“Aku enggak maksud buat nyinggung perasaan kamu Rey, tapi rujuk juga bukan hal mudah buat aku. Terlalu banyak hal yang membuat kita udah enggak bisa sama-sama lagi.”
“Ya itu pilihan hidup kamu. Aku enggak pernah maksa juga, aku hanya ingin kamu tahu hidup kesepian itu enggak ada yang enak. Bahkan orang-orang yang punya keturunan saja enggak ada jaminan kalau masa tuanya enggak akan kesepian, apa lagi yang enggak punya anak.”Sayangnya, Dara juga bukan orang yang suka dengan sesuatu yang rumit, dari pada terus mendapatkan masalah ia memilih untuk menyudahi semuanya. Akhirnya obrolan mereka juga berakhir dengan kurang baik. Sepertinya Rey juga mulai terbawa suasana. Di sisi lain ia ingin mengambil kesempatan ini untuk mengejar Dara, tetapi sisinya yang lain takut kalau kekurangannya ini hanya akan membuat wanita yang ia sayangi justru menderita.“Aku pamit Rey, aku harap kamu bisa mempertimbangkan untuk menikah lagi walaupun bukan sama aku dan kurang-kurangi“Menghindar seperti ini bukan solusi Ra, pada akhirnya kalian pasti bakal ketemu. Entah sengaja atau enggak,” ucap Salsa.“Untuk sekarang aku cuma bisa berdoa, semoga hal itu enggak pernah terjadi.”Salsa hanya menggeleng saja. Ia tidak tahu kalau pernikahan itu rumit. Di umurnya yang menginjak 20 tahun tahun ia bahkan belum pernah mengenal laki-laki mana pun. Ia selalu sibuk dengan pekerjaan dan mengurus ayahnya yang sakit.Apa lagi sekarang ia sudah kembali ke kampung halaman dekat dengan ayahnya yang stroke.Dara sangat menikmati perjalanan ke Bogor, tentunya karena keseruan teman-temannya. Sejak menikah entah kapan terakhir kali ia bisa merasakan tertawa lepas seperti sekarang. Setiap kali ia punya kegiatan di luar selalu saja dipandang negatif oleh Bu Lusi. Sekedar ikut senam di tempat tertutup saja ia bilang hanya kegiatan buang-buang uang anaknya.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, tak terasa azan zuhur pun berkumandang. Mereka memilih untuk menepi di
Di sisi lain mustahil bagi Dara untuk baik-baik saja, setelah kejadian tak terduga ini. Apa lagi sekarang teman-temannya juga mulai mempertanyakan statusnya. Banyak yang menyanjung karena Dara punya suami yang tampan dan berada, tetapi tak sedikit juga yang memandang buruk, karena selama ini Dara terkesan menyembunyikan status pernikahannya.Hanya Salsa yang mengerti apa yang saat ini sahabatnya rasakan. Ia juga tak berani banyak bertanya, kalau bukan Dara sendiri yang bercerita.Setelah seharian berkeliling, Dara memilih untuk naik duluan, padahal di bawah sebagian teman-temannya yang lain sedang asyik mengadakan api unggun dan bakar-bakar makanan. Bukan hanya lelah fisik, sekarang mentalnya pun rasanya sedang benar-benar lelah.“Sal, kamu pasti mikir aku ini aneh ya?” tanya Salsa saat mereka sedang berada di balkon vila tempat mereka bermalam.“Aku malah aneh sih lihat kalian berdua, masih sama-sama suka malah pisah. Cuma ya, bingung juga kalau diterusin. Mau bagai
Sembari menyeka wajah istrinya yang basah, Saka masih saja berharap kalau hubungannya dengan Dara tidak akan terputus meskipun kelak mereka bukan lagi sepasang suami istri.“Kita masih bisa berteman ‘kan? Itu mutah yang Abang kasih buat kamu.”“Tapi, ini terlalu banyak.”“Abang ikhlas.”“Terus Abang mau kerja apa kalau semuanya dikasih aku? Mau tinggal di mana?”“Teman Abang banyak, udah ada juga yang nawarin kerjaan. Cowok mah enggak ribet, tinggal di mana aja bisa.”“Abang kenapa begini sih, kalau mau ngasih kenapa enggak sewajarnya aja. Bagaimana kalau Ibu tahu, pasti Mbak Eca juga makin benci sama aku.”“Biarin aja, mereka juga enggak pernah mikirin kita. Kenapa kita harus mikirin mereka? Abang mau salat dulu. Kamu mau salat juga enggak?”“Mau.”“Abang imamin ya, buat yang terakhir kali.”Saka mengatakannya sambil tersenyum tipis, tetapi sungguh itu terasa begitu getir di hatinya. Kenyataannya mau sebaik apa pun perpisahan, lukanya tetap n
Siapa pun yang melihat mereka sudah pasti mengira masih sepasang suami istri . Saat itu ponsel Saka kembali mendapatkan panggilan, tetapi pria itu hanya meliriknya saja. Ia malah fokus memperhatikan wajah Dara. Baru kali ini Reina melihat sisi lain dari bosnya, saat dekat dengannya pria itu selalu saja sibuk dengan ponselnya. Bahkan sesekali ia harus dicuekin karena ia selalu sibuk dengan panggilan telepon dan pesan yang entah apa. Sudah banyak kerjaan, Saka juga masih sempat-sempatnya mencari informasi istrinya yang pergi. Entah kenapa ia sedikit menyayangkan cinta Saka yang sepertinya hanya bertepuk sebelah tangan. Ia mati-matian mempertahankan rumah tangga, tetapi istrinya datang dan hanya untuk meminta pisah. Semua ini jelas saja terjadi karena Reina memang tidak tahu apa yang telah terjadi di antara keduanya. Ia hanya memandang masalah dari sudut pandang Saka. Tanpa pernah tahu serumit apa masalah mereka. Belum lagi ia yang memang sejak awal secara sadar mengagumi sos
Sekarang Bu Lusi yang tidak tahu harus pergi ke mana hanya bisa terlunta-lunta di jalanan. Ia juga sudah menghubungi nomor Saka, tetapi tak kunjung mendapatkan respons, padahal seharusnya Saka jelas menerima informasi kalau ibunya akan keluar dari penjara hari ini. Sayangnya, jangankan di jemput datang ke rumah putranya saja malah diusir dengan cara yang tidak patut.Setelah semua hal yang terjadi di sel dan ia yang tak tahu harus memulai kehidupan yang seperti apa tanpa anak-anaknya, barulah Bu Lusi sadar jika kesalahannya dulu begitu fatal. Ia memang bebas lebih dulu, berbeda dengan Eka yang masih harus mendekam di sel 5 tahun lagi. Ia tidak tahu jika Saka akan sekeras ini padanya."Saka, tolong diangkat Nak! Maafin Ibu yang udah serakah, Ibu bener-bener enggak tahu harus ke mana, hiks."Sebenarnya karena kesibukannya Saka masih berada di luar pulau jawa, tetapi meskipun begitu jika pria itu memang benar-benar berniat untuk pergi ia bisa saja kembali ke rumah untuk men
Tanpa memberikan Dara kesempatan untuk menjawab pertanyaannya pria itu langsung saja mematikan ponselnya. Baginya ini terlalu menyakitkan. Memang benar, sejak saat itu Saka tidak pernah menghubungi Dara lagi. Selama itu juga ia tidak pernah ingin mencari tahu kabar tentang Dara.Pria itu hanya fokus menata kariernya, tanpa pernah berpikir untuk menikah lagi. Hubungannya dengan ibu dan kakak kandungnya juga masih tidak ada kemajuan. Ia tahu sejak Bu Lusi keluar dari penjara, perempuan itu terus saja menghubunginya. Namun, sampai berbulan-bulan ia terus saja mengabaikan panggilan ibunya.Hingga suatu hari ia bertemu dengan seorang klien. Kebetulan investor yang kelak akan menanamkan modal pada rumah makan yang baru saja ia buka ini memilih untuk bertemu di rumah. Sebenarnya ia sudah cukup lama menenal pria ini, hanya saja belakang ia memang menjadi kurang produktif karena harus mengurus orang tuanya yang katanya sedang sakit.Rumah dengan arsitektur bergaya jadul itu tampa
Selain menikmati pekerjaannya yang bisa dibilang sedang berada di puncak karier. Tak banyak kegiatan yang Saka lakukan, meskipun sudah sekian lama ia tidak pernah kembali ke kita asalnya. Rupanya tak menjadikan pria itu merasa rindu. Namun, entah kenapa setelah pulang dari rumah Pak Bowo untuk terakhir kali Saka merasa berbeda. Ia mendadak ingin pulang dan menemui ibunya. Ia hanya merasa perlu mengutarakan apa yan gselama ini belum sempat ia bciarakan pada wanita itu. Mungkin saja Eca juga sudah keluar dari penjara. Namun, sepertinya ia juga tidak punya nyali untuk menanyakan kabar adiknya. "Ka, sorrylah kita cuma bercanda kok," ucap Ata yang tiba-tiba saja sudah berada di samping Saka. Saka yang sejak tadi larut dalam lamunannya yang entah apa, sampai tidak menyadari kalau Ata berjalan di depannya, padahal ia juga cukup lama bolak-balik mencari Saka. "Kapan datangnya? Kayak jin aja, tahu-tahu muncul." "Enak aja, udah 3 balik kayakn
Sadar jika orang di hadapannya adalah Saka. Dara yang memang sudah tidak bertenaga hanya tersenyum saja. Sampai kemudian ia kehilangan kesadarannya. Sontak saja Saka yang panik, langsung menggendongnya."Mas, jangan sembarangan ya! Mas mau melakukan apa? Ini rumah sakit loh!"Asisten Dara sontak saja panik dengan apa yang baru saja dilakukan Saka. Namun, pria itu tak menggubris teriakan gadis di sebelah Dara. Ia lantas membawa wanita itu ke ruangan IGD."Mas denger saya enggak sih, lain kali jangan nyentuh orang sembarang. Mas jangan sok kenal sama bos saya. Dia enggak suka disentuh sama lawan jenis!""Kamu urus aja bagian administrasinya!" ucap Saka. Saat Saka berhasil mendapatkan ranjang untuk Dara."Maaf Bapak suaminya?" tanya dokter jaga di sana."Hm, sa-saya bukan. Mantan suami sih.""Mohon maaf, Bapak bisa tunggu di luar dulu!"Akhirnya Saka juga tak punya banyak pilihan ia hanya bisa pergi dari
"Abang mungkin bisa nitip ke penjaga makam kalau Mbak Eka ke makam, biar telepon kamu atau minta nomor hpnya.""Kamu yakin Dek, kalau Mbak Eka bakal ke makan secara rutin.""Aku sih mikirnya Mbak Eka kalau memang bener-bener berubah, seharusnya bakal ke sana."Cara ini mungkin membutuhkan banyak waktu, tapi faktanya mencari Mbak Eka juga sesulit itu. Saka juga sudah menanyakan pada orang-orang di sekitar rumahnya, tapi tak ada yang pernah menemui Mbak Eka selain orang-orang yang rumahnya dekat pemakaman. Jadi, Saka hanya bisa menitipkan pesan pada temannya yang kebetulan punya rumah dekat makam juga, untuk memberinya kabar kalau Mbak Eka ziarah.Sebulan berlalu, akhirnya Saka mendapatkan informasi kalau Mbak Eka ziarah ke makam ibu. Tanpa pikir panjang Saka yang kala itu masih berada di rumah makan langsung meluncur ke sana. Untungnya temannya yang dititipkan pesan oleh Saka mencoba untuk menahan Mbak Eka dengan mengajaknya bicara banyak hal, alhasil begitu Saka samp
"Dara, bagaimana kabar kamu?"Kala itu wajah semringah Dara langsung berubah. Rupanya ia masih belum melupakan kejadian di masa lalu."Mbak mau ngapain ke sini? Mita udah enggak ada, tolong jangan ambil anakku lagi."Dara mungkin sudah mencoba mengiklaskan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi siapa yang menyangka kalau ketika dihadapkan pada orang yang bersangkutan secara langsung. Ada sedikit rasa khawatir yang ia sendiri pun tidak mengerti kenapa bisa terjadi."Dara, maafin Mbak. Aku datang ke sini bukan mau ambil anak kamu. Mbak cuma mau silaturahmi aja.""Bang...."Kala itu Dara menatap Saka dengan wajah yang nanar. Rupanya Saka pun demikian, kenyataannya pria itu masih sedikit khawatir kalau perempuan ini punya niat yang tidak baik. Dari banyaknya waktu kenapa Mbak Eka harus datang tepat kala Dara baru saja melahirkan. Siapa juga yang tidak akan menaruh curiga."Mbak sebaiknnya kita bicara di luar aja ya, tunggu sebentar."Kala itu Saka jug
"Apa aku hamil ya?""Hah, Adek serius? Emang udah telat?""Udah 2 bulan sih enggak halangan.""Loh, kenapa enggak bilang Sayang?""Aku enggak mau aja bikin Abang berharap kalau beneran hamil.""Ya udah nanti di sana paling diperiksa. Apa mau beli test pack aja?""Boleh.""Ya udah nanti mampir ke apotek sebentar, Abang belikan buat kamu.""Makasih, ya!"Dara mendadak tak bisa tenang, jantungnya bahkan berdentum-dentum tak karuan, membayangkan jika ia harus kembali mengecewakan Saka. Entah kenapa rasa tidak tega, melihat Saka begitu bersemangat tatkala pria itu membelikan alat tes kehamilan untuknya."Apa pun hasilnya, sama sekali enggak akan mengurangi rasa cinta dan sayang Abang ke kamu."Dara hanya tersenyum tipis, jelas di hatinya ia merasa khawatir kalau hal serupa akan kembali terulang. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Ia masih hafal bagaimana rasanya hamil dan yang tengah ia rasakan saat ini sama persis.Di toilet Dar
Begitu Dara kembali untungnya keadaan sudah seperti semula. Rey sudah meninggalkan meja mereka, tetapi sepertinya Saka masih kesal dengankehadiran pria itu di sini.“Abang kenapa sih kok cemberut gitu? Ada yang bikin kesel?” tanya Saka.“Udah enggak ada sih sekarang, kita pulang aja sekarang yuk!”“Ayo! Ini juga udah siap kok.”Merasa Saka tampak terburu-buru, hal ini rupanya membuat Dara smenjadi semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya disembunyikan suaminya.Terbukti di perjalanan sampai mereka tiba di rumah pun Saka lebih banyak diam.“Abang, kenapa? Beneran enggak mau cerita?” tanya Dara kala mereka sudah sampai di rumah.Awalnya Saka tidak ingin menceritakan hal ini, ia bahkan tampak menatap istrinya hingga cukup lama. Seolah tampak begitu berat.“Enggak masalah kalau belum mau cerita sekarang atau Abang enggak mau cerita sama sekali. Adek enggak akan maksa.”“Abang tadi ketemu Rey di resto.”“
“Hehe, iya Sayang. Maaf. Ya udah sekarang kita ngapain?”“Keluar aja yuk.”“Abang enggak ada mobil.”“Mobil aku juga mobil Abang juga. Itu juga yang beli Abang, akukasih sticker aja makanya ganti warna.”“Kamu tuh ya, suka banget sama warna pink. Emang semuanya haruspink?”Kala itu saking gemasnya, Saka malah mencubit pipi istrinya.Sayangnya, keinginan mereka untuk jalan-jalan harus tertunda, karena banyak halyang harus diurus, terutama rumah mereka yang masih berantakan.Pada akhirnya mereka baru bisa jalan-jalan dengan tenang keesokanharinya. Ata juga sudah kembali ke Pontianak, karena memang ia hanya ambil masacuti 2 hari saja. Jadi di rumah ini hanya ada Saka dan Dara. Orang tua Darajuga sudah kembali ke rumahnya, Tante Disa memutuskan untuk memperjuangkanpernikahannya, meskipun ia tahu kali ini tidak akan mudah.“Sayang, hm kamu kapan bisa ke Pontianak juga?”“Kapan aja bisa. Sekarang juga boleh.”
“Aku duluan!”Sontak saja Dara langsung berjalan cepat kearah toilet. Di momen itu setelah menuaikan salah sunah pengantin, akhirnyarasa rindu mereka yang selama ini hanya bisa terpendam benar-benar terbayar.“Makasih banyak ya Sayang, maaf dulu Abanggagal jadi suami yang baik buat kamu.”“Aku juga bukan istri yang baik buat kamu.Yang lalu biarlah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Aku yakin Allah pastienggak akan kasih ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.”“Benar, tapi jujur ujian kita berat banget.”“Maafin aku ya, dalam hal ini aku jugamengambil peranan yang cukup banyak. Aku bikin Abang memusuhi keluargasendiri.”“Enggak Sayang, kamu sama sekali enggak perluminta maaf. Enggak ada asap kalau enggak ada api. Abang sudah mencoba berdamaisama semuaya. Semoga kali ini kita tetap bisa sama-sama dalam menghadapi ujianapa pun.”“Aamiin.”Sedang asyik mengobrol pintu kamar merekamalah diketuk dari arah luar.
“SAH!”Mendengar kalimat itu tentu saja membuat Dara yang sejak tadibegitu tegang mendadak lega. Kala itu ia digandeng Via dan Febi menuju kehalaman rumah. Mereka mengadakan pernikahan itu di rumah lama. Sepertidihidupkan kembali setelah sekian lama mati suri, melihat Saka yang lengkapdengan beskap khas sunda membuat Dara tak kuasa menahan haru. Begitupun Sakayang melihat wanitanya tampak anggun dengan balutan kebaya panjang denganhiasan siger sunda di kepalanya, menambah kesakralan acara kala itu.Ia tahu sampai dititik ini tidak mudah, ada banyak hal yangdilewati. Begitu banyak kerinduan yang selama ini tak pernah bisa diungkapkan.Tak pernah terbayangkan Saka akan kembali mengalami momen seperti ini lagi.Rasanya memimpikannya saja ia tak pernah berani. Saka tahukesalahannya pada Dara terlalu besar. Imam yang seharusnya bisa melindungimakmumnya, yang terjadi di kehidupan sebelumnya justru ialah yang memberikanluka pada mereka.Kini setelah berja
“Pak, apa enggak sebaiknya antar Via ke sekolah dulu?” tanya Dara yang mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan saat ini.“Buat apalah, ojek ada. Disa juga bisa antar pakai motor. Udah enggak usah dipikirkan.”Pak Toro malah terlihat masa bodo dengan istrinya yang meninggalkan hotel dengan wajah yang masam.“Tapi, tadi Tante Disa kayaknya marah banget. Aku cuma enggak mau aja Yah, pulang dari sini kalian malah berantem lagi kayak semalam.”“Asal kamu tahu Dara, enggak hari ini aja kok kita berantem. Hari-hari dia sering banget ngajak berantem. Maafin Bapak ya, harusnya dulu minta pendapat kamu dulu sebelum memutuskan buat menikah sama perempuan enggak jelas itu.”“Istighfar Pak, hm ini minum dulu! Biar agak tenang!”Kala itu Dara menyodorkan segelas air untuk Pak Toro. Saka juga tidak berani membuka suara. Ia tahu masalah ini bukan ranahnya ikut campur.“Nak Saka, maaf ya harusnya kita enggak bicara di tempat ini.”“Enggak masalah Pak, saya di mana aj
Tak jauh dari rumah masa kecilnya, ada sebuah penginapan untungnya masih ada kamar kosong. Jadi Dara tidak perlu berlari terlalu jauh. Sebenarnya wanita itu sudah mempersiapkan hal ini sejak lama, kalau keluarganya akan memperlakukannya dengan buruk. Hanya tetap saja dihadapkan dengan situasi secara langsung, Dara tetap saja ikut larut dalam emosinya. Ia tidak pulang setiap hari, bahkan bisa terhitung hari dalam setahun. Namun, kenapa bagi ibu sambungnya hal itu seperti beban. Ia merelakan tempat tidur dan semua barang yang ada yang ada di kamarnya pun untuk adik-adiknya, tetapi itu sama sekali tak mengubah apa pun bagi wanita paruh baya itu.~Ketika di lobi tanpa sadar Dara menitikkan air matanya. Ia sudah berusaha menahannya sejak tadi, tetapi tetap saja. Akhirnya demi menutupi penampilannya yang kacau, Dara memilih untuk memakai kaca mata menuju kamarnya. Kala itu ia memang tak membawa banyak baju, jadi kali ini Dara hanya memakai tote bag berukuran sedang yang ber