Hari itu setelah 10 tahun berlalu, untuk kali pertama Saka kembali mendatangi Cafe yang dulu menjadi tempat pertama kalinya memulai berkecimpung di dunia kuliner. Banyak yang berubah di sini, tetapi rupanya Dara masih mempertahankan beberapa menu yang memang sudah ada sejak dulu. Hanya saja memang banyak tambahan menu baru yang menyesuaikan dengan selera pelanggan saat ini.
10 menit berlalu, seorang pramusaji menghampiri Saka.“Ya Allah ini Pak Saka ‘kan?” tanya Hermawan.Ia merupakan karyawan yang sudah bekerja sejak tempat ini masih dikelola oleh Saka.“Iya, Mas Hermawan masih di sini?”“Alhamdulillah, Bapak ke mana aja. Saya baru lihat lagi, udah lama banget loh.”“Biasalah, nyari yang enggak ada. Ramai ya Wan di sini?”“Alhamdulillah sejak ada perumahan baru cafenya jadi ramai. Oh iya, Bapak udah pesan?”“Oh gitu, udah Wan. Lagi nunggu kok ini.”Tak lama kemudian pramusaji mendatangi meja Saka dengan makanan dan minuman yang dipesan sebelumnya“Ra, enggak perlu dijawab sekarang! Santai aja. Maaf kalau pertanyaan Abang malah bikin kamu shock.”“Enggak, aku cuma kaget sedikit.”“Abang selama ini enggak pernah berhenti mikirin kamu. Abang enggak pernah punya wanita lain.”“Kenapa? Bukannya Abang juga udah sukses di sana?”“Enggak semudah itu lupain kamu, Ra?”Kala itu Dara malah meminum es kopi, tetapi tampak dari gerak-geriknya Dara sepertinya terlihat gugup.“Abang tahu ini terkesan terlalu buru-buru, tapi Abang juga enggak tahu harus mendem ini berapa lama lagi.”“Kasih aku waktu ya.”“Waktu?”“Hm.”“Oke, kapan pun itu Abang pasti tunggu. Enggak masalah juga kalau kamu memang enggak mau memulai kembali hubungan kita, apa pun jawaban kamu nanti, pasti Abang terima dengan lapang dada.”Kala itu Dara hanya diam saja. “Makan dulu aja!” tawar Dara yang kala itu juga langsung memakan hidangan yang sejak tadi tersaji di h
“Ya enggak begitu juga Ra, aku cuma kasihan aja sama kamu, kalau sampai balikkan. Ya kamu tahu sendiri keluarganya bagaimana? Belum lagi dia yang enggak bisa tegas. Kamu pernah bilang belum siap buat nikah lagi, terus kenapa sekarang malah kesannya kamu mau kasih Saka kesempatan lagi buat rujuk?”“Rey udahlah, nyerah aja ya! Jangan bebani aku dengan janji kamu yang enggak akan pernah nikah kalau enggak sama aku. Masalah hidupku udah banyak banget Rey.”“Justru kalau kamu balikkan, apa enggak malah nambah beban kamu.”“Aku tahu jalan apa yang harus aku tempuh.”“Kamu enggak tahu mana yang terbaik, makanya aku atang ke sini.”“Ya, aku memang enggak tahu. Enggak ada satu makhluk pun di dunia ini yang tahu mana pilihan terbaik buat masa depannya. Cuma Allah yang tahu.”“Ya itu kamu tahu, aku bukannya enggak percaya sama ketentuan Allah. Aku cuma enggak mau kamu susah.”“Makasih banyak udah peduli sama aku, tapi kita jalan masing-masing ya!”“10 tahun aku
Kala itu tak tahan dengan rasa haru yang mendadak menyeruak, Saka memutuskan untuk datang ke Cafe tanpa memberi tahu Dara lebih dulu. Karyawan yang sudah tahu siapa Saka sontak saja menyambutnya dengan baik.“Bapak mau saya panggilkan Mbak Dara?” tanya salah satu staff di sana.“Enggak usah saya cuma mau makan kok.”“Baik, selamat menikmati!”Cukup lama Saka menunggu Dara yang tak kunjung keluar dari kantornya, sampai akhirnya 10 menit sebelum azan zuhur wanita itu baru keluar. Kebetulan meja Saka juga langsung mengarah pada pintu ruangan Dara, hingga begitu keluar pandangan Dara juga langsung tertuju padanya.Melihat Saka yang sudah duduk di depannya, tentu saja Dara terkejut bukan main. Ia tanpa sadar langsung mendekat.“Abang di sini?”“Ya.”“Kenapa enggak ngabarin dulu?”“Mau ziarah ke makam ibu sekalian nengokin Mita.”“Oh.”Kala itu Dara langsung mengalihkan pandangannya.“Kenapa sih Ra, ibuku udah jahat banget sama kamu. Kenapa
Dara sempat terdiam sejenak, ia bahkan tidak berpikir sampai sejauh itu. [Kenapa kamu diam, enggak bisa jawab ‘kan?][Aku memang enggak kepikiran ke sana Yah, tapi kita bisa bicarakan ini pas ketemu Saka.][Apa kamu memang enggak bisa lupain Saka, Nak? Sudah 10 tahun, kamu masih aja kepikiran buat rujuk.?][Aku enggak tahu Yah, kayaknya susah banget buat membuka hati sama yang lain. Aku enggak pernah tahu seperti apa keluarganya. Aku juga enggak tahu bagaimana sikap mereka nanti ke aku. Apa mau nerima aku atau enggak.][Kita ketemu aja mau?][Besok aku pulang kok Yah, nanti kita bisa bicarain langsung di sana. Ayah enggak perlu nemuin aku?][Kamu takut sama istri ayah?][Eng-enggak gitu Yah, aku cuma enggak mau aja kalau gara-gara keinginan aku buat rujuk, malah bikin rumah tangga Ayah bermasalah.]Belajar dari pengalaman kali ini Dara tidak ingin mengulangi kesalahan, ia tahu ibu sambungnya tak pernah suka dengan kedekatannya dengan Pak Fandi. A
Tak jauh dari rumah masa kecilnya, ada sebuah penginapan untungnya masih ada kamar kosong. Jadi Dara tidak perlu berlari terlalu jauh. Sebenarnya wanita itu sudah mempersiapkan hal ini sejak lama, kalau keluarganya akan memperlakukannya dengan buruk. Hanya tetap saja dihadapkan dengan situasi secara langsung, Dara tetap saja ikut larut dalam emosinya. Ia tidak pulang setiap hari, bahkan bisa terhitung hari dalam setahun. Namun, kenapa bagi ibu sambungnya hal itu seperti beban. Ia merelakan tempat tidur dan semua barang yang ada yang ada di kamarnya pun untuk adik-adiknya, tetapi itu sama sekali tak mengubah apa pun bagi wanita paruh baya itu.~Ketika di lobi tanpa sadar Dara menitikkan air matanya. Ia sudah berusaha menahannya sejak tadi, tetapi tetap saja. Akhirnya demi menutupi penampilannya yang kacau, Dara memilih untuk memakai kaca mata menuju kamarnya. Kala itu ia memang tak membawa banyak baju, jadi kali ini Dara hanya memakai tote bag berukuran sedang yang ber
“Pak, apa enggak sebaiknya antar Via ke sekolah dulu?” tanya Dara yang mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan saat ini.“Buat apalah, ojek ada. Disa juga bisa antar pakai motor. Udah enggak usah dipikirkan.”Pak Toro malah terlihat masa bodo dengan istrinya yang meninggalkan hotel dengan wajah yang masam.“Tapi, tadi Tante Disa kayaknya marah banget. Aku cuma enggak mau aja Yah, pulang dari sini kalian malah berantem lagi kayak semalam.”“Asal kamu tahu Dara, enggak hari ini aja kok kita berantem. Hari-hari dia sering banget ngajak berantem. Maafin Bapak ya, harusnya dulu minta pendapat kamu dulu sebelum memutuskan buat menikah sama perempuan enggak jelas itu.”“Istighfar Pak, hm ini minum dulu! Biar agak tenang!”Kala itu Dara menyodorkan segelas air untuk Pak Toro. Saka juga tidak berani membuka suara. Ia tahu masalah ini bukan ranahnya ikut campur.“Nak Saka, maaf ya harusnya kita enggak bicara di tempat ini.”“Enggak masalah Pak, saya di mana aj
“SAH!”Mendengar kalimat itu tentu saja membuat Dara yang sejak tadibegitu tegang mendadak lega. Kala itu ia digandeng Via dan Febi menuju kehalaman rumah. Mereka mengadakan pernikahan itu di rumah lama. Sepertidihidupkan kembali setelah sekian lama mati suri, melihat Saka yang lengkapdengan beskap khas sunda membuat Dara tak kuasa menahan haru. Begitupun Sakayang melihat wanitanya tampak anggun dengan balutan kebaya panjang denganhiasan siger sunda di kepalanya, menambah kesakralan acara kala itu.Ia tahu sampai dititik ini tidak mudah, ada banyak hal yangdilewati. Begitu banyak kerinduan yang selama ini tak pernah bisa diungkapkan.Tak pernah terbayangkan Saka akan kembali mengalami momen seperti ini lagi.Rasanya memimpikannya saja ia tak pernah berani. Saka tahukesalahannya pada Dara terlalu besar. Imam yang seharusnya bisa melindungimakmumnya, yang terjadi di kehidupan sebelumnya justru ialah yang memberikanluka pada mereka.Kini setelah berja
“Aku duluan!”Sontak saja Dara langsung berjalan cepat kearah toilet. Di momen itu setelah menuaikan salah sunah pengantin, akhirnyarasa rindu mereka yang selama ini hanya bisa terpendam benar-benar terbayar.“Makasih banyak ya Sayang, maaf dulu Abanggagal jadi suami yang baik buat kamu.”“Aku juga bukan istri yang baik buat kamu.Yang lalu biarlah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Aku yakin Allah pastienggak akan kasih ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.”“Benar, tapi jujur ujian kita berat banget.”“Maafin aku ya, dalam hal ini aku jugamengambil peranan yang cukup banyak. Aku bikin Abang memusuhi keluargasendiri.”“Enggak Sayang, kamu sama sekali enggak perluminta maaf. Enggak ada asap kalau enggak ada api. Abang sudah mencoba berdamaisama semuaya. Semoga kali ini kita tetap bisa sama-sama dalam menghadapi ujianapa pun.”“Aamiin.”Sedang asyik mengobrol pintu kamar merekamalah diketuk dari arah luar.
"Abang mungkin bisa nitip ke penjaga makam kalau Mbak Eka ke makam, biar telepon kamu atau minta nomor hpnya.""Kamu yakin Dek, kalau Mbak Eka bakal ke makan secara rutin.""Aku sih mikirnya Mbak Eka kalau memang bener-bener berubah, seharusnya bakal ke sana."Cara ini mungkin membutuhkan banyak waktu, tapi faktanya mencari Mbak Eka juga sesulit itu. Saka juga sudah menanyakan pada orang-orang di sekitar rumahnya, tapi tak ada yang pernah menemui Mbak Eka selain orang-orang yang rumahnya dekat pemakaman. Jadi, Saka hanya bisa menitipkan pesan pada temannya yang kebetulan punya rumah dekat makam juga, untuk memberinya kabar kalau Mbak Eka ziarah.Sebulan berlalu, akhirnya Saka mendapatkan informasi kalau Mbak Eka ziarah ke makam ibu. Tanpa pikir panjang Saka yang kala itu masih berada di rumah makan langsung meluncur ke sana. Untungnya temannya yang dititipkan pesan oleh Saka mencoba untuk menahan Mbak Eka dengan mengajaknya bicara banyak hal, alhasil begitu Saka samp
"Dara, bagaimana kabar kamu?"Kala itu wajah semringah Dara langsung berubah. Rupanya ia masih belum melupakan kejadian di masa lalu."Mbak mau ngapain ke sini? Mita udah enggak ada, tolong jangan ambil anakku lagi."Dara mungkin sudah mencoba mengiklaskan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi siapa yang menyangka kalau ketika dihadapkan pada orang yang bersangkutan secara langsung. Ada sedikit rasa khawatir yang ia sendiri pun tidak mengerti kenapa bisa terjadi."Dara, maafin Mbak. Aku datang ke sini bukan mau ambil anak kamu. Mbak cuma mau silaturahmi aja.""Bang...."Kala itu Dara menatap Saka dengan wajah yang nanar. Rupanya Saka pun demikian, kenyataannya pria itu masih sedikit khawatir kalau perempuan ini punya niat yang tidak baik. Dari banyaknya waktu kenapa Mbak Eka harus datang tepat kala Dara baru saja melahirkan. Siapa juga yang tidak akan menaruh curiga."Mbak sebaiknnya kita bicara di luar aja ya, tunggu sebentar."Kala itu Saka jug
"Apa aku hamil ya?""Hah, Adek serius? Emang udah telat?""Udah 2 bulan sih enggak halangan.""Loh, kenapa enggak bilang Sayang?""Aku enggak mau aja bikin Abang berharap kalau beneran hamil.""Ya udah nanti di sana paling diperiksa. Apa mau beli test pack aja?""Boleh.""Ya udah nanti mampir ke apotek sebentar, Abang belikan buat kamu.""Makasih, ya!"Dara mendadak tak bisa tenang, jantungnya bahkan berdentum-dentum tak karuan, membayangkan jika ia harus kembali mengecewakan Saka. Entah kenapa rasa tidak tega, melihat Saka begitu bersemangat tatkala pria itu membelikan alat tes kehamilan untuknya."Apa pun hasilnya, sama sekali enggak akan mengurangi rasa cinta dan sayang Abang ke kamu."Dara hanya tersenyum tipis, jelas di hatinya ia merasa khawatir kalau hal serupa akan kembali terulang. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Ia masih hafal bagaimana rasanya hamil dan yang tengah ia rasakan saat ini sama persis.Di toilet Dar
Begitu Dara kembali untungnya keadaan sudah seperti semula. Rey sudah meninggalkan meja mereka, tetapi sepertinya Saka masih kesal dengankehadiran pria itu di sini.“Abang kenapa sih kok cemberut gitu? Ada yang bikin kesel?” tanya Saka.“Udah enggak ada sih sekarang, kita pulang aja sekarang yuk!”“Ayo! Ini juga udah siap kok.”Merasa Saka tampak terburu-buru, hal ini rupanya membuat Dara smenjadi semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya disembunyikan suaminya.Terbukti di perjalanan sampai mereka tiba di rumah pun Saka lebih banyak diam.“Abang, kenapa? Beneran enggak mau cerita?” tanya Dara kala mereka sudah sampai di rumah.Awalnya Saka tidak ingin menceritakan hal ini, ia bahkan tampak menatap istrinya hingga cukup lama. Seolah tampak begitu berat.“Enggak masalah kalau belum mau cerita sekarang atau Abang enggak mau cerita sama sekali. Adek enggak akan maksa.”“Abang tadi ketemu Rey di resto.”“
“Hehe, iya Sayang. Maaf. Ya udah sekarang kita ngapain?”“Keluar aja yuk.”“Abang enggak ada mobil.”“Mobil aku juga mobil Abang juga. Itu juga yang beli Abang, akukasih sticker aja makanya ganti warna.”“Kamu tuh ya, suka banget sama warna pink. Emang semuanya haruspink?”Kala itu saking gemasnya, Saka malah mencubit pipi istrinya.Sayangnya, keinginan mereka untuk jalan-jalan harus tertunda, karena banyak halyang harus diurus, terutama rumah mereka yang masih berantakan.Pada akhirnya mereka baru bisa jalan-jalan dengan tenang keesokanharinya. Ata juga sudah kembali ke Pontianak, karena memang ia hanya ambil masacuti 2 hari saja. Jadi di rumah ini hanya ada Saka dan Dara. Orang tua Darajuga sudah kembali ke rumahnya, Tante Disa memutuskan untuk memperjuangkanpernikahannya, meskipun ia tahu kali ini tidak akan mudah.“Sayang, hm kamu kapan bisa ke Pontianak juga?”“Kapan aja bisa. Sekarang juga boleh.”
“Aku duluan!”Sontak saja Dara langsung berjalan cepat kearah toilet. Di momen itu setelah menuaikan salah sunah pengantin, akhirnyarasa rindu mereka yang selama ini hanya bisa terpendam benar-benar terbayar.“Makasih banyak ya Sayang, maaf dulu Abanggagal jadi suami yang baik buat kamu.”“Aku juga bukan istri yang baik buat kamu.Yang lalu biarlah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Aku yakin Allah pastienggak akan kasih ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.”“Benar, tapi jujur ujian kita berat banget.”“Maafin aku ya, dalam hal ini aku jugamengambil peranan yang cukup banyak. Aku bikin Abang memusuhi keluargasendiri.”“Enggak Sayang, kamu sama sekali enggak perluminta maaf. Enggak ada asap kalau enggak ada api. Abang sudah mencoba berdamaisama semuaya. Semoga kali ini kita tetap bisa sama-sama dalam menghadapi ujianapa pun.”“Aamiin.”Sedang asyik mengobrol pintu kamar merekamalah diketuk dari arah luar.
“SAH!”Mendengar kalimat itu tentu saja membuat Dara yang sejak tadibegitu tegang mendadak lega. Kala itu ia digandeng Via dan Febi menuju kehalaman rumah. Mereka mengadakan pernikahan itu di rumah lama. Sepertidihidupkan kembali setelah sekian lama mati suri, melihat Saka yang lengkapdengan beskap khas sunda membuat Dara tak kuasa menahan haru. Begitupun Sakayang melihat wanitanya tampak anggun dengan balutan kebaya panjang denganhiasan siger sunda di kepalanya, menambah kesakralan acara kala itu.Ia tahu sampai dititik ini tidak mudah, ada banyak hal yangdilewati. Begitu banyak kerinduan yang selama ini tak pernah bisa diungkapkan.Tak pernah terbayangkan Saka akan kembali mengalami momen seperti ini lagi.Rasanya memimpikannya saja ia tak pernah berani. Saka tahukesalahannya pada Dara terlalu besar. Imam yang seharusnya bisa melindungimakmumnya, yang terjadi di kehidupan sebelumnya justru ialah yang memberikanluka pada mereka.Kini setelah berja
“Pak, apa enggak sebaiknya antar Via ke sekolah dulu?” tanya Dara yang mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan saat ini.“Buat apalah, ojek ada. Disa juga bisa antar pakai motor. Udah enggak usah dipikirkan.”Pak Toro malah terlihat masa bodo dengan istrinya yang meninggalkan hotel dengan wajah yang masam.“Tapi, tadi Tante Disa kayaknya marah banget. Aku cuma enggak mau aja Yah, pulang dari sini kalian malah berantem lagi kayak semalam.”“Asal kamu tahu Dara, enggak hari ini aja kok kita berantem. Hari-hari dia sering banget ngajak berantem. Maafin Bapak ya, harusnya dulu minta pendapat kamu dulu sebelum memutuskan buat menikah sama perempuan enggak jelas itu.”“Istighfar Pak, hm ini minum dulu! Biar agak tenang!”Kala itu Dara menyodorkan segelas air untuk Pak Toro. Saka juga tidak berani membuka suara. Ia tahu masalah ini bukan ranahnya ikut campur.“Nak Saka, maaf ya harusnya kita enggak bicara di tempat ini.”“Enggak masalah Pak, saya di mana aj
Tak jauh dari rumah masa kecilnya, ada sebuah penginapan untungnya masih ada kamar kosong. Jadi Dara tidak perlu berlari terlalu jauh. Sebenarnya wanita itu sudah mempersiapkan hal ini sejak lama, kalau keluarganya akan memperlakukannya dengan buruk. Hanya tetap saja dihadapkan dengan situasi secara langsung, Dara tetap saja ikut larut dalam emosinya. Ia tidak pulang setiap hari, bahkan bisa terhitung hari dalam setahun. Namun, kenapa bagi ibu sambungnya hal itu seperti beban. Ia merelakan tempat tidur dan semua barang yang ada yang ada di kamarnya pun untuk adik-adiknya, tetapi itu sama sekali tak mengubah apa pun bagi wanita paruh baya itu.~Ketika di lobi tanpa sadar Dara menitikkan air matanya. Ia sudah berusaha menahannya sejak tadi, tetapi tetap saja. Akhirnya demi menutupi penampilannya yang kacau, Dara memilih untuk memakai kaca mata menuju kamarnya. Kala itu ia memang tak membawa banyak baju, jadi kali ini Dara hanya memakai tote bag berukuran sedang yang ber