#Pura_Pura_RebahanPart 20 : Kedatangan ZidanPemilik akun ‘Semua Semu’ dengan nama asli Zidan Rizaldi itu mengulum senyum dengan menghela napas panjang, di kepalanya sedang membayangkan sang teman kolab yang berhasil membuat hatinya cenat-cenut tak menentu selama beberapa bulan ini. Apa yang ia hindari dan takuti terjadi juga, yaitu jatuh cinta online. Ia selalu mencibir teman-temannya yang jatuh cinta lewat dunia maya, tapi kini malah terjadi kepadanya. Padahal, ia sudah mencoba mengantisifasinya dengan membuat akun berkedok emak-emak berdaster dengan maksud agar tak ada wanita dunia maya yang jatuh cinta kepadanya yang berkeinginan terjun ke dunia literasi beberapa tahun silam.Awalnya semua berjalan lancar, sampai akhirnya ia mulai menyukai cerita-cerita yang ditulis oleh sebuah akun dengan nama ‘Samuel Ataya.’ Sebagai seseorang penulis, selain menulis, ia juga suka membaca cerita-cerita rekan seprofesinya. Saat ia mengirim permintaan pertemanan, langsung dikonfirmasi pula. Status
#Pura_Pura_RebahanPart 21 : Test DNA Saja! “Mau ke mana kamu? Duduk saja dulu, jangan buru-buru mau pergi!” ujar Mas Nizar yang membuat debaran jantungku semakin tak terkontrol, senyumnya yang sedari tadi mengembang langsung meredut. Tatapannya kini berubah nyalang dan garang.“Maaf, Om, saya masih ada urusan. Jadi, saya pamit dulu,” ujar Zidan dengan wajah cemas, ia melirikku sekilas yang langsung kupelototi sebagai isyarat agar ia segera pergi dari sini.“Vio, jelaskan semuanya, siapa pria ini? Menurut informasi dari Mama, kamu tak punya ponakan segede gini!” Kini pandangan tajam Mas Nizar beralih kepadaku.“Hmm ... Mas ... begini ... anu .... “ Aku memutar otak, berusaha membuat alur cerita secepat mungkin.“Apa, Vio? Jangan bilang pria tampan ini selingkuhanmu, ya! Soalnya itu takkan mungkin sekali,” ejek Mama mertua dengan sambil menetertawaiku, dia terlihat sangat puas melihat aku yang sedang dihimpit masalah seperti ini.“Dia ... hmm ... Zidan ini bukan anak saudara kandung V
#Pura_Pura_RebahanPart 22 : Jangan KangenMas Nizar masuk kembali ke dalam rumah dengan kondisi babak belur, begitu juga dengan Mas Aldi, suami Mbak Mona. Setelah kuobati luka lebam di wajahnya, suamiku itu segera bangkit dan menaraih tas kerjanya.“Mas, tetap mau ke kantor kamu? Apa nggak izin saja, ‘kan kamu lagi sakit ini,” usulku dengan sedikit bimbang dan bukan dengan mode pura-pura peduli tentunya, ini murni bentuk kepedulian seorang istri.“Nggak apa, aku udah baikan kok. Kalo nggak kerja, ya nggak dapat duit, soalnya di rumah ini udah terlalu banyak pengangguran. Kalo aku juga nggak kerja, nanti kalian pada kelaparan,” jawab Mas Nizar dengan setengah berteriak, mungkin ia hendak menyindir Mas Aldi.Aku terdiam dan mengerucutkan bibir, sembari mengantarnya ke depan pintu.“Hati-hati, Mas!” ujarku dengan melambaikan tangan kepadanya.***Setelah tragedi tadi pagi, aku jadi malas keluar kamar soalnya Mbak Mona dan Mama mertua menyalahkan aku atas perkelahian antara dua pria itu.
#Pura_Pura_RebahanPart 23 : Oppa Bikin Galau“Tante, kok bengong gitu? Kenapa? Apa kesambet jin penunggu mall?”Aku mengerjapkan mata, seakan baru tersadar dari koma panjang. Eh! Dia masih menatapku dengan pamer senyum super manis, ishh ... nyebelin, aku 'kan jadi kelelep. Ups!“Ya sudah, gue mau lihat anak-anak main dulu. Byeee .... “ Aku beranjak dari kursi dan meninggalkan dia yang masih duduk sendiri.Aku tak mau menoleh ke belakang, nanti dia malah gede rasa pula. Pokoknya harus fokus jalan ke depan, walau dalam hari terasa hujan gerimis ini hati. Huaaa ... oppaku bakal tutup akun, sedih, gaes.Di arena bermain, dua putriku begitu kegirangan, aku senang melihat tawa mereka walau di hati ini seperti ada setitik kesedihan. Kuhela napas panjang, aku benci rasa ini, rasa yang tak seharusnya dimiliki oleh seorang wanita yang sudah bersuami. Jadi galau deh.Ah, dari pada bengong, lebih baik shopping saja. Biarlah anak-anak kutinggal bersama Mbak Desi. Belanja beberapa helai pakaianku
#Pura_Pura_RebahanPart 24 : Pemanis hidupPanggilan pertama dan kedua kuabaikan, hingga akhirnya ia tak menelepon lagi. Aduh, Oppa, aku harus mengirim chat kepadanya agar ia tak menghiraukan chatku yang tadi.[Zidan, sorry, aku salah kirim chat. Tak ada apa-apa, selamat bekerja.]Segera kukirimkan chat itu kepadanya, tapi ia sudah tak online lagi. Aduduuu ... jangan-jangan dia ke sini lagi? Gimana ini? sebelum Zidan datang, aku harus keluar dan memberikan uang kepada Mas Aldi, agar ia segera pergi. Tanpa pikir panjang lagi, segera kuraih bantal penyimpanan uangku lalu mengambil uang berwarna merah sebanyak lima lembar, semoga ini cukup untuk menyumpal mulut pengangguran tukang peras itu. isshh ....“Naffa, jaga Adek dulu, ya! Mama mau ke bawah sebentar,” ujarku kepada putri sulungku.Naffa mengacungkan jempolnya dan melanjutkan aktifitas bermain boneka bersama Aisha. Dengan tergesa-gesa, aku keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga lalu turun ke lantai dasar. Saat keluar dari ru
#Pura_Pura_RebahanPart 25 : Rumah KontrakanMau tak mau, ikhlas tak ikhlas, dengan sangat terpaksa bin dongkol, aku dan anak-anak kembali ke rumah Mas Nizar. Mama mertua dan Mbak Mona menyambut kami dengan tampang tak senang. Rumah juga seperti kapal pecah, seperti tak berpenghuni.“Mas, rumah kok berantakan sekali? Mama dan Mbak Mona kok nggak mau beres-beres sih?” Aku masuk ke dalam kamar dengan sambil bersungut-sungut kesal.“Kamulah yang beresin!” jawab Mas Nizar enteng.“Kok aku sih, Mas? Padahal baru pulang juga, kalau gini aku mau minggat lagi aja.” Aku mengerucutkan bibir sembari duduk di sudut lemari.Mas Nizar mendekat ke arahku lalu duduk di hadapanku, tatapannya tajam kepadaku.“Vio, katakan sebenarnya ... minggat ke mana kamu kemarin? Sekarang kok tingkahmu semakin menjadi- saja, mulai suka membangkang dengan ancaman kaburlah, apalah! Maumu apa? Coba katakan terus terang? Apa pria tadi itu, yang pernah kamu akui sebagai keponakan itu telah mempengaruhi atau juga ... dia
#Pura_Pura_RebahanPart 26 : Jujur sekarang atau besok?Tanpa menjawab pertanyaanku, Mas Nizar beranjak keluar dari rumah lalu naik ke motornya dan pergi. Ish, menyebalkan sekali. Aku tahu, ia takut uangnya keluar karena kontrakan ini makanya ia acuh begitu, padahal aku cuma ngetes dia aja bilang belum bayar itu. Berharap dia mau ngontrak rumah untukku dan anak-anak, sampai lebaran kucing juga nggak akan kesampaian.Aku kembali duduk di ruang tamu, dengan hati yang masih terasa jengkel. Dasar Tuan Crab medit, gara-gara duit, dia sampai lupa melihat anaknya. Pura-pura aja tuh nanyain anaknya, sekali ke sini nggak juga ditengok. Keloni saja kartu atmnya sampai hamil dan beranak pinak. Aku beranjak ke ruang tengah dan melihat dua putriku yang sudah selesai makan dan kini sudah rebahan di atas kasur bulu-bulu dengan sambil menonton acara kartun kesukaannya.Setelah memastikan dua anakku aman-aman saja, aku segera ke dapur untuk mengambil air wudhu karena adzan magrib telah berkumandang di
#Pura_Pura_RebahanPart 27 : Kita Berpisah Saja!Mas Nizar menatapku, ia terlihat tersenyum sinis. Ish, aku jadi benci dengannya. Dia sok sekali, mentang-mentang punya kerjaannya nyata dan aku yang kerjanya tak kelihatan ini diremehkan.“Vio, kita berpisah saja!” Kata-kata sakti itu keluar juga dari bibir pria yang sudah kurang lebih lima tahun menjadi suamiku itu.Aku tertegun dan mencubit pergelangan tangan, untuk memastikan ini mimpi atau nyata sebab tak pernah terpikirkan olehku kalau Mas Nizar akan memutuskan untuk berpisah denganku.“Aku tak sanggup membiayai hidupmu yang seperti ini, sewa rumah saja dua juta sebulan, belum lagi kebutuhan makannya. Gajiku Cuma lima juta, Vio! Ya sudah, kita hidup masing-masing saja. Masalah anak kita bagi dua, kamu satu dan aku satu.” Dia menatapku dengan serius.Aku masih terdiam, rasanya shock sekali. Walau cintaku kepadanya tak juga begitu-begitu amat, tapi ... aku menahan sesak di dada dan gundukan air mata.“Maaf, aku lebih menyayangi uang-
Pura-pura RebahanBab 36 : TamatEh, panggilan videoku langsung tersambung padanya dan tampaklah si oppa dari layar pipih di tanganku. Aku beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu dan melangkah ke ruang tengah, soalnya takut anak-anak terbangun karena suara berisik teman kolab yang kini sudah menjadi teman main film.“Hay, Tante .... “ sapanya dengan selalu tebar senyum.Zidan terlihat sedang berbaring di tempat tidur, dan sendirian saja, tak ada siapa pun di sampingnya.“Ada kejutan apa besok? Jangan suka ngerjain, ya!” ujarku sambil duduk di atas kasur bulu depan tv.“Siapa juga yang mau ngerjain? Suka su’udzon aja nih tante-tante!” ejaknya.“Enaknya gue dibilang tante-tante, kalau dilihat dari umur ... masih mudaan elu om dari gue,” jawabku dengan mengerucutkan bibir.“Oh, ya?” Dia menahan senyum.“Iya!”“Besok aku minta fotocopy ktpnya deh biar percaya.” Dia menahan tawa.“Buat apaan? Jangan aneh-aneh deh, Om. Kasih tahu gak, besok itu ada apa? Apa Pak Mahmud mau ngontrak kit
#Pura_Pura_RebahanPart 35 : Ajakan Rujuk“Nggak usah repot-repot, Mas, aku bisa kok menjaga Aisha. Tadi aku cuma panik aja, mau bawa dia sendiri ke rumah sakit, repot juga .... “ ujarku saat dia beranjak ke ruang tengah dan sok akrab dengan Naffa yang sedang menonton acara kartun di tv.“Ya sudah kalau gitu,” jawabnya dengan raut wajah yang berubah muram.Aku beranjak menuju dapur, lalu mulai memasak makanan untuk makan malam. Yang simple-simple saja, yang mudah dimasak dan nggak repot yaitu bikin sup dengan dicampur bulatan bakso, gitu aja soalnya Naffa suka. Kalau aku mah, apa aja dimakan, sandal jepit disaosin juga ludes.Aisha menolak untuk makan, dia hanya meminta mimik susu saja, sedangkan Naffa kini sedang makan dengan papanya di dapur sana. Mas Nizar kok pulang-pulang juga, ya? Sok baik banget dia. ***Pukul 20.00, Naffa sudah kusuruh untuk tidur di samping adiknya yang sudah terlelap sejak tadi, mungkin karena habis minum obat dia jadi selalu mengantuk. Mas Nizar masih terl
#Pura_Pura_RebahanPart 34 : Undangan dari MantanRutinitas super sibuk pun dimulai, aku harus berlatih sungguh-sungguh agar aktingku tak banyak mengulang dan lancar sebab sudah seminggu ini aku menjalani syuting film perdana. Ternyata jadi artis itu capek, gaes, enakan aja rebahan sambil menghalu.Bu Desi sudah kukontrak selama sebulan menjadi pengasuh juga asisten rumah tangga karena anak-anak sudah akrab dengannya dan aku percaya dengannya. Dia juga menerima pekerjaan itu dengan senang hati.Yang bikin tak tenang itu, kini setiap waktu aku selalu bersama Zidan dan beradegan mesra karena kami sedang berakting jadi suami istri. Berat godaannya, gaes, kalo nggak karena aku mau jadi artis, aku nggak akan kuat selalu bersama dan baper sepanjang waktu. Mana dia makin sok perhatian lagi, ‘kan jadi bikin ngenes karena pastinya aku cuma di-php doang soalnya doi udah punya Maemunah, eh istrinya bernama Maemunah. Isshh ... bibit pelakor seakan mulai berakar saja. Ups!“Tante, ayo makan dulu.
#Pura_Pura_RebahanPart 33 : Artis Dadakan[Selamat siang Mas Zidan, kami sudah melakukan casting kepada beberapa calon pemeran film kita, tapi kayaknya belum ketemu juga karakter yang cocok untuk pemeran Hana dan Alwinya. Gimana kalau Mas Zidan dan Mbak Viona saja yang memerankan tokoh ini? Soalnya ‘kan kalian penulis cerita ini, jadi pasti mendalami sekali karakternya.]Zidan mengirimkan sebuah chat yang ia teruskan kepadaku.[Itu chat dari Pak Mahmud, Penerbit sekaligus produser Cahaya Media. Gimana, menurutmu, Tan?]Aku melongo dan membaca chat itu hingga sepuluh kali, maklum, otakku yang hanya tamatan SMP ini agak lemot untuk memahami sesuatu yang kaya makna seperti ini. Melihat chatnya hanya kubaca tanpa dibalas, eh Si Oppa malah video call. Duh, bikin hidup tak tenang aja nih orang. Mana tampangku sedang kusut lagi soalnya baru bangun tidur siang.Rencananya cuma mau ngelon Aisha dan Naffa saja, tahunya aku yang malah tidur sedang kedua bocil itu meninggalkanku untuk main di ru
#Pura_Pura_RebahanPart 32 : Klarifikasi Samuel Ataya[Tante, sore nanti kita diundang ke salah satu acara di stasiun televisi. Mereka ingin berbincang-bincang tentang Novel kita yang sudah laku 2000 eksemplar hanya dalam kurun waktu satu bulan, serta tentang film yang diangkat dari novel kita yang akan tayang bulan Juli mendatang.]Sebuah chat dari Zidan kembali menyejukan hati sekaligus mendebarkan juga. Ya Tuhan, Viona Adella akan masuk tv, duh ... jadi berdebar-debar deh. Debarannya lebih keras saat sedang di dekatnya. Isshh ... aku benci perasaan ini. Aku bukan janda gatel, ya, gaes, tapi janda kaya, amin.Belum sempat membalas chat, dia malah menelepon. ‘Kan, nih oppa yang tak hentinya tebar pesona. Nggak tahu aja dia, kalau teman kolabnya ini lemah iman jika di dekatnya. Aku ‘kan nggak mau jadi pelakor.“Assalammualaikum, Tante.” Suara gantengnya kembali terdengar di layar pipih ini.“Waalaikumsalam. Ada apa?” tanyaku pura-pura bego.“Udah baca chat aku ‘kan? Acaranya pukul 16.
#Pura_Pura_RebahanPart 31 : Segera DifilmkanHingga sore, Mas Nizar belum datang juga untuk mengembalikan anak-anak. Chatku juga hanya ia baca tanpa dibalas, ditelepon pun tak diangkat. Apa maksudnya, coba? Dia takkan mengambil Naffa dan Aisha ‘kan? Hati jadi bimbang. Sebenarnya waktu di saat anak-anak sedang tak ada begini, bisa kumanfaatkan untuk menulis tapi aku malah tak bisa berpikir dengan santai dalam keadaan resah begini. Mood nulis juga ambyar sebelum dua putriku kembali ke rumah.Taklama kemudian, terdengar deru mobil di depan rumah dan aku langsung berlari menuju pintu lalu membukanya. Terlihatlah sebuah mobil merah di depan sana dengan seorang wanita yang turun dengan menggandeng dua putriku. Aku langsung melangkah turun dan mengambil Naffa dan Aisha darinya.“Mas mana Nizar mana? Kok bukan dia yang mengantar anak-anak pulang?” tanyaku kepada wanita dengan tubuh ideal namun berwajah tua itu.“Mas Nizar sedang sibuk, maaf ya,” jawabnya dengan senyum ramah.“Bilang Mas Niza
#Pura_Pura_RebahanPart 30 : Oppa MeresahkanPonsel di tanganku berdering, mau tak mau aktifitas menari-nari ala penari balet ini terhenti mesti dua putriku masih tetap berputar-putar dengan sambil berpegangan tangan. Eh, ini Zidan. Kulihat nama teman kolabku itu terpampang di depan layarnya. Aku duduk di sofa dengan untuk mengontrol pernapasan yang kini jadi ngos-ngosan.“Hmm ... Assalammualaikum,” ucapku. “Waalaikumsalam. Tante kok nggak balas chat sih?” Terdengar suara gantengnya dari benda pipih yang kutempelkan ke telinga.“Ini baru mau balas,” jawabku dengan masih berbunga-bunga, membayangkan sebentar lagi bakalan bisa meluk Zidan, eh bukan! Meluk karya sendiri alias novel cetak perdanaku, walau bikinnya kolab ma dia.“Tante bisa ‘kan? Nanti pukul 15.30 aku jemput, anak-anak dibawa saja. Oke, Tante?”“Oke, Om, siap!” jawabku bersemangat.“Ya sudah kalau gitu, sampai jumpa nanti sore. Assalammualaikum .... “ Suaranya terdengar makin ganteng aja.“Waalaikumsalam.” Aku mengakhiri
#Pura_Pura_RebahanPart 29 : Kontrak Novel Kolaborasi“Tante, rumahnya di sini sekarang?” tanya pria berjas hitam itu, dia masih suka sok akrab saja dan seolah-olah aku ini udah tante-tante saja padahal masih muda gini. Kalau dipakaikan seragam SMA, aku bakalan terlihat sebagai anak sekolahan malah.“Hay, Om-om .... “ Naffa malah melambaikan tangannya kepada pria berwajah ala oppa itu.“Hay!” Dia makin sok akrab saat putri tertuaku itu menyapanya.Naffa dan Aisha terus berputar-putar dengan sepedanya di halaman rumah, aku mengerucutkan bibir sembari menghampiri dia, sang teman kolab alias oppa alias Zidan Rizaldi.“Hay, Tante, makin cakep aja. Nggak terasa, kita udah lama nggak ketemu dan pas ketemu ... Eh, malah satu kompleks begini,” ujarnya lagi.“Jadi, rumah kamu di sekitar sini juga?” Aku menatapnya sinis.“Iya, rumah paling ujung. Ayok, main-main ke rumah!” Dia semakin sok ramah.“Hmm ... entar dikira pelakor oleh istrimu pula kalo gue ke rumah lo bawa anak-anak.” Aku memutar bo
#Pura_Pura_RebahanPart 28 : Masing-masing Satu JutaAku segera pulang ke rumah sebab tak mau meninggalkan Naffa dan Aisha terlalu lama, walau sudah ada Bu Desi yang menjaganya. Di kepalaku masih saja terbayang Mas Nizar dan wanita ini. Tega sekali dia, dada terasa nyeri. Semua ini sungguh mengganggu mood dalam menulis, walau cintaku terhadapnya tak terlalu dalam tapi aku tetap sakit hati karena dia mencampakkan kami hanya karena wanita kaya itu. Kuhembuskan napas kasar dan berusaha menenangkan diri. Aku dan anak-anak akan baik-baik saja tanpamu, Tuan Crab. Kusapu buliran air mata yang kembali berjatuhan. Ayolah Vio, berhentilah menjadi sosok lebay, kembalilah menjadi wanita jenaka yang akan segera melupakan segala permasalahan dan mengukir senyum di wajah. Aku mensugesti diri. Kutatap dua putriku yang sedang tertidur di kamar, aku tak apa menjadi janda, tapi aku kasihan dengan kedua putriku akan kehilangan papanya. Mama janji, kalian takkan kekurangan kasih sayang walau nanti hanya