Mentari sudah memulai aktivitasnya di kantor baru setelah wanita itu resign dari perusahaan sang suami. Mentari terlihat sangat antusias mengelola kantor barunya bersama dengan sekretaris yang sudah berpengalaman seperti Widi. Sesuai dengan kemauan Revan, Widi akhirnya ikut bekerja dengan mentari, sementara Aldo menjadi sekretaris baru Revan."Maaf, Mister Revan mudah bertingkah seenaknya," ucap Mentari pada Widi. Dia tahu pasti bagaimana sikap Revan pada wanita selain dirinya. "Tidak masalah, Bu mentari. Siapa pun bos saya, saya akan melaksanakan perintah dengan baik," sahut Widi.Sejak Mentari menikah dengan Revan Widi tak berani lagi memanggil Mentari dengan sebutan "Dek" seperti sebelumnya. Meskipun Mentari sudah memintanya untuk tidak terlalu formal padanya, tetap saja Widi merasa sungkan. Dia tahu posisinya yang hanya seorang bawahan."Kita udah kenal sebelumnya, nggak perlu terlalu formal sama saya," ujar Mentari sungkan melihat Widi yang bersikap begitu sopan padanya."Bagaim
Langit sudah hampir gelap. Bintang melirik ke arah jam dinding, kemudian merapikan lembar berkas yang bercecer di meja kerjanya. Setelah berkecimpung dengan pekerjaan selama satu hari penuh, akhirnya pria itu dapat pulang dan beristirahat. "Akhirnya beres juga!" gumam Bintang.Pria itu meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Masih di tempat duduk ia memutar pinggangnya ke kanan dan ke kiri. Lalu mematah-matahkan lehernya untuk mengurangi ketegangan di otot leher. Setelah dirasa lemas, ia berdiri. "Hari ini kalian bisa pulang tepat waktu," ucap Bintang pada sekretaris dan asisten asisten yang membantu dirinya.Bintang segera mengemasi barang-barangnya, kemudian bergegas menuju ke tempat parkir. Pria itu mengemudikan kendaraan roda empat miliknya dengan perlahan menuju jalan raya, sembari menikmati langit senja yang menemani dirinya pulang ke rumah. Jika biasanya ia pulang dalam kondisi sudah gelap karena harus lembur, hari ini dia bisa melihat langit cerah.Sesekali Bintang mengua
"Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Saya benar-benar tidak menyangka kalau Nona ini adalah putri Bapak," ucap Bintang makin sungkan saat ia tahu kalau orang yang ia tabrak adalah putri dari rekan bisnisnya. "Saya juga tidak sengaja melakukannya.""Putri saya juga sudah ceroboh, Tuan. Atas nama putri saya, saya juga minta maaf," sahut Pak Tohar. Keduanya sama-sama sungkan. Pak Tohar merasa tak enak atas kejadian ini karena Bintang adalah investor perusahaannya yang sudah bertahun-tahun rela membantu mengembangkan perusahaannya."Azkia, lain kali kamu harus lebih berhati-hati lagi!" omel Pak Tohar pada putrinya. "Untuk yang menabrak Tuan Bintang. Kalau orang lain mungkin ditinggal kabur, kamu," lanjutnya.Azkia mengangguk. Tidak hanya Pak Tohar dan Bintang saja yang terkejut akan pertemuan mereka, Azkia juga tidak menyangka ternyata orang yang menabrak dirinya mempunyai hubungan dengan sang ayah."Dunia benar-benar sempit," gumam Azkia."Azkia, ini Tuan Bintang. Tuan Bintang ini rekan b
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba