Rencana Licik SweenSalah satu teman Sween masuk ke toilet, dia sudah menduga kalau Sween sedang gusar karena merasa cemburu dengan Han.Gadis bernama Dania itu mengelus punggungnya. "Aku mengerti perasaanmu, Sween!" ucapnya bersimpati."Dia lebih memilih wanita rendahan itu Dan, aku harus apa agar Han melirikku?" Akhirnya dia jujur dengan perasaannya.Dania menyeringai. Dia memiliki ide dan membisikkan sesuatu pada Sween. Seketika wanita itu membulatkan matanya."Tidak buruk, tapi bagaimana caranya Dania?" Dia sangat penasaran dengan rencana salah satu temannya itu."Tenang saja, aku akan mendekati Han lalu menumpahkan air minum di bajunya, dengan begitu Han akan pergi ke toilet saat di toilet obat itu sudah akan bereaksi, Kau cukup menunggunya di sini lalu selanjutnya terserah padamu." Dania, mengedipkam matanya."Oh Dania, idemu sangat bagus, aku akan memberikanmu sesuatu sebagai balasannya, katakan Kau ingin apa?" Sween sangat senang dengan ide Dania ini."Aku melihat tas gucca ke
Lihat! Kau MembangunkannyaHan mengerjapkan matanya perlahan, menatap plafon yang terasa asing dengan rumahnya.Dia kemudian mendudukkan dirinya, memegangi kepala yang sedikit pusing hingga selimutnya sedikit tersingkap dan menampilkan satu tubuh polos yang begitu terlelap di sampingnya, wanita itu tidak bergeming dan Han mengingat kepingan-kepingan kejadian tadi malam. Astaga! Dia begitu buas dan Lerina sampai kewalahan menghadapinya. Sungguh keterlaluan orang yang sudah memberikan obat laknat itu padanya.HahSetidaknya dia bisa bernapas lega karena Lerina yang menemukannya pertama kali, Han tidak bisa membayangkan jika itu orang lain. Tentu dia akan mengutuk orang itu, bila perlu mengenyahkannya dari muka bumi."Kau sudah bangun?" Suara Lerina membuatnya menoleh.Serak sekali, sepertinya dia belum puas tertidur. "Maafkan aku!" ucap Han seraya mengusap rambut pujaan hatinya.Lerina beringsut mengikuti Han yang sedang menyandarkan tubuhnya. Tangannya, menyentuh dada bidang Han, mem
Langkah Selanjutnya"Han, stop! Lepaskan tanganmu!"Entah peringatan yang keberapa kali, tapi Han tak juga melepas rangkulannya. Hingga membuat Lerina mengomelinya sejak keluar dari kamar mandi.Dan Han menyukai sikap Lerina yang semakin terbuka juga leluasa berada di dekatnya, wanita itu lebih berekspresi sekarang. Dia sudah berani marah, merajuk bahkan protes membuat Han merasa sudah di anggap olehnya."Kau sudah menjadi canduku, Sayang!" Han tidak mempedulikannya, dia mengambil ujung rambut Lerina yang baru saja kering lalu mengedusnya.Lerina memutar bola mata malas. "Aku rasa aku harus membawamu ke gurun salju, efek obat itu bahkan belum hilang sampai sekarang," gerutu Lerina.Dan ini sudah pukul dua belas siang, Lerina tentu tidak mau terlambat menemui Tuan Frederick, tapi sepertinya suaminya belum mau melepaskannya."Tidak perlu jauh-jauh ge gurun salju, yang disini saja sudah cukup," ucap Han seraya tersenyum lalu mengedipkan matanya.Astaga, Lerina yang menatap dari cermin su
Direktur BaruTiada hal paling mengejutkan hari ini saat Gibson datang bersama Lerina dan Tuan Frederick ke perusahaan Smith.Bukan hanya Robin, tapi karyawan yang melihat pun ikut tercengang, bila Tuan Gibson datang, berarti ada masalah tentang perusahaan, contohnya pergantian pemilik.Robin tampak pias saat mempersilahkan tiga orang itu masuk dan duduk di ruangannya."Jack, pesankan minum untuk tamu kita!" perintahnya pada sang asisten.Robin tidak menyangka akan melihat keponakannya dan mantan pengacara kakaknya datang ke perusahaan secara bersamaan."Tuan Robin, kemarin Nona Lerina Smith, penerus resmi perusahaan ini datang kepadaku," ucap Gibson memulai pembicaraan.Mata Robin dan Lerina bertemu, terlihat sekali ada kebencian disitu, tanpa sadar tanhannya terkepal."Sebagai saksi saat Mendiang Peter Smith menyerahkan surat resmi perusahaan dengan di saksikan oleh Tuan Frederick. Aku rasa sudah saatnya Nona Lerina menduduki kursi kepemimpinan di perusahaan ini," lanjutnya.Robin m
Apa Uang Daddy Tidak Cukup Sean tidak ingin berangkat ke sekolah pagi ini. Dia duduk di sofa dengan bibir mengerucut serta tangan bersedekap, sorot matanya bercampur marah dan sedih.Han menghela napas. Tidak mudah membujuk bocah kecil itu. "Mommy harus bekerja, Sayang. Hari ini daddy yang akan mengantarmu, bagaimana?" Han menawarkan dirinya.Namun sepertinya itu tidak berhasil, air mata Sean justru mengalir. "Apa uang daddy tidak cukup untuk mommy?" lirihnya sambil terisak."Hei, apa yang Kau katakan, Son? Tentu saja banyak, apa Kau ingin membeli mainan baru?" Han mencoba mengalihkannya. Sean menggeleng. "Berikan uang itu pada mommy, katakan padanya jangan pergi bekerja!"Han terkesiap mendengarnya pun dengan Lerina yang tengah berdiri tak jauh dari sofa. Bagaimana mungkin, perusahaan ini pun penting bagi istrinya.Sean tidak ingin bicara padanya, bahkan sejak Lerina mengatakan akan pergi bekerja, dia menolak untuk di urus oleh wanita itu.Sean merasa di permainkan, baru saja ia m
Menarik Saham dari Smith GroupPagi ini tidak ada drama dari Sean, dia lebih banyak diam saat menikmati sarapan, lalu berpamitan pada daddynya, namun dengan Lerina tetap sama, dia bahkan tidak menyapanya.Jinli dan nanny mengantarnya ke sekolah. Sedangkan Han dan Lerina berangkat berdua. Han mengantarnya lebih dahulu ke perusahaan miliknya. "Sean tidak melihatku, Han," ucap Lerina pelan dan hampir manangis."Hei, jangan menangis! Hari ini penting buatmu, biarkan Sean menjadi urusanku nanti, fukus saja pada apa yang akan Kau sampaikan pada para pemegang saham," tegur Han lembut.Lerina menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan, menekan pangkal mata dengan jari agar bulir bening itu tidak jatuh. "Fokus ke perusahaanmu, jangan pikirkan apapun, percayalah, Sean hanya butuh waktu, dia terlalu kecil untul memahami!" Han mengusap pipi itu lembut. Lerina tersenyum, dia memeluk Han dan mengucapkan terimakasih sebelum keluar dari mobil.Paman Peng sudah menunggunya di ruangannya, pun
Nanny, Apa Aku Anak Yang Jahat? Keheningan terjadi beberapa saat di ruang rapat, sedangkan Jack pergi ke ruangannya untuk mengerjakan perintah Han tadi.Di dalam ruangannya, dia langsung menghubungi Robin."Tuan, ini tidak seperti yang kita rencanakan, semuanya berantakan," lapor Jack pada Robin.Robin yang sedang duduk tadi langsung berdiri menjauhi istrinya yang sedang bersungut-sungut. Tiada hari tanpa mengeluh dan mengumpati Lerina."Apa yang terjadi disana, apa Erick dan yang lainnya tidak jadi menarik saham mereka?" tanya Robin."Ya, mereka sudah menariknya Tuan, tapi ...,""Bagus, ini adalah langkah awal Jack tunggu saja sampai psrusahaan itu berhenti beroperasi, maka akan mudah mengbilnya kembali, dan bila itu terjadi, maka aku akan menghabisi anak sialan itu!" Robin menyeringai, berharap ini akan mudah kedepannya."Tuan, Kau melupakan sesuatu," kata Jack. Dia sama sekali tidak bersemangat."Ada apa?" Robin rasanya sudah tidak sabar. Jack terlalu lambat memberikan informasi.
Mommy Im Sorry! Lerina langsung membersihkan dirinya tanpa menunggu suaminya datang. Berendam sebentar dengan air hangat untuk me relaxkan tubuhnya.Sudah satu jam berlalu dan Han belum juga masuk ke dalam kamar, tapi mata yang berat membuatnya tidak beranjak keluar.Apa yang sedang di lakukan suami dan anaknya, biarlah, lagi pula Sean selalu menghindarinya. Lerina merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Matanya ingin segera di istirahatkan saat suara pintu terdengar, Lerina tidak menggubrisnya, mungkin itu Han suaminya.Beberapa detik kemudian tubuhnya terasa di tempeli dari belakang hingga membuat matanya terbuka, namun Lerina tetap membiarkannya. Ia kembali memejamkan matanya. "Mommy, im sorry!" bisik Sean nyaris tak terdengar kemudian di ikuti oleh tangan mungil yang memeluk pinggangnya. Hal itu tentu membuat Lerina kembali membuka matanya, rasa kantuknya lenyap seketika."Sean!""Mommy!""Kau tidak salah, kenapa meminta maaf?" tanya Lerina. Posisi mereka tetap sama."Sean tidak b