Genta menjawab semua pertanyaan dengan tenang dan mantap. Jawaban yang diberikan selalu konsisten meskipun dibolak balik berkali- kali. Saling gemasnya Yongseng dan Buana meminta supaya Genta dipasangi alat pedeteksi kebohongan. Tetapi sia- sia saja. Tidak ada kebohongan sama sekali yang mereka temukan. Hingga pada akhirnya tepat pukul sepuluh malam Genta dan keluarganya pun pulang.
"Sial! Bagaimana mungkin dia bisa memiliki semua alibi itu. Apakah ada yang membantunya?" maki Buana.
AKBP Bayu menatap anak buah kesayangannya itu, ia sendiri sudah yakin jika Genta memang terlibat. Tapi, semua alibi Genta memang dikuatkan oleh para saksi. Lagi pula tidak ada ditemukan satu saja barang bukti yang benar-benar kuat yang dapat menyeret Genta masuk ke dalam tahanan.
"Hanya iblis yang bisa melakukan semua ini. Tanpa jejak, tanpa sidik jari. Manusia biasa tidak akan pernah bisa melakukan hal ini," kata AKBP Bayu yang langsuMaharani merasa khawatir, sudah beberapa hari sejak Nino pulang ke kotanya untuk memakamkan jenazah Nindia, Gendis seolah menutup diri. Biasanya gadis itu sudah pergi pagi-pagi ke restoran miliknya. Anehnya, gadis itu tidak ikut dengan Nino dan keluarganya. Padahal sebelumnya ia sudah meminta izin untuk ikut."Kau baik-baik saja, Nak?" tanya Maharani pada Gendis pagi itu. Gendis yang sedang mengoles roti dengan selai coklat kesukaannya hanya mengangguk lesu."Ada masalah di restoranmu?" Kali ini Galih yang bertanya. Sementara Genta hanya menyimak dengan tenang sambil memakan nasi gorengnya."Aku baik-baik saja, Pa, Ma. Hanya saja ...." Galih menghentikan suapan ke mulutnya dan menyentuh bahu Gendis yang kebetulan berada di sampingnya."Apa Nino membuatmu sakit hati?Dia sudah melakukan hal yang kurang baik?""Pa. Ma, apakah keluarga kita ini bersekutu dengan iblis untuk menumbalkan manusia supaya
Tiba di restorannya yang berada di jalan Padjajaran, Gendis melihat sudah ada beberpa pengunjung yang datang. Tetapi, pandangannya tertuju ke meja yang terletak di sudut dekat kolam ikan. Tampak seorang pemuda gagah tengah makan dengan nikmat. Gendis merasa bahwa ia seperti pernah bertemu dengan pemuda itu. Tetapi ia lupa di mana. Merasa penasaran,Gendis pun berjalan menghampiri tamunya itu."Selamat pagi, maaf jika saya mengganggu. Tapi, sepertinya kita pernah bertemu."Pemuda tampan itu mengangkat wajahnya dan tersenyum menatap Gendis dengan sorot mata elangnya yang selalu membuat wanita terpikat."Saya Buana. Kita pernah bertemu, tapi tidak sempat saling bertegur sapa."Gendis memicingkan matanya mencoba mengingat-ingat. Buana tersenyum hangat, "Anda mungkin tidak ingat karena saya memakai seragam ketika anda melihat saya," katanya. Gendis menepuk dahinya. Ya, ia ingat sekarang, ketika mengantarkan Genta k
Gendis terbelalak kaget mendengar perkataann Buana."Astaga ... Aku tidak tau jika kasusnya ternyata sebesar ini.""Satu hal yang aneh adalah, setiap kali ada kasus adikmu Genta selalu ada." Gendis tersentak, ia hampir saja mengeluarkan kata-kata kasar dan makian kepada Buana. Namun, lelaki tampan itu seolah bisa membaca pikiran Gendis. Dengan sentuhan lembut dan tatapan yang hangat ia berhasil membuat Gendis kembali terpesona."Genta hanya berada di tempat dan waktu yang salah. Aku percaya pada keluarga kalian. Tidak ada bukti yang mengarah kepada Genta dan semua saksi juga sudah menguatkan kesaksian adikmu. Kau hanya perlu tenang dan jangan mendengarkan ucapan miring dari orang-orang." Gendis menghela napas panjang dan tersenyum lega. "Calon suami yang saya banggakan, tadinya, dia dengan tega menuduh jika keluarga saya melakukan pesugihan untuk mendapatkan kekayaan. I-itu ... saya-"Gendis ta
"Bu, tagihan orang tadi-""Nggak apa-apa, masukkan ke dalam tagihan saya.Dia tamu saya," jawab Gendis kepada pegawainya."Sudah dua hari orang tadi makan di sini, Bu." Gendis menatap pegawainya dan mengerutkan dahinya,"Oya, kemarin dia sendiri atau bersama kawannya?""Sendiri, Bu.""Apakah menanyakan saya atau ada hal yang aneh?" tanya Gendis yang dijawab oleh gelengan kepala pegawainya."Saya malah tidak tau kalau dia teman Bu Gendis. Kemarin ya datang lalu makan, setelah itu pulang. Saya pikir tamu biasa saja." Gendis mengangguk dan segera melangkah menuju ke ruangannya untuk memeriksa laporan keuangan selama ia tidak masuk beberapa hari.Beruntung Gendis memiliki pegawai yang sangat loyal dan juga dapat dipercaya. Sehingga jika ia kebetulan berhalangan untuk datang tidak pernah ada masalah yang berarti. Sementara itu, Buana tampak tersenyum senan
Yongseng tertawa renyah melihat wajah Buana. Ia tau jika sepupunya ini pasti akan berhasil memikat hati Gendis dengan ketampanan wajahnya itu."Aku tau kau pasti akan berhasil, akan lebih baik lagi jika kau membuat gadis itu tergila-gila padamu lalu kau jadikan istri. Dengan demikian misi tercapai, kau dapat bonus istri," ujar Yongseng. Buana hanya menghela napas panjang, entah mengapa ia juga merasa sangat dekat dengan Gendis. Gadis itu memang baru ia kenal, tapi rasanya ia sudah lama mengenalnya. Debaran yang ia rasakan tadi sangat berbeda dengan yang pernah ia rasakan sebelumnya."Aku seperti sudah mengenalnya, padahal kami baru bertemu dan berkenalan. Tapi, waktu dia menangis dan memelukku, aku merasa dadaku sakit. Rasanya seperti kau mempunyai luka yang hampir kering lalu terbuka kembali, perih." Yongseng terbahak mendengar ucapan Buana."Kau jatuh cinta, sepupuku tersayang," uj
Della benar-benar merasa kaget mendengar cerita Gendis tentang Nino. Padahal, Nino yang ia kenal sangat bijaksana dan santun."Ya ampun, aku nggak nyangka kalau Mas Nino bisa-bisanya mengatakan hal itu kepada Mbak."Gendis menghela napas panjang lalu menyesap lemon tea-nya perlahan."Aku merasa sakit hati, Del. Sampai hati dia mengatakan hal seperti itu. Aku tau betul jika papaku merintis semua dari awal. Mama pernah bercerita jika dulu usaha mereka juga tidak sebesar sekarang. Jika memang papa dan mama memakai pesugihan, sudah tentu sejak dulu ada korban. Tapi, semua anggota keluarga kami sehat-sehat saja sampai sekarang," kata Gendis. Della mengelus lengan Gendis perlahan. "Sabar, ya, Mbak. Aku tau bagaimana perjuangan Mbak selama ini. Mbak pekerja keras, dan aku yakin semua itu karena ayah Mbak juga seorang pekerja keras.""Terima kasih, Della. Selama kamu sudah menemani saya berjuang, sejak aw
Gendis menatap surat pengunduran diri Nino. Sebagai kekasih, ia memang tidak bisa memaafkan Nino begitu saja. Tapi, sebagai seorang atasan, Gendis harus mengakui jika Nino adalah pegawai yang baik. Restoran cabang yang dimanageri oleh Nino maju dengan pesat dan omset tiap bulannya juga meningkat. Tidak mudah mendapatkan pengganti yang cekatan dan juujur seperti Nino."Kau ini lelaki bukan?" tanya Gendis dengan tegas. Mendengar ucapan Gendis, Nino mengerutkan dahinya."Maksudnya?""Kau pernah mengatakan jangan bawa masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Lalu ini apa? Sebagai kekasih, saat ini aku memang tidak bisa untuk meneruskan hubungan denganmu. Butuh waktu untukku kembali memikirkan semuanya. Tapi, sebagai atasanmu, aku menolak surat pengunduran dirimu," kata Gendis dengan tegas."Tapi ....""Tidak ada tapi, memangnya kau sudah mendapatkan pekerjaan baru?"
Maharani terkejut mendengar cerita Gendis, bagaimana bisa dengan seorang anggota kepolisian."Kau suka padanya?" tanya Maharani tanpa basa basi lagi. Hal itu jelas membuat Gendis tersipu."Mama ....""Hati-hati, Nak. Bukan tidak mungkin dia memang sengaja mendekatimu karena ingin mengorek keterangan. Bisa jadi polisi masih mencurigai adikmu," kata Maharani. Namun, Gendis menggelengkan kepalanya perlahan."Dia bahkan tidak menanyakan apa-apa mengenai Genta, Ma. Dia baru saja dimutasikan tepat di hari Genta dimintai keterangan. Hanya di waktu bersamaan saja. Tapi, entah kenapa aku merasa seperti sudah lama sekali mengenalnya ya,Ma.""Maksudmu?""Saat pertama kali aku melihat dan bicara dengannya, aku merasakan ada satu ikatan yang sudah lama terjalin di antara kami. Aku merasa sangat mengenalnya.""Mungkin dia adalah kekasihmu di masa lalu," kekeh Maharani asal bicara. Namun, bagi Gendis yang dikatak