"Eh Iya maaf, Dika kenalin ini istri gue namanya Devana," Ucap Raka ada Dika. Namun, tidak pada Maira.
"Istri! Lo becanda kan Ka, memang kapan lo nikahnya, Ka? Kenapa gak undang-undang, gue kira lo bakalan nikah cuma sama Maira," Ucap Dika. Sambil menatap Devana yang kini hanya terdiam. Raka hanya menggelengkan kepalanya lalu melihat Maira yang terlihat sedih, karena kini pria yang masih dia cintai yang dia yakini masih mencintainya sudah milik wanita lain.
"Gue kira itu tadi sodara lo, yang cuma nemenin lo doang biar gak sendiri. Gue gak nyangka kalau lo udah m nikah sama gadis remaja bro. Lagian dia pantesnya jadi adik lo, bukan istri lo bro," Bisik Dika. Yang masih terdengar oleh Devana, dan itu membuat Devana mendelik kearah Dika dan Raka yang hanya diam sambil menatap Maira tanpa peduli dengan Devana yang mulai melepaskan pegangan tanganbya pada Raka.
"Raka, kamu bener-bener udah nikah?" Tanya Maira. Dengan mata yang berkaca-kaca, membuat Raka m
Sesampainya di apartemen, Devana pun langsung nyelonong masuk tanpa menghiraukan suaminya.Brukk!Suara pintu tertutup sangat keras, membuat Raka menghela nafasnya, dan menyusul Devana ke kamar beruntung Devana tidak menguncinya. Namun mata Raka membulat saat melihat Devana tengah membereskan bajunya kedalam koper."Deva, kamu mau kemana?" Tanya Raka panik karena melihat istrinya memasukan bajunya ke dalam koper. Dan tak ada sahutan dari Devana dia malah sibuk mengeluarkan baju-bajunya dari lemari."Aku mau pulang kerumah Mommy, supaya Mas Raka bisa bersama perempuan yang Mas Raka cintai," Ucap Devana sambil memasukkan baju-bajuya kedalam koper."Kamu bicara apa sih sayang? Jangan seperti ini kita bicarain semuanya dengan kepala dingin jangan emosi seperti ini," Ucap Raka sambil mengambil alih baju Devana dan memasukannya kembali ke lemari."Hentikan Mas! Aku hanya ingin memikirkan kembali hubungan kita, aku tau mungkin aku sudah
Kini Ares tengah berdiri di balkon kamarnya, sesekali dia teringat kejadian tadi sore saat dia nongkrong bersama teman-temannya di Cafetaria, dia yakin kalau tadi itu adalah Ragini bersama Dosen yang terkenal dengan kekillerannya dan kedisiplinannya itu"Gue yakin itu tadi beneran Devana deh, tapi pak Raka kok bisa ya dia makan bareng Devana, bodoh banget gue harusnya tadi gue samperin aja mereka, jadi gak bikin gue penasaran kayak gini, sebenarnya ada hubungan apa ya pak Raka dengan Devana, kalau memang pak Raka ada sesuatu dengan Devana gue harus gerak cepat, gue gak boleh tinggal diam gue harus bertindak," Ucap Ares bermonolog sambil manatap langit yang terlihat indah dengan bintang yang bertaburan.Sementara itu di sebuah kamar yang terlihat mewah dan elegan, terdapat sepasang suami istri yamg baru saja menuntaskan rutinitas mereka diatas ranjang."Udah By, aku cape dari tadi kamu minta nambah terus." Devana merajuk di
Keesokan harunya seperti biasa Devana dan Raka melakukan aktivitasnya yaitu pergi kekampus, tentu saja mereka pergi bersama seperti biasa dan seperti biasa juga Devana akan turun di halte dekat kampusnya.Sesampainya dikampus Devana pun langsung menuju kelas, dia kini sadang berjalan di Koridor kampus untuk menuju ke kelasnya sendirian. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ada yang memanggilnya."Dev, Deva tunggu...?" Panggil seseorang yang ternyata adalah Ares yang sudah Devana anggap sebagai sahabat baiknya. Meski akhir-akhir ini Ares sedikit menyebalkan karena selalu menggodanya dan Devana tidak suka itu."Ada apa, Res?" Tnya Devana. Yang kini menoleh kearah Ares yang sudah ada disampingnya dengan senyuman yang membuat Devana sedikit mual saat melihatnya."Ah tidak ada apa-apa, Va. Aku hanya ingin mengajak kamu ke kantin saja, udah beberapa hari kita jarang ngobrol, jadi aku ingin mengajakmu sarapa
Kini Devana tengah terduduk di kelas nya, sesekali dia memijit plipisnya, rasa sakit yang mendera kepalanya kian mendera benar-benar terasa sakit, Devana pun menelungkupkan kepalanya diatas mejanya agar mengurangi rasa sakitnya dikepalanya."Deva, kamu kenapa?" Tanya Mita. Yang baru saja datang dan melihat sahabatnya yang terlihat menyandarkan kepalanya keatas meja. Devana pun mendongak menoleh kearah Mita yang baru saja datang."Nggak apa-apa Mit, cuma agak sedikit pusing," Jawab Devana. Dengan senyuman yang dipaksakan agar sahabatnya itu tidak khawatir."Tapi wajah kamu terlihat pucat, Va. Aku antar kamu ke ruang UKS ya." Mita menawarkan bantuan mengajaknya ke UKS."Nggak Mit, aku gak apa-apa kok cuma pusing sedikit, nanti juga sembuh udah biasa kok sakit kayaknya gini," Jawab Devana. Yang kekeh tidak mau menuruti ajakan Mita yang ingin membawanya keruang UKS."Ya udah kalsu gak mau, apa kamu absen aja nanti biar aku yang
Setelah itu tidak ada balasan lagi dari Devana. Kini Devana malah tengah sibuk dengan pikirannya yang telah menerawang, karena ucapan Dokter Sinta tadi yang menyuruhnya memeriksa ke Dokter kandungan."Arrrggghhh..., bagaimana kalau aku benar-benar hamil! Ya Tuhan aku benar-benar belum siap untuk jadi ibu, dan lagi bagaimana penilaian teman-temanku pasti mereka akan mengolokku karena aku hamil, dan pasti mereka mengira aku hamil di luar nikah, karena yang mereka tahu aku belum menikah. Aaaa..., aku gak mau, mudah-mudahan benar Kata Bu Sinta kalau dia salah diagnosa," Ucap Devana. Sambil berbaring mencoba untuk istirahat karena kini kepalanya kembali terasa sakit.Beberapa menit kemudian, akhirnya Raka pun datang dengan mengendap-endap seperti maling saat memasuki ruang kesehatan, dan setelah di ruangan itu. Raka pun langsung mengunci pintu ruangan itu, takut-takut ada yang tiba-tiba masuk."Ada apa sayang?" T
Raka dan Devana pun sudah tiba di apartemen mereka. Semenjak pulang dari rumah sakit Devana pun hanya terdiam, dan setelah masuk ke apartemen dia langsung masuk ke kamarnya.Raka yang melihat istrinya menjadi pendiam pun langsung menghampirinya dikamar mereka. Raka melihat Devana berbaring ditempat tidurnya dengan memiringkan tubuhnya. Raka mendekati Devana dan duduk disampingnya, dia melihat Devana meneteskan air matanya. Melihat Istrinya Istrinya menangis dalam diam. Raka pun langsung menghapus air matanya."Kenapa, hm? " Tanya Raka. Sambil membelai rambut Devana. Namun, bukannya berhenti, Devana semakin terisak, membuat Raka bingung dibuatnya karena tidak biasanya Devana cengeng seperti ini."Mas, Aku takut." Devana berkata dengan suara bergetar. Membuat Raka menatap wajah Devana dengan lekat."Takut kenapa sayang? Ada aku yang akan selalu menemanimu," Ucap Raka. dengan lembut mencoba
Huek... Huek... Huek"Ya Tuhan kenapa pagi ini rasa mualku tidak bisa ditahan, padahal kemarin masih bisa ditahan." Wajah Devana terlihat pucat karena terlalu banyak mengeluarkan cairan. Sementara diluar sana Raka yang baru terbangun langsung turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi karena mendengar Devana muntah-muntah."Astaga sayang, kamu kenapa? Ayo bangun sebaiknya hari ini kamu istirahat dirumah saja," Ucap Raka. Terlihat khawatir. Lalu dia memapah tubuh Devana yang Raka lihat tengah terduduk dilantai kamar mandi."Nggak, Mas. kamu tau kan skripsiku tinggal sedikit lagi dan aku ingin minggu depan sudah berada ditangan pak Abimanyu agar segera diproses. Dan aku bisa segera sidang jadi aku bisa istirahat dirumah kalau sudah sidang skripsi," Sahut Raka. Yang kini tengah duduk diranjang."Tapi sayang lihat lah wajahmu sangat pucat, aku jadi khawatir melihatnya," Ucap Raka. Sambil menatap wajah pucat Devana, dan tidak bisa memaksa Devana u
"Gimana hasil tesnya, benar-benar positif kan?" Tanya Sinta. Membuat Devana tersentak mendengar pertanyaan Sinta. "Iya Bu, positif," Sahut Devana. Dengan anggukan lemahnya. "Terus bagaimana, apakah kekasihmu akan bertanggung jawab setelah dia tau kalau kamu hamil, Devana?" Lagi-lagi Sinta bertanya. Karena memang sangat ingin tahu tentang Devana yang sudah bu Sinta anggap seperti putrinya sendiri. "Dia sudah bertanggung jawab Bu, dia akan menikahiku," Jawab Devana dengan berbohong pada Bu Sinta, Nanti jika waktunya sudah tepat pasti Devana akan memberi tahu kepada Bu Sinta tentang pernikahannya dengan Raka, dosen pembimbingnya itu. "Syukur lah kalau dia mau bertanggung tanggung jawab, ibu senang karena calon cucu ibu akan mempunyai keluarga yang lengkap," Ucap Sinta dengan senyuman sumringahnya. Devana pun tersenyum meski perasaannya sekarang tidak tenang. "Iya Bu, dan ibu tau calon bayiku terny
Keesokan paginya. Seperti biasa Naila pergi ke kamar Nadira. Dengan tugas rutinnya membangunkan adik kesayangannya itu. Yang memang sangat malas untuk bangun pagi. Namun sesampainya dikamar Nadira. Naila membulatkan matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ternyata kini Nadira sudah Rapih dan terlihat sangat cantik dengan mak'up tipinya. Sehingga kelihatan cantik natural."Pagi, Kak Naila," Sapa Nadira. Sambil mengambil tas dan tersenyum pada kakaknya itu."Ini Kakak tidak sedang bermimpi kan?" Tanya Naila. Masih menatap adiknya yang kini sudah rapih dan cantik. Seakan tidak percaya dan menganggap yang dia lihat hanyalah mimpi saja."Ayo lah, Kak. Jangan kaget kayak gitu. Dira nyoba bangun pagi sendiri. Jadi mulai besok kakak gak usah repot-repot bangunin Dira lagi ya Kakakku sayang. " Nadira pun tersenyum manis pada sang kakak."Baguslah kalau gitu. Ini baru adik kesayangan Kakak, seneng deh kalau kamu mau berubah meski sedikit-sedikit gak apa-apa, Dek. Nanti tinggal
Shelly keluar dr ruangan CEO. Namun, dia menatap Nadira dengan tatapan sendu, membuat Nadira semakin bertanya-tanya."Gimana Kak, apa Kakak diterima?" Tanya Nadira. Dengan perasaan waswas namun dia sangat penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Shelly."Tidak. Katanya aku kurang pas jadi sekertarisnya. Kau tau dia bos yang sangat dingin dan tidak berperasaan. bahkan saat interview dia asyik memgotak ngatik laptopnya saja. Tanpa melihatku. Sebnrnya aku sedih tidak bisa berkerja disini. Tapi kalau melihat bos nya seperti itu, aku bersyukur tidak diterima disini. Karena bisa-bisa aku nanti stres kelamaan sama orang kayak gitu." Ucap Shelly. Dan membuat Nadira sedikit brigidik ngeri mendngr ucapan Shelly. Belum sempat menjawab perkataan Shelly. Kini Nadira sudah dipanggil untuk memasuki ruangan. Dengan bekal semangat yang diberikan oleh Shelly. Nadira pun memberanikan diri untuk memasuki ruangan calon bosnya itu.Tok.... Tok.... Tok.... Tok....Nadira pun mengetuk pintu ruangan itu.
Dipagi hari yg cerah, cahayanya pun seakan memaksa memasuki celah gordeng kamar seorang gadis, yg kini masih setia dengan tidur lelapnya, seakan enggan untukmu mbuka matanya indahnya, dipagi yg cerah. "Ya Allah Dira. Bangun dong, Dek. lihat sudah jam berapa ini! Bukannya kamu hari ini kamu ada interview, diperusahaan impianmu, Dek? Bukannya kamu pengen banget masuk ke perusahaan itu sayang?" Devana pun membuka selimut yang menutupi tubuh putrinya itu."Ah Kak Naila. Aku masih ngantuk nih, 10 menit lagi ya. Oh ya emang ini jam berapa, Kak?" Tanya Nadira. Sambil kembali menarik selimut yang sempat terbuka dan kini ia menutup rapat kemabali tubuhnya dengan selimut. "Jam 07.30. Sayang," Jawab Naila. Sambil membuka gordeng dan jendela kamar adiknya itu. "What...!" Teriak Nadira. Dia terperanjat dari tempat tidurnya dan menatap jam dinding yang berada disudut kamarnya. "Hmm, baru sadar ya sayang! Kamu ini ya. Kakak kan sudah bilang berapa kali, belajar bangun pagi! Kalau terus malas-m
Nathan dan Kayla kini tengah duduk disofa dikamar mereka. Dan terlihat Nathan tengah berbicara serius pada Kayla. Yang ditanggapi dengan serius juga oleh wanita hamil itu."Tapi kamu jangan marah. Dan jangan tinggalin aku." Nathan terlihat ketakutan dalam ucapannya. Dia ingin tak ada lagi rahasia yang dirinya tutupi dari Kayla."Emang ada apa, Nat?" Tanya Kayla dengan wajah penasarannya. Ternyata ada begitu banyak luka dibalik sikap dingin dan sok tak acuh Nathan. Sebuah misteri yang belum Kayla ketahui."Kamu janji nggak bakalan ninggalin aku kan setelah ini? Kamu mau janji aku kan, Kay?"Kayla pun mengangguk dan membuat Nathan tersenyum meski sangat tipis.Natha beranjak dari duduknya. Dia membimbing Kayla berdiri dan menarik tangan Istrinya itu untuk keluar dari kamar mereka."Aku mau dibawa kemana, Nat?"Nathan tidak menjawab pertanyaan Kayla. Langkahnya terhenti di depan pintu ruangan sebelah kamarnya. Di ruangan yang sangat Nathan tutupi dari siapa pun.Dengan perlahan Nathan me
"Wahh. pemandangannya bagus banget, aku suka, Nat." Seru Kayla saat menginjakkan kakinya di pantai. "Bagus kan, kamu suka?" Tanya Nathan. Kayla mengangguk dan tersenyum manis. Lalu dia memeluk tubuh Kayla dari belakang,. Dengan tangan yang meraba-raba sesuatu. "Kenapa?" Tanya Kayla saat Nathan mengusap perut wanit itu berkali-kali. "Kok gak nendang-nendang sih, Kay? kemarin aku baca google kalau bayinya bakal gerak-gerak gitu!""Ah kamu ini ternyata lebih oon dari aku ya, Nat. Ya iyalah belum gerak, kandungan ku kan masih baru beberapa minggu. Dasar kamu ini ada-ada aja!" Mendengar ucapan sang istri bukanya marah. Nathan malah tertawa dengan sikapnya yang sedikit bodoh. "Woy! Kok ninggalin sih?" Pekik seseorang di belakang mereka. Nathan mendengus kesal dan melepaskan pelukan mesranya dari tubuh Kayla. "Lo minggir deh. Bareng Bang Cris apa bareng Reyhan aja sana. Jangan ngintilin gue mulu," Ujar Nathan sambil mendengus kesal. "Gue nggak ada temennya tau. Mereka sibuk sama paca
Nathan dan Kayla kini sudah ada dirumah sakit. Perempuan itu sempat kaget saat tahu dia malah dibawa ke rumah sakit, padahal dia menyangka kalau akan diajak jalan-jalan oleh suaminya itu.Dan kini mereka sudah berada di ruangan dokter kandungan."Hasilnya gimana, Dok?" Nathan bertanya dengan antusias di hadapan sang dokter. Dokter kandungan yang saat ini didatanginya bersama sang istri. Sang dokter pun kemudian mengangguk. Lalu tersenyum pada kedua pasangan muda dihadapannya itu."Selamat ya istri anda hamil. Kandungannya baru memasuki minggu ke dua,” Ucap sang dokter. Lalu dia pun pada sepasang calon orang tua muda itu."Apa? Ha-hamil, Dok?” Kayla bertanya wanita itu seakan tidak percaya dengan apa yang dokter itu katakan. Matanya kini sudah berkaca-kaca karena dia begitu sangat bahagia dengan kabar kehamilannya."Kamu denger kan, sayang? Sekarang disini ada anak kita. Penerus keluarga kita." Bisik Nathan lembut. Dia mengelus perut Kayla dengan kasih sayang. Wanita itu pun menganggu
"Aduh, Kayla. Lo mau nyari apaan sih? kaki gue pegel tau."Kayla memutar bola matanya dengan malas mendengar gerutuan Dania yang kini berjalan di sampingnya."Gue capek," keluh Dania lagi. Sambil menatap Kayla."Gue bingung nih, Dan. Besok kan Nathan ulang tahun." keluh Teja frustasi. Dia sudah berkeliling capai-capai ,tapi tak dapat apa yang ia inginkan."Kenapa nggak bilang dari tadi? Gue kan bisa bantu, dari tadi juga muter-muter kagak jelas," Protes Dania. Dia pun menarik tangan Kayla kuat, Membawa Kayla memasuki sebuah toko jam tangan."Kita mau ngapain, Dan?" Tanya Kayla dengan polosnya. Dania menepuk dahinya pelan, punya sahabat kok gebleknya kabangetan."Kita mau demo, Kayla!" Dania menjawab seenaknya."Hah! Demo, buat apa?" pekik Kayla keheranan."Lo pilih deh jam tangannya. Gue yakin, kalau lo yang ngasih Nathan bakal suka," Sahut Dania. Kayla pun diam namun netranya menyusuri jam-jam yang ada di etalase.*****Dengan gerakan pelan,wanita itu memindahkan tangan Nathan yang
"Bukan gitu sayang, aku bener-bener nggak tahu kenapa dia bisa ada disini. Kamu jangan marah dong, sayang." Kalau sudah begini Nathan juga yang pusing menghadapi sikap Kayla."Gimana aku gak marah coba? Kamu dicium sama dia, didepan aku! Dia pake ngatain aku simpanan kamu segala, kan itu ngeselin banget, Nathan." Kayla mendengus kesal karena merasa tidak dihargai oleh gadis itu. Padahal dia itu istri Nathan Garis bawahi! Istri Nathan, dan dia itu istri sah bukan istri siri.“Iya-iya sayang. Kamu boleh marah. Tapi jangan ke aku dong sayang marahnya. Aku kan gak salah.” Tangan Nathan menggenggam erat tangan Kayla yang berada di pangkuan perempuan itu.“Terus harus marah ke siapa dong? Kalau kamu nggak salah, siapa yang salah? Aku!" Bentak Kayla. Dan lagi-lagi Nathan lah yang kena.“Oke, yang salah aku. Udah nggak usah ngambek ya? Aku capek sayang.” Nathan kali ini memilih mengalah karena mengalah adalah pilihan yang tepat untuk saat ini.“Katanya tadi nggak salah. Sekarang ngaku salah.
Suasana kantin yang begitu ramai membuat Dania mengelus dada. Gadis itu menatap wanita di hadapannya. Kayla, perempuan itu sedang duduk manis sambil menscroll ponselnya tidak perduli dengan suara bising oleh penghuni kantin."Eh, Kay. Katanya ada anak baru," Dania memecah keterdiamannya dan membahas topik ini dengan Kayla."Oh."Nathan mendengus kesal. Respon Kayla tidak pernah sesuai harapannya. Dia menjawab dengan hanya ber Oh ria saja."Lo ngapain sih, Kay? Sebel gue sama lo, dicuekin itu nggak enak tau.""Iya deh maaf, emang siapa orangnya?" Kayla tidak kuasa melihat Dania yang begitu kesal akibat ulahnya."Kabarnya sih masih pindahan dari Bandung, cantik loh, Kay." Dania berkata dengan antusias. Sedangkan Kayla hanya manggut-manggut saja. Baginya itu tidak terlalu penting. You know lah Kayla kan orangnya kelewat jutek.Dania kembali terdiam. Tidak lama pesanan mereka pun datang. Yaitu bakso dan es jeruk kesukaan Kayla."Buset lo, Kay. Lo makan bakso sama sambel apa sambel sama b