Ck, peri juga buang hajat?”“Hei, kau pikir peri tidak punya sistem metabolisme, kau pikir ....”“Ada makhluk dengan energi sangat besar, aku sedikit takut,” potong Renata cepat.“Oh, itu hanya siluman seribu tahun. Tidak apa-apa, hadapi saja, tuttt ... tuttt ... tuttt.”“Dasar peri sialan!” Renata menggeram kesal.Di belakangnya suhu sudah berubah menjadi sangat lembap dan pengap.“Tess ... tess ..
Renata mencelat ke arah sebongkah batu besar.Makhluk itu berseru kaget lalu melesat, berusaha menyelamatkan namun gagal karena sesosok bayangan putih keperakan telah lebih dulu menyambar dan membawa menjejak tanah dengan hati-hati.“Kenapa lama sekali?” lirih Renata penuh rasa lega melihat wajah penyelamatnya.“Maaf, tadi sedikit mulas.”Samudera Biru dengan wujud aslinya tersenyum, menyeka darah yang meleleh dari hidung dan mulut Renata. Hatinya berdenyut, merasa bersalah karena sudah berbohong.Yang sebenarnya adalah ia sengaja membiarkan Renata bertarung. Tujuannya apa lagi selain menggembleng kemampuannya. Namun siapa nyana ternyata pertempuran akan menjadi seserius ini.Menilik sifat flamboyan siluman itu Samudera Biru yakin jika dia tak akan pernah bersikap keras pada seorang gadis, tapi ternyata kali ini berbeda, Renata mampu mendesak hingga ke batas toleransinya.Seharusnya Samudera Biru senang rencana
Renata menatap lurus jasad kasarnya yang terbaring tenang di ranjang besar.Sesaat setelah rohnya dibawa paksa, Samudera Biru segera memerintahkan Lucas untuk membawa tubuhnya pulang ke mansion.Perasaan aneh hinggap tanpa diminta berbarengan dengan rasa asing, bingung dan tak percaya. Apakah mereka yang mati merasakan hal seperti ini juga?Renata menggeleng kuat, mengusir pemikiran konyolnya jauh-jauh. Samudera Biru yang melihat tersenyum.“Kelak kau akan terbiasa,” ucapnya lembut.“Terbiasa?”“Ya, kau pemilik jiwa lotus. Rohmu bisa keluar masuk dengan mudah tanpa perlu menguasai ilmu apa pun lagi.”“Begitu ya,” Renata meringis.Samudera Biru mengangguk. “Cepat masuk, rohmu masih belum bisa terlalu lama berada di luar tubuhmu.”“Caranya?” tanya gadis itu bingung.“Tinggal masuk saja.”Samudera mendorong Renata mendekat ke a
‘Sejauh apa kita pergi, tanah, air dan udara di mana kita lahir selalu punya cara untuk memanggil pulang’Pulau kecil itu sangat indah dan bertabur cahaya matahari tenggelam. Karang dengan ceruk-ceruk dalam dan tumbuhan khas pantai terpahat anggun di sekitarnya.“Apa ini raja ampat?” tanya Renata sambil melepas helm. Pasir putih menyapa kaki kecilnya saat turun dari punggung Samudera Biru.“Pulau ini tak bernama, tak ada dalam peta dan tak bisa dilihat oleh manusia biasa.”“Maksudmu pulau gaib?”“Bukan, hanya pulau bertuah,” jawab Samudera Biru sambil meniup helm, menyingkirkan benda bulat itu entah ke mana. “Sagara, kau tahu dengan baik pulau apa ini bukan?”Hyang Sagara mengangguk membuat Samudera Biru tersenyum sinis.“Dan kau percaya wanita itu tak memiliki kekuatan apa-apa? Ck, sepertinya cinta membuatmu tumpul.”Hyang Sagara meringis pasra
“Trakk!!”Tusuk rambut terlepas dari genggaman, patah terhantam gelas perak aromaterapi.Cyrila menoleh, menatap nyalang Samudera Biru dan Hyang Sagara yang sudah berdiri di sudut kamar. Ia menggeram, kembali menyerang Renata dengan tusuk rambut lain namun gagal karena Hyang Sagara sudah lebih dulu berkelebat, memukul lengan dan dadanya hingga terhuyung.“Sadarlah!” teriak lelaki itu sambil menotok beberapa bagian tubuh Cyrila hingga tak leluasa bergerak.Samudera Biru biru melangkah tenang menuju tepi ranjang, mengeluarkan botol kristal kecil lalu menyentuhkan dua jari ke kening Renata. Asap sangat tipis mengepul dari hidung gadis itu, masuk ke dalam botol secara perlahan.Setelah menutup botol Samudera Biru menatap lembut Renata yang mulai terjaga.“A ... apa yang terjadi? Dia kenapa?” tanyanya bingung saat melihat Cyrila yang melotot dengan pupil seputih kertas.“Terkena tenung dan me
Aroma masakan menyebar ke penjuru rumah. Renata dan Cyrila tampak sibuk membuat sarapan. Tak ada kecanggungan di antara mereka seolah malam tadi tak pernah terjadi apa-apa.“Dapurmu sangat lengkap,” puji Renata melihat peralatan masak dan stok bahan makanan yang tersedia di sana.“Sebulan sekali aku keluar untuk berbelanja,” jelas Cyrila menjawab nada heran yang terselip dalam kalimat Renata.“Kau benar-benar berbelanja sendiri?”“Hanya mataku yang buta, keterampilanku yang lain masih bagus.”Renata mengangguk-angguk. Benar, bagaimanapun Cyrila bukan wanita biasa.“Nona Renata, maaf untuk kejadian semalam.”“Tidak, seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah menyeretmu ke dalam bahaya.”“Bisa melakukan sesuatu untukmu dan Tuan Singgih adalah sebuah kehormatan. Hanya saja ternyata aku tidak cukup kuat, aku sangat menyesal.”“Sudahl
“Aku belum mau mati!!”Renata berteriak panik saat mereka terlempar keluar dari sampan yang menukik ke tengah pusaran.“Tidak akan! Kau dilarang mati sebelum menikahiku!”Samudera Biru membalas. Ia menyambar tubuh Renata yang tampak kesulitan menahan gravitasi.“Yaa!! Aku juga tidak mau mati dalam keadaan jomblo!!”Renata membelit Samudera Biru, melingkarkan sebelah lengan di lehernya dengan mata terpejam, menahan ngeri melihat inti pusaran yang seperti tak memiliki dasar.“Aku akan menagih ucapanmu!”Samudera Biru tertawa, memeluk pinggang gadis itu erat.“Kalian sungguh tidak tahu situasi!” rutuk Hyang Sagara sambil menatap Cyrila yang berada jauh di depannya.Beberapa menit kemudian, saat sensasi berdebar jantungnya menghilang, saat wajahnya tak lagi merasakan terpaan angin Renata membuka mata.Ia terlongong.Mereka kini berdiri di tepi pantai b
Dalam beberapa hari, Renata yang masih merasa seperti sedang bermimpi jika Samudera Biru telah kembali ke sisinya dibuat kaget setengah mati.Samudera Biru benar-benar mewujudkan ucapannya.Rombongan istana Kerajaan Peri Samudera datang melamar dengan megah!Ratusan kotak hadiah mewah yang mereka bawa bertumpuk di halaman seperti bukit. Sangat menyita perhatian!Beruntung rumah baru Renata berada kaki gunung kecil yang relatif sepi sehingga tidak menimbulkan kehebohan yang tidak perlu.Kedua keluarga mencapai kesepakatan dengan sangat mudah dan cepat.Pernikahan akan digelar dalam tiga hari! Karena Samudera Biru sekarang hanya manusia biasa, dia kehilangan hak untuk mengadakan upacara pernikahan di aula suci Kerajaan Peri Samudera.Sebagai gantinya resepsi akan diadakan di tiga lokasi berbeda di dunia manusia. Di hotel internasional kelas atas, di pulau pribadi dan di atas kapal pesiar selama tiga bulan penuh.Segala hal akan ditanggung oleh pihak keluarga pengantin lelaki. Keluarga
Renata tercekat. Wajah rupawan itu sama persis dengan wajah rupawan yang terpatri di ingatannya.“Kau ....”“Samudera Biru, kekasihmu.”Renata terdiam. Mendengarkan suaranya yang juga sama persis dengan suara yang sangat dikenalnya.Tapi lantas apa? Dia hanya manusia biasa!Renata mengangkat pedang giok perak. Menghunus lurus ke arah sosok putih dengan mata dingin.“Tidak! Kekasihku sudah mati!”Sosok putih mengernyit melihat penolakan Renata yang keras. Namun segera tersadar setelah menatap tubuhnya sendiri. Ia tersenyum tak berdaya. “Ah, maafkan aku. Aku lupa memberitahumu kalau sekarang tubuh ini hanya tubuh manusia biasa. Aku bukan peri lagi.”Renata mengepalkan lengan, menahan gemetar yang melanda dengan hebat. Hatinya menjerit untuk menerima penjelasan itu tapi pikirannya menolak keras.Perang batin itu membuat Renata sedikit kesulitan untuk bernapas. Membuat air matanya berjatuhan seperti gerimis. Mata sosok putih meredup. Ia menghela napas kemudian melayang mendekat. Menurun
Tiga tahun kemudian.“Tring!! Tring!! Tring!!” Lonceng angin berdenting nyaring.“Selamat datang!” Pemuda tampan di balik counter berteriak tanpa menoleh. Suaranya yang magnetis membuat segerombol gadis kecil tersipu dan berbisik-bisik.“Halo, Kak Kenzio!!” sapa mereka manis.Kenzio mendongak, tersenyum irit.“Halo semuanya.” Gadis-gadis kecil itu kembali tersipu dan saling mencubit. Seorang gadis paling cantik maju memimpin, menyerahkan sekotak cokelat dengan kartu hati merah jambu.“Kakak, cokelat ini untuk Kakak. Mohon diterima,” ucapnya dengan malu-malu.Kenzio melirik hadiah dengan sedikit jijik. Namun mata kucing si gadis membuatnya tak tega untuk menolak.Melihat penerimaan Kenzio, gadis-gadis yang lain segera tak mau kalah. Satu-per satu memberikan hadiah hingga lengan Kenzio penuh.Kenzio tersenyum kaku. “Terima kasih, lain kali tidak perlu repot memberi Kakak hadiah lagi.” “Tidak, sama sekali tidak repot,” gadis-gadis itu serempak menolak membuat Kenzio menyeringai tanpa
Hari terus bergulir.Renata telah termakan duka. Tubuhnya menyusut, kuyu dan kehilangan kesegaran. Ia menolak untuk makan, minum atau sekedar menutup mata.Renata laksana mayat hidup yang mengisolasi diri. Menjaga peti mati Samudera Biru siang dan malam. Tak ada seorang pun yang mampu membujuk atau memaksanya. Gadis itu sangat keras kepala, terlalu keras kepala hingga membuat orang tak tahu harus berbuat apa.Di malam ketujuh. Saat Renata nyaris sekarat, Raja Sion datang mengunjungi kastil putih mausoleum.Raja bangsa peri itu menghela napas berat ketika melihat Renata yang meringkuk di sisi peti mati dengan napas tersendat.Raja Sion mengangkat tangan. Satu aliran hangat membungkus tubuh Renata. Mengusir dingin yang menembus hingga ke dalam tulang-tulangnya, sekaligus mengembalikan sebagian vitalitas dan kesadarannya. Mata Renata pelan-pelan terbuka. Menyadari kehadiran seseorang ia bergerak bangun. Ketika menyadari sosok yang berdiri di depannya adalah Raja Sion, Renata buru-buru
Renata berguling, menghindari tikaman belati. Penyerang itu tak membiarkan begitu saja. Ia memburu, menyabetkan belati dengan sangat cepat dan terukur.Renata mendengus, nasibnya benar-benar baik. Baru memulai budidaya, musuh sudah datang entah dari mana. Sambil menahan rasa jengkel Renata mengumpulkan kekuatan internal di kedua lengan, lantas memblokir belati yang mengincar jantungnya dan menyisipkan telapak tangan kirinya yang terbuka ke arah dada lawan.“Dess!!”Si penyerang terjajar mundur.Renata melirik ke arah pintu.“Penjaga!!!” Penyerang itu tertawa terbahak-bahak. “Percuma saja! Mereka sudah kukirim ke alam baka.”Renata tertegun. Menatap sosok bertudung kasa hitam. Ingatannya baik, ia mengenali suara itu. “Ellaria,” Renata menabak tanpa ragu.“Ups, kau mengenali suaraku ya. Sayang sekali. Tapi tak apa. Aku juga muak dengan benda ini.”Ellaria merenggut tudung di kepala. Membuangnya dengan dramatis.Untuk kedua kalinya Renata tertegun. Wajah wanita di depannya nyaris se
Renata sedikit mengernyit, merasakan kecanggungan yang aneh. Meski begitu Renata tetap menjawab dengan sopan.“Hamba akan melakukannya.”Raja Sion mengangguk kecil kemudian menanyakan beberapa pertanyaan yang dijawab Renata dengan lugas. Setelah memberi instruksi gadis tabib untuk menjaga Renata dengan baik, Raja Sion kembali. Sierra Sion mengikuti ayahnya tanpa banyak bicara. Suasana perlahan mengendur. Shiny bahkan menghembuskan napas lega dengan kuat.“Raja Sion sangat menakutkan. Sepertinya ia masih belum bisa menerima kalau ....”“Nona Renata, kami akan pergi dulu. Anda mengobrolah dengan Tuan Singgih, kalian pasti memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” Cyrila memotong dengan cepat. Senyum melengkung di wajahnya yang cantik.Shiny mengerjap dan buru-buru mengangguk-angguk seperti burung pipit. “Ah, benar. Aku bodoh sekali, hehe ... Kak Renata, Kakak mengobrolah dengan Paman Singgih, aku pergi dulu.” Shiny melepaskan lengannya yang membelit lengan Renata kemudian turun dan men
Cahaya emas telah berhenti. Petikan kecapi dan aksara peri kuno telah memudar dan menghilang seluruhnya di bawah angin Padang Bulan Nirwana yang sejuk.Dua tubuh tergeletak.Proses ketiadaan Renata telah berhenti, menyisakan tubuh hangat yang sedikit kemerahan. Di sampingnya, Samudera Biru terbujur dengan kepala menghadap ke arah Renata sementara matanya terpejam rapat. Kulitnya pucat pasi tak bersari.Kerumunan segera terbentuk. Tertegun melihat sepasang kekasih yang saling menggenggam. Mereka terlihat sangat damai, cantik tetapi juga mengharukan. Tangisan timbul satu persatu. Mereka meratap tanpa kata-kata. Cahaya keemasan muncul di langit muram. Turun ke tanah seperti gugusan bintang jatuh.Sepasukan Kerajaan Peri Samudera berpakaian emas berbaris rapi.Raja Sion yang agung telah tiba!Semua makhluk yang tengah diliputi kesedihan berlutut. Menatap ke tanah dengan khidmat. Hati mereka bergetar. Mengantisipasi kemurkaan sang raja atas nasib putranya.“Berdiri!” Perintah itu datang
Seruan tertahan memenuhi Padang Bulan Nirwana.Samudera Biru dengan kecepatan tak terlihat menangkap tubuh Renata yang hampir membentur tanah. “Renata, sayang.” Samudera Biru memeriksa dengan cemas. Matanya melebar saat melihat tubuh Renata sedikit demi sedikit menjadi transparan seolah akan menghilang kapan saja.Jantung Samudera Biru berdebar, hatinya diliputi oleh kegelisahan.Singgih Wirayudha yang sebelumnya kalah cepat segera merebut Renata dan langsung dibuat tercekat oleh fenomena aneh di tubuhnya.“Ii ... ini? Apa yang terjadi?” Singgih Wirayudha menatap Samudera Biru yang membisu dengan raut gelap dan dalam. Jantung pria paruh baya itu berdebar, pikirannya membuat tebakan samar yang tak berani ia utarakan. Bibir Samudera Biru bergerak ragu. Terlihat sama takutnya dengan Singgih Wirayudh, kata-katanya tersangkut di tenggorokan.Cyrila menghela napas lantas maju selangkah, mengambil alih keraguan dua lelaki tersebut. Mata Cyrila memeriksa Renata dengan cermat. Wajah cantikny
“Halo, iblis.”Ramangga Kala tertegun. Menatap takjub ke dalam mata indah di hadapannya yang seakan menjadi pusat seluruh galaksi.Dalam satu sentuhan kecil tubuh Ramangga Kala terdorong ke belakang seperti daun kering tersapu angin. Wajah tampannya memucat namun matanya dipenuhi oleh binar ketertarikan.Angin berhembus. Mengibarkan rambut dan gaun putih panjang polos Renata dengan ringan. Wajah yang memikat dengan tanda lotus kecil di antara kedua alis itu terlihat begitu teduh dan suci. Memberikan kesan jauh, agung dan tak tersentuh.Renata seperti kepompong yang telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.Luar biasa menawan!“Gadis, kau kembali,” Ramangga Kala berucap sembari menahan rasa sakit di bagian dada yang disentuh jari Renata.Renata melengkungkan bibir, membentuk seulas senyum dingin. Saat ini ia dipenuhi oleh energi jiwa lotus yang lebih murni, lebih kaya, lebih tak terhingga dari energi jiwa lotus yang terbentuk secara alami di dalam tubuhnya.Yang tak kalah menakjubkan