"Mas Fatih kemana yah? Kenapa ditelpon tidak diangkat? Sekarang ponselnya malah mati, kira-kira kemana Mas Fatih?" gumam Wulan cemas. Berulang kali ia mencoba menghubungi suaminya itu."Aneh, sekarang nomornya malah nggak aktif. Apa mungkin Mas Fatih sudah tidur? Tapi–Mas Fatih' kan tidak pernah mematikan ponselnya saat tidur. Aduh … kenapa perasaanku jadi nggak enak' ya? Apa jangan-jangan ini ada kaitannya dengan Ibu dan Mbak Sarah? Astaga … aku jadi khawatir, semoga saja efek obat pencahar itu tidak separah yang aku bayangkan," batin Wulan cemas. "Non Wulan? Non Wulan belum tidur?" tanya si Mbok membuat Wulan terperanjat dari lamunannya."Ah, si Mbok bikin kaget aja," ucap Wulan kemudian berjalan menghampiri tempat tidur si Mbok."Mbok mau kemana? Ko tengah malam gini bangun, Mbok mau minum?" tanya Wulan."Nggak, Non. Si Mbok mau ke toilet. Si Mbok kebelet pipis Non," jawab wanita paruh baya itu beranjak dari tidurnya."Sini, biar Wulan bantu," Wulan segera merangkul tubuh si Mbok
Fatih bagai disambar petir disiang bolong. Rasanya baru tadi malam ia menikmati surga dunia bersama Eva. Kini dirinya harus menerima kenyataan pahit yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. "Apakah ini sebuah karma karena aku telah mengkhianati Wulan?" Seketika pikiran itu terlintas di benak Fatih.Ia terduduk lesu di kursi kebesarannya. Memikirnya apa yang akan terjadi kedepannya. "jika aku hanya bekerja sebagai karyawan biasa di perusahaan ini, bagaimana caranya aku membayar semua cicilanku? Apakah gajiku akan cukup untuk membiayai semuanya?" batin Fatih resah."Permisi, Pak! Pak Brata meminta laporan keuangan bulan ini, beliau ingin memeriksanya," ucap Yesa, suaranya membangunkan Fatih yang tengah melamun."Saat ini juga?" tanya Fatih memastikan. Pasalnya laporan keuangan itu tertinggal di rumahnya."Iya, Pak. Saat ini juga Pak Brata ingin memeriksanya," jelas Yesa membuat Fatih menarik nafas dan membuangnya dengan kasar. "Tolong bilang kepada Pak Brata, nanti siang laporannya akan
"Apaan ini, Fatih? Kenapa laporan yang kamu buat tidak sama dengan laporan yang saya terima dari sekertarismu lewat email?" tanya Pak Brata menatap penuh curiga.Fatih terdiam, sesaat dia berpikir. 'Astaga, kenapa aku bisa lupa jika aku menggunakan uang kantor untuk membayar biaya pengobatan Mbak Sarah tempo hari,' gumam Fatih dalam hati."Ma-maaf, Pak. Tempo hari saya meminjam uang kantor untuk membayar biaya rumah sakit untuk Kakak saya, tapi Bapak tidak usah khawatir, uangnya akan saya ganti, Bapak bisa potong dari gaji saya," ucap Fatih menjelaskan. Pak Brata menggelengkan kepala, kemudian menghempaskan bokongnya di kursi kebesarannya."Saya menyesal telah mengangkat kamu sebagai manager, Fatih! Ternyata selama ini saya salah memilih orang. Bisa hancur perusahaan saya jika kamu yang memimpin, kamu itu tidak bisa diandalkan," ucap Pak Brata dengan nada kecewa."Maafkan saya, Pak. Saya janji tidak akan melakukan ini lagi,""Cukup, Fatih. Saya tidak butuh janji kamu, yang saya butuh
"Bangsat!" teriak Fatih, tangannya mengepal hendak memukul Gio. Namun, belum sempat tangan itu mendarat, terdengar suara memanggil namanya dari arah belakang."Cukup, Fatih! Berhenti membuat keributan di kantor saya!" teriak Pak Brata berkacak pinggang penuh amarah.Seketika Fatih terdiam, ia pun segera menoleh ke arah sumber suara. "Pak Brata?" ucap Fatih terkejut."Kamu ini keterlaluan, Fatih. Kamu mau jadi preman di kantor saya, hah? Kamu lihat ini!" teriak Pak Brata menunjuk barang-barang yang berserakan di lantai."Kamu tau kan' ini adalah properti milik perusahaan? Kenapa kamu rusak semuanya? Jika kamu ingin jadi jagoan' jangan di kantor saya! Ini tempat untuk bekerja, bukan tempat untuk ajang adu kekuatan!" cetus Pak Brata murka."Ma-maaf, Pak' saya bisa jelaskan semuanya, ini bukan salah saya Pak, ini semua karena Gio yang memulai. Dia yang pertama meludahi wajah saya,""Cukup Fatih! Saya tidak ingin mendengar pembelaanmu! Saya sudah tau semuanya. Petugas keamanan sudah mence
Waktu sudah menunjukan pukul lima, para karyawan bersiap untuk pulang. Fatih berjalan menuju mobilnya yang terparkir di basement.Sepanjang perjalanan hanya kekesalan yang ada di hati pria itu. Ia tidak bisa membayangkan jika karirnya akan hancur dalam waktu secepat ini.Mobil masuk ke pekarangan rumah setelah tiga puluh menit melewati kemacetan Ibu kota. "Fatih, akhirnya kamu datang juga," ucap Bu Ratna antusias saat Fatih masuk ke dalam rumah."Coba kamu lihat ini!" Bu Ratna menunjukan ponsel yang baru ia beli. "Bagus' kan?" ucapnya lagi tersenyum senang. Fatih menoleh, ia begitu terkejut melihat ponsel yang harganya diatas sepuluh juta itu."Ibu! Ibu beli iphone?" ujar Fatih mengambil ponsel di tangan ibunya."Iya, memangnya kenapa sih' Fatih? Kenapa kamu kaget seperti itu?" tanya Bu Ratna heran, tangannya kembali merebut ponsel itu dari tangan Fatih."Astaga Ibu, itu kan hape mahal, Bu! Kenapa ibu nggak beli hape yang biasa aja? Ibu kan bisa beli hape android, kenapa harus beli i
"Assalamualaikum," ucap Wulan saat masuk ke dalam rumahnya."Waalaikumsalam," jawab Fatih lesu."Mas Fatih sudah pulang?" tanya Wulan menghampiri suaminya yang nampak lesu. Ia pun duduk di samping Fatih."Sudah, baru saja tiba. Bagaimana kondisi si Mbok?" tanya Fatih. Belum sempat Wulan menjawab, tiba-tiba Bu Ratna datang menghampiri mereka."Akhirnya kamu pulang juga Wulan! Saya pikir kamu sudah lupa dengan jalan pulang ke rumah ini," cetus Bu Ratna berkacak pinggang."Ko Ibu ngomongnya gitu? Wulan' kan tidak pergi kemana-mana, Wulan hanya nungguin si Mbok di rumah sakit," "Alah, alasan saja kamu itu! Bilang saja kamu keluyuran dengan teman-temanmu di luaran sana!" ucap Bu Ratna dengan nada tinggi. "Sudahlah, Bu. Wulan baru datang sudah di ajak ribut, ibu nggak usah marah-marah' pusing Fatih dengernya. Setiap bertemu selalu saja bertengkar," sahut Fatih kesal."Wajar dong ibu marah, istrimu itu sudah keterlaluan. Suami nggak di urus, rumah nggak di urus, dia malah enak-enakan keluy
"Kurang ajar si Wulan, berani-beraninya dia berbicara seperti itu dihadapan Fatih, awas kamu Wulan. Saya akan buat perhitungan sama kamu," batin Bu Ratna kesal. "Ini semua gara-gara si nenek peot itu, kenapa dia tidak mati saja sekalian, gara-gara dia rencanaku hampir saja gagal! Benar-benar menyusahkan," Lagi Bu Ratna bergumam."Ibu masak apa? Fatih lapar!" ucap Fatih saat semuanya terdiam."Ibu! Ibu kenapa bengong? Fatih bicara sama ibu," "A-apa Fatih? Kamu ngomong apa barusan, ibu nggak denger," sahut Bu Ratna terbangun dari khayalannya."Ibu masak apa hari ini? Fatih lapar," ucap Fatih mengulang pertanyaannya."Ibu nggak masak, kamu kan tau' ibu habis belanja. Mana sempat ibu masak," "Jadi nggak ada makanan di rumah ini?" tanya Fatih memastikan."Ya nggak ada lah, aneh-aneh saja kamu ini. Minta makan ko sama ibu, tuh minta sama istrimu, dia kan yang seharusnya melayani kamu, bukan ibu. Memangnya kamu pikir ibu ini pembantu kamu apa?" sahut Bu Ratna dengan nada ketus. Tangannya
Adzan magrib berkumandang, Wulan bergegas untuk mandi dan berwudhu. "Malam ini kamu tidur di rumah sakit lagi?" tanya Fatih saat istrinya itu selesai menjalankan sholat magrib."Iya, Mas. Kasian si Mbok kalau tidak ada yang menemani," jawab Wulan yang tengah melipat mukenanya."Biar Mas temenin, malam ini Mas juga ikut kamu ke rumah sakit, kita jagain si Mbok bersama," ucap Fatih dan langsung ditolak oleh Wulan."Ja-jangan, Mas. Ti-tidak usah, kamu tidur di rumah saja. Aku bisa ke rumah sakit sendiri,""Lho, kenapa? Bukannya lebih baik kita ke rumah sakit bersama, biar kamu tidak sendirian jagain si Mbok,""Jangan Mas, kamu kan besok pagi harus ke kantor, kalau kamu nginep di rumah sakit nanti kamu bisa telat masuk kantor. Lagi pula–peraturan di rumah sakit' kan, hanya mengijinkan satu orang saja yang boleh menemani pasien, apalagi si Mbok juga masih belum sadar, pasti dokter tidak akan mengijinkan kamu untuk nginep. Biar aku sendiri saja yang nemenin si Mbok," jelas Wulan menolak ta
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.